NovelToon NovelToon

Kawin Gantung

KG01

“Bang ... Bang Leon, Abang kapan nikahin aku secara resmi? Apa Abang tau, sewaktu kecil kita kan sudah dinikahkan. Kita hanya tinggal meresmikan hubungan ini saja ke pengadilan agama. Bagaimana kalau kita resmikan sekarang juga?!”

Ajakan nikah dari seorang gadis yang berusia empat tahun lebih muda darinya, membuat Leon kesal setengah mati. Pria itu bersumpah, dirinya tidak akan mau jika dinikahkan dengan gadis berisik itu!

Leon terus berusaha menghindar dari Valerie. Sementara gadis yang kini duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) itu terus mengikuti ke manapun kaki Leon melangkah.

“Lo bisa gak sih, gak ngikutin gue terus! Jadi cewek kok gak ada harga dirinya sama sekali!”

Leon tak habis pikir. Kenapa kedua orang tuanya bisa menikahkan dirinya di usia dini? Terlebih dengan gadis kecil berisik seperti Valerie.

...----------------...

Jadi, beginilah asal mula pernikahan antara Valerie dan Leon, bisa terjadi ....

Semua itu tak lain karena janji yang dibuat oleh dua orang gadis bernama Rania dan Maharani.

Sama-sama memiliki nama panggilan Rani, membuat dua dara ini bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di lingkungan yang sama. Bedanya, Maharani tinggal di sebuah komplek perumahan elite, sementara Rania tinggal di sebuah perkampungan yang ada di belakang komplek perumahan itu.

Perbedaan status sosial, tak menjadi penghalang bagi kedua gadis itu untuk menjalin persahabatan.

Persahabatan itu bahkan terjadi sejak Maharani dan Rania masih duduk di bangku sekolah dasar dan terus berlanjut hingga mereka sama-sama menempuh pendidikan di salah satu universitas terbaik di Indonesia.

Setiap hari, kedua gadis bernama Rani itu bertemu dan bersenda gurau bersama.

Persahabatan yang begitu erat, membuat kedua dara itu mengikrarkan janji, jika mereka akan menikah di tahun yang sama, lalu mereka akan menjodohkan anak-anak mereka, kelak.

Dengan mata berbinar dan saling menautkan jari kelingking, Maharani dan Rania mengucapkan janji.

“Pokoknya kita harus menikah di tahun yang sama, hamil bersama dan menjodohkan anak-anak kita!” seru Maharani. Rania pun menganggukkan kepalanya dengan mantap.

“Ya! Dan persahabatan ini akan berubah menjadi perbesanan!” lantang Rania.

Kedua gadis yang kini duduk di bangku perkuliahan itu pun terkekeh-kekeh mendengar ucapan Rania.

“Dari sahabat menjadi besan!” tegas Rania sekali lagi.

Walaupun sambil tertawa terbahak-bahak, kedua gadis itu mengangguk dengan mantap.

Dan siapa yang mengira, jika janji itu benar-benar terwujud? Semesta sepertinya benar-benar berbaik hati pada Rania dan Maharani.

Tujuh tahun setelah janji itu mereka ucapkan, Rania dan Maharani menikah di tahun yang sama. Mereka bahkan menikmati masa kehamilan bersama-sama.

Maharani melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Leon Orlando. Sementara Rania melahirkan seorang anak perempuan. yang diberi nama Shaquilla Elmira.

Masalah perjodohan anak-anak mereka pun kembali diperbincangkan oleh Maharani dan Rania. Kali ini, tak hanya kedua gadis itu yang bersepakat. Suami-suami mereka pun ikut bersepakat untuk menjodohkan anak mereka.

“Leon dan Qila harus kita dekatkan sejak lahir. Mereka harus kita sekolahkan di sekolah yang sama. Agar mereka terbiasa bersama-sama hingga tumbuh benih-benih cinta!” ucap Maharani antusias.

Rania pun mengangguk setuju. “Benar. Kamu ingat tidak novel online yang pernah aku ceritakan itu Novel online berjudul Lunara?” tanya Rania.

Maharani mengangguk, “Iya, aku ingat. Novel yang ada di platform Noveltoon itu kan?”

Rania juga menganggukkan kepalanya, menyatakan bahwa apa yang diucapkan oleh Maharani adalah benar.

“Kisah di novel itu, mirip dengan kisah kita. Ibu mereka bersahabat, lalu anak-anak mereka pun selalu bersekolah di sekolah yang sama sejak balita hingga kuliah. Dan akhirnya mereka berjodoh!” seru Rania girang.

“Itu artinya kisah cinta anak-anak kita akan seperti kisah percintaan di novel-novel!” ucap Maharani tak kalah girang.

Kedua sahabat itu bahkan sudah sibuk mencari sekolah walau anak mereka baru saja lahir dua bulan yang lalu.

Mereka begitu bersemangat saat membayangkan kisah cinta kedua anak bayi itu, kelak. Mereka sudah tak sabar, gelar persahabatan mereka berubah menjadi besan.

Namun, takdir berkata lain. Saat Shaquilla berusia tiga tahun, gadis kecil itu harus kembali menghadap sang pencipta.

Pandemi yang menyerang hampir ke seluruh pelosok negeri di dunia, menyebabkan Shaquilla yang mempunyai kelainan jantung bawaan, harus mengembuskan napas terakhirnya di usia tiga tahun.

Tak hanya Rania dan sang suami, Maharani pun ikut menangis histeris saat menyaksikan gadis kecil yang sempat menjadi calon menantunya, kini terbujur kaku.

Perjodohan itu pun berakhir saat itu juga.

“Sepertinya cita-cita kita untuk menjadi besan tak bisa terwujud, Ni,” lirih Rania, saat peringatan tiga puluh hari kematian Shaquilla. Tampaknya, gadis itu telah menerima kepergian sang buah hati karena Rania mulai bisa tersenyum.

Melihat senyuman hadir di wajah sahabatnya, Maharani melirik tajam pada Rania.

“Tidak ada satu keinginan pun yang bisa lolos dari genggaman seorang Maharani. Kalau aku mengatakan kita akan menjadi besan, itu artinya kita akan menjadi besan!” pekiknya.

Rania tertawa kecil. Gadis itu bahkan menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan sang sahabat.

“Bagaimana caranya kita menjadi besan? Apa kamu mau menikahkan Leon dengan aku?!”

Maharani menoyor kepala Rania, saat mendengar ucapan konyol sahabatnya itu.

“Lalu, Aksa mau kamu buang ke mana?! Lagian, kalau kamu menikah dengan Leon, hubungan kita bukan menjadi besan. Tapi malah menjadi mertua dan menantu!” ucap Maharani kesal.

Rania tertawa terbahak-bahak mendengar ungkapan kesal sahabatnya itu.

Tapi, nampaknya, Rania dan sang suami tak sepenuhnya bisa menerima kenyataan itu. Kesedihan kerap melanda sepasang suami istri itu hingga berpengaruh terhadap kinerja Adiyaksa.

Suami Rania yang begitu terpukul karena kematian anak perempuannya. Akibatnya, Adiyaksa sering mengabaikan pekerjaannya di kantor. Bahkan perusahaan tempatnya bekerja kehilangan sebuah tender raksasa karena ketidakbecusan Adiyaksa dalam bekerja. Hal itu membuat suami Rania dipecat dari pekerjaannya.

“Bekerjalah di perusahaanku. Walau perusahaanku itu perusahaan kecil, tapi aku yakin, kalau perusahaan itu akan segera menjadi perusahaan besar jika kita berdua yang mengelolanya,” ucap Kevin— suami Maharani.

Adiyaksa menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu, Vin. Perusahaanmu itu sudah mulai berkembang, aku malah takut akan menyebabkan kekacauan di perusahaanmu.”

Kevin menghela napas berat. Padahal dia ingin sekali membantu sahabatnya itu. Namun Adiyaksa menolaknya.

“Aku akan membawa Rania ke Bogor. Kami akan tinggal di rumah orang tuaku. Kami akan memulai hidup baru di sana. Rumah ini membuat kami tak bisa melupakan Qila.”

Maharani dan Kevin saling tatap. Mereka tak percaya kedua sahabat mereka akan meninggalkan Ibukota. Maharani berpindah duduk ke samping Rania dan memeluk sahabatnya sejak kecil itu.

“Kamu benar-benar mau berpisah denganku, Ran? Bagaimana kalau aku merindukanmu? Apa kamu tidak akan merindukan aku? Kamu bisa membeli rumah lain di Jakarta, tidak perlu pindah ke luar kota,” rengek Maharani.

Rania tertawa kecil mendengar rengekan sahabatnya itu. “Jakarta - Bogor itu kan dekat sekali. Kamu bisa langsung ke sana kalau kamu merindukanku. Aku juga akan langsung ke sini kalau merindukanmu.”

“Tapi tetap saja kita tidak bisa bertemu setiap hari! Sejak kecil kita selalu bertemu setiap hari.” Maharani mulai menangis tersedu-sedu.

“Jangan seperti anak kecil. Kita akan atur jadwal berkumpul. Aku juga akan sering menghubungi kamu,” ucap Rania.

Akhirnya kedua sahabat itu pun berpisah.

KG02

Keputusan Adyaksa dan Rania pindah ke Kabupaten Bogor, sepertinya merupakan keputusan yang tepat. Beberapa bulan setelah mereka pindah, Rania kembali dinyatakan hamil.

Dan rasa senang itu semakin membuncah kala dokter menyatakan jika Rania mengandung janin yang berjenis kelamin perempuan.

“Tuhan mengirimkan bayi perempuan ini, sebagai pengganti Qila,” ujar Rania dengan air mata yang tak bisa ditahannya. Adyaksa pun mendekap erat sang istri. Mereka begitu bahagia karena kembali dianugerahi seorang anak perempuan.

Tentu saja bukan hanya Rania dan sang suami yang merasa bahagia saat mendengar jenis kelamin dari janin yang dikandungnya. Maharani dan Kevin pun juga merasa begitu bahagia.

Maharani bahkan langsung meminta sang suami mengagendakan perjalanan ke kediaman Rania— sahabatnya, saat itu juga.

“Akhirnya, cita-cita kita menjadi besan, bisa kembali terwujud ya bestie!” ucap Maharani girang. Rania meresponnya dengan menganggukkan kepala sembari tertawa geli.

“Pokoknya kita harus mengatur perjodohan ini begitu bayi ini lahir!” lanjut Maharani.

“Tapi, kita tidak bisa menyekolahkan mereka di sekolah yang sama. Kalian kan tinggal di Jakarta,” ucap Rania. Binar wajah Maharani perlahan meredup mendengar ucapan sang sahabat.

Bagaimana caranya agar mereka bisa membuat kisah cinta anak-anak mereka seperti kisah cinta yang tertulis di novel-novel bergenre romantis, jika Leon dan calon istrinya tidak bersekolah di sekolah yang sama?

Maharani menghela napas berat. Gadis itu lalu menoleh ke arah sahabatnya.

“Apa kalian tidak punya rencana untuk kembali tinggal di Jakarta?”

Rania menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Mas Aksa baru saja membuka usahanya, walaupun hanya bengkel kecil. Lagian, aku sudah merasa nyaman di sini. Suasana di sini membuatku tenang dan bisa mengikhlaskan kepergian Qila.”

Maharani tak bisa lagi membujuk sang sahabat. Dia tau betul, jika kepergian Shaquilla, membuat Rania dan Adiyaksa sangat terpukul. Maharani kembali menghela napas panjang dan berat. Gadis itu pun memeluk sang sahabat.

“Jadinya, kisah percintaan anak kita tidak seperti di novel-novel, dong,” lirih Maharani.

“Yang penting kan perjodohannya. Bagaimanapun kisah cinta mereka berproses, yang paling utama adalah pernikahan mereka harus terjadi!” jawab Rania.

Maharani kembali berbinar. Tentu saja dia setuju dengan ucapan sang sahabat. Anak-anak mereka harus berjodoh agar dirinya dan Rania bisa menjadi besan seperti yang mereka cita-citakan sejak dulu.

...----------------...

Rania pun menjalani kehamilannya dengan hati yang begitu bahagia karena Maharani sering mengunjunginya.

“Ini ada vitamin yang bagus untuk kandungan. Aku juga membawa yogurt, oatmeal dan beberapa buah-buahan agar kamu bisa membuat smoothies," ujar Maharani. “Susu kamu sudah mau habis kan? Aku juga sudah membelinya,” lanjut wanita itu sambil terus menyusun seluruh makanan yang dibawanya ke dalam kulkas.

“Kamu tidak perlu repot-repot begini, Ni. Besok-besok aku tidak akan membukakan pintu kalau kamu terus saja membawa makanan banyak begini. Apalagi buah. Aku tinggal di Bogor, Ni. Buah-buahan di sini lebih fresh dibandingkan buah-buahan yang kamu beli di supermarket Ibukota!” celetuk Rania.

Maharani menghentikan aktivitasnya. Gadis itu melirik tajam pada sang sahabat. Maharani pun kini melangkahkan kakinya perlahan hingga kini berdiri tepat di hadapan Rania yang tengah duduk.

“Hei, Bumil, dengar ya. Aku tidak melakukan ini untukmu. Yang sekarang aku lakukan adalah sebuah investasi. Kamu sedang mengandung calon menantuku. Tentu saja aku harus memastikan kesehatan dan kecerdasannya sejak dalam kandungan!”

Rania tersenyum geli mendengar celotehan sang sahabat. Maharani memang tak bisa dibantah.

“Jadi, jangan pernah larang aku untuk berinvestasi!” pekiknya lagi.

Rania tergelak, “Iya, iya. Silakan lakukan sesukamu. Kalau begini kan aku jadi enak,” ucap Rania terkekeh.

Maharani tersenyum sumringah dan kembali menyusun barang bawaannya ke dalam kulkas hingga lemari pendingin itu penuh sesak.

Tak lupa, Maharani juga selalu meminta Leon untuk berbicara dengan calon istrinya yang berada di dalam perut Rania.

“Dedek bayi, cepat keluaw ya. Nanti kita main bewsama. Bang Leon akan selalu menjaga dedek bayi.”

Begitulah celoteh Leon yang sebentar lagi berusia 4 tahun.

Rania selalu diliputi rasa bahagia selama kehamilannya. Gadis itu bahkan tak mengalami mual sejak awal kehamilan. Tampaknya dia mengandung seorang bayi yang pengertian.

Namun, kebahagiaan Rania harus terusik oleh sebuah tragedi.

Saat kandungannya baru memasuki usia 34 Minggu, Rania mengalami kecelakaan. Gadis itu tergelincir ketika turun dari tangga yang terdapat di depan rumahnya. Walau tangga di teras rumah itu hanya ada tiga tingkat, tapi tangga itu menjadi cukup licin jika turun hujan lebat seperti saat ini.

Adiyaksa melajukan sepeda motornya begitu mendapatkan kabar jika Rania mengalami kecelakaan. Bahkan, bayi yang dikandung oleh wanita itu, terpaksa harus dikeluarkan di usia delapan bulan karena Rania mengalami pendarahan hebat.

Untungnya, Rania dan bayi perempuan itu dapat dilahirkan dengan sehat dan selamat tanpa kurang satu apapun. Bayi cantik itu pun diberi nama Valerie Elmira.

Sementara itu, walau pada awalnya merasa sangat panik dan bersedih dengan kondisi yang dialami oleh Rania, Maharani dapat tersenyum sumringah ketika melihat bayi kecil bernama Valerie.

“Ah ... Calon mantu mama. Kamu lucu sekali,” ujar Maharani begitu Valerie berada dalam dekapannya. “Sayang sekali Leon tidak boleh masuk ke ruangan rawat inap! Jadinya, Leon tidak bisa deh, melihat calon istrinya. Padahal Mama yakin, Bang Leon pasti senang melihat calon istrinya yang begitu imut dan cantik ini,” lanjut wanita itu.

Rania dan Adiyaksa tersenyum geli mendengar ucapan sang Maharani.

Maharani terus membawa Valerie dalam dekapannya. Wanita itu bahkan tak mengingat anak dan suaminya yang tengah menunggunya di mini playground area yang ada di rumah sakit itu.

Jika Kevin tak terus menerus menghubunginya, Maharani pasti tetap berada di sana dan terus menatap Valerie dengan wajah sumringah.

“Perasaanku mengatakan kalau Leon dan Valerie akan berjodoh,” ujar Maharani. Rania dan Adiyaksa hanya tersenyum dan mengamini pernyataan sahabat mereka.

Dan untuk mewujudkan keyakinannya itu, Maharani selalu mengajak Leon untuk mengunjungi Valerie setiap bulan. Wanita itu benar-benar berusaha membuat Leon dan Valerie saling terikat sejak mereka kecil.

Dan, benar apa yang dikatakan oleh Maharani sewaktu Valerie baru dilahirkan. Leon begitu senang setiap bertemu Valerie. Leon sangat menyayangi Valerie.

Pria kecil itu kerap memeluk dan mencium gemas Valerie. Tentu saja momen itu selalu diabadikan oleh Maharani.

Melihat Leon dan Valerie yang begitu saling menyayangi, sebuah ide pun muncul di benak Maharani.

“Kawin gantung?!” pekik Rania, Adiyaksa dan Kevin.

Maharani menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan.

Walau awalnya tak yakin, tapi, di sinilah mereka berada sekarang. Di acara pernikahan dua orang anak kecil yang sama sekali tak mengerti kondisi apa yang tengah mereka hadapi.

Leon dan Valerie baru saja selesai menggunakan pakaian pengantin mereka yang berwarna serba putih.

“Waaah ... Adik Erie seperti princess,” ucap Leon saat menyaksikan Valerie berbalut gaun putih. Valerie yang sangat senang dengan karakter princess langsung berputar memamerkan keindahan gaun yang dikenakannya.

“Bang Leon juga sepelti pangelan,” ucap Valerie, kemudian.

Leon tersenyum dan mencubit gemas pipi Valerie yang gembul. Tentu saja adegan menggemaskan dari kedua anak kecil itu, tak luput dari bidikan Maharani dan Rania. Kedua sahabat itu berusaha menahan teriakan mereka saat melihat adegan romantis dan menggemaskan dari kedua anak itu.

“Persis seperti di novel-novel romansa,” bisik Rania. Maharani pun menganggukkan kepalanya dengan begitu antusias.

“Ayo, Leon, Erie, duduk di sini,” ucap Kevin.

Kedua anak kecil itu pun berjalan sembari berpegangan tangan menuju ke tempat duduk yang ditunjuk oleh Kevin.

Duduk berdampingan di depan meja, Leon diminta menjabat tangan seorang pria paruh baya bernama Adiyaksa, yang tak lain adalah ayah kandung Valerie Elmira.

“Leon, kalau kata-kata yang kemarin lupa, Leon bisa baca tulisan ini.”

Leon menganggukkan kepalanya, “Iya Ma. Leon sudah hapal kok,” jawabnya.

Janji suci pernikahan yang sudah dihapalkan oleh Leon selama tiga hari itu, kini dirapalkan dengan sangat lugas dan jelas oleh anak laki-laki berusia 7 tahun itu.

Sah!!!

Maharani dan Rania berpelukan erat. Akhirnya kedua sahabat itu resmi menjadi besan.

“Cita-cita kita akhirnya kesampaian!” ucap Maharani. Rania pun mengangguk sambil tersenyum sumringah.

“Dari Bestie menjadi besan,” ucap Rania.

Leon dan Valerie kini dianggap sah sebagai pasangan suami istri. Leon yang kini berusia 7 tahun itu, kini telah menjadi seorang suami dari seorang gadis kecil berusia 3 tahun yang bernama Valerie.

Namun, karena usia yang masih teramat muda, mengharuskan sepasang pengantin cilik itu untuk hidup terpisah. Mereka masih tidak diperbolehkan menjalani kehidupan suami istri yang sesungguhnya.

Kawin gantung.

Pernikahan seperti itulah yang dijalani oleh sepasang pengantin cilik itu.

...--------------------------------...

Catatan 🐾

Dalam tradisi nusantara, kawin gantung adalah kondisi dimana pernikahan dilangsungkan saat pasangan masih sangat muda untuk tujuan tertentu seperti menjamin ikatan perjodohan atau menghindarkan perzinahan. "Tidak ada batasan menikah dalam Al Quran," kata Wakil Ketua Dewan Suro NU Jawa Tengah KH Aniq Muhammadun.27 Mar 2010

sumber: https://www.bbc.com › 2010/03 › 1..

KG03

Sebenarnya, bukan Valerie yang akan dijodohkan dengan Leon. Shaquilla— kakak kandung Valerie— dialah yang harusnya dijodohkan dengan Leon. Hanya saja, Shaquilla telah berpulang sewaktu gadis kecil itu berusia tiga tahun.

Hingga takdirlah yang menjodohkan Leon dengan Valerie. Satu tahun setelah Shaquilla berpulang, Valerie hadir ke dunia. Menggantikan peran Shaquilla sebagai calon istri Leon Orlando.

Kedua orang tua mereka, mengatur jadwal bertemu antara Leon dan Valerie, sekali dalam satu bulan.

Karena sering bertemu semenjak kecil itulah, membuat rasa sayang tumbuh di hati Leon dan Valerie.

Leon kecil selalu menjaga Valerie saat mereka bermain bersama di taman kota, taman bermain, ataupun di taman air. Di mana pun kedua ibu mereka membuat janji temu, di situlah Leon akan selalu ada untuk bermain dan menjaga Valerie.

Leon bahkan senang sekali, saat dirinya dan Valerie yang saat itu berusia tiga tahun, duduk di atas pelaminan dan menjadi pengantin cilik. Pria kecil berdarah Belanda itu, bahkan mengucapkan janji akan menjaga Valerie seumur hidupnya.

Namun, sikap Leon seketika berubah sejak pria itu duduk di bangku SMA. Leon tak mau lagi menemani sang ibu untuk bertemu dengan Valerie dan keluarganya.

Sejak saat itu, Valerie pun tak pernah lagi bertemu dengan Leon.

“Ma, kenapa sih Bang Leon tidak pernah datang lagi? Padahal Erie rindu dengan Bang Leon,” keluh Valerie.

“Bang Leon sudah SMA, jadi sudah banyak kesibukan,” jawab Maharani. Wajah Valerie seketika sendu mendengar jawaban dari ibu kandung Leon. Padahal dia sudah begitu rindu dengan sang idola.

“Tapi, Erie tenang saja. Dua bulan lagi, Erie pasti bertemu dengan Bang Leon.”

Valerie yang tadi sendu, seketika berbinar mendengar ucapan Maharani.

“Yang benar, Ma?!”

Maharani mengangguk antusias, “Tentu saja! Dua bulan lagi acara ulang tahun pernikahan mama dan papa yang ke-17. Rencananya akan ada perayaan cukup besar. Karena ini perayaan ulang tahun pernikahan papa dan mama, sekaligus merayakan pembukaan cabang perusahaan papa Kevin yang baru.”

Senyum Valerie semakin terkembang.

Akan bertemu dengan Leon yang sudah dikaguminya sejak kecil, tentu saja membuat Valerie merasa senang.

Dan, saat pertemuan itu terjadi, gadis yang selalu ceria itu, terus menempel pada Leon. Valerie mengekori Leon ke mana pun. Hal itu tentu saja membuat Leon menjadi risih.

Pasalnya, sejak Valerie tau jika dirinya dan Leon sudah melakukan prosesi kawin gantung, gadis yang kini duduk di bangku sekolah menengah pertama itu, kerap minta dinikahi oleh Leon secara resmi. Dan Valerie terus menerus melakukan hal itu setiap dirinya bertemu Leon.

“Bang ... Bang Leon, Abang kapan nikahin aku secara resmi? Apa Abang tau, sewaktu kecil kita kan sudah dinikahkan. Kita hanya tinggal meresmikan hubungan ini saja ke pengadilan agama. Bagaimana kalau kita resmikan sekarang juga?!”

Ajakan nikah dari seorang gadis yang berusia empat tahun lebih muda darinya, membuat Leon kesal setengah mati. Pria itu bersumpah, dirinya tidak akan mau jika dinikahkan dengan gadis berisik itu!

Leon terus berusaha menghindar dari Valerie. Sementara gadis yang kini duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) itu terus mengikuti ke manapun kaki Leon melangkah.

“Lo bisa gak sih, gak ngikutin gue terus! Jadi cewek kok gak ada harga dirinya sama sekali!”

Valerie selalu saja mengabaikan ucapan Leon. Gadis itu tak peduli dengan ucapan Leon yang terus saja mengusirnya.

Leon adalah pria yang dikaguminya sejak kecil. Pria tampan berdarah campuran itu adalah calon suaminya. Bukankah sudah seharusnya dia terus berada di sisi pria itu dan memberikan senyum termanisnya saat Leon menatap dirinya?

Walau Leon kerap menyatakan ketidaksukaannya, walau Leon terus mengusirnya, Valerie tetap berada di samping pria itu dan tersenyum dengan manis.

Gadis remaja itu begitu bangga dan bahagia karena berada di sisi Leon.

Namun, tak begitu dengan Leon. Karena terus diteror oleh Valerie dua tahun belakangan, Leon memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Agar pria itu punya alasan untuk tak bertemu Valerie.

Pria itu tak mau lagi bertemu Valerie. Dengan tinggal di luar negeri, dia tak perlu lagi mencari-cari alasan untuk menolak ajakan sang ibunda buat bertemu gadis berisik itu.

Kepergian Leon tentu saja membuat Valerie bersedih.

Bahkan, saat mengantarkan kepergian Leon di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Valerie terus bergelayut di lengan pria itu sembari merengek.

“Erie pasti sangat merindukan Bang Leon. Kapan Bang Leon pulang ke Indonesia lagi?”

Leon menatap malas kepada gadis kecil menyebalkan yang bergelayut pada lengannya itu. Bisa-bisanya gadis berisik itu menanyakan kepulangannya ke Indonesia padahal dia pun belum berangkat meninggalkan negara ini.

Rania menarik lengan sang anak yang seolah tak mau melepaskan Leon dari dekapannya. “Sini kamu. Bang Leon baru saja mau pergi sudah ditanya kapan pulang?!”

Valerie tak mau menuruti ucapan sang ibunda. Gadis itu melepaskan jemari sang ibunda yang tadi mencengkeram lengannya dan kembali bergelayut manja di lengan Leon.

Sementara Leon, walau dirinya merasa risih dan kesal, dia tak berani menolak Valerie karena merasa sungkan dengan kehadiran kedua orang tua gadis itu. Terpaksa dia membiarkan Valerie terus menempel padanya. Padahal, jika mereka hanya berdua saja di sana, Leon pasti menempeleng kepala gadis itu dan gegas menjauh.

“Bang Leon jangan kepincut sama bule, loh, di sana! Awas saja! Ingat ya, ada istri yang menanti di Indonesia! Kita ini sudah menjadi suami istri sejak dulu, loh! Bang Leon jangan lupakan itu!” tegas Valerie saat Leon hendak masuk ke gate untuk melakukan check-in.

Leon tertegun. Rasanya dia ingin sekali mencekik leher gadis kecil itu.

Istri, katanya? Dasar bocil gila! Bisa-bisanya dia berkata seperti itu padahal dia masih SMP. Untung saja aku bisa lolos di universitas bergengsi di Australia. Jika tidak, Mama pasti benar-benar akan menikahkan aku dengan bocil stres itu!

Leon bergidik, “amit-amit!” gumamnya.

Tanpa berbasa-basi ataupun melambaikan tangan, Leon berbalik arah dan terus berjalan menjauh dari Valerie.

Sementara gadis kecil itu, hanya bisa menatap punggung Leon dan kedua orang tua pria itu yang perlahan menghilang.

“Erie sudah merindukan Bang Leon, Ma,” lirihnya.

Rania hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya yang begitu bucin pada Leon.

...----------------...

Bulan demi bulan berganti. Leon tak pernah mau jika diminta orang tuanya untuk kembali ke Indonesia setiap kali perkuliahan libur. Bahkan, ketika orang tuanya sengaja tak memberikannya uang saku selama masa liburan, Leon tak gentar. Pria itu lebih memilih untuk bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya selama libur kuliah.

Maharani begitu geram dengan tingkah Leon. Dia sudah tak tega melihat Valerie terus merengek karena merindukan anak lelakinya itu. Sudah tahun kedua dan Leon belum juga kembali ke Indonesia.

“Bagaimana kalau Erie saja yang ke Sydney? Kamu mau ke Sydney bareng Mama?” tanya Maharani. Valerie tentu saja mau. Dia sangat ingin berwisata ke luar negeri. Lebih dari itu, dia sangat ingin bertemu dengan Leon!

Mereka pun sudah mengatur jadwal untuk pergi ke benua yang terkenal sebagai negeri wol itu. Maharani, Rania dan Valerie akan mengunjungi Leon ketika liburan kenaikan kelas.

Maharani sengaja tak memberitahukan kabar itu kepada anaknya. Dia tak mau Leon mencari alasan untuk menghindari Valerie.

“Besok, kita bikin paspor lalu mengurus Visa!” ujar Maharani antusias.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!