NovelToon NovelToon

Hidup Kembali Menjadi Kekasih Duke

Prolog

Di tengah hutan yang gelap, Ghotel berlari melintasi pepohonan. Dia tidak mengira penyihir sepertinya bisa di pukul mundur oleh manusia biasa. Pedang orang itu bukan pedang sembarangan. Ghotel bisa merasakan kekuatan hebat berasal dari benda itu.

Ghotel menggigil hebat, perlahan kulit mulusnya berubah keriput. Ghotel melihat punggung telapak tangannya kembali ke kulit aslinya. Rambut merahnya jatuh ke tanah, helai demi helai terbawa angin. Ghotel memandang langit yang berubah merah.

Dari kejauhan dia masih bisa mendengar suara prajurit yang masih bertarung dengan monster-monster yang dia lepaskan. Dia menyeringai saat derap kaki kuda mendekat ke arahnya.

Kuda itu meringkik tepat tiga meter di depannya. Duduk di atas kuda, seorang ksatria tanpa pelindung kepala menatap tajam Ghotel. Baju zirahnya penuh dengan noda darah monster, merah dan biru. Ksatria itu memandang tajam Ghotel dengan mata coklatnya tajam. Dia menggenggam pedangnya bersiap menyerang.

"Kau punya permintaan terakhir?" tanya ksatria itu dengan nada dingin.

Mendengarnya Ghotel tertawa, punggungnya yang ringkih bergoyang ke depan dan ke belakang. Seiring tawanya yang semakin keras.

"Sungguh sangat congkak. Manusia sepertimu berani bertanya padaku, apa yang aku mau?" jawab Ghotel dengan suara parau. Ghotel menelan ludahnya melihat kilat yang dihasilkan oleh pedang si ksatria.

"Aku tidak sungguh-sungguh. Pada akhirnya, aku hanya akan membunuhmu," ucap si ksatria masih dengan nada dingin.

"Membunuhku? Wanita tua seperti aku?" cibir Ghotel.

"Wanita hanya panggilan untuk manusia saja. Kau, sama sekali tidak bisa disebut begitu. Kau adalah monster yang membunuh banyak orang tidak berdosa. Jadi, sebutkan saja permintaan terakhirmu. Aku tidak berniat menunggu untuk menghabisi mu." Ksatria itu bersiap dengan pedangnya. Satu tangannya mencengkram pelana kuda. Matanya menyipit serius.

Sedang Ghotel sedang menggambar sesuatu di tanah dengan tangannya. Seiring derap kaki kuda yang berjalan kearahnya. Ghotel tersenyum sambil merapal mantra. Disaat formasi sihirnya selesai saat itu juga perang si ksatria menusuk dadanya.

Hari itu kemenangan milik semua ksatria yang berjuang di garis depan melawan monster, baik yang gugur ataupun yang bertahan. Sejak hilangnya nyawa penyihir jahat itu semua monster pun lebih mudah untuk di taklukkan.

Ksatria yang menusuk Ghotel turun dari kudanya. Dengan dingin mencabut pedangnya dari tubuh Ghotel. Menginjak formula sihir yang tiba-tiba bercahaya menyilaukan. Di tengah usahanya untuk menghindari silau cahaya itu. Ksatria itu mendengar seseorang berbisik dengan suara wanita yang parau.

Terima kasih, akhirnya aku bisa mati.

.

.

Dua tahun kemudian, Romano Ibu kota kerajaan Rhodes

Armand sekuat tenaga mengendalikan pelana kudanya agar kudanya berlari lebih kencang. Hari-hari ini terlalu damai sehingga dia menjadi lengah.

Duke, adik raja itu diberitahu kalau kekasihnya diserang oleh kelompok pemberontak, dia sedang berada di rapat parlemen saat menerima kabar itu dan langsung meninggalkan istana.

Duke menghentikan kudanya setelah hampir mencapai pintu. Dia disambut pelayan kekasihnya yang berlari kearahnya.

"Duke, nyonya ...." pelayan itu berkata lirih. Sedang Armand tidak menghentikan langkahnya.

Sial. Armand mengumpat dalam hati. Orang yang dekat dengannya akan selalu mengalami bahaya seperti ini. Bagaimana dia lupa.

"dokter?" tanya Armand pada butler kekasihnya yang menunggu di depan pintu kamar.

"Sudah ada di dalam Tuan." Pria tua itu menjawab sopan.

Armand belum bisa menenangkan dirinya. Dia ingin cepat masuk kedalam sana, ke kamar dimana kekasihnya berbaring.

Pintu terbuka mencuri atensi semua orang. Armand segera menghampiri dokter yang keluar dari sana.

"Nyonya Abela sempat sadar sebentar. Tapi dia tertidur lagi." Dokter menjelaskan dengan sedikit takut. Bagaimanapun yang didepannya sekarang ini bukan orang sembarangan.

"Informasikan pada kuil untuk mengirim penyembuh kemari." Armand memerintah entah pada siapa. Mereka tidak merasa heran. Armand sudah pasti memerintah orang-orang yang selalu mengikutinya seperti bayangan.

Armand mengangguk sedikit pada dokter itu dan masuk ke dalam kamar. Melihat wanita yang sudah jadi kekasihnya selama dua tahun itu terbaring lemah. Perban membungkus beberapa bagian tubuhnya.

Armand duduk di samping tempat tidur, tangannya terulur membelai rambut kekasihnya pelan.

"My lady," bisik Armand di telinga Abela. "Bangunlah, aku mohon." Armand menggenggam tangan Abela. Merasa putus asa dengan keadaan ini. Dia tidak meninggalkan Abela sedikitpun. Bahkan saat para penyembuh datang untuk menyembuhkan luka Abela. Armand tetap duduk di samping Abela.

.

.

Ghotel merasa berjalan melayang di udara. Dia melihat kulit tangannya yang sudah menjadi muda lagi. Sedang setitik cahaya terlihat di ujung ruangan tidak berbatas itu. Semua akhirnya menjadi putih.

"Ghotel ...." ada suara bergema memanggil namanya. Membuat Ghotel mencari sumber suara itu.

Ghotel memandang titik cahaya didepannya.

"Aku mendengarkan," jawab Ghotel.

"Jika aku memberimu kesempatan hidup sekali lagi. Apa kau akan menghancurkan dan berbuat jahat lagi?" Suara itu ada lagi. Lebih jelas dari sebelumnya.

"Aku tidak ingin hidup lagi. Aku sudah hidup terlalu lama," jawab Ghotel. Sesaat sebelum dirinya tertusuk pedang, Ghotel membuat formasi sihir dan merapal mantra agar bisa mengunci sihirnya. Sehingga saat ksatria itu menusuknya dia bisa meninggalkan dunia fana.

"Begitukah? Aku kira kamu ingin balas dendam " kata Suara itu membuat Ghotel waspada.

"Tidak, aku melakukan itu dengan sengaja. Tertidur disini cukup nyaman," Ghotel menjawab ringan.

Terdengar suara tawa yang nyaring. Bukan suara Ghotel. Ghotel terdiam.

"Kau tidak akan membuatku hidup kembalikan?" tanya Ghotel ragu.

"Hiduplah dan bayarlah semua kesalahan yang telah kamu perbuat," ujar suara itu semakin menjauh.

"Kau ... jangan bercanda ... Aku. Tidak. Mau .Hidup." Ghotel menekan semua kata-katanya. Dia sudah terlalu bosan hidup di dunia menjadi penyihir yang kesepian.

Tapi kehendaknya tidak ada apa-apanya di banding kehendak Sesuatu yang lebih besar kekuatannya. Ghotel berusaha melawan saat sesuatu menarik dirinya ke dalam satu titik cahaya yang tadi Ghotel lihat.

Percuma, Ghotel tidak bisa menahan dirinya lagi. Tubuhnya tersedot masuk kedalam cahaya itu. Ghotel berteriak mengutuk pada ruang kosong itu. Seiring tubuhnya terhisap cahaya, teriakannya semakin jauh terdengar.

.

.

Ghotel perlahan mencoba membuka matanya. Dia terbaring di tempat yang sangat nyaman. Samar-samar dia mendengar suara orang berbincang. Yang pertama dia lihat adalah langit-langit yang cukup tinggi. Rasa haus menyerang Ghotel. Ghotel berusaha menggerakkan badannya yang terasa sakit dan perih. Akhirnya hanya bisa mengerang. Erangan Ghotel terdengar oleh orang-orang yang sedang sibuk berbincang tadi. Mereka dengan cepat menghampiri Ghotel.

"Abela? Kamu bangun?" tanya seseorang dengan suara rendahnya. Entah dimana Ghotel pernah mendengar suara itu.

"a ... A-air ...." Ghotel berusaha mengatakan kalau dia ingin minum. Yang dengan segera dimengerti. Pemilik suara tadi membantu Ghotel bangun dengan tangannya. Sedang satu tangannya yang lain memegang gelas, membantu Ghotel minum.

Setelah tenggorokannya terasa lega, Ghotel kembali berbaring. Memejamkan matanya sebentar untuk membuat pikirannya fokus.

"Abela ...." panggil suara rendah yang tadi didengar Ghotel.

Ghotel mengerutkan keningnya. Jadi dia terbangun dalam tubuh orang lain. Mau tidak mau amarah kembali dirasakan. Dia benar-benar melakukan segala cara agar bisa istirahat dan meninggalkan dunia ini. Akhirnya, dia kembali hidup untuk menjalani kehidupan orang lain.

Ghotel dikejutkan oleh kecupan yang mendarat di keningnya. Dengan perlahan membuka matanya. Melihat siapa yang berani melakukan itu padanya. Sudah lama sekali dia tidak merasakan keberadaan orang lain di dekatnya.

Ghotel memfokuskan penglihatannya pada sosok yang menggenggam tangannya erat itu. Duduk di samping tempat tidurnya. Yang sekarang tersenyum lalu mengecup tangannya.

Orang itu memiliki pupil coklat, pandangan matanya terlihat tajam di bawah alisnya yang tegas. Tulang hidungnya tinggi dan bibir tipisnya berwarna merah muda. Pria itu sangat tampan, rambutnya yang coklat sedikit berantakan. Dia terlihat mirip dengan orang yang ada dalam ingatan Ghotel. Siapa? Ghotel bertanya pada dirinya sendiri.

"Syukurlah kamu sadar, kamu tidur terlalu lama. Membuatku takut." Orang itu berkata lembut dengan suara rendahnya. Dia sedikit menjauhkan wajahnya dari tangan Ghotel dan tersenyum.

Ghotel kembali memfokuskan penglihatannya. Dan mencoba menggali memorinya. Ghotel melebarkan matanya saat tersadar dan menemukan ingatannya. Orang itu ... adalah ksatria yang membunuhnya.

.

.

Chapter 1 Baroness Abela Isla

Ghotel memandang wajah asing yang dia lihat di depannya itu. Wajah seorang wanita dewasa yang sangat cantik. Seorang pelayan menyisir rambut panjangnya yang berkilau seperti emas. Wajah wanita itu membuat Ghotel terpana. Dulu dia melakukan segala bentuk sihir untuk membuat wajahnya semenarik mungkin.

"Hey, siapa namamu?" Ghotel bertanya pada pelayan yang menyisir rambutnya.

Pelayan itu tidak langsung menjawab, matanya berkaca-kaca. Pantulan wajahnya di cermin terlihat sangat sendu. Bagaimana tidak, kemarin malam saat nyonyanya siuman, tiba-tiba majikannya itu histeris dan berteriak bahwa dia tidak ingin hidup. Bahkan kekasih yang sangat dicintai olehnya pun tidak bisa menenangkannya.

Kenyataan bahwa ternyata majikannya yang terkenal sangat baik hati itu. Tidak mengenal siapapun yang ada di rumah ini, bahkan melupakan dirinya sendiri membuat pelayan itu merasa sedih.

Pelayan itu tersenyum sebelum menjawab, "Nama saya Hana, nyonya."

"Hana? Kalau begitu, siapa aku, namaku dan lainnya. Jelaskan padaku," perintah Ghotel. Ghotel tidak punya pilihan lain lagi selain untuk sementara menerima takdirnya dan menjalani kehidupan lagi sebagai orang yang dia lihat di cermin.

"Nama nyonya, Abela Isla. Anda adalah seorang baron, anda berusia tiga puluh dua tahun, anda memiliki satu putra berusia tiga belas tahun. Putra anda sedang tinggal di asrama untuk saat ini," jelas Hana perlahan.

"Putra ...." Ghotel berkata lirih. Entah kenapa mendengar itu dia merasa sentimental.

"Ya nyonya, anda ingin tuan muda pulang?" Hana bertanya lagi.

"Tidak. Tidak perlu," jawab Ghotel cepat. "Lalu? Apa lagi?"

"Apalagi yang ingin anda tahu?" tanya Hana hati-hati.

"Ayah anakku dan lainnya?" Ghotel sangat yakin pertanyaan itulah yang membuat wajah Hana semakin murung.

"Maaf nyonya, suami anda meninggal enam tahun lalu. Saat penyihir jahat melepaskan monster di tengah kota."

"Penyihir?" Ghotel yakin yang Hana maksud adalah dirinya. Dia memang kerap membuat kekacauan dimana-mana dulu.

"Tapi jangan khawatir, penyihir itu sudah tidak ada. Duke Armand yang menghabisinya. Duke Armand adalah kekasih nyonya saat ini. Dia yang semalam mencoba menenangkan nyonya saat nyonya sedang histeris." Penjelasan Hana cukup membuat Ghotel yakin bahwa pria kemarin adalah ksatria yang membunuhnya.

"Kapan? Kapan dia menghabisi penyihir itu?" tanya Ghotel. Dia penasaran, berapa lama dia tidur di alam itu sampai di panggil ke alam fana ini lagi.

"Dua tahun yang lalu, nyonya juga bertemu tuan Duke di pesta perayaan untuk para ksatria yang berhasil mengalahkan penyihir itu."

Mengalahkan apa? Ghotel akui, Armand sangat kuat dan pedangnya sangat istimewa. Tapi kalau saja dia tidak membiarkan dirinya terbunuh maka perayaan itu tidak akan ada. Dan sudah dua tahun sejak dia dinyatakan meninggalkan dunia ini. Mengecewakan, kenapa dia harus kembali lagi.

"Baiklah Hana, sekarang ceritakan padaku tentang Duke ini."

"Hmm ... Duke Armand adalah adik dari raja yang berkuasa saat ini. Dia urutan ketiga untuk tahta, setelah putra mahkota dan pangeran kedua. Dia ksatria yang sangat kuat. Tidak ada yang bisa mengalahkannya. Ini rahasia saja ya nyonya, tapi ada beberapa orang yang menganggap Duke lebih pantas jadi raja karena dia sangat kuat. Tapi tentu saja dia tidak memiliki keinginan itu." Hana menjelas sambil mengepang rambut panjang nyonyanya.

"Kehidupan pribadi Duke cukup rumit, sebelum nyonya bertemu dengannya, dia sudah menikah tiga kali. Semua pernikahannya gagal. Dia bahkan membawa seorang anak yang akan dia jadikan pewaris. Konon anak itu adalah anak Duke diluar pernikahan. Anak itu lima belas tahun sekarang. Anak itu sudah sangat dekat dengan nyonya dan menganggap nyonya ibunya sendiri." Hana meneruskan ceritanya yang panjang.

Hana sudah selesai menata rambut Abela -orang yang sudah dirasuki oleh jiwa Ghotel. Hana bersiap memakaikan gaun untuk nyonyanya. Dengan sangat mengejutkan, tidak seperti biasanya nyonyanya tampak tidak nyaman dengan korset yang Hana pakaikan. Walau akhirnya Hana berhasil mendandaninya dengan sempurna.

"Kenapa aku harus memakai semua pakaian ini?" tanya Ghotel pada cermin yang memantulkan penampilan luar biasa 'dirinya'.

"Anda akan sarapan dengan Duke Armand. Tuan jadi harus tidur di kamar lain karena nyonya mengusirnya." Ada tawa dalam kata-kata yang diucapkan Hana.

"Apa kami selalu tidur bersama?" Pertanyaan Abela dijawab wajah memerah Hana yang jelas terlihat malu. Hana menghindari mata Abela dan tertawa gugup.

Ghotel tidak menghiraukannya. Dia tetap memandang wajahnya di cermin sambil bergumam kecil. "Namaku Abela Isla, Namaku Abela Isla."

.

.

Abela menatap Armand yang duduk berhadapan dengannya. Di meja bundar yang berada di bawah sebuah gajebo di tengah taman bunga. Hana mengantarnya kemari, mengatakan jika sarapan di taman bunga mungkin bisa sedikit membantu ingatannya.

"Apa yang kamu lihat sayang?" tanya Armand yang entah kenapa membuat Abela merinding. Bukan karena pertanyaannya tapi karena panggilan Armand padanya.

"Anda terlihat sangat nyaman makan di rumah orang lain." Jawaban Abela membuat semua orang membeku. Walaupun Abela sekarang tidak mengingat bahwa Armand adalah kekasihnya. Tapi Hana sudah mengingatkan jika berdasarkan urutan kebangsawanan, Armand jauh lebih tinggi dari Abela.

"Tentu saja, aku selalu nyaman makan dan tidur disini Abela. Di rumah mu, aku tidak pernah merasa perlu waspada. Begitupun sebaliknya, terakhir kamu berkunjung ke kediamanku, kamu juga terlihat sangat nyaman seperti biasanya." Armand menjelaskan dengan lembut dan hati-hati. Suara rendahnya tidak sedingin dulu, seperti terakhir Ghotel mendengarnya.

"Baiklah. Tuan seperti yang anda tahu, saya tidak begitu mengingat hubungan yang terjadi diantara kita. Bisakah anda tidak terlalu sering berkunjung," ucap Abela lugas. Bukan pertanyaan tapi pernyataan.

"Bukankah lebih baik sebaliknya? Kita harus sering bertemu agar kamu bisa lebih cepat mengingatnya." Perkataan Armand masuk akal. Tapi tetap Abela tidak ingin bertemu dengan orang yang telah menghabisinya -menghabisi Ghotel- terlalu sering.

"Saya hanya ingin mengingat hal-hal yang penting dalam hidup saya terlebih dahulu." Abela mengucapkan itu dengan pelan sambil menyeruput tehnya. Membuat Armand mengernyitkan dahinya sebelum tersenyum.

"Kamu tahu? Itu adalah kata-kata yang paling menyakitkan yang aku dengar darimu." Armand berkata jujur. Abela tidak pernah membuatnya merasa tidak nyaman seperti ini. Ini pertama kalinya Abela menolaknya. Dari kata-kata tadi, Abela menegaskan jika dia bukan hal penting dalam hidup Abela sekarang ini.

"Jadi ... Saya rasa ... saya sudah selesai makan." Abela beranjak dari kursinya dengan canggung. Dia ingin segera pergi dari hadapan Armand. Melihat wajah Armand memberi kenangan tidak menyenangkan. Terutama ingatan rasa sakit yang dia rasakan saat pedang Armand menembus dadanya.

Saat Abela melangkah, Armand menahannya dengan satu tangan yang melingkar di perutnya. Abela terkejut dengan pergerakan Armand yang cepat.

"Abela ...." bisik Armand lirih. "Sampai kapan aku tidak boleh bertemu denganmu?"

"Saya akan mengirim surat jika saya sudah siap bertemu Anda lagi." Abela anehnya mengatakan itu tanpa tergagap. Sedikit menelan ludah gugup saat dia merasakan kecupan di sisi lehernya. Perlahan bibir Armand menelusuri sisi pipinya. Menempelkan bibirnya cukup lama di sana.

"Baiklah aku akan menunggu," bisik Armand tepat di telinga Abela. Abela berusaha melepaskan tangan Armand yang melingkar di perutnya dan berlari pergi.

Seiring langkah kakinya yang cepat, wajah Abela memanas. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Abela ingin segera sembunyi dari pandangan mata yang masih melihatnya berjalan menjauh. Sampai di sebuah ruangan rekreasi, Abela menutup pintu dan menarik napasnya. Lalu menghembuskannya untuk menenangkan diri. Di sela detak jantungnya yang terdengar menggema di gendang telinga. Abela dengan refleks menyentuh pipi dimana Armand menciumnya tadi. Mengingatnya membuat wajahnya semakin merah.

.

.

Chapter 2 : Armand de Rhodes

Armand menatap perkamen yang ada di atas meja kerjanya. Dia memijat pangkal hidungnya lelah. Semua perkamen itu adalah laporan penyerangan yang terjadi pada Abela.

Armand tahu setengah dari orang yang dia kenal adalah musuhnya. Orang-orang yang berusaha menyingkirkannya dengan banyak alasan. Tapi tetap saja, menargetkan orang terdekatnya sudah diluar batas. Dan Armand tidak bisa diam saja.

"Bagaimana menurutmu Ray?" tanya Armand pada asistennya.

Ray menatap waspada Tuannya itu. "Saya harap yang mulia tidak gegabah dalam mengambil keputusan," katanya dengan hati-hati.Armand mengangguk sedikit menanggapi.

"Mereka adalah orang-orang yang ingin anda naik tahta." Ray menunduk melihat lantai kantor, tidak berani memandang Armand. Sedang Armand menyipitkan matanya sebelum membuang wajahnya keluar jendela kantor yang terbuka.

"Mereka tidak ingin aku naik tahta, Ray. Mereka hanya ingin memanfaatkan kekacauan dari pertikaian yang mungkin terjadi," kata Armand tenang.

"Ada desas-desus di dalam kota, Tuanku. Ada yang menyebarkan jika Tuan muda sebenarnya adalah pangeran kedua." Ray masih belum mengangkat kepalanya.

"Omong kosong, Bastian adalah anakku." Suara Armand terasa sangat dingin saat mengatakan itu.

"Dan Tuan, sejak penyihir jahat itu hilang. Tidak ada yang bisa mengendalikan monster-monster lagi. Meskipun kita bisa menghindari serangan dengan mantra yang dibuat di sekeliling kerajaan kita, oleh para penyihir yang ada di menara kerajaan."

"Kau benar Ray, salahku membunuhnya terlalu cepat. Tapi .... " Armand tidak meneruskan kata-katanya. Saat itu dengan jelas Armand mendengar suara penyihir itu mengucapkan terimakasih karena Armand berhasil membunuhnya, dengan pedang yang dia punya.

Armand sejak itu memiliki firasat, jika penyihir itu sengaja membuat monster hilang kendali agar orang-orang memburunya. Sejak memiliki perasaan itu Armand selalu merasa menyesal.

"Tidak Yang Mulia, keputusan Tuan menghabisinya adalah hal yang tepat. Mengingat banyak prajurit kita yang gugur. Setiap kali penyihir itu berbuat onar."

Armand masih menatap langit di luar sana lewat jendela kantornya. Langit sangat terang, berbeda dengan hari-hari pada dua tahun yang lalu. Armand masih ingat saat-saat yang menegangkan. Setiap langit berubah warna menjadi merah. Semua orang akan bersembunyi di bungker yang mereka buat di bawah tanah rumah mereka. Bersembunyi dari monster-monster yang sengaja di lepas penyihir jahat itu.

"Hari ini, jika tidak ada yang harus aku kerjakan. Aku lebih baik pergi ke rumah Abela. Mungkin saja ada penyerangan yang lainnya." Armand berdiri dan merapikan pakaiannya. Ray hanya mengangguk sopan.

"Selesaikan rumor tentang Bastian hari ini juga Ray." Perintah Armand sebelum dia menghilang di balik pintu.

**

Ghotel masih belum terbiasa dengan kehidupan dari orang yang telah dia rasuki. Perempuan ini sepertinya sangat baik hati. Semua orang menyukai dan menghormatinya. Semua surat yang datang penuh simpati. Atau kalangan umum yang mampir ke kediamannya hanya untuk mengantar hadiah yang sederhana. Ghotel merasa terkesan, di hidupnya yang panjang dulu tidak ada yang berani mendekati atau bersikap ramah padanya. Semua orang selalu ketakutan.

Ghotel ingat, setiap dia ingin menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain. Itu berarti dia harus menyamar dan menyembunyikan identitasnya. Tidak ada yang pernah menerima dia apa adanya.

"Madam Abela, Tuan Duke Armand menyampaikan kalau dia akan berkunjung," kata Lui, butler Abela.

Abela hanya menanggapi dengan senyuman canggung. Dari percakapannya dengan para pelayan. Ghotel tahu kalau Abela dan Duke memiliki hubungan istimewa. Tampaknya mereka berdua peduli satu sama lain. Bahkan anak-anak mereka juga sudah dekat.

Tapi Ghotel belum bisa terbiasa dengan sentuhan fisik yang diberikan Duke. Rasanya sangat aneh, bukan hanya sentuhan kulitnya, tatapannya saja sudah membuat Ghotel mual. Sulit membayangkan orang yang sudah menghabisinya bisa bersikap selembut itu.

"Nyonya, apa yang nyonya tunggu. Kami akan membantu anda berdandan," kata pelayan Abela bersemangat. Ghotel hanya bisa pasrah saat mereka mendandaninya.

"Apa Duke Armand akan menginap nyonya? Apa nyonya perlu gaun tidur yang bagus?" tanya pelayan yang sedang menyisir rambut Abela.

"Tidak." Ghotel menjawab terlalu cepat. "Maksudku, aku tidak tahu," katanya lagi.

"Sayang sekali, Tuan Armand pasti sangat mengkhawatirkan anda nyonya."

Ghotel tidak menjawab, jauh di dalam dirinya, dia merasa bersalah telah mengambil alih tubuh orang yang baik hati ini. Dan lebih merasa bersalah lagi jika ternyata dia hanya sementara berada di dalam tubuh ini sampai pemiliknya kembali. Bagaimana jika Abela kembali dan beberapa hal telah berubah karena ulah Ghotel?

"Apa ... Armand, ekhmm ...." Ghotel membersihkan tenggorokannya, masih sulit baginya untuk menyebut nama orang itu dengan santai. "Apa dia memang selalu memperlakukanku dengan sangat baik?"

"Tentu saja, nyonya. Tuan Duke sangat baik pada nyonya." Pelayan itu mengatakannya denga ceria sambil menata rambut Abela.

**

Armand dengan santai duduk di ruang rekreasi rumah Abela. Menunggu nyonya rumah itu datang. Dia sudah mengkonfirmasi sebelumnya kalau dia akan berkunjung. Jadi pemilik rumah ini seharusnya tidak terlalu lama membuatnya menunggu.

Armand tersenyum menyambut Abela yang masuk dengan wajah yang di tekuk.

"Apa yang membuatmu kesal?" tanya Armand menatap Abela dari kepala ke kakinya.

"Karena kau datang, para pelayan itu membuat keributan untuk mendandaniku."

"Begitukah? Aku merasa tersanjung, biasanya kamu tidak pernah berganti pakaian dulu sebelum bertemu denganku," jawab Armand menahan tawa.

"Benarkah?" Abela menatap Armand sedikit senang, itu berarti dia tidak perlu berdandan dulu jika Armand datang lagi.

"Benar, beberapa kali aku hanya akan masuk ke kamarmu saat kamu memakai gaun malam." Armand mengatakannya dengan tenang, dia menyembunyikan senyumnya di balik cangkir teh yang dia angkat ke depan bibir. Ekspresi Abela sangat menghibur.

"Jadi? Apa kamu sudah berusaha mengingat tentang dirimu?" tanya Armand memulai percakapan serius.

"Sudah dua minggu aku masuk kedalam tubuh ini ...."

"Masuk kedalam tubuh ini?" Armand memotong perkataan ceroboh Ghotel.

"Maksudnya bangun dan tidak mengingat apa-apa ... Aku rasa, wanita ini ... Maksudku, aku adalah orang baik." Ghotel tergagap sedikit.

Ghotel sadar, pasti ada alasan kenapa dia harus masuk kedalam tubuh Abela. Mungkin Dewa hanya ingin membuatnya merasakan bagaimana menjadi manusia normal. Atau Dewa ingin dia melakukan satu dua kali kebaikan sebelum Dewa menukar jiwanya dengan Abela yang asli.

"Kau memikirkan sesuatu lagi ...." kata Armand pelan. "Di saat seperti ini, seharusnya Orlando pulang. Tapi akan lebih aman jika dia ada di asrama sekolah. Maaf, untuk sementara kamu tidak bisa bertemu dengannya dulu, Abela." Armand terlihat menyesal.

"Tidak apa-apa," Ghotel tersenyum lemah, dia tidak kenal siapa anak laki-laki Abela. Tapi entah kenapa, membuatnya sangat melankolis hanya dengan mendengar nama anak itu. Apa ini hanya ingatan dari tubuh dan pikirannya Abela?

Armand memandang Abela, kekasihnya itu dengan tatapan yang tidak biasa. Dia perlahan mendekat dan duduk di samping Abela. Tangannya menjangkau tangan Abela, mengecupnya lembut di atas sarung tangan Abela yang berwarna hitam. Armand tersenyum, melihat alis Abela yang terangkat sebelah.

Abela tersentak saat sebelah tangan Armand menarik pinggangnya mendekat. Wajah Armand sangat dekat dengan wajahnya. Abela menelan ludah gugup. Sementara Armand menyeringai sebelum menempelkan bibir mereka.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!