Udara pagi kota Bogor pagi ini terasa menusuk sampai ke tulang, ini pula yang membuat Ozzy memutuskan untuk memakai jaket yang dia buat bersama teman-teman satu angkatannya beberapa bulan lalu untuk melindungi dirinya dari terpaan angin dingin kota Bogor selama mengendarai motor.
Ozzy, seorang remaja berusia 17 tahun dan sedang duduk di bangku kelas dua sebuah sekolah swasta di tengah kota Bogor.
Sekolahnya sudah dikenal luas oleh para siswa sekolah lain seantero Bogor dan begitu pula dengan Ozzy, dia dikenal sebagai salah satu dari empat Jendral besar yang masing-masing berasal dari satu sekolah yang terkenal sebagai biang tawuran di kota Bogor.
Banyak yang segan pada Ozzy, bukan hanya teman-teman di sekolahnya namun juga di siswa dari sekolah lain termasuk tiga jendral besar lainnya.
Ozzy di mata banyak siswi yang mengenalnya adalah laki-laki yang ramah namun dingin di waktu yang bersamaan.
Ozzy bisa saja ramah dan tak segan membantu siapa pun bahkan walau tak diminta tapi di sisi lain Ozzy juga sangat sulit diluluhkan.
Sudah banyak yang mencoba mendekati dan berusaha meluluhkan Ozzy namun semua berakhir hanya sebagai teman yang diperhatikan bukan seseorang yang Ozzy lijpahkan kasih sayang.
Pagi itu seorang adik kelas Ozzy menyambutnya di depan gerbang sekolah. Dia mengikuti Ozzy sampai akhirnya Ozzy memarkirkan motornya di tempat khusus yang selalu disiapkan oleh siswa lain.
“Kakak baru dateng ya?!“ ujar adik kelas Ozzy dengan nada yang diguat manja.
Ozzy melepaskan helm dan meletakannya di atas stang motornya dan menjawab pertanyaan itu dengan ramah, “Iya. Ini baru diparkir motornya.“
Ozzy turuh dari motornya dan berjalan menuju ke kelasnya dan adik kelasnya itu terus mengekor dengan wajar riang seakan mendapatkan sebuah hadiah besar di hari ulang tahun.
“Kelas kamu dimana?“ tanya Ozzy sambil terseyum.
“Di bawah kak,” jawabnya ikut tersenyum.
“Lho, ngapain ngikutin aku?!“
“Oh, ini kak aku mau kasih kakak ini,” jawab adik kelas Ozzy sambil menyodorkan sebuah kotak bekal berwarna pink yang sejak tadi dibawanya.
“Apa ini?“
“Bekal buat kakak. Aku buat ini tadi pagi, sandwich.“
“Saya kalau sarapab pakai lontong sayur, ngga sandwich,” balas Ozzy.
Mendengar perkataan Ozzy itu wajah adik kelasnya berubah, menunjukan sebuah rasa kecewa yang tak bisa di sembunyikan.
Ozzy kemudian mengambil kotak bekal dari tangan adik kelasnya yang masih menundukan kepalanya dan berkata, “Nanti pas pulang sekolah aja ya ambil kotaknya.“
Adik kelas Ozzy mengangkat kembali mengangkat kepalanya sambik tersenyum namun saat itu Ozzy sudah menaiki anak tangga dan berjalan berlalu meninggalkannya.
Sesampainya di lantai dua, dimana kelasnya berada Ozzy dihampiri beberapa temannya dengan wajah tegang dan panik.
“Kenapa?“ tanya Ozzy sambil terus berjalan menuju kelasnya yang beradabdi bagian pojok.
“Gawat zy,” jawab salah satu temannya yang terus mengekor gerakan Ozzy.
Ozzy masuk ke dalam kelasnya yang sudah ramai dan dia pun meletakan kotak makan yang dia bawa sejak tadi di meja salah satu teman perempuan di kelasnya.
“Apaan nih zy?“ tanya Rena, teman sekelas Ozzy.
“Biasa,” jawab Ozzy sambil berjalan menuju mejanya di bagian paling belakang kelas.
Rena memutar tubuhnya berusaha terus melihat ke arah Ozzy dan berkata, “Kali ini adik kelas apa kakak kelas?“
“Kelasnya di bawah, berarti adik kelas kan!?“ jawab Ozzy.
“Jangan-janan Nita,” sambar teman sekelas Ozzy yang lain.
“Siapa lagi si Nita?“ tanya Rena.
“Temen adik gue waktu masih SMP. Dia kepincut Ozzy dari awal ketemu.“
“Duh aduh, mana merah muda lagi warnanya. Emang dia ngga tahu Ozzy itu siapa!?“ gerutu Rena.
Rena yang sudah mendapat ijin dari Ozzy akhirnya membuka kotak bekal itu dan melahap habis isinya.
Setelah Ozzy duduk di kursinya, dia menggerakan tekunjuk kanannya memberi isyarat agar temannya mendekat.
“Apanya yang gawat?“
“Asep. Tadi pas mau berangkat sekolah dia diserang sama anak-anak YAP.“
“Satu lawan satu atau keroyokan?“ tanya Ozzy.
“Dikeroyok. Si Asep berangakat kepagian karena mau ujian komputer.“
“Sekarang dimana si Asep?“
“Di Rumah sakit. Kepalanya bocor jadi harus dijahit,” teman Ozzy merincikan semua kejadian.
Mendengar laopran dari temannya itu, Ozzy bangkit dari duduknya dengan rasa marah yang berusaha dia tahan.
“Kurang ajar!“
Ozzy berjalan keluar kelasnya dengan hawa oanas yang dapat dirasakan oleh teman-temab sekelasnya.
Langkah Ozzy pun diikuti oleh temen-teman laki-laki di kelasnya namun Ozzy menahan mereka.
“Gue cuma butuh tiga orang dari sini, sisanya biar dari kelasnya si Dewa,” uajr Ozzy.
Mendengar arahan dari Ozzy sebagian besar temannya mundur dan membiarkan Ozzy dan tiga teman lainnya berjalan melintasi koridor lantai dua gedung sekolah itu.
Ozzy mengetuk keras setiap pintu kelas dan memperkihatkan tiga jarinya sebagai isyarat lalu dari setiap kelas yang Ozzy lewati keluar tiga orang.
Mereka menuruni tangga dalam sebuah gerombolan yang berisi 19 orang dengan seragam putih abu-abu namun dengan wajah yang sangat.
Mereka berpapasan dengan seorang guru perempuan dan dengan sopan menyalami guru itu satu persatu.
“Kalian mau kemana?“
“Olah raga bu,” jawab salah satu murid.
Ibu guru itu mengerutkan dahi karena bingung namun juga tak banyak berkomentar dan membiarkan kesembilan belas orang itu berlalu keluar gerbanb sekolah.
Jarak sekolah Ozzy dan sekolah YAP yang cukup dekat membuat mereka hanya perku berjalan kaki.
Baru beberapa saat mereka berjalan, mereka bertemu denga segerombolan anak lain yang menggunakan seragam batik dari sekolah YAP.
“HAYO!“ teriak Ozzy memberi aba-aba.
Dengan satu kali aba-aba mereka langsung menyerang geromobolan itu dengan tangan kosong.
Mereka yahg diserang secara tiba-tiba tentu saja merasa kaget dan cukup kewalahan menghadapi Ozzy dan teman-temannya walau pun jumlah mereka seimbang.
Ozzy menarik satu orang dan memukul wajahnya dengan kepalan tangan kirinya agar tak terlalu menghancurkan lawannya itu.
Walau begitu ternyata lawannya pun tak ingim menyerah begitu saja. Setelah berhasil menangkis pukulan Ozzy yang sudah kesekian kalinya, kini dia yang berusaha memukul Ozzy dan berhasil.
Mendapati wajahnya yang terpukul, Ozzy pun kembali melayangkan pukulan ke wajah lawannya hingga akhirnya dia jatuh terkapar tak berdaya.
“Sampaikan ke jendral lo pesan dari gue, Ozzy. Kasih tahu sama anak buahnya kalau mau tawuran ayo tawuran, kalau mau satu lawan satu gue juga ikut tapi jangan main keroyokan kayak banci,” ujar Ozzy.
Setelah Ozzy berkata seperti itu, semua orang menghentikan perkelahian dan saling menarik diribdari medan pertempuran dadakan pagi itu.
Tak lama bek sekolah di kedua sekolah itu berbunyi, Ozzy dan teman-temannya langsung berlari menuju ke sekolah. Sementara anak-anak dari sekolah YAP sibuk mengurus teman mereka yang babak belur.
Lawan Ozzy yang tadi terkapar dikalahkan Ozzy berbisik kepada temannya yahg sedang membantunya berjalan, “Lo harus laporin ke Bimo.“
TIINNN!!!
Terdengar suara klakson motor dari depan rumah Ozzy dan karena takut mengganggu keluarganya makanya Ozzy segera keluar dari dalam rumah.
“Ayo zy!“
“Lo duluan deh wa,” jawab Ozzy menolak halus ajakan teman sekaligus sepupunya itu.
“Kenapa?“
“Hari ini gue naik kereta aja,” jawab Ozzy.
“Tumben amat lo naik kereta. Apa gara-gara kejadian kemarin?“ Dewa merasa penasaran san berusaha menebak.
Ozzy menjawab dengan anggukan kepala bertanda bahwa dia membenarkan apa yang dikatakan oleh Dewa.
“Ya sudah kalau gitu, gue duluan ya.“
Setelah berpamitan Dewa pun langsung menarik gas motornya berlalu meninggalkan rumah Ozzy.
Sementara itu Ozzy kembali ke dalam rumah melanjutkan sarapannya bersama adik perempuan satu-satunya. Di meja itu hanya tinggal Ozzy dan Mutiara, adik Ozzy yang masih sekolah di sekolah dasar tak jauh dari rumahnya.
Selesai sarapan Ozzy mengambil tas di dalam kamarnya dan mengambil tas Mutiara di dalam kamar adiknya itu.
“Ayo dek. Udah siang nih nanti abang ketinggalan kereta.“
“Kok ketinggalan kereta? Abang ngga bawa motor hari ini?“ tanya Mutiara sambil menghabiskan potongan terakhir roti buatan ibunya.
Ozzy tak menjawab pertanyaan adiknya dan berjalan sambil menenteng dua tas di pundaknya dan naik ke atas motor.
Melihat itu, Mutiara langsung mengekor kakak laki-lakinya itu dan segera naik ke atas motor yang mesinnya sudah dinyalakan oleh Ozzy.
“Pegangan yang benar. Nanti kayak waktu itu lagi,” ujar Ozzy mengingatkan Mutiara kejadian saat Mutiara jatuh dari motor yang dikendarain oleh ayah mereka. Untung saja saat itu kotor yang dikendarai oleh ayah mereka melaju pelan.
Mengingat kejadiaan saat itu, Mutiara mengencangkan pegangannya di pinggang kaka laki-lakinya.
Setelah menurunkan dan menyerahkan tas merah muda bergambar power puff girl kepada Mutiara, Ozzy pun langsung menarik gas motornya dan melaju menuju stasiun kereta.
Baru saja Ozzy turun dari motor, dia mendengar bunyi lonceng tanda bahwa kereta akan memasuki stasiun.
Ozzy segera loncat dan lari menuju stasiun agar tidak ketinggalan kereta karena jika dia ketinggalan kereta yang ini dia perlu menunggu satu jam lagi yang artinya dia pasti akan terlambat sampai di sekolah.
Ozzy tak ingin berangkat ke sekolah dengan motorn karena diabtahu betul bahwa dia akan menjadi sasaran pembalasan dendam karena melakukan pemukulan kemarin.
Tepat sebelum kereta masuk ke stasiun Ozzy sudah menyentuhkan kakinya ke peron stasiun dan beberapa detik kemudian dia sudah berada di dalam gerbong kereta bagian belakang.
Ozzy memutuskan untuk berjalan ke bagian tengah rangkaian kereta karena pintu keluar di stasiun Bogor berada di bagian tengah.
Baru saja meninggalkan gerbong paling belakang Ozzy bertemu dengan Candra, teman seangkatannya yang memang menggunakan kereta setiap harinya sebagai moda transportasi.
“Tumbun lu naik kereta zy,” ucap Candra yang menghadang langkah Ozzy.
“Iya, gue lagi males bawa motor. Dada gue sakit akhir-akhir ini kayaknya masuk angin.“
“Orang kayak lu, seorang jendral besar 423 masuk angin!?“ pekik Candra.
Ozzy meletakan telunjuknya di atas bibir berusaha menahan ucapan Candra dan dimengerti Candra dengan baik.
“Candra!“ sebuah suara lembut berteriak memanggil Candra yang membuat Ozzy ikut menoleh ke arah datangnya suara.
Seorang gadis dengan wajah imut, berkulit kuning langsat, berambut hitam yang dikuncir kuda berjalan ke arah Candra dengan langkah riang.
“Ini, nyokap lu titip ke gue,” ujar gadis dengan wajah berbentuk hati, mata seperti almond dan hidung yang kecil sambil menyerahkan sebuah tote bag berwarna cokelat kepada Candra.
“Padahal sengaja gue tinggalin di rumah tapi malah lo bawa ke sini,” gerutu Candra namu tetap mengambil tote bab itu dari tangan gadis itu.
“Mana gue tahu kalau lu sengaja ninggalin ini, nyokap lu teriak-teriak manggil gue dan nyuruh kasih itu ke lu. Lo kan tahu nyokap lo berisik banget kalau ngga diikutin maunya,” kali ini gadiz itu menggerutu.
Gadis itu bersiap meninggalkan Candra namun Candra menahan langkah kakinya, “Mau kemana lo?“
“Balik ke temen-temen gue. Mission complete kan,” jawab gadis itu lalu menarik salah satu sudut bibirnya.
“Ya elah nanggung, udah di sini aja,” ujar Candra.
“Kenapa emang minta gue temenin? Lo sendirian ya!? Ngga ada yang nemenin?! Gue bilang juga apa ndra, sering-sering keramas biar orang-orang ngga takut lihat rambut lo yang keribo,” ledek gadis itu sambil tertawa kecil yang dia sembunyikan di balik telapak tangannya.
“Duh mulutnya, gue keramas setiap hari tahu ngga, cuma karen gue males nyisir makanya ini rambut jadi agak ngeri dikit bentukannya,” jawab Candra tak kalah sengit.
“Gue punya banyak sisir di rumah. Mau ngga gue kasih satu!? Tapi gambarnya putri-putri gitu,” ujar gadis itu lagi dan kali ini tawanya tak lagi ditutupi tangan.
“Ngga sekalian lo kepangin nih rambut gue,” ujar Candra semakin sewot dan membuat gadis itu terbahak.
“Lagian gue ngga sendirian, ini di sebelah gue ada teman gue,” tambah Candra sambil menunjuk ke arah Ozzy.
Gadis itu mencondongkan tubuhnya sedikit dan berusaha melihat ke sebelah Candra dan berkata, “Lu beneran temennya Candra!?“
“Ini anak kenapa ngga percaya sih, lihat aja nih lokasi gue sama dia sama,” ujar Candra sambil meperlihatkan sebuah tulisan di lengan seragamnya dan menatik sedikit lengan seragam Ozzy.
Melihat perdebatan dua manusiadi sebelahnya sama sekali tidak membuat Ozzy bergeming, dia hanya dia sambil sesekali melihat tingkah konyol gadis di sebelah Candra dan tingkah Candra yang tak ingin kalah.
Gadis itu pun kembali menanyakan pertanyaan yang sama pada Ozzy tapi hanya dibalas dengan senyuman.
“Bohong lo ndra! Tuh dia ngga ngaku jadi teman lo,” ujar Gadis itu berusaha terus meledek Candra.
“Zy, jawab kenapa sih, jangan diem aja,” gerutu Candra.
“Terus lu mau gue bikang apa? Mau gue ngaku jadi temen lu gitu!?“ ucap Ozzy.
Gadis itu mencucutkan bibirnya dan mengedipkan kedua matanya berkali-kali dan berkata dengan nada kaget, “Lah, lu bisa ngomong!?“
“Stt…. Jangan ngomong sembarangan lu. Lu tahu ngga dia siapa?“ ujar Candra menegcilkan volume suaranya.
“Mana gue tahu! Gue kan belum kenala sama dia,” jawab gadis itu dengan enteng.
Gadis dengan seragam putih biru itu lalu berpindah posisi berdiri dan kini dia berada ditengah Ozzy dan Candra.
Gadis itu mengulurkan tangannya kepada Ozzy sambil tersenyum sambil menyebutkan namanya, “Star, nama lu siapa?“
Jelas saja Ozzy kebingungan mendapatkan perlakuan seperti itu.
Walau Ozzy sering sekali mendapatkan perhatian dari para wanita tapi dia masih saja sering kaget dan reaksinya selalu sama, diam beberapa detik untuk bisa mempelajari situasinya.
“Kalau lu bener temannya Candra berarti lu juga teman gue,” lanjut gadis itu dan belum juga menurunkan tangannya.
“Ozzy!“ balas Ozzy tanpa menjabat tangan gadis itu.
“Candra, femen lu si Ozzy sombong banget!“ ucap gadis yang ternyata bernama Star sambil menurunkan tangannya dan membuang muka.
Sudah beberapa hari ini kehidupan Ozzy begitu tentram tanpa drama.
Walau sempat khawatir akan bertemu dengan salah satu murid dari sekolah YAP dan terjadi aksi balas dendam, nyatanya semua tak terjadi.
Namun demi terus menghindari gerompolan murid dari sekolah YAP, Ozzy memilih untuk tetap menggunakan kereta untuk pergi dan pulanb sekolah, seperti hari ini.
Karena menggunakan kereta, jadwal pulang Ozzy jadi teratur dan jadi lebih cepat dari biasanya hingga akhirnya beberapa hari belakangan Ozzy bisa menjemput Mutiara, adik semata wayangnya yang masih menggunakan seragam putih merah.
“Abang jemput ara lagi?!“ ujar Mutiara dengan nada riang.
“Iya. Ceper deh naik, panas nih ra,” gerutu Ozzy.
“Tunggu! Ara ambil bakso goreng yang ara pesan dulu,” balas Ara yang langsung berlalu dari hadapan Ozzy.
“Jangan lama-lamara!“ teriak Ozzy pada adik kesayangannya itu.
Jarak usia Ozzy dan Mutiara memang terpaut lumayan jauh namun justru itu yang membuat Ozzy sangat menyayangi adiknya itu.
Ozzy sudah menjadi anak bungsu selama sembilan tahun hingga akhirnya Mutiara hadir di tengah-tengah keluarganya.
Menjadi anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarga itu tentu saja membuat Mutiara menjadi pusat perhatian keluarga.
“Nih, buat abang!“ ujar Mutiara yang baru saja kembali dan menyerahkan sebuzh plastik berisi bakso goreng yang terendam saos sambal.
“Abang kan ngga pesen,” balas Ozzy namun tetap mengambil plastik itu.
Mutiara yang sudah duduk di jok belakang motor Ozzy kemudian berkata, “Itu hadiah buat abang karena beberapa hari ini udah jemput ara. Ara seneng kalau abang sering naik kereta ke sekolah, jadi abang bisa jemput ara terus.“
Mendengar ucapan Mutiara entah mengapa hati Ozzy terasa hangat dan bahagia, sebuah senyuman pun terlukis di wajah Ozzy.
Kemudian Ozzy pun langsung mengendarai motornya, membawa dirinya dan Mutiara kembali ke rumah.
Namun sebelum sampai ke ruamh, Ozzy memutuskan untuk mampir ke rumah makan khas sunda-betawi yang dijalankan oleh ibunya.
Dia dan Mutiara akan mengambil makan siang mereka yahg akan mereka santap di rumah nanti.
“Lho kok ke sini?“ tanya bu Rahmi, ibu Ozzy yang memiliki aura keibuan yang sangat kentara.
“Ara mau ambil makan bu.“
“Ibu udah siapain makanan buat kalian di rumah, nak.“
Ibu Rahmi terlihat sibuk karena ini memang jam makan siang dan rumah makan yang dia kelola di saat-saat tertentu seperti jam makan siang.
“Ibu ngga bilang tadi,” rengek Mutiara.
Walaupun sibuk namun bu Rahmi tak pernah meninggalkan semua tanggung jawabnya sebagai seorang ibu karena bagi bu Rahmi memasak untuk orang lain hanyalah sebuah hiburan namun begitu rumah makan milik bu Rahmi selalu ramai pengunjung.
“Iya ibu ngga sempet kasih tahu ke kalian. Tadi pagi ibu dapat kabar kalau abang Farhan pulang siang ini jadi ibu masak buat kalian di rumah tadi,” ujar bu Rahmi.
“Abang pulang hari ini bu?!“ tanya Mutiara penuh antusias.
“Perlu Ozzy jemput bu!?“ Ozzy tak kalah antusias.
“Iya, coba nanti kamu jemput abang Farhan di stasiun nanti sore ya zy,” pinta bu Rahmi kepada anak keduanya itu.
“Siap laksanakan bu!“ jawab Ozzy sambil memberi hormat pada ibunya.
Bu Rahmi hanya tertawa melihat kelakuan Ozzy dan meminta Ozzy pulang sekalian membawa Mutiara.
Sepanjang jalan keduanya terlihat begitu riang, mendapati kabar bahwa anak pertama dalam keluarga ini yang sudah mondok di Jawa Timur selama beberapa tahun terakhir hari ini akhirnya pulang.
“Bang Farhan pulang untuk liburan atau memang udah selesai pendidikannya bang?“ tanya Mutiara.
Ozzy berpikir sejenak, berusaha menghitung-hitung berapa lama kepergian kakak laki-lakinya itu selama menuntut ilmu.
“Wah, tahun ini bang Farhan udah selesai pendidikan ra,” ujar Ozzy berbahagia.
“Asyik! Berarti abang ara lengkap,” ujar Mutiara girang.
“Kan selama ini emang lengkap ra,” ujar Ozzy.
“Iya, tapi kan bang Farhan ngga selalu di rumah, hampir selalu ada di pesantren,” jawab Mutiara lesu.
“Namanya juga lagi cari ilmu ra. Kan nanti kita juga bisa belajar sama bang Rarhan,” balas Ozzy berusaha memberi pengertian kepada adiknya.
Mutiara tiba-tiba meremas pinggang Ozzy membuat Ozzy kaget, namun sebelum dia bertanya alasan Mutiara melakukan hal itu, adiknya itu sudah keburu berkata, “bang Ozzy ngga akan pergi mondok kayak babg Farhan kan!?“
“Kalau abang mau mondok, gimana?“ Ozzy ingin tahu tanggapan adiknya.
“JANGAN! Ngga usah bang. Bang Farhan baru pulang, ara baru akan ngerasain keluarga lengkap. Bang Ozzy ngga boleh mondok!“ Teriak Mutiara.
Ozzy tertawa dan memebritahu adiknya bahwa dia tidak akan mengikuti jejak kakak pertama mereka yang menggali ilmu keagamaan hingga pergi ke tempat yang jauh demi mendapatkan guru terbaik versi Farhan.
Sesamapainya di rumah, Ozzy langsung memarkirkan motornya di garasi rumah, sementara Mutiara langsung menuju pintu masuk.
Tak lama kemudian Mutiara kembali menghampiri Ozzy yang masih membetulkan posisi motor, dengan wajah yang panik.
“Kenapa?“ tanya Ozzy begitu melihat wajah Mutiara yang pucat.
“I— itu bang, Pin— pintu depan ngga ter— kunci,” ujar Mutiara tergagap.
“Kok bisa!? Padahal udah abang kunci tadibpas berangkat dan sudah abang pastikan beberapa kali,” balas Ozzy berusaha tetap tenang.
“Ma— kanya ara ju— ga bingung bang,” Mutiara masih belum bisa mengendalikan gugupnya.
“Gini aja, ara tunggu di sini biar abang yang kihat ke dalam,” Ozzy memberi usul.
“Ja— ngan bang. Kita min— ta tolong aja sama yang lain.“
“Kamu tarik nafas dulu deh ra. Tenangin diri kamu,”
Berhadapan dengan senjata tajam bukan hal yang benar-benar menakutkan bagi Ozzy, apalagi kebiasaanya terjun langsung di medan tawuran yang membuatnya punya jam tetbang yang mumpuni jika harus berhadapan dengan perampok.
Bagi Ozzy saat ini prirotasnya adalah keselamatan Mutiara dan akan menjadi sebuah kebanggan bagi dirinya sendiri jika bisa meringkus perampok ini.
Ozzy mengendap-endap masuk ke dalam rumah, berusaha mengagetkan sang perampok dan meringkusnya, walau Ozzy tak tahu ada berapa banyak perampok di dalam rumahnya, maka dari itu dia tak bisa gegabah.
Sementara itu Mutiara masih berdiri cemas menunggu kakak laki-lakinya itu keluar dari rumah hingga tak terpikir olehnya untuk menghubungi siapa pun untuk meminta bantuan.
Ozzy sudah masuk hingga ruang keluarga namun keadaan rumah masih sepi dan itu membuat Ozzy berpikir mungkin perampoknya sudah pergi hingga dia memutuskan untuk berjalan seperti biasanya berusaha keluar dari rumah sambil sesekali memeriksa apa ada benda berharga yang hilang dari tempatnya.
Baru saja Ozzy berbalik badan sebuah suara yang berasal dari dapur mengagetkannya dan dengan cepat Ozzy berlari menuju sumber suara untuk menangkap sang perampok, namun rasa terkejut Ozzy justru lebih besar saat dia melihat Farhan tenang berjongkok memunguti tempe yang berhamburan di lantai.
“Masih bersih kok zy, masih bisa dimakan,” ucap Farhan begitu melihat adik laki-lakinyya berdiri di ambang pintu.
“Lho kok abang udah di rumah?“
“Iya. Abang berangkat naik bis malam dari sana jadi sampai Bogor masih pagi banget.“
“Kok abang bisa masuk ke rumah?“
“Tadi abang dijemput bapak yang kebetulan habis transaksi jual beli tanah deket terminal,” jawab Farhan.
“Lah terus sekarang bapak dimana?“
“Pergi lagi ngajar anak-anak latihan bola di desa sebelah katanya,” jawab Farhan sambil meletakan kembali piring tempe yang tadi terjatuh.
“Abaannngggg…. “ Mutiara berlari ke arah Farhan dan memeluk kakak laki-laki pertamanya dan meluapkan semua rasa rindunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!