Hembusan nafas kasar terdengar dari mulut seorang wanita, sudah tiga bulan ini, dirinya tak bekerja secara tetap.
Sejak kepindahan dirinya kembali ke ibukota setelah sepuluh tahun kepergiannya karena suatu alasan.
Sudah banyak lamaran yang dirinya ajukan, baik via email ataupun via jasa pengiriman ke beberapa perusahaan besar, belum lagi saat dirinya mendatangi job fair, namun tak satupun dirinya mendapatkan panggilan kerja.
Hal ini terpaksa ia lakukan guna mengumpulkan uang untuk putranya yang beberapa tahun lagi akan memasuki sekolah menengah pertama.
Suaminya hanya mau menanggung dirinya saja, ia mengerti mengapa seperti itu.
Ini semua salah orang tuanya dulu yang memaksanya untuk menikah usai lulus kuliah dengan salah satu anak kenalan orang tuanya.
Fakta bahwa dirinya telah memiliki seorang putra ditutupi oleh kedua orang tuanya hingga pernikahan sudah setahun berjalan.
Mengetahui fakta tersebut, suaminya marah dan berucap hanya akan menanggung biaya hidupnya bukan putranya.
Karena kecewa lelaki itu pergi bekerja di ibu kota dua tahun yang lalu.
Hubungan yang awalnya dilandasi dengan kebohongan tak akan berjalan dengan mulus.
Lelaki yang terlanjur kecewa itu tak sekalipun menjenguknya selama dua tahun kebelakang, hanya mengiriminya uang itupun tidak seberapa.
Sejak kedua orang tuanya meninggal dengan waktu yang berdekatan, dirinya memutuskan untuk menyusul suaminya ke ibukota.
Dan disinilah dirinya sekarang, tinggal di Apartemen sederhana yang hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu, dapur plus kamar mandi.
Cukup sempit untuk ditinggali mereka bertiga.
Bahkan setiap malam, putranya terpaksa tidur dengan kasur lantai yang dibeli dengan harga tak sampai tiga ratus ribu rupiah di ruang tamu.
Ibu mana yang tega terus menerus melihat putranya harus menjalani hidup seperti itu.
Hingga tak sengaja ia bertemu dengan sahabatnya sewaktu sekolah dasar.
Rena namanya, sudah bekerja selama dua tahun di kantor pengacara yang juga merangkap sebagai perusahaan jasa penyedia layanan keamanan dan detektif swasta.
Rena mengaku akan resign dari pekerjanya, dikarenakan harus mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan disalah satu kota di Kalimantan Timur.
Perusahaan meminta agar Rena yang mencari sendiri penggantinya.
Rena menawarkan padanya untuk mengantikan posisinya sebagai staf administrasi di perusahaan itu.
"Entar gue bakal ngajarin elo selama seminggu sebelum gue mengundurkan diri, lagian
ijazah sarjana lo sesuai kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan,"jelas Rena.
"masalah gaji gimana Ren?"Tanyanya.
"Gajinya standar UMP disini kok, cuman lo tenang aja, bos baik sering ngasih bonus ke karyawannya, sering ditraktir juga, gue sebenernya males resign, cuma sebagai istri yang baik, gue harus mengikuti Risky dinas ke Kalimantan,"Jelas wanita yang baru empat bulan menikah.
"Bener juga sih, masa iya pengantin baru mesti LDR-an, tapi bos-nya nggak galak kan?"tanyanya lagi.
"nggak sama sekali, ramah, murah senyum, yang utama ganteng banget sumpah, kayak aktor Korea cuman kulitnya nggak putih, cewek-cewek di kantor pada nge-fans sama beliau,"ucap Rena dengan wajah berbinar.
"Baguslah, seenggaknya gue kayaknya bakal betah disitu,"sahutnya lega.
Keesokan paginya sesuai pengarahan dari Rena, setelah mengantar putranya ke sekolah, dirinya mendatangi perusahaan tempat sahabatnya berkerja.
Ojek yang ditumpanginya berhenti tepat di sebuah gerbang pintu masuk sebuah gedung dengan delapan lantai.
Wanita dengan setelan formal itu, menghampiri resepsionis dan menanyakan keberadaan kantor HRD, belum sempat resepsionis menjelaskan, namanya dipanggil.
Itu Rena, sahabatnya yang tadi ia kirimi pesan, bahwa dirinya telah sampai di kantor.
"Kepagian Lo datangnya, tapi nggak apa-apa, Lo udah sarapan belum?" tanya Rena.
"udah tadi pagi,"jawabnya.
Rena melihat pergelangan tangannya, "masih setengah jam lagi, temenin gue sarapan dulu yuk,"ajaknya.
Ia mengangguk dan mengikuti sahabatnya, setelah berterima kasih dengan resepsionis bernama Santi itu.
Kantin terletak di lantai satu, ada beberapa karyawan yang tengah sarapan.
Rena memesan dua porsi roti bakar dan dua cangkir teh hijau.
"Khusus karyawan, kita dapat jatah sarapan dan makan siang gratis dari perusahaan, jadi Lo tenang aja nggak bakal kelaparan kalau disini,"jelas Rena sambil memakan roti bakar miliknya.
"tapi ada satu pantangan yang nggak boleh dilanggar sama karyawati disini,"
"Apa itu?"tanyanya.
"nggak boleh godain bos, apalagi pakai baju seksi ke kantor, bos paling nggak suka cewek dengan penampilan nggak rapih dan seronok, ngerti kan maksudnya? pokoknya, pakai baju juga sewajarnya, rok harus selutut atau dibawahnya, terus kemeja juga nggak boleh yang pres body, apalagi kayak Lo nih, jangan sampai bos liat kancing kemeja Lo kebuka, bisa langsung dipecat tanpa pesangon,"jelas wanita berambut sebahu berwarna cokelat gelap.
Ia melihat dirinya sendiri, kemejanya memang pres body, karena memang dadanya yang besar tapi sebenarnya tubuhnya kurus,"terus kalau gue nggak pakai kemeja gue pakai apa dong?"tanyanya bingung.
"Lo bisa lapisi pake blazer, sweater atau cardigan juga boleh, bebas kok, yang penting sopan, dan nggak menonjolkan bentuk dada aja,"Rena menyeruput teh nya, "Lo mau nggak blazer punya gue, soalnya nggak bakal gue pakai juga, kan di Kalimantan gue bakal jadi ibu rumah tangga,"
"serius Lo?"tanyanya menyakinkan.
Rena mengangguk, "pulang kerja Lo mampir ke rumah gue dulu,"
Ia menunjukan kedua jempolnya.
Sarapan telah selesai, Rena mengajaknya, menuju toilet terlebih dahulu, untuk membantu memperbaiki penampilannya.
Rena mengatakan jika HRD hanya menerima, karyawan dengan penampilan rapih.
"Udah oke, diantara temen SD gue, Lo emang paling cantik San, ternyata udah gede Lo masih cantik,"puji Rena sambil melihat penampilan sahabatnya.
"Lo juga cantik Ren,"pujinya balik.
"Entar Lo gue antar ke ruangan HRD, Lo bilang apa adanya, kalau Lo temen SD sekaligus tetangga gue dulu, paling Lo entar disuruh ngisi data diri doang,"
Ia mengangguk sambil mengikuti sahabatnya menuju lantai dua.
Dirinya diantarkan oleh Rena hingga menemui pimpinan HRD,
Di ruangan itu, ia diwawancarai, tentang pengalaman kerja juga hubungannya dengan Rena.
Pimpinan HRD juga menjelaskan tentang tata tertib di kantor, termasuk larangan yang tak boleh dilanggar, karena ancamannya adalah dipecat tanpa pesangon.
Dirinya akan menjalani masa Training selama tiga bulan ke depan, jika kinerjanya baik, maka akan tanda tangan kontrak selama satu tahun, jika kerjanya memuaskan maka kemungkinan akan diangkat menjadi karyawan tetap.
HRD juga menjelaskan gaji dan tunjangan-tunjangan yang akan diterimanya.
Untuk masalah pekerjaan semua akan diajarkan oleh Rena.
Pimpinan HRD yang bernama Mega lestari itu, meminta maaf padanya, tidak bisa mengajaknya mengelilingi gedung, dikarenakan kesibukan pekerjaannya.
Mbak Mega biasa disapa, menelpon Rena untuk menjemputnya di ruangannya.
Mbak Mega meminta Rena untuk mengajaknya melakukan room tour keseluruhan gedung.
Setelah keluar dari ruangan itu, Rena berucap, "nggak usah room tour segala ya Sa, pegel gue, yang penting Lo tau Kantin dilantai satu, HRD dilantai dua, keuangan dan admin dilantai tiga, lantai empat bagian marketing dan perencanaan, lantai lima ruang rapat dan ruang arsip, lantai enam ruangan bos dan sekertaris, lantai tujuh tempat tinggal bos, itu nggak boleh kita datengin sama sekali, terus lantai delapan ruang gym sama ruang istirahat karyawan, ada taman kecil, kalau lagi suntuk kita bisa kesana, oh gue lupa, rumah dua lantai dibelakang gedung, itu mes petugas keamanan, Lo juga jangan sampai kesana, terus Lo jangan sembarang naik lift, yang warna gold itu khusus buat bos sama temen-temennya juga tamu VIP,"jelas Rena panjang lebar.
"berarti kemungkinan ketemu bos kecil dong ren?"tanyanya.
"yup, betul sekali, bos itu jarang di kantor kalau siang, paling sore atau malem, bos juga sering ke luar kota dan luar negeri,"
Ia mengangguk mendengarkan dengan seksama penjelasan sahabatnya.
"Sebenarnya bos baru dua tahun ini jadi pengacara, tapi perusahaan jasa penyedia keamanan sama detektif udah dari beliau masih kuliah, hebat ya bos kita, padahal masih seumuran sama kita loh,"
"tipe pekerja keras plus pinter ya ren,"
"kalau gue bilang, bos itu hidupnya nyaris sempurna, udah ganteng, pinter, belum sampai tiga puluh tapi udah punya prestasi yang bagus, salut gue,"
"mudah-mudahan gue betah disini ya Ren, makasih banget, dari dulu Lo selalu baik sama gue,"
"sama-sama San,"ujar Rena sambil memeluknya.
Hari baru Sandra dimulai, pagi-pagi sekali sebelum subuh dirinya harus memasak untuk sarapan suami dan anaknya.
Beruntung Xander, bocah yang berusia sembilan tahun itu sudah bisa mengurus dirinya sendiri, seperti mandi dan memakai seragam sekolahnya sendiri.
Ketiganya makan bersama dalam diam, tak ada obrolan apapun.
Pukul enam pagi, Xander telah bersiap berangkat sekolah, Bocah itu hendak menyalami Ferdi tapi ditolaknya mentah-mentah, selalu begitu, sejak kepindahan ke ibukota, Lelaki itu dingin pada anak dari istrinya.
Sandra hanya bisa menghela nafas, ia harus bersabar menghadapi sikap dingin suaminya.
Berbeda dengan Xander, ketika Sandra menyalami Ferdi maka lelaki itu mau menjulurkan tangannya.
Dengan menaiki ojek langganan, Sandra mengantar putranya menuju sekolah dasar negeri yang tak jauh dari apartemen.
Tak ada pilihan lain, Sandra harus putar otak agar putranya tetap bersekolah, suaminya hanya memberinya uang untuk memasak saja.
Selama tiga bulan sejak kepindahannya, Sandra bekerja di kantin apartemen, namun karena upah yang minim, tak ada pilihan lain selain harus bekerja diluar.
Dirinya memilih menyekolahkan Xander disekolah negeri karena gratis tak dipungut biaya, Sandra hanya mengeluarkan biaya untuk jajan dan ojek yang mengantar jemput putranya.
Selesai mengantar putranya, barulah dirinya berangkat ke kantor, masih terlalu pagi tapi ia tak ada pilihan lain.
Hari pertama bekerja, ia masih diajari oleh Rena, dirinya bisa dengan cepat menguasai apa yang diajarkan oleh sahabatnya.
Ia juga dikenalkan ke rekan satu lantainya, Staf administrasi hanya ada dua orang, Gita dan Rena sedangkan staf keuangan ada delapan orang.
Sandra sempat bingung, mengapa kantor pengacara, staf keuangan sebanyak itu, Rena menjelaskan jika sebenarnya kantor itu bukan hanya mengurusi pekerjaan yang berhubungan di gedung itu.
Sebenarnya staf keuangan itu untuk mengurus usaha kos-kosan, kontrakan, jual beli rumah, penyewaan villa dan resort.
Sandra semakin bingung, tetapi Rena mengatakan jika seiring berjalannya waktu dirinya akan mengetahuinya.
Hari pertama berjalan cukup lancar, tak ada kendala apapun.
Staf administrasi pulang pukul empat sore, Rena menawarinya untuk pulang bersama dengan menaiki motor.
Sebelum sampai apartemen, Rena mengajaknya makan disalah satu warung bakso langganan.
Sebenarnya Sandra ingin menolak karena kepikiran Xander, tapi ia juga tak enak menolak ajakan sahabatnya yang telah menawarinya pekerjaan.
Sambil menikmati bakso pesanan mereka, Rena bercerita, jika motor yang dipakainya ia beli dari kantor, jadi akan ada tawaran untuk mencicil motor baru yang dibeli kantor setelah pekerja diangkat menjadi karyawan tetap.
sistem potong gaji, harganya juga jauh berbeda ketika mencicil motor via leasing.
"Sa, karena gue mau pindah ke Kalimantan, dan nggak mungkin itu motor gue bawa kesana, jadi gue mau nawarin Lo nih, tenang aja, lo bisa cicil, dari pada lo bayar tukang ojek tiap hari buat antar jemput anak lo, dan kalau jam makan siang lo bisa jemput anak lo pake motor itu,"ujar Rena.
"Serius Ren?"tanya Sandra memastikan.
Rena mengangguk, sambil menunjukan kedua jarinya, karena mulutnya tengah penuh dengan bakso.
"makasih banyak ya Ren, lo penolong gue, udah ngasih kerjaan, gue juga boleh nyicil motor, gue nggak bisa bayangin kalau nggak ketemu lo,"
"biasa aja kali Sa, lo kan sahabat gue dari piyik, dulu lo sering bantuin gue ngajarin pelajaran yang susah, lo juga sering bagi bekel, lo yang ngajarin gue naik sepeda dan banyak kebaikan lo yang nggak bisa gue sebut, sekarang gantian gue bales semua kebaikan lo,"
Keduanya tertawa mengingat masa kecil mereka.
Sandra baru sampai apartemen usai magrib, tadi ia sempat membungkus bakso untuk suami dan anaknya.
Namun baru saja membuka pintu apartemen, ia mendapati suaminya sedang memukul putranya menggunakan sapu lantai.
Sandra langsung menghampiri mereka, lalu memeluk putranya yang menangis, dengan berlinang air mata, ia menatap suaminya, "kenapa kamu pukuli Xander? apa salahnya sampai kamu seperti ini?"tanyanya.
"Ajari anak haram ini untuk tidak banyak bertingkah di apartemen aku,"jawab Ferdi, lelaki itu membanting pintu kamar dengan keras.
Ibu dan anak itu terkejut, Sandra memeluk putranya erat sambil menenangkannya, "Yang sabar nak, ayah mungkin lagi banyak kerjaan di kantor, makanya gampang emosi,"
Bocah itu mengangguk namun masih terisak-isak.
"Mama beliin Xander bakso, Xander mau?"
Bocah lelaki itu mengangguk lagi.
Sandra melihat betapa lahapnya putranya memakan hidangan berkuah itu.
Ia berusaha tersenyum dihadapan putranya, ia tak ingin putranya tau betapa sedih dan sakit hati ketika putra semata wayangnya dipukuli, ia tak rela meskipun itu suaminya sendiri.
Usai makan, Sandra membantu Xander mengerjakan PR sambil mendengarkan cerita tentang keseharian bocah lelaki itu.
Sandra bersyukur setidaknya ada putranya yang menjadi alasan dirinya bertahan di hidupnya yang berliku.
Usai menyelesaikan PR-nya Xander menuju kamar mandi untuk bersih-bersih, tak lama bocah itu segera membaringkan tubuhnya di kasur yang ada diruang tamu.
Hampir saja, Sandra meneteskan air mata melihat putranya yang sedang membaca doa sebelum tidur juga mendoakan sang ayah supaya menjadi baik padanya.
Memastikan putranya tidur dengan lelap, Sandra masuk ke kamar mandi, sedari tadi dirinya hanya fokus mengurus buah hatinya, ia belum sempat membersihkan diri.
Tidak sampai sepuluh menit, Wanita itu telah selesai mandi, hanya dengan selembar handuk, ia memasuki kamar tidur suaminya, bukan bermaksud menggoda, tapi dirinya lupa, tadi tidak mengambil baju ganti terlebih dahulu.
Saat sedang memilih baju di lemari, ada tangan yang melingkar di pinggangnya, ia tau suaminya menginginkannya sekarang.
Sebagai istri yang baik, ia harus melayani suaminya.
"Puaskan aku Sandra,"bisik Ferdi di telinganya.
Sandra menurut, keduanya mulai berciuman dan bercumbu, namun belum sampai kegiatan inti, cairan kental dibawah sana telah menyembur.
Kalau sudah begini, Ferdi hanya bisa meminta maaf, lalu tidur.
Selalu begini, sedari awal keduanya menikah, belum sampai kegiatan inti, Ferdi akan menyemburkan laharnya terlebih dahulu.
Entah apa yang menjadi penyebab suaminya seperti itu,
Maka dari itu hingga detik ini, dirinya tak kunjung hamil.
Pernah satu kali, Sandra menawari Ferdi untuk berkonsultasi ke dokter, namun lelaki itu menolak dengan alasan sibuk.
Kalau sudah begitu, Sandra hanya bisa pasrah, untungnya ia bukan orang yang maniak dengan hal semacam itu.
Bisa saja Sandra memuaskan dirinya sendiri, namun itu sama sekali bukan gayanya.
Pernah sekali ia berusaha memuaskan dirinya, namun rasanya tidak nyaman dan ia tak bisa sampai puncaknya.
Sejauh ini, ia tak pernah sekalipun menceritakan kekurangan suaminya pada siapapun, termasuk mendiang kedua orang tuanya juga mertuanya.
Meskipun begitu, hingga detik ini, ia tak berniat untuk menduakan suaminya.
Sandra tetap setia, ia masih berharap suatu saat suaminya bisa sembuh dan kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi.
Tak dipungkiri, saat tadi ia melihat putranya dipukuli, rasanya ingin meninggalkan lelaki itu, tapi ucapan mendiang ibunya terngiang-ngiang di kepalanya,
"pernikahan itu seumur hidup sekali, seburuk apapun suami kamu, yang terpenting dia masih bertanggung jawab menafkahi kamu,"
Sandra mencoba bersabar dan berharap kehidupannya akan lebih baik kedepannya, terutama untuk putra semata wayangnya.
Sudah seminggu Sandra bekerja di kantor, kemarin Rena sudah resmi mengundurkan diri.
Sesuai janji, Rena menjual motor matic miliknya pada Sandra dengan pembayaran akan dicicil setiap bulannya.
Sandra berterima kasih pada sahabatnya yang sejak bertemu banyak membantunya.
Berkat adanya motor itu, di jam makan siang dirinya bisa ijin sejenak, untuk menjemput putranya di sekolah.
Lumayan untuk menghemat pengeluarannya.
Suaminya tak banyak bertanya perihal motor dan pekerjaannya.
Ferdi yang cuek dan kurang perhatian padanya, baginya sudah terbiasa, tak masalah baginya yang utama adalah ia masih diberi nafkah dan tempat tinggal.
Tak dapat dipungkiri, Ferdi sama sekali bukan ayah yang baik untuk Xander malah cenderung keras dan galak.
Sandra masih berfikir positif dan berharap suaminya akan berubah menyayangi putranya dengan tulus.
Sepeninggal Rena, ia berteman akrab dengan Gita, hanya saja Sandra lebih banyak mendengar cerita rekannya itu tentang kisah cintanya atau tentang orang-orang kantor.
Gita lebih muda dua tahun dari dirinya, gadis itu baru bekerja sekitar satu tahun yang lalu.
Statusnya belum pekerja tetap, Gita masih berstatus pegawai kontrak, katanya kalau kinerjanya bagus beberapa bulan lagi, gadis itu akan diangkat menjadi pekerja tetap.
Gita juga mengatakan, bahwa staf admin tidak akan berhubungan langsung dengan bos, masalah laporan akan diserahkan terlebih dahulu ke manager keuangan untuk diperiksa, yang nantinya baru diserahkan ke bos.
"Aku tuh pengen deh Sa, masuk ke ruangan bos,"cetus Gita saat keduanya sedang makan siang di kantin.
"Memangnya ada apa di ruangan bos? apa kursi bos terbuat dari emas? sehingga kamu begitu ingin. keruangan itu?"tanya Sandra menanggapi.
"Yang aku denger dari teman-teman yang udah pernah ke sana, ruangan bos tuh wangi, rapi dan yang terpenting aku bisa cuci mata, secara bos tipe aku banget,"jawab Gita dengan mata berbinar.
"Ya udah sana, minta tolong mbak Celine,"sahut Sandra menyebutkan nama manajer keuangan.
"Dih mendingan aku liatin bos dari jauh, ya kali urusan sama mbak Celine, emang Rena nggak cerita, kalau mbak Celine diam-diam suka sama bos, ya meskipun nggak sampai godain, cuman kalau temen-temen bilang, mbak Celine yang buat cewek-cewek pada kabur kalau ketahuan tertarik sama bos,"
"Masa sih?"tanya Sandra.
"Bener Sa, mbak Celine beneran suka sama bos, aku pernah beberapa kali lihat tatapan berbinar beliau kalau lagi bareng bos,"jawab Gita mendramatisir.
Gadis berusia dua puluh enam tahun itu, dijuluki Lamb* tur*h nya kantor, karena semua gosip hangat di seputaran kantor, gadis itu bisa tau, termasuk soal para bodyguard yang tinggal di rumah belakang.
"Tapi selama tiga bulan aku kerja disini, aku belum pernah lihat bos ya! memangnya beliau jarang di kantor?"
"katanya sih, bos lagi belajar di Amerika,"
Sandra mengernyit, "emang bos masih kuliah? bukannya udah ada ijin resmi jadi pengacara ya?"
Gita menaikan bahunya, "aku nggak tau pasti Sa, yang jelas kata sekretarisnya di Amerika bos belajar,"jelasnya.
Setau Sandra memang bukan cuman bosnya yang berprofesi sebagai pengacara, ada beberapa rekan sesama pengacara yang menerima klien termasuk dua orang notaris yang kantornya berada satu lantai dengan bos mereka.
Sebenarnya Sandra bingung, tapi memilih diam dan tak bertanya, baginya cukup dirinya digaji tiap bulan dan tidak terlambat.
Mengetahui tabiat Gita yang seperti itu, saat rekannya bertanya soal kehidupan pribadinya, Sandra hanya mengatakan, telah menikah dan memiliki seorang anak berusia sembilan tahun dan tinggal disalah satu apartemen sederhana di Jakarta Selatan.
"Berarti nikah muda ya Sa? abis lulus SMA gitu?"tanya Gita penasaran.
Sandra hanya menanggapinya dengan senyuman.
"Apa nggak riweh, ngurus anak sambil kuliah?"tanya gadis itu lagi.
"masih ada ibu yang bisa jagain anak aku,"jawab Sandra.
Bahkan gadis itu menanyakan tentang pekerjaan suaminya, Sandra menjawabnya dengan jujur, Ferdi kerja menjadi staf marketing disalah satu showroom mobil.
Sandra sering menemui orang seperti Gita yang selalu ingin tau kehidupan pribadinya.
Sebenarnya dirinya malas menanggapi orang seperti Gita tapi dirinya tak punya pilihan lain, wanita itu merupakan rekan kerja satu bagian dengannya.
Hari berlalu begitu cepat, tepat tiga bulan Sandra bekerja di kantor itu.
Karena selama tiga bulan ke belakang kinerja dan kelakuannya baik, akhirnya Sandra tanda tangan kontrak untuk setahun ke depan.
Gaji naik beberapa ratus ribu, juga beberapa tunjangan lainnya, seperti asuransi kesehatan.
Sandra bersyukur, setidaknya tambahan penghasilan itu bisa untuk mengajak puteranya jalan-jalan saat weekend.
Tidak sampai keluar kota, hanya kebun binatang, taman kota atau museum, beberapa kali mengajak putranya makan di mall.
Sandra hanya berdua dengan Xander, suaminya tak pernah mau ikut, apalagi bersama dengan putranya.
Ferdi seolah membenci Xander, padahal menurut Sandra putranya adalah anak yang pendiam dan tak banyak menuntut.
Mungkin masih belum terima dibohongi oleh kedua orangtuanya.
Berkali-kali Sandra meminta maaf pada suaminya atas nama kedua orangtuanya, namun Ferdi tak memberi tanggapan apapun.
Sandra hanya bisa pasrah dengan keadaan dan terus berharap agar suaminya kembali hangat seperti dulu.
Tak masalah jika kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi, toh itu bukan prioritas utama baginya, selama suaminya masih memberinya makan dan tempat tinggal meskipun harus meredam sakit hatinya saat mendapati luka beberapa kali memar di tubuh putranya.
Ini bukan masalah Cinta, kalau boleh jujur, hingga detik ini, Sandra tak ada rasa sama sekali dengan suaminya, ia hanya menjalani hidup sesuai jalannya.
Orang tuanya menjodohkannya, ia menikah, menjalani rumah tangga dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan putra semata wayangnya.
Buah cintanya dengan pacarnya dulu, cinta pertama yang hingga detik ini masih bertahta di hatinya.
Sandra pernah dengar jika cinta pertama sulit untuk dilupakan, dan ia mengalaminya hingga detik ini.
Dirinya sama sekali tidak bisa melupakan lelaki yang meninggalkan jejak untuknya.
Semenjak kedatangannya ke kota ini, ia belum bertemu dengan lelaki itu,
Untuk statusnya sebagai wanita bersuami, meskipun tak ada cinta dalam pernikahannya, tapi ia tak berniat menduakan Ferdi.
Ia sangat berharap di ibukota yang luas ini, dirinya tak akan bertemu dengan lelaki itu.
Dirinya takut akan goyah jika bertemu kembali dengan cinta pertamanya.
Memikirkannya saja, dadanya berdebar apalagi jika bertemu.
Jangan sampai mereka bertemu.
Sandra meyakinkan dirinya sendiri bahwa hidupnya hanya untuk putranya, biarlah cintanya tak sampai.
Sekarang ia harus fokus bekerja untuk menghidupi putranya,
Sedikit demi sedikit Sandra mulai menabung untuk pendidikan putera semata wayangnya, ia ingin memberikan kehidupan yang layak untuk Xander.
Sandra ingin, putranya sekolah ditempat yang terbaik.
Juga memberi tempat tinggal yang layak, ia ingin memberikan kamar pada putranya seperti dulu saat masih di rumah kedua orang tuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!