NovelToon NovelToon

The Unexpected Twist

Tangan Hangat Sang Penolong

Nora Rachel Shopia, gadis manis dengan segala keunikan. Nora adalah gadis yang membuat semua orang terpesona dengan kecantikan dan kecerdasannya. Rambut hitam panjang yang tergerai indah di bahunya, mata cokelat yang selalu menatap dengan tajam dan cerdas, kulit putih yang bersih tanpa cela, hidung mancung dan bibirnya yang berwarna merah muda. Tubuhnya langsing dan tinggi, selalu berpakaian rapi dan elegan. Nora adalah gadis impian setiap pria.

Namun, Nora bukanlah gadis biasa. Dia adalah anak dari salah satu orang terkaya di negara ini. Dia juga adalah siswa terbaik di sekolahnya. Dia memiliki segalanya yang bisa diinginkan oleh siapa pun. Dia adalah gadis yang sempurna.

Nora tidak pernah membiarkan kekayaan keluarganya mengaburkan pandangannya. Ia selalu bersikap ramah dan rendah hati kepada semua orang, baik teman sekelas maupun guru-gurunya. Ia tahu bahwa harta bukanlah segalanya, dan ia harus bersyukur atas apa yang dimilikinya. Ia juga tahu bahwa hidupnya tidak akan selamanya mulus dan mudah.

Nora memiliki banyak sahabat yang setia dan menyayanginya. Ia menikmati masa-masa sekolahnya dengan penuh keceriaan dan semangat. Ia juga mendapat kasih sayang yang berlimpah dari keluarganya. Ia selalu berusaha untuk menjaga aura positifnya, dan menularkan kebahagiaannya kepada orang-orang di sekitarnya. Ia adalah seorang gadis yang penuh warna dan cahaya.

"Nora, hati-hati di jalan!" teriak Bunda dari balik pintu. Nora mengangguk sambil menggantungkan tas birunya di bahu. Ia melambaikan tangan kepada Bunda, lalu berlari menuju mobil yang sudah menunggunya.

Di halaman rumah, Nora melihat paman dan bibi yang sudah seperti keluarga sendiri. Mereka adalah para pelayan yang setia melayani keluarga Nora sejak ia masih kecil. Nora menyapa mereka dengan hangat, dan mereka pun membalasnya dengan senyum.

Nora menaiki mobil dengan riang. Ia menikmati udara pagi yang sejuk dan segar. Langit biru bersih tanpa awan, matahari bersinar terang. Hari ini pasti akan menjadi hari yang menyenangkan, pikir Nora.

Sesampainya di sekolah, Nora disambut oleh deretan teman-temannya yang sudah menunggunya. Mereka berteriak-teriak memanggil namanya, dan Nora pun menyambut mereka dengan girang. Ia merasa beruntung memiliki teman-teman yang baik dan menyenangkan.

"Nora, lo udah tau nggak? Katanya hari ini kita bebas dari pelajaran, tapi harus datangin seminar yang diadain oleh pihak sekolah."

"Ah, sialan banget. Gue udah susah payah nyiapin presentasi Sosiologi, tapi nyatanya sia-sia."

Nora hanya tersenyum lembut sambil mengusap pundak sahabatnya. Ia mengerti betapa kecewanya dia. Tapi, mau bagaimana lagi? Mereka harus menuruti kebijakan sekolah.

Mereka bertiga berjalan menuju aula sekolah, tempat seminar akan digelar. Di sepanjang koridor, banyak siswa yang bergegas mencari tempat duduk yang nyaman. Tapi, ada sesuatu yang menarik perhatian Nora. Di depannya, ia melihat seorang cowok kelas sepuluh yang sedang dihajar oleh beberapa pria. Cowok itu tidak berdaya, ia hanya menanggung pukulan demi pukulan.

Nora merasa jengkel melihat adegan itu. Ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi di SMA Prestige International. Sekolah yang katanya berstandar internasional, tapi ternyata masih banyak siswanya yang kurang bermoral.

Ia biasanya memilih diam, tapi kali ini ia tidak tahan. Apalagi ketika cowok itu menatapnya dengan mata memohon. Di sekitarnya, hanya ada orang-orang yang menertawakan atau merekam kejadian itu tanpa membantu.

"Excuse me! Apa maksud kalian ngelakuin ini?" tanya Nora dengan suara tenang tapi tegas.

"Kak Nora!"

"Wah, ada bidadari SMA kita, nih!"

"Gimana, Neng Nora? Mau ikutan? Kami sih senang-senang aja." Pria itu mencoba merangkul Nora dengan seenaknya.

Nora menepis tangannya dengan cepat. Ia menatap cowok yang tergeletak di lantai dengan kasihan. Ia berjongkok dan mengambil name tag cowok itu sambil tersenyum samar.

"Ervin Ricky Arthur. Nama yang indah." Nora tersenyum manis sambil membantu Ervin berdiri. Aksi itu membuat para siswa yang menyaksikannya bingung. Mereka pikir Nora akan ikut bersenang-senang dengan mereka.

"Nora, kenapa lo bantu dia, sih?"

"Lo nggak seru banget deh, Kak."

"Emangnya kalian siapa? Gue aja yang juara umum sekolah sama anak donatur aja nggak sombong kayak kalian. Kalian itu kayak burung pipit yang cuman bisa mengais tanah tanpa bisa terbang setinggi gue," kata Nora dengan dingin. Ia menggandeng Ervin pergi dari kerumunan itu.

...****************...

Nora menuntun Ervin ke bangku taman sekolah. Kali ini, ia memutuskan untuk bolos dari seminar bersama cowok yang baru saja ia tolong. Ia terpesona dengan hidung mancung dan bibir tipisnya yang selalu tersenyum lembut, menunjukkan sikapnya yang penyabar dan baik hati.

"Kenapa lo nggak ngelawan mereka? Kalau lo diam terus, mereka bakal makin ngelunjak," ujar Nora sambil memandang wajah Ervin yang penuh memar.

Ervin hanya menggeleng lemah. "Gue udah biasa dihina dan dipukuli kayak itu, Kak. Gue nggak punya daya buat melawan. Gue nggak punya apa-apa."

Nora tersenyum simpatik. Ia merasa bersalah telah membuat Ervin merasa minder. Ia mengeluarkan sebuah gelang dari sakunya, yang sama dengan yang ia pakai.

"Lo pakai ini aja. Ini sebagai tanda perlindungan dari gue. Kalau mereka ganggu lo lagi, kasih liat aja gelang ini. Gue janji mereka nggak bakal berani ganggu lo lagi." Nora meletakkan gelangnya di samping Ervin.

Nora kembali mendekati Ervin. Ia menepuk-nepuk pipi Ervin dengan lembut. "Jangan lupa obati luka lo, ya! Gue harus ke aula sekarang. Lo mau istirahat di uks sekarang? Atau mau gue antar ke sana?"

Ervin menggeleng pelan. Ia hanya menatap punggung Nora yang menjauh dari pandangannya. Ia merasa ada yang hangat di hatinya. Setidaknya masih ada orang yang peduli padanya.

Ia menoleh ke gelang yang ditinggalkan Nora di bangku. Tangannya meraih gelang itu dengan senyum haru. Gadis baik itu membuatnya merasa berharga.

"Gue boleh bahagia, kan?" gumam Ervin dengan tawa getir.

...****************...

Mencoba nulis moga bisa sampai tamat 🙌

Cerita ku setelah lama nggak nulis🥰

Pertarungan di Kantin

Waktu penjelasan seminar berlangsung. Ia menatap sekeliling mencari kedua sahabatnya. Mereka ternyata memilih untuk duduk di tengah-tengah. Sebelum ia duduk, ia meminta maaf kepada pihak sekolah atas keterlambatan dirinya.

"Lo kenapa lama banget, sih, Nora? Lagian ngapain juga nolongin tuh adkel. Nanti lo juga kena masalah."

Ia duduk di samping gadis yang mengomel sedari tadi. Ia bahkan belum duduk berapa detik, sahabat sudah menanyakan pertanyaan beruntun dengan banyak drama. Nora menatap salah satu cowok yang juga merupakan bagian sahabatnya.

"Yudha coba pacarnya dikasih makan dulu, ya. Ini gue baru duduk, loh." Nora menatap wajah Yudha Prince Leonard dengan menyatukan kedua tangannya. Terlihat tampak memohon menunda penjelasan sebentar.

Yudha hanya tersenyum sembari mencubit pipi Giselle Riley Emely di sampingnya. Pasangannya adalah bunga matahari di antara bunga-bunga lainnya. Rambut cokelat keritingnya yang pendek menambah kesan ceria dan dinamis. Matanya yang bulat dan berwarna cokelat menunjukkan kehangatan dan kebaikan hatinya. Hidung peseknya membuat wajahnya tampak imut dan menggemaskan, sementara bibir tebalnya memberi kesan sensual dan penuh percaya diri. Tubuhnya yang pendek dan gemuk tidak mengurangi pesonanya, melainkan membuatnya lebih menarik dan lucu.

Nora merasa seperti nyamuk di antara bunga-bunga kasmaran ketika ia melihat Yudha dan pasangannya saling berpegangan tangan di bawah meja. Mereka adalah pasangan yang serasi dan romantis. Mereka selalu saling mendukung dan menyayangi satu sama lain. Namun, ia tidak iri sama sekali. Ia hanya ingin menjalani karir tanpa ada gangguan.

Nora menatap dengan kagum pada pembicara yang sedang berdiri di panggung. Ia merasa beruntung sekolahnya bisa mendatangkan motivator terkenal yang membahas tentang cara mengatasi perundungan di sekolah. Ia berdoa semoga para pelaku perundungan bisa menyadari kesalahannya dan berubah menjadi lebih baik.

Namun, di tengah seminar, ia merasa ada yang mengganggu konsentrasinya. Ia melihat dua orang gadis yang duduk di dekatnya sedang melirik-lirik Yudha, pacarnya Giselle. Nora mengenal Yudha dengan baik, karena ia adalah sahabatnya sejak kecil. Yudha memang tampan dan menarik, seperti pangeran yang terperangkap di dalam dunia yang sempurna. Ia memiliki tubuh yang tinggi dan berotot, rambut hitam yang rapi, dan mata cokelat yang tajam. Ia juga pintar dan berwibawa, sehingga banyak orang yang mengaguminya.

"Eh, lo tau dia siapa? Ganteng banget!" salah satu gadis itu berbisik pada temannya.

Nora tersenyum simpul dan mendekati mereka. Ia ingin memberitahu mereka sesuatu yang mungkin akan membuat mereka kecewa.

"Maaf ya, Dek. Dia itu pacarnya Giselle, temen sekelas gue. Mereka udah pacaran dari SMP." Nora berbisik dengan ramah.

Gadis-gadis itu langsung cemberut dan menyerah. Mereka tahu Giselle adalah sahabat ratu sekolah yang cantik dan populer. Nora menepuk pundak mereka dengan simpati. Ia tidak bermaksud menyakiti perasaan mereka, hanya ingin jujur saja.

Ia kembali memusatkan perhatian pada seminar. Seminar itu sudah memasuki sesi tanya jawab. Nora dipilih untuk mengajukan pertanyaan kepada pembicara.

"Siap ya, Nak?" pembicara itu bertanya dengan ramah.

"Iya, Pak. Pertanyaan saya begini. Menurut data terbaru, hampir 25 persen siswa di Indonesia mengalami perundungan di sekolah pada tahun 2023. Bahkan, dalam dua bulan pertama tahun ini saja, sudah ada enam kasus perundungan yang terungkap. Jadi, pertanyaan saya adalah, apakah perundungan di sekolah disebabkan oleh kegagalan sistem pendidikan atau faktor-faktor lain di luar sekolah?" Nora bertanya dengan suara jelas dan mantap.

Para siswa yang mendengar pertanyaan Nora langsung bertepuk tangan dengan antusias. Mereka mengagumi Nora yang selalu berani dan cerdas. Mereka bangga memiliki Nora sebagai idola mereka di sekolah.

...****************...

Nora, Giselle, dan Yudha berjalan bersama menuju kantin. Mereka baru saja selesai mengikuti seminar tentang perundungan di sekolah. Mereka merasa seminar itu sangat bermanfaat dan menarik. Mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah tokoh-tokoh populer di sekolah mereka. Mereka hidup dengan sederhana dan nyaman, tanpa drama atau masalah.

"Nora, lo keren banget! Gue salut sama lo yang bisa ngeluarin pertanyaan begitu. Lo itu cantik, pintar, dan baik hati. Gue pengen jadi kayak lo." Giselle memuji Nora dengan tulus. Ia memeluk lengan Yudha, pacarnya yang tampan.

"Ah, lo juga cantik kok, Gis. Lo juga pintar dan baik hati. Lo nggak usah minder sama siapa pun." Nora membalas pujian Giselle dengan senyum. Ia menganggap Giselle sebagai sahabatnya yang setia.

"Betul kata Nora. Lo nggak perlu merasa kurang apa-apa. Lo udah sempurna buat gue. Lo itu ratu gue." Yudha menambahkan dengan mesra. Ia mencubit pipi Giselle dengan lembut.

"Untuk lo, sayang." Yudha memberikan sebuah permen cokelat kepada Giselle. Ia tahu Giselle suka sekali dengan cokelat.

"Wow, makasih ya, Dha! Lo emang paling ngerti gue." Giselle menerima permen cokelat itu dengan girang. Ia membuka bungkusnya dan memasukkan permen itu ke mulutnya.

Mereka bertiga sampai di kantin. Mereka melihat banyak siswa yang sedang makan atau ngobrol di sana. Beberapa dari mereka menoleh ke arah mereka, terutama ke arah Giselle. Mereka iri dengan Giselle karena bisa mendapatkan pangeran sekolah mereka.

"Giselle, Nora, kalian cari tempat duduk dulu ya. Gue yang pesan makanan buat kita." Yudha menawarkan diri untuk memesan makanan.

Nora mengamati kantin dengan seksama. Ia mencari tempat duduk yang kosong untuk mereka bertiga. Ia melihat ada satu meja di pojok kiri yang hanya ditempati oleh seorang siswa laki-laki. Siswa itu adalah Ervin, adik kelasnya yang sering menjadi korban perundungan.

Nora mengenali Ervin karena ia pernah menolongnya dari para pengganggu pagi tadi. Ia merasa kasihan pada Ervin yang selalu sendirian dan tertekan.

"Gis, kita duduk di sana aja yuk." Nora menunjuk meja Ervin dengan jari telunjuknya.

"Ra! Ra! Jangan duduk di sana!" Giselle berteriak dengan panik. Ia menarik tangan Nora agar tidak mendekati meja Ervin.

Nora bingung dengan reaksi Giselle. Ia bertanya pada sahabatnya itu, "Kenapa sih, Gis? Ada apa sama meja itu?"

"Gue nggak mau lo deket-deket sama anak itu, Ra! Lo tau nggak siapa dia? Katanya dia itu anak dari pelakor! Ibunya itu perebut suami orang! Dia pasti punya niat jahat sama lo!" Giselle menjelaskan dengan marah. Ia takut kebaikan sahabatnya cuman dimanfaatkan oleh cowok itu.

"Gis, lo jangan mudah percaya sama omongan orang-orang. Mungkin mereka cuma iri sama Ervin karna dia pintar atau baik hati. Kita nggak boleh nilai orang dari latar belakang keluarganya. Bisa aja itu kabar angin dari orang yang iri sama dia." Nora mencoba meyakinkan Giselle.

Nora tetap berjalan menuju meja Ervin. Ia ingin mengajak Ervin untuk bergabung dengan mereka. Ia tidak peduli dengan pandangan orang lain. Giselle mengikuti Nora dengan enggan. Ia tidak suka dengan keputusan Nora. Ia merasa Nora terlalu naif dan mudah ditipu.

Di meja Ervin, Ervin terkejut melihat Nora dan Giselle mendekat ke arahnya. Ia ingat Nora adalah kakak kelas yang menolongnya pagi tadi. Ervin merasa takut dan cemas. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.

"Loh, Neng Nora? Mau duduk di sini, Neng? Tunggu abang buang sampah dulu." tiba-tiba ada dua siswa laki-laki yang datang ke meja Ervin. Kedua lelaki itu menarik Ervin dari kursinya. Mereka hendak membawa Ervin ke tempat lain.

"Hey, lo pada mau ngapain sama dia?" Nora bertanya dengan tegas. Ia tidak suka melihat perlakuan penghuni sekolahnya pada Ervin.

"Lo nggak usah ikut campur, Neng! Ini urusan kita sama dia! Dia itu sampah yang harus dibuang!" Salah satu dari orang itu menjawab dengan kasar.

"Lo nggak boleh ngomong begitu sama dia! Dia itu manusia yang punya hak dan perasaan! Lo nggak boleh bully dia!" Nora membela Ervin dengan berani. Ia berani karena dirinya juga punya kekuasaan, jadi untuk apa dirinya takut.

"Ra, ayo kita pergi dari sini! Jangan deket-deket sama anak itu! Gue takut lo kenapa-kenapa." Giselle menarik lengan Nora. Ia ingin membawa Nora pergi dari situasi yang berbahaya.

"Giselle!" tiba-tiba ada suara keras yang memanggil nama Giselle.

Seseorang lelaki datang dengan membawa nampan berisi makanan. Ia melihat ada keributan di meja Ervin. Ia melihat Giselle sedang menarik-narik pakaian Nora.

Ervin seketika ditarik oleh dua pria di depannya. Ia hanya pasrah mendapatkan perlakuan penghuni sekolah. Namun, sebelum benar-benar diusir. Ada seseorang yang mendorong kedua tubuh lelaki itu.

Lelaki itu menatap ke arah Giselle. Tangannya mendorong tubuhnya dengan menunjuk wajah gadis itu berkata, "Giselle! Ini pasti kelakuan lo, kan?! Gue nggak yakin semua ini ide Nora. Lo membawa pengaruh buruk bagi dia!"

...****************...

Jangan lupa vote dan komen 🥰

Ervin kena mulu😪

Next✍📖

Dua Hati yang Terluka

Nora merasakan getaran di pundaknya. Ia menoleh dan melihat wajah pucat Giselle, sahabatnya sejak kecil. Gadis itu tampak ketakutan dan bersalah. Ia menyesal telah membuat Giselle terlibat dalam masalah ini. Ia juga tidak tega melihat Ervin, anak baru yang sering di-bully, mendapat perlakuan tidak pantas di sekolahnya.

Nora dan Giselle hanya bisa memperhatikan sosok laki-laki yang tengah mengusir para pengganggu dengan suara keras dan gerakan tangan yang galak. Laki-laki itu adalah Giovanni, kakak kandung Giselle yang terkenal sebagai orang bermulut pedas di sekolah. Ia tampak peduli dengan Ervin, bahkan mengajaknya untuk duduk di meja kantin bersamanya. Ia memberikan nampan makanan yang ia bawa untuk Ervin, seolah ingin mengganti apa yang telah hilang dari anak itu.

Giovanni Sunnie Skyden merupakan kakak kandung dari Giselle walaupun begitu mereka memiliki fisik yang berbeda. Giovanni adalah badai yang tak terduga.  Tubuhnya yang tinggi dan kurus menciptakan bayangan yang panjang dan menakutkan. Rambut pirang panjangnya yang diikat kuncir kuda memberi kesan liar dan bebas. Mata birunya yang dingin menembus jiwa orang yang melihatnya.

"Bang ...," getir Giselle yang menatap mata sosok lelaki itu. Tubuhnya gemetar merasakan aura ketakutan dengan apa yang akan menimpanya nanti.

"Abang? Siapa yang lo panggil? Gue maksudnya?" Giovanni menatap adiknya dengan sinis. Ia tidak suka dipanggil abang oleh Giselle, apalagi di depan orang lain. Ia merasa itu membuatnya terlihat lemah dan manja.

Nora merasa hal ini tidak bisa dibiarkan berlama-lama. Ia membawa tubuh Giselle ke belakang tubuhnya. Ia tahu gadis itu sedang menahan tangisan dan takutnya.

"Lo seharusnya jangan gitu ke adek sendiri, Kak. Lagian Giselle nggak ngelakuin apapun, kok. Gue yang paksa dia buat duduk bareng Ervin," tegur Nora dengan menghela napas gusar. Ia kadang merasa kesal kepada Giovanni, tetapi ia tidak bisa menyudutkan kakak sahabatnya itu. Kemungkinan besar ada alasannya sendiri sehingga bisa melakukan hal seperti ini.

"Lo pikir gue peduli sama adek gue? Dia cuma beban buat gue! Dia nggak pernah ngerti gue! Dia cuma pengen gue jadi anak baik-baik yang nurut sama omongan bokap nyokap!" bentak Giovanni dengan emosi. Ia tidak suka ditegur oleh Nora, apalagi di depan Ervin.

Ervin menundukkan wajahnya dengan malu. Ia merasa bersalah telah membuat masalah antara kakak beradik itu. Ia juga merasa kasihan kepada Giselle yang harus tahan banting dengan kakaknya yang bermulut pedas.

"Gue nggak papa, Bang. Udah biasa mereka ngelakuin itu. Kak Giselle sama Kak Nora nggak salah sama sekali," ungkap Ervin dengan suara lirih.

Giselle mengeluarkan wajahnya dari belakang punggung Nora. Tangannya berpegangan dengan pundak sahabatnya dengan wajah lucu saat ketakutan. Ia bertanya, "Tau dari mana lo nama gue?"

Ervin hendak menjawabnya. Namun, Giovanni memotong pembicaraan Ervin. Laki-laki itu memasukkan roti ke mulut adik kelasnya.

"Lain kali lawan aja mereka, Ervin. Jangan lemah lo jadi cowok! Lo jangan kayak orang yang manja lalu dikit-dikit nangis ngadu ke temen atau pacar," saran Giovanni dengan mengambil kerupuk di nampan Ervin.

Nora hanya bisa mengelus dadanya. Ia merangkul Giselle mencoba menenangkan sahabatnya agar tidak menangis. Urusannya bakal ribet jika ketahuan oleh Yudha, pacar Giselle yang juga bendahara OSIS. Mungkin nanti suasana kantin akan menjadi mencekam.

Nora mengajak sahabatnya untuk duduk. Ia meminta izin kepada Giovanni untuk minta air mineral walaupun awalnya tidak terima. Mereka duduk dengan Giselle yang diam memegang erat tangan sahabatnya.

"Sayang, ini makanan buat lo. Lalu ini punya lo, Ra." Yudha menyerahkan makanan untuk kedua gadis itu dibantu oleh bibi kantin.

"Ngapain kalian duduk sama dia? Orang kayak dia mending nggak usah diajak," usul Yudha menatap keberadaan Giovanni.

Giovanni hanya tertawa saja dengan menatap sinis berucap, "Dasar orang-orang nggak tau diri! Yang duduk lebih awal siapa? Baru jadi anggota OSIS aja sombong apalagi udah dapat harta keluarga gue."

Nora hanya bisa diam sebagai orang yang waras. Ia melihat ke arah Ervin yang merasa canggung dengan mereka. Ia mendorong pelan tubuh Giovanni untuk duduk di samping laki-laki itu.

"Udah diobati lukanya?" Nora mengelus wajah Ervin dengan menatap mata lelaki itu dengan ramah.

"Udah gue yang obatin. Nggak usah diharap itu cowok. Dia nggak suka repotin orang," keluh Giovanni dengan mendorong tubuh Ervin.

Giselle menatap ke arah kakaknya dengan ragu. Ia mengetikkan suatu pesan kepada Nora. Ia memberikan tatapan memohon pada Nora dengan menunjuk ponselnya seolah memberikan kode.

"Kak Gio gue mau nanya. Kakak udah sejak kapan kenal Ervin?" tanya Nora dengan sopan.

"Lalu Ervin lo juga. Jangan pasrah mulu kayak tadi! Gue kan udah kasih gelang berharga itu. Gunain yang baik dulu sama jangan lupa jaga gelangnya dengan baik," timpal Nora dengan menggenggam lengan Ervin yang memperlihatkan gelangnya.

Giovanni menatap Nora dengan mengerutkan keningnya mencibir, "Kepo lo! Nggak ada urusannya sama sekali."

...****************...

Nora menapakkan kakinya di lantai marmer rumahnya yang megah. Ia merasakan kesunyian yang menusuk hatinya, meski ada banyak asisten rumah tangga yang sibuk beraktivitas. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang paling ia rindukan.

“Bi, Bunda di mana ya?” tanyanya dengan suara lembut.

“Nyonya sudah pulang dari sore, Nona. Mungkin Nyonya sedang beristirahat di kamar.”

“Oh, begitu. Terima kasih, Bi!” ucap Nora dengan senyum manis.

Ia bergegas naik ke lantai dua, melompati anak tangga dengan riang. Ia ingin segera memeluk bundanya dan menceritakan semua hal yang terjadi di sekolah hari ini. Ia selalu menanti-nanti momen ini setiap harinya.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia sampai di depan pintu kamar bundanya. Ia mendengar isak tangis yang pelan tapi menyayat hati. Ia mengintip lewat celah pintu dan melihat bundanya duduk di tepi tempat tidur, memegang sebuah bingkai foto dengan tatapan nanar.

Nora merasakan sesak di dadanya. Ia tahu siapa yang ada di dalam foto itu. Pria yang membuat bundanya menderita dan menangis setiap malam. Pria yang tidak pernah ada untuk mereka berdua.

Nora mundur perlahan dan berjalan menuju kamarnya dengan hati hancur. Ia tidak tega mengganggu bundanya yang sedang bersedih. Ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan pelan. Ia melemparkan tas sekolahnya ke sofa dan duduk di meja belajar.

“Kenapa harus begini?” gumam Nora dengan kesal.

Ia mengeluarkan sebuah buku catatan berwarna biru langit dari tasnya. Ia membuka halaman terakhir dan mulai menulis dengan pulpen hitam. Tulisannya berantakan dan penuh coretan, mencerminkan kekacauan hatinya. Ia menumpahkan semua perasaannya dalam kata-kata.

27 juli 2023

Hari ini aku bertemu dengan cowok aneh yang selalu diam dan takut-takut. Dia kayaknya baik banget, tapi juga bodoh banget. Dia gak bisa melindungi dirinya sendiri dari orang-orang jahat di dunia ini. Aku heran dia bisa jadi temen sama Giovanni, kakaknya Rina.

Giovanni itu kakak kelas yang bermulut  pedas di sekolahku. Dia lumayan baik kepada orang lain jika punya mood bagus, tapi dia selalu jahat ke adeknya sendiri. Tapi dia lebih sayang sama cowok aneh itu daripada adiknya sendiri. Aku penasaran banget sama hubungan mereka.

Aku pengen banget cerita sama bunda tentang cowok aneh itu, tapi aku gak mau ganggu bunda yang lagi sedih. Aku sayang banget sama bunda, dia orang terbaik di hidupku. Aku benci banget sama pria brengsek itu yang bikin bundaku nangis terus :(

“Aku harap bunda bahagia,” bisik Nora dengan air mata di mata.

...****************...

Jangan lupa vote dan komen 🤗

Wah, nggak nyangka hidup Nora kayak gini juga 🥲

Next👑

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!