Elderlake, sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh perairan yang tenang, memiliki daya tariknya sendiri yang tersembunyi di balik senyapnya. Seperti kota-kota kecil lainnya, Elderlake juga memiliki jalan-jalan yang ramai, pasar yang riuh, dan rumah-rumah dengan cerita-cerita kehidupan mereka sendiri. Namun, dibalik itu semua, ada misteri-misteri yang tersembunyi dan rahasia-rahasia yang tak terungkap.
Kota ini baru-baru ini menjadi sedikit lebih damai. Seiring dengan upaya pemerintah, para tunawisma yang sebelumnya tersebar di jalanan diarahkan untuk tinggal di rumah susun. Meskipun rumah susun tersebut dulunya adalah bangunan terbengkalai bekas kebakaran yang tak terurus, mereka telah menjalani renovasi ekstensif oleh tangan-tangan. Dinding-dinding yang retak telah diperbaiki, jendela-jendela yang pecah telah diganti, dan atap-atap yang hangus telah diperbaiki. Sekarang, rumah susun itu berdiri tegak dengan bangga, memberikan tempat tinggal yang layak bagi orang-orang yang sebelumnya terlantar.
Keputusan tersebut tidak hanya meraih senyuman dari penduduk Elderlake, tetapi juga dari para pedagang yang menjalankan toko-toko mereka di sekitar kota. Mereka melihat perubahan yang signifikan dalam suasana di jalanan. Bayangan-bayangan tubuh terbiar yang dulu sering terlihat di depan toko-toko mereka telah menghilang. Kini, mereka dapat menatap ke luar jendela toko mereka dengan lega, tanpa melihat pemandangan yang menyedihkan. Orang-orang yang sebelumnya terhimpit oleh takdir mereka yang sulit akhirnya memiliki tempat yang aman untuk berteduh. Rumah susun telah memberikan harapan dan kesempatan baru bagi mereka yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keputusasaan.
Meskipun seolah-olah semuanya berjalan menyenangkan di Elderlake, penduduk kota tidak menyadari benar apa yang sebenarnya tersembunyi di balik pintu-pintu rumah susun itu. Di dalam bangunan yang dulu terbengkalai ini, ada cerita-cerita gelap yang menunggu untuk diungkap. Di antara lantai-lantai dan lorong-lorong yang sunyi, ada rahasia yang tersembunyi dengan rapat. Ruang-ruang kosong yang tak terjamah, menyimpan jejak-jejak masa lalu yang hilang. Ada dinding-dinding yang memiliki telinga yang terlatih untuk mendengarkan bisikan-bisikan yang tak terucapkan. Ada pintu-pintu yang terkunci dengan rapat, menyimpan misteri-misteri yang belum terungkap. Hanya sedikit yang mengetahui apa yang ada di balik setiap pintu dan apa yang terjadi di dalamnya.
Elderlake, dengan segala kedamaian dan keindahannya, menjadi semacam cermin yang memantulkan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, ia menampilkan kehidupan sehari-hari yang terang dan bersemangat, dengan penduduknya yang berusaha membangun masa depan yang lebih baik. Namun, di sisi lainnya, ada dunia gelap yang tersembunyi, di mana rahasia dan bahaya mengintai di setiap sudutnya.
Hanya sedikit yang menyadari betapa rapuhnya kedamaian di Elderlake. Hanya sedikit yang tahu bahwa di balik senyuman dan kehidupan sehari-hari, ada misteri yang menanti untuk dipecahkan. Hanya sedikit yang menyadari bahwa mereka tinggal di dalam kota yang menyimpan banyak rahasia dan misteri, di mana cerita-cerita yang tak terungkap menanti untuk diceritakan.
Gadis yang baru pindah sebulan ke rumah susun itu salah satunya, ia merasakan kegelisahan yang mengganggu. Rambut coklat sebahunya terurai dengan acak di sekitar wajahnya, mencerminkan keadaan pikirannya yang kacau. Ekspresi wajahnya pucat, dan matanya terlihat terbelalak penuh dengan ketakutan saat ia dengan cepat memasukkan pakaiannya ke dalam tas dengan gerakan yang tidak teratur. Di atas tempat tidurnya, pemandangan yang menakutkan menanti gadis itu. Uang kertas pecahan seratus ribu yang berserakan di sekitar tempat tidur, tampak tercemar oleh noda coklat yang mengerikan. Tampak jelas bahwa sesuatu yang tidak wajar telah terjadi di dalam kamar itu. Kamarnya berantakan, seakan diacak-acak oleh tangan-tangan yang tidak terlihat. Barang-barang tersebar di mana-mana, seperti bukti-bukti kekacauan yang tak terungkap. Keadaan ini membuat rasa panik memenuhi pikirannya, menyadarkannya akan kehadiran seseorang yang misterius di dalam kamar itu bersamanya.
Dengungan suara langkah kaki yang berdentum-dentum semakin dekat, seperti guntur yang memecah keheningan ruangan. Setiap langkah yang terdengar memenuhi setiap sudut, menciptakan ketegangan yang menggelayuti udara. Gadis itu merasakan detak jantungnya semakin cepat, seolah-olah denyut nadi itu berlomba dengan kecepatan langkah kaki yang semakin mendekat. Dalam kegelapan kamar yang dipenuhi kehampaan, ia merasakan rasa takut yang membelenggu dirinya semakin kuat, merangkulnya dengan kekuatan yang mencekik pikirannya.
Suara langkah kaki itu seperti hantu yang menyelinap perlahan, menciptakan gulungan suara yang mengisi ruangan dengan aura mencekam. Gadis itu berusaha keras untuk menepis suara itu, berharap bahwa itu hanyalah imajinasinya yang berlebihan. Dia ingin percaya bahwa suara itu adalah bagian dari pikirannya yang terlalu aktif, hasil dari kelelahan dan kecemasan yang melanda dirinya. Namun, keadaan menjadi semakin tak terbantahkan ketika suara langkah kaki semakin tajam di telinganya, seperti mata pisau yang menusuk langsung ke dalam hatinya.
Setiap langkah yang semakin dekat membuat gadis itu terperangah. Suaranya memecah kesunyian, menggema di antara dinding kamar yang kelam. Ketakutannya semakin terperinci dengan setiap denyutan suara yang semakin nyaring. Suara langkah kaki yang tajam itu memantul dari dinding ke dinding, menciptakan irama tak teratur yang menyelimuti ruangan. Gadis itu mencoba menutup telinganya, berharap dapat melindungi dirinya dari suara yang menghantui. Namun, semakin keras ia mencoba mengabaikannya, semakin tak terhindarkan suara itu menjalar ke dalam telinganya, menguasai setiap pikiran dan perasaannya.
Dia merasa seolah-olah ruangan itu bergetar dengan intensitas suara langkah kaki yang mencekik. Getaran itu merambat melalui dinding, lantai, dan bahkan tulang-tulangnya sendiri. Setiap serat tubuhnya bergetar dalam ketegangan yang tak terkendali. Matanya menatap kekosongan ruangan, mencari sumber suara yang menggoyahkan keadaannya. Ia ingin melihat, ingin memahami apa yang sedang terjadi di balik pintu yang gelap itu. Tetapi takdir memilih untuk menyimpan kebenaran itu dari pandangannya, menyeretnya ke dalam kegelapan yang tak terduga.
Dalam keadaan ketakutan yang melanda, gadis itu merasakan kehadiran seseorang yang misterius semakin nyata. Suara langkah kaki yang begitu dekat menandakan kehadiran yang tidak dapat diabaikan lagi. Rasanya seakan ada seseorang yang menatapnya dari balik pintu kamar, menyelipkan kehadiran yang tak terlihat namun begitu kuat. Hidupnya berputar dalam ketidakpastian, melingkar dalam jaring ketakutan yang tak terurai.
Tap tap tap...
Keringat dingin mengalir di dahi gadis itu, menyerap ke dalam pori-pori kulitnya, menciptakan sensasi dingin yang menusuk. Matanya memperhatikan dengan ketajaman, mencoba menangkap setiap gerakan dan bayangan yang ada di sekitarnya. Kekhawatiran dan kegelisahan merayap dalam dirinya seperti binatang buas yang tak terkendali, menggerogoti keberanian yang tersisa.
Di ruangan yang gelap, suara langkah kaki semakin mendekat, menghiasi keheningan malam dengan dentuman yang menggetarkan. Seolah-olah hantu yang tersembunyi dalam kegelapan itu semakin mendekat, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri tegak, menciptakan rasa merinding yang tak tertahankan. Getaran-suara langkah kaki itu tak bisa lagi diabaikan. Ia seperti serangga yang merayap di kulitnya, mengganggu pikiran dan menimbulkan ketakutan yang tak terlukiskan.
Gadis itu, dengan gemetar, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa di dalam dirinya. Dengan tangan yang gemetar, ia meraih gagang pintu kamar, berusaha melewati batas ketidakpastian yang membelenggunya. Namun, sebelum ujung jari-jarinya bisa menyentuh permukaan dingin gagang pintu, pintu itu tiba-tiba tertutup dengan keras.
BRAKK.
Gadis itu menatap pintu yang tertutup, tatapannya dipenuhi oleh ketakutan dan kebingungan yang membingungkannya. Detak jantungnya terdengar keras di telinganya, seperti hentakan drum yang terus-menerus berdenyut dalam keheningan yang menyelimutinya. Sekarang, di hadapannya, ada sosok yang misterius, mengenakan tudung yang menutupi identitasnya. Sosok itu muncul perlahan dari balik pintu, seakan-akan bayangan yang menakutkan yang merayap dari kegelapan.
Gadis itu tidak bisa melihat wajah sosok bertudung itu, karena tersembunyi di balik bayangan tudung yang misterius. Namun, kehadiran sosok itu begitu mencekam, menciptakan gelombang ketakutan yang melanda dirinya. Keberadaannya terasa begitu dekat, seolah-olah menghiasi setiap serat pikirannya dengan rasa teror yang tak terungkapkan.
Dalam sekejap, sosok bertudung itu menunjukkan sifat kejamnya. Dengan gerakan yang kasar, tangannya meraih rambut gadis itu dengan paksa. Suara gemuruh terdengar saat pukulan menghantam tubuh gadis itu, memenuhi udara dengan kekerasan yang memilukan. Gadis itu terkejut dan terguncang oleh kejadian yang tak terduga ini, dirasakannya kesakitan yang menusuk tubuhnya.
Semuanya menjadi gelap...
Gadis itu perlahan-lahan membuka mata dari keadaan pingsan yang menghantui. Kesadarannya kembali seiring dengan penghilangan kabut yang melingkupi pikirannya. Namun, ketika ia mengangkat kepalanya, ia segera menyadari bahwa sesuatu yang tidak wajar terjadi. Ia tidak lagi berada di dalam kamar yang dulu ia kenal. Dinginnya angin menusuk tulangnya, dan tetesan hujan deras yang mengguyur wajahnya menambah rasa keterkejutannya.
Gadis itu menatap sekelilingnya dengan tatapan yang terpaku. Ia berdiri di luar balkon rumah susun yang dulu ia tinggali, tetapi tak ada jejak keberadaannya di dalam kamar. Cahaya dari langit yang gelap menciptakan suasana yang mencekam, menambah kebingungan yang membelenggu dirinya. Curahan hujan yang deras seperti tanduk-tanduk iblis yang menyerang, mengisi keheningan malam dengan suara guntur yang menggelegar.
Kesadaran akan kehadiran orang bertudung misterius itu segera menghampiri gadis itu. Dibaliknya, sosok yang menyeramkan itu berdiri tegak, memegang tangannya dengan erat. Pandangan mereka bertemu, tetapi wajah sang misteri tetap tersembunyi dalam bayangan tudungnya yang gelap. Kehadirannya menciptakan rasa takut yang melanda gadis itu, membuat bulu kuduknya merinding seolah-olah disentuh oleh kedinginan yang mematikan.
Gadis itu, mencoba untuk membebaskan diri dari cengkeraman yang kuat, berusaha untuk berteriak meminta tolong. Tetapi suaranya tercekik di tenggorokannya, terjebak dalam keheningan yang menakutkan. Ia merasa terperangkap, tanpa kemampuan untuk mengungkapkan ketakutan dan putus asa yang menyiksanya. Tatapan matanya penuh dengan rasa panik dan keinginan akan pembebasan.
Namun, sebelum ia bisa merealisasikan apa yang terjadi, sesuatu yang tak terduga terjadi. Gadis itu merasakan dorongan yang kuat di punggungnya, seperti kekuatan yang tak tergoyahkan yang mendorongnya ke depan. Tubuhnya terlempar ke udara dengan cepat, sementara hujan deras membasahi rambutnya yang kusut.
Dan kemudian, ia jatuh...
AKHHH
Teriakannya memudar dalam kegelapan malam, memudar menjadi keheningan yang menakutkan.
...****************...
Seorang gadis berjalan mondar-mandir di koridor sekolah dengan langkah ragu. Di depannya, terdapat sebuah ruangan, menampilkan tulisan besar yang terpampang di atasnya: "Klub Detektif". Ruangan itu merupakan markas klub detektif di SMA Bluestars, sebuah sekolah menengah atas yang terkenal di Elderlake. Di sekolah ini, setiap siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Namun, untuk mereka yang tidak tertarik dengan ekstrakurikuler yang sudah ada, sekolah memberikan kebebasan untuk membentuk klub baru dengan syarat minimal memiliki lima anggota.
Gadis itu menatap pintu ruangan dengan tatapan yang penuh keraguan. Rasa ragu dan ketidakpastian tampak jelas dalam ekspresinya. Namun, di balik rasa ragu itu, terdapat keinginan yang kuat untuk menembus batas-batas ketidakpastian. Dengan hati yang bulat, ia mengumpulkan keberanian dalam dirinya dan melangkah maju, memutar knop pintu yang memisahkan dirinya dengan dunia misteri yang menanti di dalam ruangan tersebut.
Ketika ia melangkah masuk ke dalam ruangan klub detektif, pandangan gadis itu langsung tertuju pada suasana yang berbeda dari yang ia duga. Ruangan itu tidak sesuram yang ia bayangkan, dihiasi dengan dinding berwarna putih dan meja panjang di tengah ruangan yang dikelilingi oleh kursi. Papan pengumuman di sudut ruangan dipenuhi dengan gambar-gambar dan catatan-catatan yang menarik. Ruangan itu juga dihiasi dengan berbagai poster misteri dan gambar detektif terkenal yang terpampang di dinding.
"Kami tidak sedang mencari anggota baru," ucap suara misterius dari balik kursi putar dibalik meja di tengah ruangan. Sepertinya orang tersebut sedang memandangi pemandangan dari luar jendela. Terlintas dalam pikirannya bahwa itu pasti seorang gadis yang ingin bergabung dengan klub, karena tak mungkin ada orang lain yang membutuhkan jasa mereka. Klub ini sudah memiliki anggota yang cukup, dan tidak berminat menambah anggota lagi.
"Aku bukan mau mendaftar menjadi anggota. Aku..." gadis itu terhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan maksudnya. Ia merasa tekanan untuk mengungkapkan niatnya dengan jelas kepada orang tersebut yang tampak skeptis.
"Terus kamu mau apa?" tanya suara misterius itu dengan sedikit keheranan, sambil memutar kursinya. Ekspresi mencerminkan kebingungan tentang apa yang diinginkan oleh gadis tersebut. Bagaimana mungkin ada alasan lain selain ingin menjadi anggota klub detektif? Kasus? tidak mungkin. Tetapi ia tersebut tetap memberikan kesempatan pada gadis itu untuk menjelaskan.
"Apa kalian benar-benar bisa menyelidiki dan mencari tahu tentang sesuatu? Bahkan jika itu terjadi di luar lingkungan sekolah?" tanya Hana sekali lagi, wajahnya mencerminkan keraguan dan kekhawatiran. Ia ingin meyakinkan diri bahwa klub detektif ini benar-benar mau menangani kasus-kasus di luar sekolah.
"Tentu saja. Memangnya kenapa?" ucap pria itu, suara penuh keyakinan. Sambil mengajak Hana untuk duduk di kursi, ia tampak antusias dengan potensi kasus baru yang muncul.
Hana pun duduk di depan pria itu, tetapi rasa ragu masih terlihat dalam tatapannya. Ia mulai berbicara dengan ragu, "Emmm, kamu tau kan?... emm... tentang rumah susun di gang sempit dekat sekolah kita ini?"
Pria itu mengangguk, menunjukkan bahwa ia mengetahuinya. "Rumah susun itu... baru-baru ini... ada beberapa kasus bunuh diri," lanjut Hana.
Pria itu menatap gadis itu dengan antusias, menunjukkan ketertarikannya pada apa yang ingin gadis itu ceritakan. Hana merasa lega karena pria itu tampak serius mendengarkan ceritanya.
"Ini kedengaran aneh... tapi kalo ingatanku gak salah... udah lima bulan aku tinggal disana... dan udah tiga orang yang bunuh diri. Dan sekarang kakakku juga ngalamin hal aneh... Dia juga dapet uang," ungkap Hana dengan nada cemas.
Pria itu mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Apa anehnya kalo seseorang dapet uang? Memang kenapa kalo seseorang dapat uang? siapa aja bisa dapet duit kan?"
Hana menjelaskan dengan penuh kekhawatiran, "Bukan itu masalahnya... Uang itu datang dengan cara yang... aneh. Seolah-olah uang itu muncul begitu saja tanpa alasan yang jelas. Dan setiap orang yang mendapatkan uang itu, entah bagaimana, selalu ada yang mengalami hal buruk setelahnya. Aku takut kakakku akan mengalami nasib yang sama."
Pria di hadapannya mendengarkan cerita Hana dengan serius, namun ekspresi wajahnya tetap tenang. Ia tampaknya mengendalikan perasaan ingin tahu dan rasa ingin membantu, sambil mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Hana.
"Orang yang meninggal bulan lalu... dia adalah wanita yang tinggal di lantai atas kami, tepatnya lantai tujuh. Aku cukup dekat dengannya meski baru tinggal sebulan. Dia memberitahuku bahwa dia mendapatkan uang... Uang itu berada di dalam sebuah koper, namun uangnya punya banyak noda coklat. Dia memperlihatkan padaku uang tersebut. Dan tadi malam, aku melihat hal yang sama di tangan kakakku," lanjut Hana, mencoba memberikan gambaran yang lebih jelas.
Hana berhenti sejenak, tampak ragu dalam mengungkapkan apa yang ingin dia sampaikan selanjutnya. Dia mengungkapkan ketakutannya, "Emmm, ini terdengar sangat aneh, tapi nomor seri pada uang itu semuanya adalah 666. Bahkan kode untuk membuka koper tersebut juga sama... 666. Apa mungkin dia bunuh diri karena terpengaruh oleh iblis?" gadis itu berhenti sejenak, memandang pria di hadapannya dengan pandangan penuh tanda tanya.
Pria itu mendengarkan dengan cermat dan wajahnya tetap tenang. Dia bisa merasakan ketakutan Hana, tetapi dia tidak langsung menolak apa yang diungkapkan gadis itu. Meskipun angka 666 sering dikaitkan dengan konotasi negatif atau mistis, pria itu berusaha untuk tetap berpikiran terbuka.
"Jadi kamu mau kami menyelidiki tentang asal usul uang itu?" tanya pria itu, memastikan kembali maksud gadis itu.
"Iya, aku mau tahu apa dugaanku benar. Aku mau tau apa uang itu ada hubungannya sama mereka yang bunuh diri?" ucap gadis itu dengan tekad.
Terdengar bunyi putaran knop pintu. Masuklah seorang pria dengan rambut hitam yang mengkilap, tubuh atletis, dan wajah tampan. Ia melangkah masuk dengan percaya diri, menatap dengan pandangan yang penuh pertanyaan.
"Dia datang untuk meminta kita menyelidiki sesuatu," ucap pria berkacamata itu, kepada pria yang baru masuk. Pria yang baru datang hanya mengangguk mengerti.
"Walaupun telat, sebelumnya kenalin, aku Rolan, dan dia David," ujar pria berkacamata itu, sambil menunjuk ke arah David. Pria yang baru masuk itu kemudian melangkah dan duduk di lengan kursi yang berdekatan dengan Rolan, sambil memperhatikan gadis tersebut.
"Dia Hana Almaira, ingin kita menyelidiki kasus bunuh diri yang terjadi di rumah susun dekat sekolah. Apakah ada kaitannya dengan uang berangka aneh yang sekarang mungkin berada di tangan kakaknya?" lanjut Rolan, memperkenalkan Hana kepada David.
Gadis itu terlihat terkejut dengan hal yang di ucapkan Rolan.
"Bagaimana mungkin? kamu tau namaku ?" tanya Hana dengan tatapan heran.
"Apakah menurut mu, nametagmu itu tembus pandang?" ucap Rolan dengan senyum ringan, sambil menatap nametag yang terpampang jelas di seragam Hana.
"Iya juga yah, aku benar-benar minta tolong tentang hal itu secepatnya, aku takut akan terjadi apa-apa pada kakakku karena uang itu," ucap Hana, mencoba mengatasi kebingungannya dan menyampaikan permohonan bantuan dengan jelas.
David mengangguk serius, "Kalo gitu, kami akan segera memulai penyelidikan kami. Tapi tentu saja, kami butuh seluruh informasi yang lo tau tentang kasus ini. Semakin banyak informasi, semakin besar peluang kami buat nemuin jawabannya."
Rolan menambahkan, "Dan jangan khawatir, kami akan berusaha yang terbaik untuk membantu kakakmu. Kita akan bekerja bersama untuk mencari tahu apa yang terjadi."
Setelah Hana pergi, Rolan mengambil formulir yang telah diisi oleh gadis itu. Ia membacanya dengan seksama, mencatat beberapa poin penting yang mungkin relevan dengan kasus. Kemudian, ia menyimpan formulir tersebut dengan rapi di dalam laci meja.
"Kasusnya lumayan menarik, ya?" ucap Rolan pada David dengan antusias, terlihat bahwa ia sangat tertarik dengan misteri di balik uang aneh dan kasus bunuh diri tersebut.
"Apaan menarik, baru denger aja udah horor," timpal David dengan nada tegas, menunjukkan bahwa ia cenderung lebih skeptis dalam menghadapi kasus-kasus yang terkesan mistis.
"Nggak, kok. Kedengarannya seru," balas Rolan dengan penuh semangat, tetap tidak terpengaruh oleh ketakutan atau kesan horor.
"Tapi kalo diingat-ingat lagi, rumah susun itu setelah peresmian, memang ada beberapa kasus orang yang bunuh diri," kata David, mencoba mengingat-ingat tentang rumah susun tersebut. Rolan hanya mengangguk, menunjukkan bahwa ia telah menyadari fakta tersebut.
"Kita ketemu di sini sepulang sekolah. Jadi tolong hubungi yang lain dan sebelum mereka masuk ruangan ini, suruh mereka cari tahu lebih lanjut tentang rumah susun itu dan Hana," perintah Rolan.
Tanpa menjawab, David hanya mengangguk sebagai tanda setuju. Mereka berdua pun meninggalkan ruangan tersebut dan pergi ke kelas masing-masing, mengikuti pelajaran hingga jam pulang mereka pada pukul 3 sore.
...****************...
SMA Bluestars, sebuah sekolah menengah atas yang cukup terkenal di Elderlake, merupakan lembaga pendidikan unggulan yang dikenal dengan standar akademis dan ekstrakurikulernya yang tinggi. Para siswa dan siswi yang telah mencapai kelas XI diwajibkan untuk bergabung dengan klub atau kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat mereka. Bagi kelas X, bergabung dengan klub masih bersifat pilihan.
Sekolah ini terbagi menjadi dua kelompok kelas utama, yaitu kelas IPA yang terdiri dari tujuh kelas dan kelas IPS yang hanya memiliki lima kelas. Setidaknya ada 35 klub yang telah didirikan di sekolah ini, dan semua klub tersebut diawasi oleh OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Bluestars, sangat mendukung kreativitas dan bakat para siswa, sehingga klub-klub tersebut beragam dari olahraga, seni, hingga kegiatan ilmiah.
Di tengah banyaknya klub yang ada, ada dua siswa yang memutuskan untuk membuka klub detektif. Mereka adalah Rolan dan David, dua teman masa kecil yang tumbuh bersama dan tinggal berdekatan. Meskipun sifat dan kepribadian keduanya tampak berbeda, mereka memiliki satu kesamaan yang cukup menonjol, yaitu ketertarikan pada hal-hal yang berkaitan dengan misteri.
Rolan, dengan wajah yang selalu penuh semangat, adalah sosok yang penuh antusiasme dan berbakat dalam menganalisis berbagai masalah. Ia memiliki naluri detektif yang tajam, serta keahlian dalam mengumpulkan informasi dan mencari petunjuk yang sulit dijangkau orang lain.
Rolan adalah siswa dengan otak yang cerdas dan analisis yang tajam. Saat berada di dalam kelas, ia selalu duduk dengan tegak di barisan depan, memperhatikan setiap penjelasan dari guru dengan cermat. Matanya yang tajam dan penuh perhatian sering kali menarik perhatian guru, membuatnya menjadi favorit di mata para pengajar. Ia selalu menggunakan kacamata yang terlihat modis, yang menambah kesan kecerdasan dan ketegasan pada penampilannya. Rambutnya selalu tersisir rapi dan terawat, memberikan kesan kedisiplinan dan ketertiban pada penampilannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!