NovelToon NovelToon

RAHASIA WINTER

Bab 1

"Mawar kuning yang aku minta belikan sudah kamu beli?" Winter melirik Arga yang duduk di sebelahnya.

Arga adalah sahabat gadis itu dari kecil. Mereka sudah bersama sejak lahir. Dan tidak terpisahkan sampai sekarang. Arga juga tahu segala rahasia gadis itu. Termasuk Winter yang mencintai kakak dari seseorang yang hidupnya hancur karena dirinya. Pekerjaan gadis itu saat ini lebih banyak mengikuti laki-laki yang dia sukai tersebut, dibanding fokus dengan kuliahnya. Seperti hari ini, ia tahu laki-laki itu akan datang ke rumah sakit membesuk adiknya, jadi sekarang mereka sudah berada di depan rumah sakit tersebut.

"Arga, bagaimana mawarnya?" tanya Winter lagi karena Arga tidak menjawab pertanyaannya tadi. Malah fokus menatap hapenya.

"Sudah ku beli. Ada di bagasi belakang." jawab Arga kemudian.

"Kau akan pulang sekarang atau menemaniku masuk ke dalam?" tanya Winter lagi.

Dikampus ini dia tidak punya banyak teman. Ada tapi tidak sering berkumpul seperti Arga yang sungguh-sungguh ia anggap sebagai sahabat dan keluarga sendiri. Hanya saja Arga dua tingkat lebih tua di atasnya. Sebentar lagi pria itu lulus. Sekarang dia sedang sibuk-sibuknya mencari tempat magang.

Kalau teman-teman sekelas Winter lebih suka bersenang-senang. Tiap kali ada waktu luang, mereka pasti akan pergi jalan-jalan atau sekadar liburan. Teman-temannya sering mengajaknya, tapi Winter tidak punya waktu. Karena semua waktunya dia gunakan untuk pria yang dia sukai, dan tentu saja untuk berusaha menebus kesalahannya di masa lalu.

"Sepertinya mulai beberapa hari kedepan, aku tidak bisa menemanimu lagi." wajah Arga tampak tidak enak menatap Winter.

"Kenapa?"

"Aku akan mulai sibuk dengan magangku," Winter mengangguk mengerti. 

"Jadi kau sudah dapat tempat magang?" tanyanya.

Arga mengangguk.

"Di studio sepupuku. Kebetulan mereka sedang butuh anak magang sekarang. Aku sekalian bisa mengembangkan bakat fotografer-ku di sana." katanya. "Dengar, selama aku magang, kau usahakan jangan terlalu sering mengikuti pria itu diam-diam. Utamakan kuliahmu." ucap Arga mengingatkan. Winter terkekeh. Pria itu suka sekali berceloteh.

"Aku turun dulu. Aku akan menelpon-mu kalau ada apa-apa." balas gadis itu tidak menghiraukan perkataan Arga.

"Baiklah tuan putri." lalu Arga kembali mengendarai mobilnya meninggalkan rumah sakit itu.

                                   ***

Winter berjalan santai memasuk memasuki rumah sakit bergengsi yang terletak di pinggiran kota tempat Mika dirawat, Mika adalah nama adik dari pria yang dia sukai. Pria itu terbiasa membesuk Mika ketika pulang dari kampus. Jadi Winter yakin hari ini juga pria itu pasti ada di rumah sakit ini.

Namanya Daffin. Namun tidak seperti hari-hari biasa yang tenang. Hari ini Winter mendengar suara teriakan Mika dari dalam kamar rawatnya. Gadis itu berteriak histeris. Tak lama sesudah itu ia melihat Daffin keluar dari ruangan tersebut dengan wajah merah padam. Lalu meninju tembok berkali-kali sampai buku-buku tangannya berdarah. Melihat itu Winter langsung mengerti apa yang terjadi. Kenapa Mika histeris. Pasti gadis itu kembali depresi dengan keadaannya. Winter merasa sedih melihat keadaan Daffin.

"Kakak," panggilan tersebut sontak membuat Winter buru-buru menyembunyikan diri dibalik dinding tak jauh dari situ. Ia bisa mendengar pembicaraan kakak beradik itu.

Daffin berlutut didepan Mika. Gadis itu duduk di kursi roda. Perawat yang biasa menjaganya berdiri dibelakang. Daffin membelai pipi sang adik penuh sayang.

"Maafin aku, aku janji nggak bakal buat kakak sedih lagi." gumam sang adik. Daffin tersenyum pedih. Ia sangat mengerti keadaan adiknya. Tiga tahun terbaring dikursi roda tanpa tahu kapan bisa berjalan lagi pasti membuatnya sangat depresi.

"Tidak apa-apa. Kakak bisa mengerti. Tapi kamu harus janji sama kakak jangan nolak untuk berobat, mm?" gumam Daffin. Mika mengangguk lemah.

Daffin mengusap-usap kepala adiknya. Ini semua terjadi karena orang tidak bertanggung jawab yang menabrak adiknya. Orang itu kabur begitu saja. Mungkin sekarang sedang hidup enak. Sementara adiknya harus menderita luka batin dan cacat fisik. Keluarganya hancur.

Belum lagi mamanya yang harus berjuang keras membiayai semua pengobatan sang adik. Sebenarnya bisa saja Daffin memindahkan Mika ke rumah sakit luar negeri, tapi saat ini keuangan mereka terbatas. Biaya pengobatan Mika sangat tinggi. Dia juga tidak mau meminta uang dari ayahnya yang tidak bertanggung jawab itu.

Untung Daffin adalah sosok laki-laki yang pintar. Dia pandai membuat program dan dengan bakatnya tersebut, pria itu berhasil menjual beberapa program yang dia buat ke beberapa perusahaan. Uang itu cukup besar membantunya membiayai pengobatan sang adik. Tapi ia bersumpah tidak akan melepaskan orang yang sudah membuat hidup adiknya hancur. Pria itu mengepal tangannya kuat-kuat.

"Kakak, ada apa?" suara sang adik membuyarkan lamunannya.

"Tidak, tidak apa-apa." sahutnya lalu menatap perempuan yang setia berdiri dibelakang Mika.

"Suster, sebentar lagi malam. Bawah Mika masuk. Aku ada urusan sebentar, nanti malam aku balik lagi." kata Daffin pada perawat yang menjaga Mika. Lalu pamit ke sang adik dan pergi.

Tanpa mereka ketahui, seseorang tengah memperhatikan mereka dari kejauhan dengan raut wajah sedih.

Bab 2

Winter menarik napas panjang. Tadi pikirannya terasa begitu berat. Dia merasa otaknya penuh dan dirinya bisa jatuh kapan saja karena pusing. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa. Dia telah mengisi daya lagi. Berusaha semangat kembali.

Sekarang gadis itu berada di sebuah warung makan depan rumah sakit. Orang-orang yang melihatnya merasa kalau dia adalah gadis yang aneh. Bagaimana tidak terlihat aneh coba, penampilannya serba hitam-hitam. Kaos hitam, celana hitam, topi hitam, masker bahkan kacamatanya hitam. Orang lain mungkin akan mengira kalau gadis itu seorang penjahat. Tatapan mereka saja sudah aneh waktu dia masuk.

"Maaf mbak, masker sama kacamatanya harus dibuka." kata salah satu pelayan restoran kecil tersebut. Pandangannya jelas melihat penampilan Winter dengan raut wajah aneh. Lebih ke curiga. Entah menganggap Winter artis atau penjahat. Gadis itu tertawa dalam hati. Ternyata dirinya cukup berbakat.

"Oke mbak, makasih infonya. Mbak baik deh mau berbagi info," balas Winter tersenyum. Sih pelayan makin mengernyit aneh. Memangnya dia bilang info apa? Rumah sakit di seberang sudah pindah tempat? Dasar perempuan aneh. Dari perawakannya sih kayaknya lumayan, bodynya bagus, kulit putih bersih dan matanya cerah saat ia membuka kacamata. Kalau dia buka masker pasti cukup cantik, tapi otaknya ...

Pelayan itu jadi berpikir kalau gadis yang duduk didepannya ini bukan aneh lagi, tapi otaknya memang geser. Buktinya beberapa pelanggan dalam tempat itu tampak menertawainya. Tak mau berlama-lama di situ, pelayan itu langsung pergi setelah mencatat pesanan makanan sih gadis aneh.

Winter menengok kanan-kiri dan bersiap-siap membuka maskernya. Ketika di rasa tidak ada yang dia kenal di dalam situ, gadis itu lalu membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya. Namun saat menghadap kiri, mata Winter menangkap sosok laki-laki yang sangat ia kenal, yang selalu di mata-matai tiga tahun terakhir ini tengah duduk di sana bersama seorang teman.

Winter buru-buru membuang muka ke arah lain, mencoba menutupi wajahnya dengan topi.

Dia melihatku? Tidak, matanya tidak ke sini tadi. Wajahku tidak jelaskan? Ya ampun, mudah-mudahan dia tidak melihatku.

Winter terus bergumam dalam hati. Gadis itu lalu menunduk dengan kening berkerut tak bersemangat. Kenapa dia sampai tidak lihat ada laki-laki itu dalam restoran kecil ini sih? Winter pikir laki-laki itu langsung pulang di sana.

Sementara itu didepan sana, pandangan Daffin terus menatap aneh ke salah satu gadis yang masuk dengan penampilan serba hitam-hitam tadi. Gerakan gadis itu sangat aneh. Bahkan Daffin yang tidak pernah memperhatikan perempuan sebelumnya jadi memperhatikan perempuan itu karena keanehannya.

Entah kenapa Daffin merasa cukup tertarik untuk melihat seperti apa bentuk wajah gadis itu. Tapi ia terus menunduk dan menutupi wajahnya. Seolah sedang menghindar dari seseorang. Pria itu mendengus pelan, gadis aneh.

"Kau yakin tidak ingin ambil kesempatan beasiswa ke Inggris? Pak Angga masih menyuruhku bertanya padamu. Dia merasa sayang sekali kalau kau tidak mengambilnya." seseorang laki-laki yang duduk dihadapannya buka suara. Namanya  Dillan.

Daffin menggeleng.

"Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan adikku dan ibuku sendirian." katanya. Dillan menarik napas panjang lalu menyesap cappucino nya.

"Ya, memang sangat sulit berada di posisimu. Aku bisa mengerti. Sayang sekali, padahal kau sangat berbakat." ucap pria itu. Tapi mau bagaimana lagi, Daffin yang berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

"Bagaimana perkembangan kondisi Mika?" tanyanya mengganti topik.

"Masih sama," sahut Daffin. Ketika mengatakan kalimat itu, ekspresinya tampak sedih. Dillan bisa mengerti. Karena Mika adalah adik yang paling Daffin sayang. Terjadi hal menyedihkan itu pada adiknya sungguh membuat Daffin ikut kehilangan sebagian semangat hidupnya.

"Aku harap Mika bisa pulih dengan cepat dan berlari seperti sedia kala. Ceria lagi seperti dulu." kata Dillan lagi. Daffin tersenyum tipis. Dia juga berharap yang terbaik untuk sang adik.

"Oh ya, jurusan kita akan mengadakan study tour beberapa hari lagi. Katanya gabung dengan jurusan Sastra. Kali ini kau benar-benar harus ikut, tidak boleh absen." Dillan mengingatkan karena Daffin suka sekali absen dari berbagai kegiatan kampus. Padahal pengurus BEM pernah mengincar cowok itu untuk jadi ketua BEM, sayang sekali Daffin tidak pernah berminat. Itu bukan prioritas pria itu. Dia pernah bilang ke Dillan.

"Mbak, mau ke mana? Bayar dulu. Pesanannya kan sudah mbak ambil!" suara toa pelayan didepan sana mengalihkan perhatian Daffin dan Dillan.

Gadis itu berulah lagi. Daffin yang sudah lupa keberadaan gadis tadi kini kembali memperhatikan ke depan. Ke arah gadis itu berada. Gadis itu sudah kembali memakai masker, sehingga Daffin tidak bisa lihat jelas wajahnya. Dan tentu saja siap-siap keluar. Entah apa yang membuatnya buru-buru ingin keluar dari tempat itu.

"Hehehe, maaf mbak lupa akunya." kata gadis itu lalu mengeluarkan beberapa uang tunai dan di kasih ke sih pelayan. Ia kemudian mengambil kopi dan roti pesanannya di atas meja  dan buru-buru keluar.

Pelayan tadi hanya menggeleng-geleng merasa gadis itu adalah pelanggan paling aneh yang datang beli makanan hari ini. Kalau Gavin jadi pelayan, tentu saja dia juga akan berpikir gadis tadi sangat aneh.

"Bagaimana, kau akan ikut study tour kan?" Dillan bertanya lagi memastikan. Daffin meliriknya.

"Hari apa?" ia balas bertanya.

"Tiga hari lagi, berarti kamis."

kali ini Daffin mengecek jadwalnya. Setelah dilihat tak ada jadwal penting hari itu, dia mengangguk ke Dillan.

"Baiklah, aku akan pergi." putusnya kemudian. Memang kegiatan kuliah penting, tapi Daffin sudah pernah bicara dengan dosen-dosen yang bersangkutan dan mereka setuju tidak apa-apa dia tidak ikut kegiatan-kegiatan seperti itu dengan catatan dirinya memasukan tugas yang lain. Untuk mengganti absennya. Dia juga sering membantu para dosen yang membutuhkan bantuannya dalam hal membuat program.

Banyak dosen yang mengakui bakatnya. Itu sebabnya dikampus ini, dia adalah salah satu mahasiswa yang berbondong-bondong diberikan tawaran kerjasama oleh beberapa perusahaan. Sayangnya Daffin menolak. Cowok itu punya rencana sendiri dan paling tidak mau diatur orang lain.

Daffin juga sangat populer dikampus. Banyak wanita yang mengejarnya. Sayang sekali pacaran bukanlah prioritas utama Daffin. Yang ingin dia kejar sekarang adalah menjadi sukses dengan kemampuannya sendiri, dan membuat adiknya mendapatkan perawatan yang terbaik serta mamanya tidak lagi bekerja banting tulang demi perawatan sang adik. Daffin tahu itu semua butuh waktu, tapi dia tidak akan menyerah. Demi orang-orang yang dia sayang.

Bab 3

"Hufftt ...."

Winter akhirnya bisa bernapas lega. Dia aman sekarang. Biar saja dirinya dianggap aneh oleh orang-orang, daripada wajahnya dilihat Daffin. Dia tidak mau mengambil resiko. Memang sih Daffin tidak kenal dia. Tapi bagaimana kalau cowok itu sadar kalau dirinya selalu mengikutinya diam-diam? Kan itu sangat beresiko.

Winter mengunyah roti yang dia beli tadi sambil menghadap kiri kanan. Ia berada di halte depan alfamart. Masih dekat dengan restoran kecil depan rumah sakit. Tentu saja masih dekat rumah sakit juga.

Dahi gadis itu mengernyit. Apa cuma perasaannya saja kalau halte yang dia tempati sekarang sangat sepi? Tapi kan jelas sekali halte tersebut memang sepi, tak ada penghuninya. Kenapa ya? Kok kebetulan? Winter menggeleng-geleng kepala. Kenapa dia jadi berpikiran aneh begini.

"Mendung," gumamnya kemudian. Ia menatap ke langit-langit yang mendung. Apa akan turun hujan sebentar lagi? Sial ...

Belum juga siap-siap, tapi hujan deras langsung mengguyur tempat itu. Dan masalahnya lagi ternyata atap halte itu bocor. Air hujan tembus membasahi Winter. Mau tak mau gadis itu harus menyingkir dari situ.

Winter berlari menyeberang jalan. Dia harus kembali ke rumah sakit sekarang. Tapi dia butuh payung. Hujannya terlalu deras. Dia pun masuk ke Alfamart untuk beli payung. Sayangnya, tak ada satupun payung yang tersisa. Pekerja di situ bilang payungnya sudah habis. Belum ada stok yang masuk.

Winter keluar toko itu dengan wajah ditekuk. Hah, kenapa hari ini banyak kesialan yang terjadi padanya sih. Ketika pandangannya memandang ke kanan, matanya tanpa sengaja melihat sebuah payung berwarna kuning bertengger manis didepan sana. Mata Winter berbinar-binar. Aha... Keberuntungan berpihak padanya.

Dilihatnya samping kiri kanan muka belakang dan ke dalam toko. Beberapa orang yang berbelanja sedang sibuk bertransaksi dengan kasir. Di luar tak ada orang sama sekali. Kalau dia ambil payung itu, pasti tidak akan ada yang lihat. Baiklah. Winter menghembuskan napas panjang kemudian melangkah ke arah payung kuning itu berada.

"Maafkan aku wahai pemilik payung. Aku harus mencuri payungmu. Aku tahu ini salah, aku tahu aku khilaf, mencuri itu sangat tidak baik, itu termasuk perbuatan jahat. Tapi sekarang benar-benar penting. Aku harus menggunakan payung ini demi kepentinganku. Tapi tenang saja, aku akan berdoa supaya kamu diberkati setiap hari. Dan payungmu akan kembali sepuluh kali lipat. Sekali lagi maaf ya," ucap Winter panjang lebar lalu menjulurkan tangannya mengambil payung itu pelan-pelan. Agar tidak ada yang curiga kalau dia adalah pencuri payung. 

Gadis itu sudah senang dengan payung ditangannya namun ketika dirinya berbalik, tatapannya bertemu dengan pemilik mata tajam yang sangat ia kenal. 

Laki-laki itu yang memiliki tinggi badan 185 cm, kulit putih, setengah Korea setengah China, penampilan rapi dan tatapan sedingin kulkas juga wajah super duper tampan yang bisa membuat semua wanita tergila-gila padanya, kini sudah berdiri didepan Winter, dengan tatapan dingin nan mengintimidasi.

Winter sendiri hampir terkena serangan jantung. Ia kaget bukan main. Karena pria yang selalu diam-diam ia ikuti sekaligus ia hindari untuk bertemu secara langsung itu kini berdiri tegak didepannya. Tampangnya sangat cool dan tampan sehingga sanggup membuat Winter menjerit histeris dalam hati. Winter menelan ludah. Apalagi pria itu terus diam mematung didepan sana sambil menatapnya dengan alis naik turun. Pandangannya tidak beralih sedikitpun dari Winter. Dan begitu mengintimidasi. Sanggup membuat sekujur tubuh Winter terasa panas dingin dalam waktu yang bersamaan.

Tidak, tidak. Gadis itu harus cepat-cepat pergi dari sini. Seperti kata orang, pertemuan pertama bagi dua orang kebanyakan tidak terlalu berkesan. Dengan tipe cuek dan dingin macam Daffin ini pasti pria itu tidak akan mengingat wajahnya lagi kalau dia segera menghindar.

Winter mengerjap-ngerjapkan mata. Ia cepat-cepat memalingkan wajah ke arah lain. Jantungnya tidak bisa berkompromi saat melihat Daffin dari jarak sedekat ini. Ya Tuhan, kenapa ada manusia yang parasnya seindah ini? Lalu dengan gerakan cepat gadis itu berjalan melewati Daffin. Ingin cepat-cepat menghilang dari situasi canggung saat ini. Namun tiba-tiba suara laki-laki itu menghentikan langkahnya.

"Itu payungku,"

Jleb.

Payungnya? Pandangan Winter turun ke payung kuning ditangannya. Ia berpikir sebentar lalu menutup matanya dalam-dalam. Ya ampun, kebetulan macam apa ini? Jadi payung yang dia curi adalah payung milik Daffin? Daffin adalah pemiliknya? Winter ingin segera menenggelamkan diri ke dasar laut sekarang juga, biar langsung menghilang dari hadapan pria itu. Memalukan, sangat memalukan. Dia kedapatan mencuri oleh laki-laki yang dia sukai diam-diam. Oh astaga Winter. Pertemuan pertama yang sangat memalukan.

Winter berbalik berusaha keras terlihat santai. Walau dalam hati ia sudah sangat malu. Daffin juga terus menatapnya dengan kedua tangan pria itu berada dalam saku celananya. Tatapannya kali ini sedikit angkuh, seperti memandang rendah Winter. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum miring. Lihat kan, pria itu pasti menganggapnya pencuri.

Winter menelan ludahnya. Karena sudah begini, dia cari alasan saja. Gadis itu kemudian menunjukkan senyum lebarnya.

"Hahaha, maaf. Aku pikir ini payungku. Ternyata milikmu, berarti payung kita mirip tapi yang ini memang milikmu, hehe." katanya menyengir lebar, berusaha keras menutupi rasa malunya. Tapi kalimatnya sedikit konyol. Lihat cara Daffin menatapnya.

Daffin tampak menertawai kebodohannya. Winter menunduk. Dia benar-benar kapok. Mencuri payung adalah kejadian yang paling memalukan yang pernah dia lakukan. 

Winter maju selangkah dan mengulurkan payung kuning tersebut ke depan Daffin. Situasi di antara keduanya sangat awkward.

Daffin tidak bicara sepatah katapun, hanya menatapnya dengan tatapan mengintimidasi itu.

"Maaf," kata Winter akhirnya. Gadis itu menunduk. Dia terlalu malu menatap wajah Daffin. Pastinya. Setelah menyerahkan payung tersebut ke tangan Daffin, gadis itu langsung berbalik pergi. Berlari menerobos hujan. Ia tidak peduli lagi dirinya basah kuyup. Gadis itu sudah terlalu malu dengan kejadian barusan.

Sedang Daffin terus menatap kepergian gadis itu sampai menghilang dari pandangannya. Sebenarnya dia tidak sekejam itu mau gadis tadi mengembalikan payung miliknya atau tidak. Hanya saja gadis itu terlalu cepat berbalik dan kabur dari hadapannya, ia jadi tidak bisa bicara apa-apa.

Sudut bibir Daffin terangkat. Kalimat panjang sih gadis pencuri payung sebelum mengambil payungnya masih tertanam jelas dalam benaknya. Konyol sekali gadis itu. Gadis yang pertama kali dia lihat di restoran kecil depan rumah sakit.

Daffin masih ingat. Ia yakin sekali sih pencuri payung itu adalah gadis yang sama dengan gadis di warung makan tadi. Topi dan pakaian yang gadis itu kenakan masih sama. Suaranya saat berbicara juga sama. Akhirnya Daffin tahu seperti apa bentuk wajah gadis itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!