NovelToon NovelToon

Unforgettable Memories

UM - Tuan Aneh

Di sebuah perusahaan megah dan ternama, Para staf karyawan dan kolega bisnis saling berbaur satu sama lain.

Darren Anderson Collins, Seorang CEO dan pemilik perusahaan besar, berusia 28 tahun sedang bersandar di singgasananya.

“Tuan Darren, apakah Tuan butuh minum?” tawar seorang Asisten pada Darren. Ia bernama Liam Alviano. Ia sudah lama mengabdi pada Tuannya menjadi sang asisten yang setia dan selalu dapat diandalkan.

“Tidak perlu,” jawab Darren dengan singkat dan dingin.

Sang Asisten merasa cemas melihat raut wajah Darren yang keras dan merah padam. Tuannya seperti sedang terganggu dengan pikirannya.

"Liam, panggilkan dua orang anak buah ku untuk menghadap padaku sekarang!" Titah Darren baru berbicara kebutuhannya.

"Baik Tuan." Liam segera menjauh dan memanggil anak buah Darren untuk menghadap Tuannya di ruang CEO.

Tak lama, Derap sepatu yang melangkah mantap mendekati ruang CEO. Darren langsung saja memerintahkan kedua anak buahnya.

"Aku menginginkan wanita ini! Kalian cari sampai dapat dan bawa dia kehadapan ku!!" Titah Darren mantap penuh penekanan. Ia mengeluarkan secarik foto wanita dari lacinya.

Kedua anak buahnya saling menelisik. Foto wanita siapakah yang diinginkan Tuannya itu. Banyak sekali pertanyaan, Namun tentu saja mereka tidak berani mengungkapkannya. Sama halnya dengan Liam yang ada di sana, Ia tidak tahu bahwa yang menggangu pikiran Tuannya sejak tadi adalah seorang wanita misterius.

"Kalian tidak perlu kembali sebelum berhasil menemukan wanita ini! Dan tidak perlu menelepon ku selain kabar baik. Jika sampai tidak dapat dengan segera, kalian pasti sudah tahu apa akibatnya." Ucap Darren tegas penuh ancaman dan tanpa ekspresi. Hanya saja wajahnya yang tidak pernah senyum itu membuat orang pasti ketakutan dibalik parasnya yang tampan.

Tidak ingin membuat Tuannya menunggu lama, Kedua anak buah itu langsung pergi menjalankan tugasnya. Tentu saja mereka akan kembali dengan berdedikasi tinggi agar bisa mendapatkan pujian dari Tuannya karena berhasil menjalankan perintah. Ketika pujian dilontarkan, tentu saja pundi-pundi uang akan mereka dapatkan dalam sekali perintah.

Seorang gadis baru saja keluar dari gedung perusahaan, sementara rintik hujan masih turun di luar sana. Langkahnya begitu ringan dan wajahnya tampak berbinar cerah. Dua orang laki-laki tampak memperhatikan dan mengikutinya dari kejauhan. Suasana basement yang sepi, membuat mereka begitu leluasa mengintai dan memata-matai gadis itu.

Arabella Monroe, gadis berusia 22 tahun yang baru menyelesaikan gelar sarjananya seminggu yang lalu dan akan melamar pekerjaan, ia baru saja selesai memenuhi panggilan wawancara di perusahaan pertama yang ia lamar.

Ketika Arabella sudah mendekati mobilnya yang terparkir di sana. Tanpa gadis itu sadari, dua orang laki-laki membekap mulutnya dan membawa gadis itu ke dalam mobil yang sudah mereka siapkan.

“Ayo, segera kita bawa sekarang. Jangan sampai Tuan marah kepada kita!” ucap laki-laki berbadan kekar dan bertato naga di lehernya.

Laki-laki yang satunya segera sigap membuka pintu mobil dan membawa masuk gadis yang kini tengah terkulai lemah tak berdaya. Obat bius yang digunakan memang sangat manjur. Arabella tidak berkutik dan dengan mudah dapat mereka lumpuhkan.

“Jangan sampai ada yang lecet, nanti Tuan akan marah dan menghukum kita!” ucap laki-laki bertopi hitam yang sedang mengemudikan mobilnya.

“Tenang saja, gadis ini akan aman bersama kita. Tuan, pasti akan sangat puas dengan kinerja kita!” ucap laki-laki bertato dengan penuh keyakinan.

Mobil itu melaju dan melesat meninggalkan parkiran, mereka kini tengah menuju sebuah tempat di mana sang tuan menunggu kehadiran mereka.

...***...

Arabella terbangun di atas ranjang berukuran king size, di sebuah ruangan yang cukup luas dengan interior yang cukup mewah. Ia sangat terkejut ketika menyadari dirinya berada di tempat yang sangat asing. Yang lebih mengejutkan lagi tangan dan kakinya tengah terikat di ujung ranjang. Ia tidak mampu lepas dan meninggalkan tempat ini.

“A-aku di mana?” gumamnya dengan wajah panik. Ia hanya mengingat jika terakhir kali dirinya berada di parkiran perusahaan di tempatnya melamar pekerjaan setelah selesai wawancara dan tiba-tiba seseorang membekapnya.

“Tuhan, apa yang terjadi padaku? Apa aku sedang bermimpi?” lirih Arabella dengan bibir bergetar. Ia sangat mengkhawatirkan sahabatnya. Ia pasti sangat cemas, mengingat dirinya tak kunjung kembali. Kedua orang tuanya sudah meninggal dan Arabella selama ini hanya tinggal bersama sahabatnya.

Pintu kamar terbuka dan menampakkan sesosok pria matang dengan sorot mata yang begitu tajam. Wajahnya yang begitu rupawan, sempat menciptakan kekaguman di dalam diri Arabella. Jujur, laki-laki itu sangat tampan dengan kulit halus dan mulus yang berkilau di wajahnya. Maniknya yang begitu tajam seakan menghujam dan menguliti Arabella yang kini tengah terbaring tak berdaya. Tubuhnya yang tinggi menjulang begitu proporsional dan merupakan impian semua kaum hawa. Kemeja warna hitam yang membungkus ketat di tubuhnya, menunjukkan bentuk tubuh yang begitu sempurna.

Darren Anderson Collins adalah CEO Proxima Corp, salah satu perusahaan industri terbesar. Wajah tampannya selalu menghiasi cover majalah bisnis dan namanya berada di urutan pertama sebagai CEO paling berpengaruh.

“Selamat malam, Gadis Cantik!” ucapnya dengan smirk yang menakutkan.

Nyali Arabella seketika ciut, ia merasa sangat takut ketika pria tampan itu semakin mendekat dan menatapnya dengan tatapan yang sangat tajam. Tercium aroma alkohol yang menyengat dari mulutnya.

"A-anda siapa?" Tanya Arabella berkeringat. Ia merasa suaranya sangat berat pastilah berasal dari sosok pria yang sudah jauh lebih dewasa usia darinya.

"Siapa aku? Tidak penting kau tahu siapa aku." Ujar suara berat itu lagi.

“La-lalu... Anda ingin apa?” tanya Arabella dengan nada panik. Ia begitu takut dengan aura yang begitu gelap tengah melingkupi pria di hadapannya.

“Kau tahu aku ingin apa? Aku ingin menggagalkan lamaranmu mendapatkan pekerjaan!” Sinis laki-laki itu dan ia terkekeh pelan dengan wajah datar dan tatapan tajam.

Arabella tersentak, ia sangat terkejut dengan jawaban laki-laki itu. Terlebih, ia terang-terangan akan menggagalkan lamaran pekerjaan yang sudah lama sekali Arabella dambakan bisa bekerja untuk memenuhi kehidupan yang seadanya.

“Apa kaitan Anda dengan pekerjaan saya? Saya tidak pernah mengusik dan mengganggu Anda!” lirih Arabella dengan manik berkaca-kaca.

“Aku tidak peduli, yang aku tahu aku harus menggagalkan niatan mu yang ingin bekerja!” ucapnya dengan penuh seringai.

“Tuan, Anda jangan gila. Saya harus bekerja agar bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri.” Arabella berusaha berbicara baik-baik dengan laki-laki yang terlihat sangat dingin dan menyeramkan. Kekaguman di dalam hatinya seketika luntur.

“Aku tidak membutuhkan uang mu. Aku sudah memiliki segalanya!” dengus pria itu dengan tatapan berkilat-kilat.

"Apa maksud yang anda katakan? Memang bukan anda yang membutuhkan uang, Saya yang butuh uang di sini." Kata Arabella.

"Wanita ku tidak perlu memikirkan itu selama hidupnya saat dia masih bersama ku. Aku pasti sudah menjamin kehidupannya. Kau benar-benar tidak tahu siapa diriku sebenarnya?"

"Tidak." Jawab Arabella sembari menggelengkan kepalanya ketakutan.

"Jika begitu, dengan berbangga diri aku akan mengenalkan diriku padamu. Aku adalah Darren Anderson Collins." Kata Darren mantap.

Darren Anderson Collins? Benarkah dia orangnya? Dari cara bicaranya saja, Arabella yakin bahwa pria itu bukanlah orang sembarangan.

Arabella sontak sangat terkejut mendengar nama itu. Ia berdigik ngeri. Tentu saja ia tahu siapa orang dibalik nama itu, hanya saja ia tidak pernah ingin tahu bagaimana wajah dari nama CEO ternama yang menjadi primadona itu.

"A-apa keinginan Tuan melakukan hal seperti ini pada Saya?" Tanya Arabella bergetar.

"Menikahlah dengan ku!" Ucap Darren tanpa panjang lebar.

Untuk kedua kalinya Arabella sontak terkejut. Ia benar tidak percaya dengan apa yang baru saja terdengar. Matanya membulat sempurna dan jantungnya seketika berdetak lebih cepat.

"Cukup menikah denganku, dan kehidupan mu akan terjamin. Kau tidak perlu lelah bekerja di tempat orang lain. Diam saja di mansion ini layaknya Nyonya Collins." ucap Darren.

"Aku menggagalkan lamaran pekerjaan mu, karena ada pria yang akan melamar mu menjadi istrinya. Dan kau harus menerima lamaran pernikahan ini." Lanjut Darren dengan seringai.

"Sa-saya tidak bisa. Sa-saya hanya ingin bekerja dan bukan hidup dari bantuan orang lain. Kita adalah orang asing. Anda menculik dan memaksa saya melakukan pernikahan yang tidak diinginkan siapapun ini." Jawab Arabella.

"Baiklah jika kau menolak, Tapi kau akan tetap ku jadikan sebagai wanita yang mengandung anakku!!" Ucap Darren yang tidak suka ditolak.

Laki-laki itu membuka kancing kemejanya satu per satu, memamerkan otot-otot tubuhnya yang begitu kekar dan mempesona.

Arabella panik bukan kepalang, ia memalingkan wajahnya dan enggan menatap laki-laki yang tengah menyeringai penuh kemenangan.

“Kenapa? Kau tergoda dengan tubuhku? Aku akan memberikannya malam ini kepadamu, gratis dan tanpa dipungut bayaran!” kekeh laki-laki itu dengan tawa yang begitu mengerikan.

“J-jangan Tuan, Saya mohon jangan lakukan itu. Saya tidak mengenal anda. Kenapa dari sekian banyaknya wanita di dunia ini, harus saya yang menjadi sasaran? Apa yang membuat anda menjadikan saya wanita incaran? Apa kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya?” ucap dan lontaran pertanyaan Arabella dengan manik berkaca-kaca. Dirinya kini tengah berada di ambang batas ketakutan yang begitu menggila.

“Nona, ini adalah balasan yang pantas untuk seorang penggoda dan jal*ng sepertimu yang sekarang malah menolak ku!” bisik laki-laki itu masih dengan seringai yang begitu menyeramkan.

Arabella menggeleng dan tetap memohon, ia tidak ingin laki-laki itu melakukan apapun kepada dirinya. Ia ingin laki-laki itu melepaskan dan membiarkannya pergi sejauh mungkin.

“Tuan, aku mohon lepaskan aku, bahkan aku tidak tahu apa salahku kepada Anda?” isak Arabella dengan tubuh yang bergetar menahan ketakutan yang begitu kentara.

“Melepaskan mu? Jangan Mimpi! Wanita yang sudah ada digenggaman ku, dia tidak akan pergi dengan mudah!” seru laki-laki itu sambil mengendurkan ikat pinggangnya.

Arabella semakin terpojok, badannya kini bergetar hebat. Ia hanya berdoa, semoga saja tidak akan terjadi sesuatu pada dirinya.

“Tuan, apa salahku kepada anda?” isak Arabella dengan tangis ketakutan yang tengah menghiasi wajahnya.

“Salahmu adalah, sudah menolak permintaan ku! Kau tidak tahu jika aku ini tidak bisa dibantah. Hanya gadis miskin seperti mu ini, apakah akan membuatku tunduk dan menyerah begitu saja? Tidak akan!” bisik laki-laki itu.

Arabella menegang.

“Sebagai pria terhormat, aku tidak akan pernah membuat diriku lemah dihadapan siapapun. Jika perlu, aku akan menukar nyawamu untuk kebahagiaan ku!” ucap laki-laki itu penuh penekanan.

Arabella tampak pias, ketika laki-laki itu mendekat dan membungkam bibirnya dengan pagutan yang begitu buas. Ia menangis tanpa bisa melakukan apa-apa. Harga dirinya tengah dipertaruhkan. Laki-laki itu bangkit dan menyalakan kamera untuk merekam adegan mereka.

Arabella terbelalak dan menggeleng kuat, ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini padanya.

Hanya karena buliran air mata itu lolos, Darren sangat kesal. Ia semakin murka melihat wanita selemah itu yang bisanya menangis. Padahal banyak wanita yang ingin dipuja oleh tubuhnya, tapi karena Arabella menangis, Darren mematikan ponselnya yang sempat akan merekam aktivitasnya itu. Ia pergi meninggalkan Arabella yang tengah menangis dan tidak nafsu melanjutkan lagi aksinya.

Suara pintu ditutup dengan kerasnya. Memperanjatkan Arabella yang masih terbaring di ranjang size king itu dalam keadaan kaki dan tangannya diikat.

"Jaga wanita itu jangan sampai dia melarikan diri. Aku akan segera memberikan perhitungan padanya." Perintah Darren ada anak buahnya.

"Baik Tuan." Jawab serentak 2 anak buahnya yang berjaga di depan kamar Darren yang terdapat Arabella di dalamnya.

UM - Terpaksa Keadaan

3 Hari Kemudian~

"Kemana perginya Ara? Dia tidak ada kabar dan sulit dihubungi." Khawatir Eliza pada sahabatnya yang sudah 3 hari tidak kunjung pulang.

Eliza duduk di depan meja, tangan gemetar ketika mencoba menghubungi Arabella sekali lagi. Sudah tiga hari sejak mereka terakhir kali berbicara, dan kekhawatiran Eliza semakin memuncak. Tidak ada kabar sama sekali dari Arabella, dan itu tidak seperti sahabatnya yang selalu responsif dan penuh semangat.

Eliza berusaha mengingat kembali apa yang terjadi sebelum Ara menghilang. Arabella pergi untuk memenuhi panggilan wawancara. Eliza merasa ada sesuatu yang salah. Dia mencoba menghubungi nomor telepon Arabella berkali-kali setiap harinya, namun hanya mendapat sambungan yang tidak aktif. Eliza merasa semakin putus asa dan terjebak dalam lingkaran kekhawatiran.

Tanpa memiliki pilihan lain, Selama tiga hari ini Eliza memutuskan untuk melakukan penyelidikan sendiri. Dia mulai dengan mencari tahu tentang kegiatan terakhir Arabella sebelum menghilang. Eliza menghubungi teman-teman mereka, tetapi tidak ada yang tahu apa-apa. Mereka semua merasa cemas dan bertanya-tanya apa yang bisa terjadi.

Eliza merasa frustasi dan tak berdaya. Dia tahu bahwa waktu sangat berharga, dan setiap detik yang berlalu bisa membuat perbedaan. Dengan tekad yang kuat, Eliza memutuskan untuk melibatkan pihak berwenang. Dia menceritakan situasinya kepada polisi dan memberikan semua informasi yang dia miliki tentang Arabella. Namun nihil, pihak berwajib tidak dapat menemukan berbagai informasi apapun seakan Arabella ditelan bumi.

Selama beberapa hari berikutnya, Eliza menjalani hidup yang penuh kegelisahan dan gelap. Dia terus berharap menerima kabar dari Arabella, berdoa agar sahabatnya itu aman. Waktu berjalan lambat dan tanpa petunjuk yang jelas, Eliza merasa semakin putus asa.

...***...

"Sekarang berikan jawaban mu! Kau ingin menerima pernikahan ini atau tetap menolaknya?" Tanya Darren membuat seisi ruangan mencekam.

Sudah 3 hari ini Arabella terkurung dalam lemah. Tubuhnya mulai kurus dan sangat lemah ditahan dalam ikatan yang membuat radius pergerakannya terbatas. Sepanjang malam yang hanya bisa terbaring dan mendengarkan pertanyaan dari Darren yang tidak lepas memintanya untuk menyetujui pernikahan paksa itu.

"Saya tetap menolaknya." Jawab Arabella teguh pada pendiriannya.

"Maka dengan begitu, matilah sesuka mu di sini membusuk selamanya." Cerca Darren yang bosan mendengar penolakan. Ia pikir dengan membuat Arabella sebagai tahanan di Mansion akan membuat wanita itu luluh juga pada akhirnya.

"Baiklah, jika kau tetap bersikeras menolak ku. Aku juga akan teguh pada pendirian ku. Lahirkan seorang anak untukku!” tegas seorang lelaki yang menatap dingin Arabella.

Seketika ucapan lelaki itu membuat Arabella kehilangan kata-kata. Melahirkan seorang anak untuk lelaki yang tidak dia cintai? Bukan, bukan hanya tidak dia cintai, tapi tidak dia kenal sama sekali? Lelucon macam apa ini?

Masih dengan pandangan menunduk, Arabella mengepalkan tangannya yang diikat. Sungguh, dia tidak terima dengan permintaan lelaki itu yang menurutnya terlihat seperti merendahkan harga dirinya. Arabella pikir, siapa dia hingga berani memberi syarat seperti itu?

“Jika aku tetap tidak ingin, bagaimana?” balas Arabella tak kalah dingin dari lelaki itu.

Jawaban Arabella membuat lelaki itu terkekeh sinis. Mengedikkan bahu sesaat disertai tarikan napas dalam, dia kembali berkata, “Jika begitu, bersiaplah melihat kehancuran sahabatmu!” Sesaat terjeda, lelaki itu menarik kasar dagu Arabella. “Karena aku bisa melakukan apapun lebih dari yang kau bayangkan!”

Sungguh sial, pikir Arabella kali ini. Bagaimana bisa dia berurusan dengan lelaki di depannya itu.

Dengan persyaratan segila itu, haruskah Arabella menurut dan mengorbankan dirinya?

“Um, apakah tidak bisa jika syaratnya sedikit dirubah? Mungkin, aku bisa bekerja di tempat anda tanpa gaji untuk beberapa waktu? Atau apapun … asal tidak melahirkan seorang anak atau menyetujui pernikahan.” Tiba-tiba sebuah pertanyaan dengan lancang lolos dari mulut Arabella. Dia pikir, bukankah tidak ada yang tidak mungkin, jadi Arabella akan coba untuk bernegosiasi dengan lelaki itu.

“Lakukan atau tidak sama sekali!” Tegas lelaki itu, kemudian berlalu dari hadapan Arabella. Dengan langkah santai melewati Arabella, dia berbisik, “Bersiaplah, untuk melihat kehancuran sahabat mu!”

Mata Arabella membelalak sempurna. Apa tadi dia katakan? Kehancuran sahabatnya? Tidak bisa! Arabella tidak bisa membiarkan ini terjadi, jika sahabatnya hancur, itu artinya dia pun akan turut hancur karena dia begitu sudah menganggap sahabatnya seperti saudara.

“Tunggu!” tahan Arabella, menghentikan langkah lelaki itu.

“Kenapa? Apa kau berubah pikiran?”

Arabella bergeming sesaat, bisa dia lihat lelaki itu menatapnya dengan sudut bibir bergerak turun ke bawah seakan merendahkan dirinya.

“Aku rasa … tidak sulit bagi gadis sepertimu jika hanya melahirkan seorang bayi,” cibirnya lagi.

Gadis sepertimu? Seperti apa Arabella maksud lelaki ini? Jika tidak dalam keadaan genting dan kaki tangannya tidak diikat, rasanya Arabella ingin menyumpal mulutnya itu. Tidak! Tidak, Arabella, kendalikan dirimu! Rutuknya dalam hati.

Sesaat melakukan tarikan napas dalam, Arabella mengangguk pelan.

“Baiklah, Saya terima permintaan dari anda. Asalkan, masalah yang menjerat ku tidak sampai membawa sahabat ku."

"Kau menyetujui permintaan yang mana? Menikah atau Melahirkan bayi?" Sinis Darren mengulur waktu.

"Tidak mungkin bagiku memberikan kehormatan pada pria yang tidak bertanggung jawab tanpa ikatan pernikahan. Saya akan menerima tawaran pernikahan anda!" Ucap Arabella mantap.

Jawaban Arabella sangat membuat Darren senang. Itulah jawaban yang dia inginkan selama ini.

“Kau tenang saja, urusan sahabat mu akan tetap aman.” janjinya, sesaat lelaki itu membelai wajah Arabella.

“Mengenai pernikahan kita, hanya aku yang berhak menentukan. Jadi, sebaiknya kau persiapkan saja dirimu, karena besok orangku akan menjemputmu,” lanjutnya dengan seringai senyum yang sulit diartikan.

"Maksudmu... Aku bisa pergi dari rumah ini?" Tanya Arabella.

"Asalkan kau tidak mengingkari janji mu, akan ku pastikan hidupmu bebas." Seringai Darren.

Arabella sontak tersenyum, ia sangat bahagia akhirnya bisa pergi dari mansion neraka yang sudah mengurungnya selama 3 hari itu. Tentu saja ia ingin bertemu sahabatnya yang pasti mengkhawatirkannya selama ini.

Selama 28 tahun hidupnya, Darren Anderson Collins selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan. Apa yang dia inginkan harus dia dapatkan apapun dan bagaimana yang terjadi. Termasuk saat dirinya menginginkan seorang wanita agar dia bisa menikahinya.

Darren melepaskan ikatan borgol yang membelenggu tangan dan kaki Arabella. Selagi permintaannya telah disepakati, tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan saat Arabella akan pergi. Karena tidak akan ada seorangpun yang bisa mengkhianati kepercayaannya setelah orang tersebut mengatakan "Ya."

Sementara itu, Arabella, gadis berusia 22 tahun itu menatap nanar punggung lelaki yang baru saja membuat kesepakatan gila dengannya.

Arabella terus bergumam mengeluarkan sumpah serapahnya untuk laki-laki itu. Darren pergi meninggalkan Arabella.

Setelah berada di luar kamar, ia sangat senang. “Akhirnya wanita itu tunduk juga padaku.”

“Tuan, apa yang harus saya lakukan pada wanita itu?” tanya anak buah laki-laki itu, membuyarkan kesenangannya.

"Kembalikan dia ke tempat semula," ucap laki-laki itu dingin sambil melihat ke arah pintu yang tertutup di belakangnya.

UM - Kembali dan Pulih

"Nona Eliza? Ini polisi. Kami telah menemukan Nona Arabella," kata suara polisi dengan tenang.

Eliza merasa lega dan segera bertanya tentang keadaan Arabella. Polisi menjelaskan bahwa Arabella ditemukan di rumah sakit dalam keadaan kondisi lemah dan sekarang sedang dirawat intensif.

Eliza menghela nafas lega, namun juga merasa sedih melihat sahabatnya dalam keadaan seperti itu. Tapi apa yang terjadi padanya sampai bisa selemah itu? Dia segera memutuskan untuk mengunjungi Arabella di rumah sakit dan memberikan dukungan sebanyak mungkin.

Saat Eliza tiba di ruang perawatan, dia melihat Ara terbaring lemah dengan alat infus ditangannya. Mata Ara terbuka pelan saat Eliza masuk. Walaupun terlihat lelah, sorot mata Ara terpancar kegembiraan saat melihat Eliza.

Kondisinya drop akibat terkurung selama 3 hari itu, makannya pun sedikit karena Arabella hanya memikirkan bagaimana bisa melarikan diri. Setelah kedua anak buah Darren mengembalikannya ke tempat di mana mereka menculik, Arabella diturunkan begitu saja sampai staf karyawan sekitar menemukannya pingsan dan dibawa ke rumah sakit.

"Eliza... aku minta maaf sudah membuatmu khawatir," Lirih Ara dengan lemah.

Eliza menahan tangisnya saat melihat keadaan Ara. Dia mengambil kursi di samping tempat tidur dan menggenggam erat tangan sahabatnya.

"Tidak apa-apa, Ara. Yang penting kau selamat," Eliza berkata dengan suara lembut.

Ara tersenyum tipis. "Aku sangat beruntung kau ada di sini. Rasanya seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir."

Eliza mengusap lembut punggung tangan Ara. "Kami semua khawatir dan sangat merindukanmu. Tapi yang terpenting sekarang adalah kesembuhanmu. Aku akan selalu mendukungmu."

Ara mengangguk pelan. "Terima kasih, Eliza. Kau benar-benar sahabat yang luar biasa."

.

.

Selama beberapa minggu berikutnya, Eliza mengunjungi Ara setiap hari di rumah sakit. Mereka mengobrol, tertawa, dan mengenang kenangan-kenangan indah yang mereka bagi bersama. Ara mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan Eliza dan teman-teman mereka, yang telah memberinya kekuatan dan semangat untuk pulih.

Sudah 1 Minggu tidak ada kabar mengenai bagaimana kelanjutannya dengan pria aneh itu. Bahkan kabarnya pingsan pun sepertinya tidak diketahui, bagaimana jika keadaannya dia sekarat? Ara pikir pria yang sudah membuat perjanjian gila dengannya itu mendadak amnesia dan mungkin Ara kembali hidup normal tanpa bayang-bayang pernikahan paksa.

Pemulihan Ara berjalan perlahan, tetapi Eliza dan teman-teman mereka selalu ada di sisinya, memberikan dukungan dan keceriaan. Mereka mengirim pesan-pesan semangat, membawa buku dan film kesukaan Ara, serta melakukan segala hal untuk menghiburnya tanpa ingin bertanya terlebih dahulu apa yang terjadi pada sahabatnya.

Suatu hari, ketika Ara sedang duduk di kursi roda di taman rumah sakit, Eliza mengajaknya melihat-lihat bunga-bunga yang berwarna-warni. Sinar matahari yang hangat menyinari wajah mereka. Eliza melihat Ara menghela nafas dalam-dalam.

"Aku bersyukur masih bisa melihat keindahan dunia ini," kata Ara dengan suara penuh harapan.

Eliza tersenyum. "Kau benar, Ara. Aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi padamu bisa seperti ini. Tapi yang pasti, kita selalu ada satu sama lain."

Waktu terus berlalu, dan perlahan tapi pasti, Ara semakin pulih. Dia melewati sesi rehabilitasi dan menjalani terapi fisik untuk memulihkan kekuatan dan mobilitasnya. Eliza dan teman-teman mereka selalu ada di samping Ara, mendukungnya sepanjang perjalanan pemulihannya.

Pada suatu hari, ketika Ara sudah siap untuk meninggalkan rumah sakit, Eliza bersama teman-teman mereka mengatur kejutan untuknya. Mereka menghiasi apartemen Ara bersama Eliza dengan balon, bunga, dan menyusun hadiah-hadiah kecil di meja tamu.

Ketika Ara melangkah masuk ke apartemennya, dia terkejut dan tersenyum lebar melihat kejutan tersebut. Eliza dan teman-teman mereka menyambutnya dengan riang.

"Selamat datang pulang, Ara!" seru Eliza sambil memeluk sahabatnya erat-erat.

Ara menatap sekeliling dengan rasa terharu.

"Terima kasih, kalian semua. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terima kasihku. Tapi seharusnya tidak perlu berlebihan seperti ini. Aku hanya lemah dan butuh perawatan."

Eliza tersenyum. "Kita adalah keluarga, Ara. Kita selalu ada untukmu."

Mereka menghabiskan malam itu dengan kegembiraan dan tawa. Mereka mengobrol, berbagi cerita, dan merayakan kembalinya Ara yang luar biasa. Di tengah kebersamaan mereka, Eliza merasa penuh rasa syukur bahwa Ara selamat dan mereka dapat bersama lagi setelah mengalami kejadian buruk yang takut Ara tidak akan pernah kembali. Tapi hingga saat ini, Eliza tidak berani bertanya apa yang membuat sahabatnya bisa hilang?

Kehidupan kembali normal bagi Ara dan Eliza. Mereka melanjutkan rutinitas sehari-hari mereka, tetapi dengan rasa syukur dan kesadaran yang lebih dalam akan pentingnya persahabatan.

Saat Eliza melihat Ara kembali pulih dan bersemangat menjalani hidup, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka berdua mengerti betapa berartinya setiap momen bersama, dan mereka berjanji untuk selalu saling mendukung dan menciptakan kenangan berharga bersama.

Saat malam, Ara termenung sendirian di kamar. Ia memikirkan kemana perginya pria itu yang tidak lagi memberi kabar seakan mimpi buruk terjadi dan ia tidak mengenal siapapun di dunia ini. Bukan Ara ingin menikah dengannya, ia pikir bagus juga jika pria itu tidak akan datang lagi mengganggunya. Ara pikir hidupnya bebas dan besok akan kembali mencari pekerjaan.

"Aku tidak tahu bagaimana kelanjutan kisahku. Pria itu datang memaksa ku dan menghilang tanpa kabar."

"Aku harap dia benar-benar tidak kembali dan mengungkit janji ku. Aku hanya ingin pergi dari tempat itu, Aku tidak akan pernah menyetujui pernikahan ini. Baguslah jika dengan sendirinya dia melupakan kejadian ini. Mungkin dia menyesal dan tidak ingin berurusan denganku."

"Tapi, sebelum dia datang tiba-tiba. Aku ingin pergi sementara dari kota ini. Aku akan katakan pada Eliza bahwa aku pergi ke kota lain hanya untuk mencari pekerjaan saja."

"Aku tidak ingin menikah dengan pria itu!!"

Ara menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meskipun keinginannya untuk pergi dari kota ini sangat besar, dia juga tidak ingin meninggalkan Eliza dan teman-temannya sendirian di tengah situasi yang rumit seperti ini. Dia tahu dia harus memutuskan dengan hati-hati.

Setelah berjam-jam berpikir, Ara memutuskan untuk berbicara dengan Eliza tentang rencananya. Dia tahu bahwa Eliza akan memahaminya dan memberinya dukungan tanpa syarat. Mereka telah melewati begitu banyak bersama-sama, dan dia yakin Eliza akan mendukung keputusannya.

Keesokan harinya, Ara memanggil Eliza ke apartemennya. Dengan berat hati, dia menjelaskan situasinya dan keinginannya untuk pergi dari kota untuk sementara waktu. Dia menjelaskan bahwa dia perlu waktu untuk menyembuhkan diri sepenuhnya dan menenangkan pikirannya.

Eliza mendengarkan dengan penuh perhatian, dan setelah Ara selesai berbicara, dia mengambil tangan sahabatnya dengan penuh pengertian. "Aku mengerti, Ara. Kamu harus melakukan apa yang terbaik untukmu. Aku akan merindukanmu, tapi aku akan selalu mendukungmu, apa pun keputusanmu."

Dengan perasaan lega dan terbantu dengan dukungan Eliza, Ara mulai merencanakan perjalanannya. Dia tahu bahwa dia harus mengambil langkah-langkah berani untuk menjaga dirinya sendiri dan memulihkan kembali kebahagiaannya.

Beberapa hari kemudian, Ara meninggalkan kota untuk sementara waktu. Meskipun berpisah dengan Eliza dan teman-temannya terasa menyedihkan, dia juga merasa lega bahwa dia bisa melangkah maju dan memulai babak baru dalam hidupnya.

Di kota baru, Ara fokus pada pemulihannya dan mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Dia bertekad untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan lebih mandiri, tanpa terpengaruh oleh bayangan masa lalunya.

Meskipun ada ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, Ara merasa lebih kuat dan lebih percaya diri dengan setiap langkah yang dia ambil. Dia tahu bahwa, dengan dukungan dari Eliza dan teman-temannya, dia bisa mengatasi segala rintangan yang ada di depannya dan mencapai kebahagiaan yang sejati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!