NovelToon NovelToon

Kebencian: Peluruh Cinta

Bab 1 Dokter Jingga

Aurora menatap kesal pada ponsel yang ia genggam. Bagaimana bisa sang papa membuat dia berada di posisi seperti ini.

Kenapa dia harus berada di posisi yang membuat Aurora benar-benar ingin menangis. Apa salahnya ia ingin menjadi dokter kenapa sang papa tak mengijinkannya.

Mengemban pendidikan selama empat tahun di Amerika guna mewujudkan keinginan kedua orang tuanya.

Walau Aurora secara sembunyi-sembunyi dia juga belajar ilmu kedokteran. Mudah bagi Aurora mempelajari semuanya.

Bahkan Aurora sengaja menurunkan nilai kuliah awal agar dia lebih lama di Amerika demi menutupi kuliah jurusan dokternya.

Ya, sekaligus Aurora kuliah dalam dua jurusan bahkan Aurora sangat sukses dalam bidang kedokterannya.

Orang lain pasti akan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menjadi dokter hebat namun dalam kurun waktu tiga tahun Aurora sudah menyandang gelar dokter jenius termuda yang selalu di juluki dokter Jingga.

Karena kecerdasannya dalam bidang kedokteran membuat Aurora selalu di buru oleh belahan rumah sakit dunia namun tak satupun yang Aurora terima.

Yang lebih kerennya tak ada satu orangpun yang tahu bagaimana wajah dokter Jingga tersebut karena setiap kali melakukan operasi Aurora meminta ruang privasi.

Ruang khusus untuk dirinya bahkan kerap kali Aurora selalu menutup wajahnya dengan masker ketika dia menghadiri acara-acara khusus.

Kecerdasan Aurora jangan di ragukan lagi keluarga Al-biru tak pernah gagal dalam benihnya.

Kecerdasan Aurora sama seperti Fatih bedanya Aurora memilih memperdalam ilmu kedokteran dari pada bisnis.

Walau begitu Aurora tetap mempelajarinya takut sang papa curiga dengan apa yang ia lakukan karena tak ada keturunan Al-biru yang menjadi dokter semuanya pebisnis, politik di balik king mafia asia.

Awalnya Aurora sangat bahagia ketika ia memilih bergabung di rumah sakit milik Shofi. Aurora yakin hanya Shofi yang bisa di percaya walau pada dasarnya Aurora pun belum berani jujur pada Fatih.

Beberapa bulan bergabung di sana membuat Aurora senang namun kebahagiaan itu sirna ketika sang papa penyuluhnya kembali.

Tak ada senyuman di bibir Aurora ketika ia pulang ke Indonesia hanya ada tangisan yang mengiringi perjalanan Aurora.

Di sepanjang Aurora hanya bisa menitikkan air mata.

Rasa marah, kesal, sedih berkumpul jadi satu membuat Aurora sulit mengungkapkannya.

Kenapa sang papa tak mengerti keinginannnya sampai menentang keras seperti itu seolah itu bukan sifat asli Farhan.

Di balik penentangan itu seolah ada sesuatu besar yang sang papa sembunyikan seolah ada ketakutan dan luka.

Brak ...

Aurora membanting pintu mobil dengan keras membuat para bodyguard terkejut.

Jarang sekali melihat nona muda berperilaku seperti itu biasanya Aurora selalu sopan pada mereka.

Apa pergaulan di luar negri mempengaruhi jati diri nona muda.

Para bodyguard tak tahu jika Aurora sangat kesal sekali namun Aurora sulit untuk melupakannya.

Bukankah perusahaan masih ada om Dom yang menggantikan almarhum om Alam kenapa harus dia yang mengambil alih.

Kapan Aurora bisa terbang meraih cita-cita tanpa kekangan yang membuat Aurora tak bisa berkutik apalagi jika sang papa sudah angkat bicara.

Brak ...

Lagi-lagi Aurora membanting pintu mobil ketika sudah keluar.

Aurora berjalan santai dengan wajah kerasnya masuk kedalam rumah yang sudah lima tahun terakhir ini ia tinggalkan.

Queen tersenyum melihat putrinya yang sudah sampai, rasa rindu begitu menggebu membuat Queen ingin menjewer Aurora yang malah kabur ke Jerman dengan alasan liburan.

Queen tak tahu jika Aurora bukan berlibur melainkan bekerja di rumah sakit Shofi.

Senyuman Queen seketika pudar melihat wajah putrinya yang nampak dingin.

"Sayang,"

Queen memeluk putri semata wayangnya dengan penuh kasih sayang walau hati Queen mencelos karena Aurora tak membalas pelukannya.

Kepulangan Aurora kali ini nampak berbeda seolah dia bukan Aurora nya dulu yang selalu hangat dan manja jika pulang ke Indonesia bahkan Aurora akan berlari sambil berteriak berhambur kedalam pelukannya. Namun kali ini nampak berbeda seolah ada aura besar yang akan terjadi.

Apalagi tatapan Aurora nampak berbeda menatap Farhan yang juga menatapnya dingin.

Entah ada apa antara anak dan ayah itu kenapa mereka menatap penuh permusuhan.

Queen tahu Aurora putrinya yang paling keras kepala sama seperti dia dulu walau pun begitu Queen juga tahu Aurora tak pernah memasang wajah seperti ini pada kedua orang tuanya.

"Sayang, kamu pasti cape istirahat dulu ya!"

Bujuk Queen mencoba memecah suasana yang menyeramkan ini.

Queen menarik tangan putrinya menuju kamar dengan tatapan tajam menatap sang suami.

Deg ...

Queen terdiam tiba-tiba Aurora memeluknya sangat erat ketika mereka sudah berada di dalam kamar.

Queen menautkan kedua alisnya ketika mendengar Aurora menangis.

"Sayang!"

Aurora semakin terisak di pelukan Queen membuat Queen mencoba diam membiarkan Aurora meluapkan emosinya.

"Rora kangen Bunda!"

Isak Aurora semakin mengeratkan pelukannya. Queen membalas pelukan sang putri tak kalah erat.

"Ada apa hm, apa ada masalah! apa kakak di sana tak menjaga putri cantik bunda?"

Tanya Queen sambil menghapus air mata Aurora. Aurora hanya menggelengkan kepala saja.

"Kenapa nakal hm, liburan lama sekali di Jerman bunda kan kangen!"

"Mana ada lama Bun, baru satu tahun!"

"Baru!"

Aurora terkekeh sambil menghapus air matanya melihat tatapan sang Bunda yang menggemaskan.

"Satu tahun bagaimana, kamu liburan satu tahun sebelas hari!"

"Siapa suruh papa nyuruh kuliah jurusan bisnis Bunda kan tahu Rora bukan kak Fatih yang tahu bisnis!"

"Satu tahun liburan mana cukup untuk merefresh otak Rora!"

Aurora mengerucutkan bibirnya membuat Queen menghela nafas berat.

"Minta maaf ya sama papa nanti?"

"Gak mau!"

"Sayang!"

"Sebelum papa ijinkan Rora masuk kedokteran!"

Queen menghela nafas kasar semenjak Aurora pergi ke Amerika memang hubungan Farhan dan Aurora semakin renggang. Apalagi sang suami berbuat ulah lagi membuat Aurora seperti ini.

Entah apa yang harus Queen lakukan agar hubungan suami dan anaknya baik-baik saja.

"Nak cobalah bersabar usia Mentari tak secukup itu memimpin perusahaan!"

"Bunda sama saja!"

Cetus Aurora membuang muka dengan tangan mengepal erat. Kenapa tak ada yang mau mengerti akan dirinya. Kenapa harus dia yang menggantikannya.

"Cuma sebelas tahun, bunda mohon!"

"36 tahun usia tua untuk sekedar mengejar gelar dokter!"

"Sa--"

"Keluar!"

Deg ...

Lagi-lagi hati Queen mencelos mendengar nada bicara sang putri yang kembali berbeda.

Queen tak bisa berbuat lebih untuk bisa membuat Aurora mengerti jika keputusan ini hal yang terbaik untuknya.

Queen yakin Aurora akan membenarkan segala keputusan sang suami.

Queen bukan membela Farhan namun Queen percaya jika Farhan melakukan hal yang terbaik untuk Aurora.

"Istirahat nak, bunda akan kembali saat waktu makan malam!"

Hiks ...

Aurora kembali menangis melihat sang Bunda sudah menghilang di balik pintu. Kenapa tak ada satupun yang mengerti dirinya.

Aurora hanya ingin bebas mengejar cita-cita nya bukan malah terbelenggu dengan perusahaan yang bahkan bukan milik dia.

Andai saja Aurora punya keberanian untuk mengungkap kebenaran nya, apa keadaan ini akan berubah atau masih tetap sama.

Bersambung ...

Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ....

Bab 2 Hanya satu syarat

"Aurora terima asal papa mengijinkan Aurora jadi dokter!"

Tegas Aurora menatap sang papa dingin hanya itu jalan satu-satunya Aurora bernegosiasi dengan sang papa.

"Jangan bernegosiasi dengan Papa Rora!"

Queen menahan lengan sang suami agar jangan terlalu keras pada Aurora. Aurora baru pulang dari liburannya Queen tak mau Aurora malah kabur-kabur lagi.

"Hanya satu syarat, kenapa susah sih pa!"

"Rora gak meminta apapun selain jadi dokter bukan pebisnis seperti kalian!"

Farhan mengepalkan tangannya kuat dengan rahang mengeras bagaimana mungkin putri satu-satunya yang ia sayangi bisa membangkang perintahnya.

"Rora selalu menuruti keinginan papa, tak bisakah papa menuruti keinginan Rora kali ini!"

Brak ...

Farhan menggebrak meja membuat Queen terperanjat begitu juga Aurora bahkan tatapan Farhan terlihat berbeda kali ini.

Terlihat sangat menyeramkan seolah itu bukan tatapan Farhan yang biasanya.

Farhan tak pernah marah atau membentak sekeras ini namun entah kenapa Farhan bisa sekeras ini pada Aurora.

"Pa!"

Aurora tetap pada pendiriannya menatap sang papa penuh kesakitan. Sedang Farhan hanya diam saja dengan tatapan dinginnya tatapan yang sangat aneh baru kali ini Aurora melihatnya.

"Buktikan maka papa akan memberikan satu kesempatan itu!"

"Papa!"

Lilir Aurora menatap sendu sang papa yang pergi begitu saja meninggalkan ruang kerjanya.

"Bunda!"

Queen menarik Aurora kedalam pelukannya. Queen faham bagaimana perasaan Aurora saat ini. Namun Queen tak bisa berbuat apa-apa selain diam.

"Salahkah Rora berbeda bunda?"

Isak Aurora kesal, marah, sedih bercampur jadi satu.

"Kamu tak salah sayang, maafkan papa ya!"

Maafkan bunda nak, bunda yakin suatu saat nanti kamu akan berterimakasih pada papa. Semua ini untuk kebaikan kamu!

Batin Queen tak kuat kenapa harus seperti ini.

Queen memilih diam saja membiarkan waktu yang menjawab segalanya.

Queen berharap putrinya bisa mengerti dengan keadaan ini.

.

Karena terlalu lama menangis Aurora sampai ketiduran di pangkuan Queen.

Cklek ...

Farhan masuk melihat Queen dan Aurora sejenak Farhan menghela nafas.

Dengan hati-hati Farhan menggendong Aurora. Walau di usianya sudah tak muda lagi Farhan tetap kuat menggendong Aurora.

Queen mengekor dari belakang, Queen tersenyum melihat suami dan putrinya. Queen teringat dulu ketika Aurora masih remaja. Farhan selalu memindahkan Aurora ketika tidur di mana tempat.

Perlahan Farhan membaringkan Aurora di atas ranjang.

"Maafkan papa nak!"

Cup ...

Farhan mengecup lembut puncak kepala Aurora. Sudah selesai Farhan memutuskan keluar di ikuti Queen dari belakang.

"Pa, apa ini tak terlalu menyakiti Aurora?"

Ucap Queen semenjak anak-anak dewasa Queen memang selalu memanggil Farhan papa atau sayang.

"Entahlah, tapi ini yang terbaik. Kita tunggu sampai dimana kelak Aurora berani mengatakan semuanya pada kita. Papa tak mau ambil resiko di saat Aurora belum memiliki keberanian!"

"Tapi Bunda tak tega melihatnya!"

"Untuk itu papa akan menjaganya, Aurora berbeda dengan Fatih!"

"Di usinya yang masih remaja Fatih sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri tapi tidak dengan Aurora!"

"Aurora sama seperti papa hatinya penuh kelembutan, ketidak nyamanan dan tak tega!"

Farhan tersenyum mendengar ucapan sang istri. Memang seperti itu berbeda dengan Fatih dan Aksara yang mempunyai jiwa pemberani di usai muda sama seperti Queen dulu.

"Untuk itu papa tak akan membiarkan putri kita celaka!"

"Bunda pikir semuanya sudah berakhir kenapa harus putri kita yang mereka cari!"

"Karena dia keturunan Al-biru yang menguasai kecerdasan kakek!"

Farhan menerawang jauh mengingat masa kecil dia dulu sebelum adanya pembantaian.

Tragedi yang sangat menyakitkan terjadi bahkan sampai sekarang Farhan masih mengingat dengan jelas bagaimana kakek dan neneknya meninggal begitupun dengan kedua orang tuanya sampai Farhan mengalami depresi.

"Berjanjilah jangan biarkan Aurora terluka!"

"Janji!"

Queen memeluk sang suami erat sangat erat mencoba tenang dan berpikir jernih.

Begitupun Farhan membalas pelukan sang istri tak kalah erat.

Queen tak menyangka masa lalu akan kembali.

.

Perlahan kedua mata Aurora terbuka ketika sudah mendengar pintu kamarnya di tutup.

Aurora memegang keningnya yang Farhan kecup tadi.

"Apa yang sedang papa dan Bunda sembunyikan?"

Gumam Aurora pada dirinya sendiri Aurora merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Entahlah Aurora tak bisa menebaknya apa yang akan terjadi kedepannya. Aurora berharap sang papa bisa menepati janjinya itu saja.

"Baiklah Rora kamu harus semangat, karena kamu hanya mengajukan satu syarat saja. Jalani demi menjadi dokter dan Mentari!"

Monolog Aurora menyemangati dirinya sendiri.

Aurora sama seperti Fatih sangat menyayangi Mentari baby mungil lahir tanpa melihat kedua orang tuanya.

Andai saja om Alam masih ada dan Fatih tak memutuskan tinggal di Jerman mungkin nasib Aurora tak seperti ini yang harus mengalah demi semuanya.

Mengalah akan melepas Fatih mengejar kebahagiaan dan mengalah menunda studi nya demi Mentari.

Apakah daya, Aurora tak cukup berani untuk menentang kedua orang tuanya.

Walau Aurora keras kepala dan pemberani tapi di hadapan kedua orang tuanya Aurora sangat lembut dan patuh.

Padahal di luar Aurora terkenal garang dan jago berantem itulah Aurora.

Aurora kembali memutuskan untuk istirahat berharap esok hari yang baik untuk ia jalani.

Esok adalah hari pertama dan pengalaman pertama bagi Aurora memegang alih perusahaan.

Apa Aurora mampu atau tidak kita tidak tahu. Jam terus berputar seiring dengan putarannya.

Bulan telah berganti mentari yang selalu menebarkan senyum semangat pada penghuni bumi.

Bahkan nampak malu-malu mentari nerobos masuk dai celah-celah ventilasi membangunkan Aurora yang masih terbungkus selimut.

Dengan sangat malas Aurora bangun dari tidurnya. Aurora membuka semua gorden mengizinkan mentari menyebarkan aura semangat kedalam kamarnya.

Huh ...

Aurora menghela nafas berat melihat pantulan dirinya yang sudah rapi dengan stelan kantor.

Aurora berusaha belajar tersenyum manis agar para karyawan tak kabur. Namun semakin di paksakan senyuman Aurora bukannya manis malah semakin menyeramkan.

"Bodo amat tak usah ramah!"

Kesal Aurora karena tak bisa menjadi diri orang lain. Aurora tak suka senyum ke sembarang orang.

Wajah yang datar dengan pelit senyuman membuat Aurora terlihat angkuh.

Apa boleh buat emang sejatinya seperti itu Aurora.

"Senyum dong kak!"

Cetus Aksara sangat kesal melihat Kaka tercantik nya selalu datar.

"Hm,"

"Jangan gitu juga!"

Beo Aksara gemas melihat wajah datar kakak cantiknya.

"Diam de!"

Tekan Aurora melotot kesal sendari tadi adik gantengnya selalu menggoda dia.

"Sudah-sudah kakak adek habiskan sarapannya!"

Potong Queen sambil memasukan sandwich kedalam mulut Aksara membuat Aurora tersenyum puas.

"Aisstt, Bunda!"

Rengek Aksara tak jelas dengan mulut penuh sandwich.

Begitulah keluarga itu menjalani pagi harinya. Pasti selalu ada pertengkaran ataupun perdebatan kecil di antara anak-anak.

Dulu Fatih selalu menjahili Aurora kini Aksara yang melakukannya.

Suasana itu membuat Queen rindu tanpa terasa ternyata putra putrinya sudah beranjak dewasa.

Usia Aurora sudah menginjak dua puluh dua tahun sedang Aksara baru menginjak lima belas tahun.

"Adek bawa motor jangan ugal-ugalan dan kakak berangkat kantor bareng papa!"

"Siap papa!"

Hormat Aksara sedang Aurora hanya diam saja membuat Queen menghela nafas.

Bersambung ....

Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...

Bab 3 Hari pertama

Desak desuk berita pergantian CEO menyebar luas bahkan semua karyawan sudah siap menyambut tuan putri Al-biru.

Ada banyak memasang wajah dalam penyambutan itu. Antusias, ketakutan, penasaran dan biasa saja bercampur jadi satu.

Pasalnya mereka tidak pernah tahu bagaimana wajah tuan putri Al-biru.

Rumor yang beredar Aurora sosok kejam dan dingin tapi entahlah mereka semua belum tahu.

Tak ...

Tak ...

Suara langkah kaki terdengar begituan nyaring membuat semuanya berdiri tegap.

Farhan berjalan di ikuti Dom dari samping sedang Aurora berjalan di belakang Farhan dengan mata sibuk menatap layar ponselnya.

Semua orang menunduk hormat pada Farhan yang sudah berdiri di antara mereka.

"Pagi semuanya, terimakasih atas penyambutan nya!"

"Seperti yang sudah kalian ketahui bahwa posisi CEO sudah lama kosong semenjak meninggalnya adik saya. Tapi hari ini posisi itu akan di ambil alih oleh putri saya Aurora!"

Prok ....

Semua orang bertepuk tangan namun tepukan tangan itu seketika berhenti ketika Farhan bergeser.

Terlihatlah wajah cantik Aurora membuat semua karyawan laki-laki terpesona.

Tubuh tinggi dengan body aduhai, bibir tipis hidung mancung berhias kacamata hitam.

Sungguh maha karya yang sempurna membuat semua pikiran teralihkan.

Deg ...

Salah satu karyawan laki-laki hampir saja pingsan ketika Aurora membuka kacamata nya.

Alis tebal dengan bulu mata lentik menghiasi mata indah dengan bola mata coklat.

Keindahan itu membuat semua orang terpesona akan kecantikan itu. Namun mata mereka tak kuat memandang ketika mata Aurora menatap tajam setiap orang yang memandangnya penuh puja.

Siapa sangka mata teduh itu menyimpan tikaman yang sangat menyakitkan bahkan tak ada senyuman sedikit pun di bibir Aurora.

"Hallo semua nya, mohon atas kerja samanya saya berharap kalian benar-benar bisa membantu saya membesarkan perusahaan ini!"

Suara lembut penuh ketegasan membuat mereka hanyut dan bergidik ngeri juga.

Keluarga Al-biru memang tak bisa di remehkan. Wibawa, ketegasan, profesional dan keangkuhan terasa jelas dari auranya.

Sudah penyambutan besar-besaran Aurora di antar kedalam ruangannya tempat Alam dulu.

Dominic selalu setia menjadi asisten Alam dan sekarang dia tetap menjadi asisten nona muda Al-biru. Suatu kehormatan bagi Dom bisa melayani keluarga Al-biru.

Lima tahun pasca meninggalnya Alam membuat Dom harus bekerja Extra. Walaupun begitu perusahaan tetap berjalan maju bahkan tak sedikitpun mengalami penurunan.

Walau hati perusahaan sudah tak ada masih ada nyawa perusahaan yang tetap berdiri tegak.

Bahkan tak ada yang berani menggulingkan karena mereka harus berurusan dengan Farhan.

"Papa berharap kamu mampu!"

"Jangan lupa syaratnya pa!"

Farhan tersenyum seringai mendengar ucapan putrinya yang masih keras kepala.

"Tunjukan maka papa kabulkan!"

Aurora mengepalkan kedua tangannya menatap kepergian sang papa.

Aurora akan buktikan jika ia mampu membesarkan perusahaan bahkan bila perlu Aurora akan melebarkan sayapnya ke benua eropa dan benua lainnya.

"Maaf nona, ini berkas-berkas yang harus nona pelajari!"

Sopan Dom sambil memberikan setumpuk berkas pada Aurora.

"Ayolah om jangan kaku begitu panggil saja Rora!"

Dom hanya diam saja karena tak seberani itu

walau Dom tahu Aurora selalu welcome.

Aurora mendengus kesal melihat wajah datar Dom.

"Baiklah tinggalkan saya sendiri!"

Dom mengangguk hormat lalu undur diri membiarkan Aurora mempelajari semuanya.

"Semangat Rora, ini hari pertama mu harus semangat!"

Monolog Aurora menyemangati dirinya sendiri.

Aurora membaca beberapa judul tumpukan berkas dari berbagai divisi dan berkas-berkas penting lainnya.

Pertama-tama Aurora membuka berkas tentang marketing pemasaran.

Wajah Aurora nampak serius mempelajarinya. Saking seriusnya bahkan tak terasa Aurora melewatkan makan siangnya.

Dom tak berani masuk mengingatkan karena Aurora bukan Alam yang bisa keluar masuk tanpa izin dulu.

Dom pun kurang tahu bagaimana sikap gadis pemberani yang dulu selalu membuat onar kini tumbuh menjadi gadis anggun dan feminim.

Aurora melirik jam pergelangan tangannya dengan helaan nafas panjang. Aurora menyimpan berkas terakhir yang ia pelajari.

Tok .. tok ...

Dom memberanikan diri mengetuk pintu membuat Aurora langsung menyahut mempersilahkan Dom masuk.

"Nona anda telah melewatkan makan siang, ini makanlah dulu!"

"Ayolah om jangan se-formal itu!"

"Maaf nona!"

Aurora menghela nafas berat Dom memang sahabat om Alam yang paling setia bahkan sampai sekarang selalu membantu dan memegang perusahaan agar tetap maju.

"Temani?"

Dom terdiam tak berani membantah, Dom duduk di hadapan Aurora.

"Bagaimana kabar aunty Vina dan Stephen?"

"Mereka baik, kapan-kapan nona bisa berkunjung!"

Aurora mengangguk sambil memakan makanan yang Dom belikan.

Vina adalah istri dari Dom sendiri sedangkan Steph putra om Dom sendiri usianya sekarang sama dengan Mentari.

Sudah sepuluh tahun Dom mengabdi pada keluarga Al-biru membuat Dom tahu bagaimana sipat sikap keturunan bos nya itu.

Walau keras namun mereka semuanya mempunyai hati yang tulus sama seperti Aurora di luar Aurora sangat menyeramkan sekali namun sikap Aurora akan hangat pada orang-orang terdekatnya dan selalu menghormati siapapun itu yang lebih tua darinya.

"Terimakasih om sudah bawakan makanan kesukaan Rora!"

"Nyonya besar yang memberi tahu!"

Jujur Dom karena memang tadi Dom sempat bertanya pada Queen makanan apa kesukaan Aurora.

"Besok-besok om tak usah repot-repot bawakan Rora makan siang, nanti Rora makan siang di kantin karyawan saja!"

"Nona lebih baik makan di kantin khusus para petinggi saja!"

"Tak apa om, Rora hanya ingin melihat dan mengenal bagaimana karyawan di sini karena masih banyak yang harus Rora pelajari!"

"Baiklah nanti saya temani!"

"Terimakasih om,"

"Mungkin lusa nona akan semakin di sibukkan dengan berbagai Schedule!"

"Mohon bimbingannya om!"

Dom mengangguk membuat Aurora sangat senang setidaknya Aurora sedikit semangat untuk mewujudkan apa yang sang papa inginkan. Aurora akan buktikan jika ia mampu melakukannya.

Mungkin hari-hari yang Aurora lalui akan berat Aurora berharap ia bisa melewatinya sampai waktu tiba.

Mengorbankan semuanya demi keponakan tersayang. Jika mengingat itu membuat Aurora merasa miris.

Mentari lahir dengan keadaan yang sangat menyakitkan di mana Aurora harus kehilangan om dan juga Tante sekaligus.

Andai saja bukan karena Mentari Aurora tak akan mau demi Mentari Aurora akan lakukan segalanya.

Mentari begitu malang Aurora berharap kelak kehidupan Mentari jauh lebih baik dari pada ini.

"Om jangan khawatir, Rora akan menjaga perusahaan ini sampai dimana Mentari berhak memilikinya!"

Gumam Aurora menatap photo dirinya dan om Alam di mana photo tersebut ketika Aurora masih sekolah.

Walau perusahaan itu ada hak Aurora juga namun Aurora tak menginginkan itu semua. Yang Aurora inginkan hanya jadi dokter itu saja.

Entah kenapa Aurora menginginkan menjadi dokter ketimbang melanjutkan perusahaan sang papa atau perusahaan sang Bunda.

Aurora sendiri tak tahu, hati Aurora yang menggerakkan semuanya. Mungkin berawal juga ketika kematian sang Oma Adelia.

Meninggal tepat di hari ulang tahun Aurora dengan penyakit yang tak ada satupun keluarga yang mengetahuinya.

Rasa bersalah dan penyesalan membuat Aurora ingin menjadi seorang dokter guna melindungi keluarganya.

Bersambung ...

Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!