Selamat membaca :)
***
Hai, namaku Qiana Az-Zahra usiaku kini tak lagi muda untuk seorang gadis, yap tahun ini usiaku menginjak 26 tahun tapi sampai saat ini aku belum dipertemukan dengan pemilik rusuk yang kubawa. Bukan karena aku pemilih, tapi karena peristiwa di masa laluku yang membuatku tak mudah memberi hati pada lawan jenis. Bukan karena di tolak apalagi di putuskan, tapi karena suatu hal yang telalu rumit untukku yang baru ABG labil saat itu. Keputusan yang aku ambil saat itu membuatku jauh dari kedua orang tua dan saudaraku selama 8 tahun terakhir.
Saat ini aku bekerja di Rumah Sakit Swasta terkenal di Jakarta. Bukan, bukan menjadi seorang dokter namun menjadi Kepala Bagian Pengolahan Limbah yang dihasilkan Rumah Sakit tempatku bekerja. Yapp, aku Sarjana Teknik Lingkungan 4th lalu, tapi aku sudah mulai bekerja 5 tahun di RS ini, semua berawal sejak aku mulai magang di RS ini.
Aku tinggal seorang diri di Ibu Kota, semenjak lulus SMA aku sudah tinggal di Jakarta yang awalnya kost sampai sekarang aku memiliki hunian kecil di dekat RS tempatku bekerja. Awalnya memang susah dan tentunya was-was tinggal di kota besar seorang diri, tapi lama kelamaan nyaman juga hehe apalagi bisa dikelilingi orang-orang baik yang terus memberikan dukungan dan aura yang tentunya positif.
Selama 8 tahun menjalani kehidupan yang jauh dari orang tua membuatku menjadi pribadi yang mandiri, sekalipun aku anak bungsu di keluargaku, bukan berarti aku anak yang manja dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku dua bersaudara Kakakku laki-laki namanya Ali Reza Suryatama, aku biasa manggilnya Abang. Papaku, Rizal Suryatama beliau seorang dosen fisika murni di salah satu kampus terkenal di Surabaya beliau juga memiliki beberapa usaha di bidang kuliner di bantu oleh Mamaku yang palinga baik dan pengertian, Mama Rima Sulistiyaningsih.
8 tahun merantau aku sama sekali tidak pernah kembali ke Surabaya, jika Papa, Mama, dan Abang rindu mereka yang akan berkunjung entah di Jakarta atau di Bandung, di rumah Nenek dari Mama yang selalu aku kunjungi sewaktu hari libur tiba. Karena keluarga terdekatku saat ini adalah Nenekku yang tinggal di kota tetangga.
***
Author POV
Seperti biasa Jakarta selalu macet kala pagi, apalagi jam-jam kantor seperti ini. Mau rumah dekat atau jauh dari tempat kerja, jika bangun telat sedikit saja dapat dipastikan telat datang ke tempat kerja. Kata 'Jakarta Keras' bukan hanya main-maian apalagi candaan belaka tapi sebuah fakta.
Qiana, berlarian dikoridor Rumah Sakit menuju ruangannya. Hari ini Qia telat berangkat bekerja karena setelah sholat subuh dia ketiduran dan bangun pukul 07.00 WIB.
"Qia? apa betul dia Qiana temanku saat SMA? bukannya dia tinggal di Bandung di Rumah neneknya?" Gumam seorang lelaki yang melihat Qiana berlarian di koridor.
"Berlarilah sejauh yang kau mau, tapi jika lelah, cukup kembalilah padaku. Dan berbagilah semua rasa yang pernah ingin kau lupakan padaku," Batin Setya ketika mengingat masa lalunya bersama dengan Qiana.
Lelaki itu pun meneruskan niat awalnya untuk bertemu teman kuliahnya yang bekerja di RS tersebut, dengan perasaan yang bercampur aduk antara senang, sedih, juga takut. Namanya Setya Atmadja, ya lelaki itu adalah bagian dari masa lalu dari seorang Qiana, lelaki yang mampu mengubah keseluruhan jalan hidup yang Qiana jalani sekarang. Lelaki yang sudah 8th hilang dari pandangan Qiana, oh bukan, melainkan Qiana yang menghilang dengan kepergiannya ke Ibu Kota dengan alibinya mengatakan pada teman-teman SMAnya tinggal di Bandung bersama neneknya.
"Set, woyy disini!" Teriak seorang lelaki memanggil Setia yang tengah celingukan di pintu kantin RS. Setya pun bergegas menghampirinya.
"Woyy, gilaa lama ngga ketemu makin item aja sih loh." Balas Setya dengan tos ala pria, lalu segera duduk di depan Bagas temannya.
"Hahaha, bisa aja sih lu. Oh ya, thank's bro udah mau nyempetin waktu loh buat ketemu sama gue. Jujur aja gue bingung mau ngehubungin siapa lagi selain loh," Kata Bagas to the point.
"Halah, santai aja kali Gas. Kebetulan juga lagi ada proyek di deket-deket sini. Sekalian lah sejak lulus kuliah kita ngga pernah ketemu lagi, itung-itung reunian berdua wkwkwk." Balas Setya.
Bagas pun menceritakan masalahnya, mengenai perawatan alat-alat RS yang sering rusak padahal sudah dilakukan perawatan dan perbaikan yang sesuai SOP (Standart Operasional Procedure). Sebagai anak pemilik RS, Bagas berkeinginan meningkatkan kualitas layanan RS bukan hanya pada kualitas tenaga medisnya saja tapi juga dalam segi alat dan lingkungan yang baik.
Bagas dan Setya dulunya pernah menempuh kuliah di jurusan yang Sama di Surabaya yaitu D3 Teknik Medical Electronic dan melanjutkan S1 Teknik Elektro, Setya adalah temannya yang jago dan cepat tanggap di masa kuliahnya. Sehingga Bagas yang tengah kelimpungan dengan masalah yang ada di RS keluarganya pun meminta bantuan Setya untuk menyelesaikan masalahnya.
"Eh, iya keasyikan ngobrol kita, mau di pesenin apa nih?" Tanya Bagas.
"Kopi aja aku mah, sama gorengan anget kalau ada. Lagi males makan berat ntaran aja deh, penting kita ngobrol dulu," Kata Setya yang di angguki oleh Bagas.
"Kabar Surabaya gimana? Udah lama aku nggak pernah main ke sana semenjak lulus kuliah cuma 2x aku ke sana," Ucap Bagas sembari mendudukkan kembali tubuhnya di hadapan Setya setelah memesan makanan.
"Ya gituh, sama aja. Eh ada yang berubah ding, itu tatanan kotanya makin cantik pas di pegang sama Ibu Wali Kota," Ujar Setya sambil menyodorkan gawainya, melihatkan beberapa gambar sudut Kota Surabaya yang sudah tampak indah terawat.
"Oh.. itu. Jadi pingin ke Surabaya lagi nostalgia zaman kuliah, mengenang mantan juga hahaha makan rujak cingur di warung tenda dekat kampus. Waaahh gila, rindu banget gue," Kata Bagas sambil menerawang jah kebelakang seakan jiwanya ikut terbang ke masa-masa kuliahnya kembali.
Cetak..
"Auhh, apaan sih main jitak pala orang aja." Kesal Bagas sambil mengusap-usap keningnya.
"Lagian mata lo kayak yang jelalatan gitu. Lo sebenernya keinget sama mantan lo yang kalo makai baju kurang bahan itu kan?" Tuduh Setya yang hanya mendapat cengiran kuda dari Bagas.
***
Dan siapa sangka kedatangannya ke Ibu Kota untuk membantu teman dan menyelesaikan proyek kerjanya, menuntunnya bertemu dengan masa lalunya. Masa lalu yang pernah tak sengaja ia lukai. Akankah takdir Sang Illahi kali ini berpihak padanya?
***
Terimakasih sudah berkenan mampir di cerita pertama Author, terimaksih juga yang sudah memberi like, rate dan kasih vote buat Author yang masih abal-abal dalam menulis. Jika ada masukan, kalian bisa menyampaikannya melalui kolom komentar di bawah.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Masa remajaku sudah berakhir sejak aku memutuskan untuk jauh lebih mandiri dan bertanggung jawab penuh atas diriku sendiri. Hanya ucapan terimakasih untuk kalian dimasa lalu, di masa remajaku. Karena telah mempertemukanku dengan berbagai warna-warna kehidupan. Meski tak semua warna cerah yang hadir, kadang kelabu bahkan hitam pekat pun ikut hadir. Tapi tetapku ucapkan terimakasih, untuk setiap pelajaran, untuk setiap kenangan. ~Ina az-Zahra
Author POV
"Duh, telat 30 menit. Belum lagi katanya anak si Bos besar mau keliling hari ini. Perut lapar banget juga, aahh... kacau banget pagi ini." keluh Qiana sambil berlarian ke ruangannya.
Sesampainya di ruangan, Qiana langsung mulai mengecek pekerjaannya. Selang waktu 2 jam Qiana keluar ruangan sambil membawa beberapa dokumen, ia berjalan santai menuju gudang penyimpanan Limbah B3 untuk menyesuaikan data yang dilaporkan bawahannya karena Limbah B3 yang dihasilkan RS akan diangkut oleh pihak ke-3.
"Bu Qia, kok lemes banget Bu kelihatannya?" Sapa bawahan Qiana yang bertemu di depan tempat penyimpanan Limbah B3.
"Eh, Santi. Gapapa kok San cuman belum sarapan aja hehehe tadi kesiangan." Jawab Qiana dengan cengirannya.
"Yah si Ibu, Santi kira lagi sakit. Ternyata belum sarapan." Jawab Santi.
"Yuk ah, bantu saya ngecek limbah yang udah kekumpul, besok mau ada pihak ke-3 yang mau ngambil Limbahnya," Ajak Qiana. "Siap Bu!!!" Ucap Santi dengan semangat 45.
Dalam waktu satu jam Qiana dan Santi telah menyelesaikan pekerjaannya. Qiana memutuskan untuk membeli sarapan dan membawa ke ruangannya.
"Saya beli makan ke kantin dulu ya San, nanti tolong dokumennya kamu bawa ke ruangan saya aja ya. Makasih" Ucap Qiana sambil berjalan menuju kantin.
"Siap Bu, laksanakan!" Jawab Santi sambil mengangkat tangannya dan menruhnya di dekat pelipis, ikut hormat ala-ala Akmil si Santi, pikir Qiana.
Qiana POV
Perutku udah ngga bisa diajak kompromi lagi jadi aku putuskan untuk beli makanan di kantin RS dan aku bawa ke ruangan aja makan sambil kerja, huuufft. Di jam segini biasanya kantin sepi soalnya udah lewat jam sarapan, jam makan siang juga masih sejaman lagi, jadi ngga bakal riweh deh. Langkah kakiku pun ku percepat, sampai di kantin aku bertemu dengan anak pemilik RS dan seorang pria entah siapa karena dia duduk membelakangiku.
Aku berjalan sambil menimbang-nimbang, apa aku harus menegur Pak Bagas atau tidak, mungkin saja Pak Bagas lupa dengan pegawainya sepertiku ini. Tapi kalau nggak di sapa tiba-tiba dia inget aku kerja di sini gimana?. Emh, yaudah deh aku coba sapa aja SKSD (Sok Kenal Sok Deket) dikit nggak apa-apa kali ya.
Author POV
"Pagi, Pak Bosss." Sapa Qiana yang kini sudah berdiri dI belekang kursi yang di duduki Setya.
"Hah, suara itu. Apa yang berdiri di belakangku ini beneran Qia? Duh deg-degan gini" Batin Setya.
"Hay, Qi. Tumben jam segini ke kantin? Gimana aman Limbahnya, masih sesuaikan sama baku mutu?" Tanya Bagas, mata Qiana berbinar terang sangking senangnya. Ternyata anak pemilik RS tempat dia bekerja mengingatnya bahkan sampai tgas Qiana pun dia tahu. Ada untungnya SKSD sama bos, pikir Qiana. Padahal selama ini Qiana tipe perempuan yang sangat sulit berbaur dengan lawan jenis, mungkin karena Bagas termasuk atasannya jadilah Qiana bersikap SKSD seperti itu.
Sebetulnya Qiana dan Bagas sering bertemu di RS, tapi dasar Qiana yang selalu merasa dirinya itu sulit untuk diingat orang, jadilah dia bersikap dan berfikir lurus tanpa memperdulikan orang lain, kecuali atasannya dalam bekerja. Takut di pecat, hihihihi.
"Yah ni Pak Boss, belum sarapan tadi, jadilah mampir bentar. Kalo limbah mah aman terkendali Bos. Bisa saya antar untuk berkeliling dibagian limbah jika Bapak berkenan." jawab Qiana.
"Sip, deh. Sepertinya hari ini cukup dengan laporan tertulis, karena saya tidak bisa berkeliling ke bagan limbah hari ini. Musti ngurusin peralatan medis. Nih kenalin temenku dari Surabaya kayaknya bakal nyambung sama kamu Qi sama-sama orang Jawa hehehe. Kalau mau makan gabung aja disini ngga usah sungkan." Sambung Bagas sambil memperkenalkan Setya pada Qiana.
"Apa bener yang gue liat tadi Qiana dan sekarang yang dibelakang gue Qia? Apa Qia gue," Batin Setya.
Mau tidak mau Setya pun bangkit dan menoleh kebelakang. Betapa kagetnya Qiana, melihat sosok yang dirindukannya selama 8th, ah bukan, bukan dirindukan melainkan dihindarinya. Begitupun Setya tak kalah kagetnya dengan Qiana. Ada rasa senang yang teramat luar biasa bagi Setya bertemu dengan sosok yang paling dirindukannya selama 8 tahun ini.
"Ya Tuhan, kenapa bisa bertemu dengan orang dimasa laluku. Disaat hati sudah berdamai dengan luka," Batin Qiana sambil bengong melihat makhluk tampan di depannya, bingung dengan situasi yang tiba-tiba menyeret kesadarannya masuk dalam waktu 8 tahun silam.
"Haii, Qiana az-Zahra lama tidak berjumpa," Sapa Setya dengan raut wajah dinetralkan, sedangkan Qiana tegang karena tak mudah menyembunyikan ekspresi keterkejutannya.
"H..h..hai juga Set" balas Qiana gugup.
"Ehm, yaudah Pak Bos aku pesen makan dulu. Maaf ya ngga bisa gabung aku makan di ruanganku aja, kerjaan numpuk banget. Lanjutin ngobrol kalian have fun," Kata Qiana, sambil berlari menuju stan Soto Lamongan Mbok Sum.
"Eh, kok buru-buru gituh sih tuh anak. Kalian udah kenal lama Set? kok kayaknya Qiana agak gimana gituh liat muka loh langsung tegang gitu mukanya," Bagas heran dengan tingkah laku Qiana.
"Ehmm, ya gitu deh. Dia temen SMA gue, temen main, temen belajar, temen kemana-mana gue. Mungkin dia kaget aja soalnya udah 8th kita ngga pernah ketemu. Dia ngilang semenjak lulus SMA." Jawab Setya sambil melamunkan masa putih abu-abunya.
"Hem, kalau dari penglihatan gue sih kalian pernah ada something wromg gituh nggak sih?" Tanya Bagas yang sudah mulai kepo dengan masa lalu pegawainya dan sahabatnya ini.
"Entahlah Gas," Kata Setya.
Setya POV
Qiana yang dulunya chubby dengan lesung pipinya ngga terlalu dalem, yang selalu ada saat gue butuh. Sekalipun gue dingin dan cenderung kasar yang susah banget mengekspresikan apa yang gue rasa. Sekarang setelah 8th dia berubah jadi gadis yang jauh lebih dewasa, pipinya udah ngga chubby. Tapi apa dia masih singgle di usia 26th, secara kebanyakan cewek nikah diusia 23-25th. Dan apa dia udah maafin kesalahan-kesalahan gue dimasa lalu. Bodoh banget gue dulu. Aaahh andai waktu bisa diputar ke masa lalu bakal gue perbaiki kesalahan gue.
Qiana POV
Aduh gila banget, bisa ketemu si Setya. Mana tambah ganteng tuh anak. Mata gue duh khilaf Tuhan, maaf. Ngapain tuh anak ke Jakarta ya, mana Pak Bagas kenal lagi sama tuh anak. Ya Tuhan, lindungi hamba-Mu ini. Kesalahan dimasa lalu, warna terhitam itu muncul kembali meleburkan warna lainnya yang udah nemenin gue selama 8th, pudar sudah.
```
Ini cerita pertamaku, semoga kalian suka ya. Tolong kasih masukannya yaa, biar author bisa memperbaikinya. Makasih, buat yang udah suka sama support author. 💙
```
Selamat membaca, semoga suka....
***
~Masa putih abu-abu, kata banyak orang merupakan masa terbaiknya. Karena kebanyakan dari mereka menemukan yang mereka cari, cita dan cinta.~ Ina az-Zahra
Hari ini Qiana tidak terlalu fokus dengan pekerjaannya, sejak pertemuan kembali dengan bagian masa lalunya. Dilihatnya jam yang melilit indah di pergelangan tangannya, ini sudah masuk jam pulang kerja, Qia bergegas menuju parkiran dan segera memacu motor matic kesayangannya menuju rumah kecilnya yang nyaman. Semenjak keluar dari ruangannya Qia tidak sadar bahwa ia sedang diikuti oleh Setya. Sesampainya di depan rumah Qia, Setya bergegas memacu mobilnya agar tidak diketahui oleh Qia. Tampak Qia yang baru memasukan motornya ke bagasi itu pun segera masuk rumah untuk mandi dan menunaikan shalat asharnya.
"Ya Allah, apa ini takdirku bertemu dengannya lagi? aku harus bagaimana?" Gumam Qiana sambil melipat mukenah dan menaruhnya di meja kerjanya.
Tak sengaja dilihatnya buku kenangan SMA dengan tulisan Verba Volant Scripta Manent di sampul depan, ah lebih tepatnnya album kenangan yang di dalamnya berisi foto, data diri plus kata-kata dan salam-salamnya. Benda yang mengingatkannya akan masa putih abu-abunya. Diambilnya buku itu dengan ragu dan dibawanya menuju kasur. Ingatannya menerawang jauh kebelakang tentang masa suka dukanya, dengan jemarinya yang membuka perlahan buku itu. Wajah-wajah dari bagian masa remajanya terpampang jelas di sana.
Flashback On
" Bun, mau cerita dong." Rengek Tiwi dengan menoel-noel bahu Qia. Qia yang sedang membaca buku kimianya pun segera melipat halaman bukunya dan menutupnya.
Semasa SMA banyak yang memanggilnya bunda, karena sikap dan sifatnya yang kalem, keibuan, teduh, dan tentunya pendengar yang baik serta pemberi solusi dan pendapat yang baik bagi teman-temannya tanpa menyinggunng perasaan teman curhatnya itu.
"Ada apa, Tiw?" Kata Qia sambil menolehkan kepalanya ke Tiwi.
"Bun, aku sedih banget. Masa iya kemarin aku ngelihat si Yovi jalan sama adek kelas kita. Padahal kemarin minta putus sama aku gara-gara dia mau hijrah ngga mau deket-deket sama cewek tapi, bla bla bla," Curhat Tiwi sambil cemberut.
Qia pun menjelaskan dan memberikan pengertian kepada sahabatnya ini yang tengah galau. Dengan perlahan, akhirnya Tiwi bisa menerimanya. Ya, sekalipun Qia belum pernah pacaran dan tidak ada niatan untuk berpacaran tapi teman-temannya sering sekali mencurahkan perasaannya meminta pendapat dan masukan pada Bunda jomblonya.
Qia remaja, bukan tidak pernah merasakan jatuh cinta. Ia pun memiliki seorang yang dicintainya dalam diam, sebab ia belum mampu untuk bermain-main dengan perasaannya, jadilah dia pendam sendiri dan dijadikannya motivasi dan semangat menjalani hari esok. Karena penampilannya yang kalem dan berkerudung, cowok-cowok jadi sungkan sendiri kalau mau dekat-dekat dengan Qia. Kecuali Setya dan kembarannya yang ngga punya sungkan sama Qia, karena mereka cowok yang suka curhat ke Qia sebelum negara api menyerang.
Karena jarang cowok yang dekat sama Qia, Qia merasa karena penampilannya yang tidak terlalu menarik serta karena badannya yang agak gendut. Padahal bukan karena itu, sebenarnya cowok-cowok banyak yang tertarik dengan Qia karena sikapnya yang apa adanya berbeda dengan gadis remaja kebanyakan. Jadilah mereka sungkan, karna kebanyakan cowok seusia Qia pada masa itu mencari gadis-gadis yang mau dipacarinya beda dengan Qia.
"Qi, ntar pulang sekolah makan di mie ayam mas yanto biasanya ya. Sama si Tyo juga, terus ntar ngasoh bentaran ya abis itu kita lanjut latihan voli. Oke?" Kata Setya sambil membawa buku-buku ditangannya menuju ruang guru.
"Oke, bisa diatur." Jawab Qia dengan senyuman manisnya
Bel tanda pelajaran telah usai pun berbunyi, Qia, Setiya, dan Tyo pun berjalan beriringan menunu gerobak mie ayam mas yanto dwoan gerbang. Tyo ini kembarannya Setiya nama lengkapnya Setyo Atmadja, cowok yang disukai diam-diam oleh Qiana, karena kepribadiannya yang Islami dan juga pintar sekalipun sikapnya cuek bebek banget sama lingkungan sekitar. Tyo juga partner olympiadenya Qiana. Berbeda dengan Setiya yang jail dan jago di bidang olahraga.
"Qi, abis pertandingan voli minggu depan kita udah harus persiapan buat olym kimia,". Ucap Tyo dengan nada dinginnya.
"Emh, iya. Ntar kita minta bimbingan aja sama Bu Nanik ya." Jawab Qia santai.
"Eh, bentar deh. Kalo dipikir-pikir kalian ini selalu dalam situasi dan kondisi yang selalu dipertemukan ya,". Ucap Setiya dengan raut wajah dibuat serius padahal niatnya becanda.
"Apaan sih set, ngaco kamu." Jawab Qia, dibuat serelax mungkin sedangkan Tyo cuman menatap tajam kembarannya yqng ditatap cuma nyengir kuda.
Semua berlalu dengan sebagaimana mestinya hingga sebulan sebelum ujian kelulusan, hal tak terduga terjadi yang mengakibatkan perubahan dalam kehidupan mereka bertiga.
Flashback Off
Tangan Qia bergetar hebat sambil memegang buku kenangannya, air matanya luruh membasahi pipinya, suka duka masa SMA nya terlintas jelas dikepalanya. Andai dia tidak ceroboh mungkin dia tidak akan terluka dan melukai orang yang berarti dalam hidupnya. Dan memaksanya untuk mengubah semua yang telah dia rencanakan, tentang liburan setelah kelulusan, tentang tempat kuliahnya, tentang cita dan cintanya.
"Apa dia sendiri ke Jakarta, atau jangan-jangam sama Tyo lagi?" Lirih Qiana sambil memejamkan matanya mencoba mencari ketenangan.
"Dia udah nggak inget kan sama kejadian 8 tahun yang lalu?" Tanya Qiana pada dirinya sendiri.
Sangking galaunya dengan pertemuan tidak sengajanya dengan Setya membuat gadis itu guling-guling di kasur dan akhirnya ketiduran beberapa menit. Qiana terbangun karena mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Karena Qiana tak memiliki seorang pembantu akhirnya mau tidak mau, dia memutuskan untuk bangun dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Ting...tong...ting...tong
Setelah keluar dari kamar mandi cepat-cepat Qiana mengambil kerudung instantnya dan bergegas membuka pintu. Ternyata yang datang Tiwi, sambil menggendong tas ransel besarnya. Ya seminggu yang lalu Tiwi berhasil menghubungi Qiana dengan bermodal nekat bertanya pada kakak Qiana dan sedikit memaksanya. Setelah berhasil menghubungi Qiana dia memutuskan untuk menyusul Qiana ke Jakarta kebetulan Tiwi juga di terima kerja di sekolah dasar dekat rumah Qiana.
"Assalamualaikum... Bundakuuu wahh aku rindu sekali."Heboh Tiwi sambil memeluk erat Qiana.
Tiwi, sahabat Qiana sewaktu SMA itu memang ampuh sekali dalam mengembalikan mood Qiana yang sudah hancur, selain karena kehebohannya, Tiwi juga sahabat Qiana yang suka ngebanyol receh.
"Waalaikumsalam, Tiwilku aku juga rinduu denganmu," Kata Qiana tak kalah heboh.
"Bunda kemana aja sih, 8 tahun nggak ada kabar. Kalau aku nggak ngebujuk Bang Reza sambil nangis-nangis mungkin nggak akan pernah aku ketemu kamu lagi Qi," Ucap Tiwi sambil terus memeluk erat tubuh sahabatnya itu.
8 tahun bukan waktu yang singkat tentunya, untuk tidak saling berjumpa, bertegur sapa dan saling memberi kabar.
"Ehm". Deheman seorang lelaki yang baru turun dari mobil membuyarkan lepas kangen mereka berdua, ternyata ada....
Gantungin dikit yaa, hayo kira-kira siapa yang berdehem dibelakang Tiwi?
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Terimakasih sudah berkenan mampir di cerita Author Zahra :)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!