NovelToon NovelToon

Cinlok Dengan Boss

Bab. 1 Dikerjai

POV. RAKA

Sejak satu jam yang lalu, aku sudah tiba dikantor ini. Menjadi seorang OB membuatku harus datang lebih awal sebelum para staff dan boss datang bekerja.

Menyapu, mengepel sudah kegiatan rutinitasku setiap harinya. Aku melakukan pekerjaan itu dengan ikhlas, demi bisa menyambung hidup serta membiayai kuliahku sendiri.

Baru saja selesai dengan membersihkan lobi kantor, aku sudah dihampiri oleh Pak Ari yang memberikan aku pekerjaan lainnya.

Aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk beristirahat terlebih dahulu olehnya.

"Raka kamu bersihkan lantai 2," titah Pak Ari padaku.

"Baik Pak," ucapku.

Aku bergegas berjalan menuju lift sembari mendorong peralatan kebersihan untuk tiba dilantai 2. Lantai dimana aku harus memiliki kesabaran ekstra.

Hampir semua staff yang bekerja dilantai dua selalu mengerjaiku. Mengerjai pekerjaanku, atau juga mengerjai diriku.

Setibanya dilantai dua aku akan menyapu lantai terlebih dahulu, barulah akan mengepelnya.

Aku akan mulai membersihkan dari ruangan A, dimana didalam ruangan ini terdapat 2 orang staff pria dan juga 2 orang staff wanita.

Tok tok tok

Aku mengetuk pintu ruangan A terlebih dahulu, setelah dipersilahkan untuk masuk aku segera membuka pintu ruangan tersebut.

Begitu pintu ruangan A dibuka, aku sudah disambut dengan ruangan yang kotor, penuh dengan kertas yang sengaja dipotong oleh gunting, lalu dihamburkan keruangan ini.

"Ehh, ternyata kamu sudah datang, Raka. Sekarang, buruan bersihkan ruangan ini, kami mau kerja!" titah wanita A.

"Iya Mbak" ucapku.

Aku mulai membersihkan ruangan ini, memulainya dari mengelap debu dimeja.

Keempat orang yang berada diruangan ini sengaja tidak memulai pekerjaannya. Mereka justru menungguku membersihkan meja mereka hingga selesai.

Srekk.

Baru selesai aku mengelap meja mereka, wanita B dengan sengaja menyenggol tumpukan kertas disebelahnya, sehingga membuat kertas yang disenggol itu jatuh berhamburan kelantai.

"Ya ampun! ini kertas harus gue serahin sama manager, tapi justru elo brantakin!" bentak Wanita B padaku.

Aku hanya diam, tidak menjawab sama sekali ucapan wanita B.

"Sekarang, buruan elo beresin lagi!" titah Wanita B itu padaku.

Aku menganggukan kepala, lalu memunguti satu persatu kertas tersebut dan menyusunnya menjadi satu tumpukan seperti sedia kala.

"Ini Mbak," ucapku sembari menyerahkan tumpukan kertas tersebut.

"Kalau kerja itu yang bener!" ucap wanita B sembari menyambar begitu saja tumpukan kertas yang aku berikan.

Bukannya berterima kasih padaku karena sudah membantu membereskan berkasnya, tapi justru mengomeliku.

Aku menjauh dari wanita B, lalu mengambil sapu dan pengki. Aku mulai menyapu dari sudut ruangan tersebut, untuk mengumpulkan sampah potongan kertas.

Tak

Ada sebuah bola kertas mengenaiku yang sedang menyapu. Aku membalikan tubuh menghadap keempat orang tersebut.

Rupanya orang yang melempar bola kertas kepunggungku tadi, ialah Pria A.

"Bikinin gue kopi!" titah Pria A.

Meski pekerjaan menyapu belum selesai tapi aku tidak bisa membantahnya. Aku tinggalkan pekerjaan menyapu itu, lalu membuatkan kopi untuk pria A.

Setelah selesai membuatkan kopi, aku bergegas kembali kelantai dua tepatnya ruangan A tadi.

"Ini mas kopinya," ucapku sembari meletakan secangkir kopi dimeja pria itu.

"Loh, bikin kopinya satu doang, buat gue mana?" tanya pria B.

"Mas-nya mau minum kopi juga?" tanyaku.

"Ya iya lah. Buruan bikinin gue kopi juga," titahnya padaku.

Aku menganggukan kepala, kemudian menanyai kedua staff wanita yang ada disana untuk memesan minuman. Takut-takut akan terjadi seperti ini lagi karena aku tidak sekalian membawakan mereka minuman.

"Gue coklat panas," ucap Wanita A.

"Kalau gue teh manis," ucap Wanita B.

Setelah tahu apa yang mereka inginkan, aku bergegas kembali kepantry yang berada didapur kantor tepatnya di lantai satu.

Beruntung OB dan OG diperbolehkan untuk menaiki lift, bila tidak aku harus menuruni puluhan anak tangga untuk tiba dilantai satu.

Belum lagi untuk kembali kelantai dua, bila harus menaiki anak tangga pasti akan membuatku kelelahan.

Setibanya dipantry aku segera membuatkan satu cangkir kopi hitam, satu gelas coklat panas dan satu gelas teh manis.

"Bikin minuman untuk dimana?" tanya Pak Ari.

"Untuk ruangan A dilantai 2, Pak," jawabku.

"Setelah selesai membersihkan lantai 2, kamu segera temui saya lagi ya. Ada pekerjaan yang sudah menunggumu," ucap Pak Ari.

Susah payah aku menelan saliva. Ada pekerjaan yang sudah menungguku? Kenapa aku yang ditunggu? padahal banyak OB dan OG lainnya yang sudah bersantai, sedangkan aku? Aku belum juga selesai membersihkan lantai dua.

Aku tidak protes, dan tidak pernah protes dengan apa yang supervisi perintahkan padaku. Selagi aku mampu mengerjakannya, maka akan aku kerjakan dengan ikhlas.

"Kalau begitu saya kembali kelantai dua, Pak," ucapku.

"Iya," jawab Pak Ari singkat.

Aku bergegas kembali kelantai dua sembari berjalan membawa nampan berisi minuman pesanan orang-orang diruangan A lantai itu.

Setibanya disana aku dikejutkan dengan ruangan A yang berantakan lagi. Kertas-kertas yang sudah aku sapu dikumpulkan kedalam pengki kini berhamburan lagi dilantai.

"Mbak, mas, ini kenapa sampahnya berhambur lagi ya?" tanyaku.

"Mana kami tahu, angin kali." jawab wanita A dengan acuh.

Aku terlebih dahulu memberikan minuman pesanan mereka kemudian mengambil sapu dan pengki, lalu menyapu lagi.

Sembari menyapu aku terus mengucapkan kata 'sabar' untuk diriku, agar aku senantiasa bisa selalu bersabar menghadapi orang-orang seperti mereka ini.

Aku sedikit menjauh dari mereka berempat, aku ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan diruangan ini kemudian keluar.

Tidak lama kemudian aku selesai dengan menyapunya, lalu aku lanjutkan dengan mengepel lantai hingga selesai.

Setelah selesai aku segera keluar dari ruang A untuk membersihkan ruangan B.

Diruangan B diisi oleh 4 staff pria. Setibanya didepan pintu ruangan B, aku mengetuk pintu ruangan ini dan membukanya setelah dipersilahkan masuk.

Ruangan ini tidak seperti ruangan A. Diruangan B ini, lantai terlihat bersih seperti kemarin sore setelah aku membersihkannya.

Meski ruangan ini masih bersih. Aku tetap mendorong peralatan kebersihan masuk kedalam ruangan tersebut.

Aku akan tetap membersihkannya lagi meski masih terlihat bersih.

"Ehh, udah datang lo Raka," ucap pria C diruangan B ini.

"Iya Mas," jawabku.

"Kesini lo, gue punya kerjaan buat lo," ucap pria C.

Aku menurut, lalu meletakan peralatan kebersihan, kemudian mendekat pada pria C yang memanggilku.

"Ada yang bisa saya kerjakan, Mas?" tanyaku.

"Ambilkan ponsel gue ditoilet," titah pria C.

"Baik Mas," ucapku.

Aku kemudian berjalan menuju toilet untuk mengambilkan ponsel pria C. Setelah tiba didepan pintu toilet aku segera membukanya.

Byuuurrr.

"Hahahaha!" tawa keempat pria itu menggema diruangan ini menertawakan aku yang tersiram air kotor, bau dan gatal.

Rupanya mereka mengerjaiku dengan menaruh ember berisi air kotor tersebut diatas pintu toilet, sehingga mengguyurku saat aku membuka pintu tersebut.

Bab. 2 Mengagumi

Keesokan harinya.

Setiap pagi aku ditugaskan oleh Pak Ari untuk membersihkan lobby kantor yang tentu saja membuatku dengan senang hati melakukannya.

Meski harus membersihkan lobby kantor yang luas seorang diri, tapi aku sangat senang mendapatkan tugas tersebut.

Setiap pagi aku menyempatkan diri untuk berdiri disudut lobby memperhatikan seseorang yang telah membuat jantungku berdebar hebat saat melihat maupun memikirkannya.

Dilobby inilah kesempatan bagiku untuk bisa melihatnya, karena selama aku bekerja disini aku tidak bisa melihatnya di tempat lain.

Aku berdiri disudut lobby seorang diri, dengan mengenakan seragam OB bertulisan nama diriku 'Raka Alfareza' di sebelah dada kiri.

Peralatan pel masih berada di tanganku, namun pandanganku menatap seseorang yang sedang melangkahkan kakinya, berjalan masuk kedalam kantor.

Wanita cantik dengan style yang sempurna, mengenakan rok span berwarna hitam diatas lutut, dengan atasan kemeja putih yang dibuka dua kancing bagian atas, serta kacamata hitam yang bertengger dihidungnya.

Rambut panjang yang terurai semakin membuat wanita itu memancarkan pesona kecantikannya.

"Cantiknya," gumamku tanpa aku sadari mulutku terbuka karena saking kagumnya pada wanita cantik itu.

Para karyawan yang melihat kedatangan wanita itu segera berbaris rapih menyambutnya masuk kedalam kantor.

Wanita cantik itu berjalan bersama satu orang wanita disebelah kirinya, yang aku tahu wanita itu ialah sekretaris dari wanita yang sedang aku pandangi.

"Selamat pagi Bu," ucap salah satu karyawan yang menyapa wanita itu.

"Pagi juga," ucap kedua wanita itu dengan serentak.

Aku terus memandangi wajah cantik wanita itu, membuat aku semakin terkagum padanya.

Kedua wanita itu terus melangkahkan kakinya melewati para karyawan yang menyambut kedatangan mereka.

Tak tok tak tok

Suara high heels yang terhentak dilantai mengiringi langkah kaki mereka untuk menuju pintu lift lantai satu.

Setibanya didepan lift kedua wanita itu menunggu sejenak hingga tidak lama kemudian pintu lift tersebut terbuka dan kedua wanita itu masuk kedalam lift tersebut untuk menuju ruangannya.

Aku jadi tidak bisa lagi memandangi wanita cantik itu karena ia sudah masuk ke dalam lift.

Entah di mana ruang kerjanya berada, aku tidak tahu. Karena aku belum pernah masuk kedalam ruang kerja wanita cantik itu.

Tapi yang aku dengar dari selentingan para karyawan pria dikantor ini, bila wanita cantik itu bekerja dilantai 6.

"Ngapain kamu mandangin Bu Akira seperti itu?" tanya pak Ari menegurku.

Aku yang masih terkagum pada wanita cantik yang tadi lewat, langsung tersadar karena teguran dari Pak Ari.

"Eehh, tidak Pak. Saya melihat Bu Akira biasa saja kok," ucapku.

"Jaga matamu kalau kamu masih mau bekerja di sini," ucap Pak Ari.

"Baik Pak, kalau begitu saya permisi lanjut bekerja," ucapku.

"Iya," jawab Pak Ari.

Setelahnya aku melanjutkan pekerjaanku membersihkan semua penjuru lobby.

Pukul 09.00 pagi aku baru saja selesai membersihkannya. Aku segera menghampiri Pak Ari untuk menanyakan pekerjaan yang harus aku kerjakan selanjutnya.

Aku melihat Pak Ari sedang duduk di kursi yang berada di dapur kantor, sembari meminum kopi dan tangannya yang memegang ponsel.

"Sudah selesai kamu bersihkan lobby?" tanya Pak Ari setelah melihat aku menghampirinya.

"Sudah Pak, bagian mana lagi yang harus saya bersihkan?" tanyaku.

"Bersihkan ruang meeting yang ada dilantai 4," titah Pak Ari.

Di kantor itu ada dua ruang meeting yang biasa digunakan untuk rapat. Satu berada dilantai 2 untuk meeting para staff kantor dan satu lagi berada dilantai 4 untuk meeting para direksi.

Aku mengernyitkan kening karena heran dengan perintah Pak Ari yang memintaku membersihkan ruang meeting di lantai 4 karena tugasku hanya membersihkan lantai 1 dan 2.

Ruang meeting itu tentu saja bukan bagianku membersihkan di sana.

"Kenapa? Kamu mau protes?" tanya Pak Ari.

"Tidak, Pak," jawabku.

"Tugas kamu memang membersihkan lantai 1 dan 2. Tapi saya mau kamu yang membersihkan disana, kasihan yang lain perlu istirahat," ucap Pak Ari.

Ingin aku menjawab, 'Aku juga perlu istirahat' tapi aku urungkan. Aku tidak mau mendapat masalah karena menolak perintah dari supervisi apalagi sampai dipecat.

Aku sudah merasakan bagaimana susahnya mencari pekerjaan. Oleh karenanya aku sangat menyayangi pekerjaanku ini, meski aku diperlakukan tidak adil disini.

"Kalau begitu biar saya yang mengerjakannya, Pak," ucapku.

"Ya sudah sana kamu kerjakan," ucap Pak Ari.

Aku menganggukkan kepalaku terlebih dahulu, baru kemudian segera menuju lantai 4, di mana aku ditugaskan membersihkan ruang meeting dan juga toilet disana.

Setibanya di sana, rupanya ada wanita cantik yang aku kagumi sedang duduk menatap pada layar laptop diruangan tersebut.

Aku merasa seperti mendapat keberuntungan karena bisa melihat Bu Akira lagi. Bu Akira yang sedang fokus pada layar laptopnya terlihat lebih cantik, dibandingkan tadi pagi aku melihat saat wanita itu baru datang ke kantor.

"Permisi Bu," ucapku yang sudah terlanjur membuka pintu ruang meeting.

Aku kira di dalam ruang meeting itu tidak ada orang sehingga aku membuka pintu begitu saja tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Bu Akira menoleh padaku, membuat jantungku semakin berdebar tak karuan. Aku jadi grogi dibuatnya.

"Kamu OB yang mau bersihkan ruangan ini?" tanya Bu Akira sembari menatapku.

"I-iya Bu," jawabku terbatas karena grogi.

"Kalau begitu bersihkan saja, jangan sampai menggangguku yang sedang bekerja," ucap Bu Akira.

"Ba-ba-ik Bu," ucapku.

Kulihat Bu Akira menggelengkan kepalanya, mungkin Ia berpikir bila aku ini 'gagu' karena berbicara padanya dengan terbata.

Aku kemudian mulai membersihkan ruangan tersebut, dengan sesekali melirik pada Bu Akira yang kembali fokus pada laptopnya.

Kulihat Bu Akira juga sesekali melihat padaku, atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri.

"Permisi Bu, boleh kakinya diangkat dulu lantainya mau saya pel," ucapku.

"Tentu," ucap Bu Akira tanpa melihat padaku.

Bu Akira segera menaikkan kakinya menginjak pada injakan kursi, lalu setelahnya aku mengepel lantai di bagian bawah kursi tersebut.

Dengan posisi tubuh yang menunduk aku merasa tidak nyaman karena melihat kaki mulus Bu Akira dihadapanku.

"Astaghfirullahaladzim," ucapku beristighfar pelan.

Aku cepat-cepat membersihkan bagian bawah kursi yang diduduki Bu Akira dan tidak lama kemudian akhirnya selesai juga.

Selanjutnya aku lanjut membersihkan toilet yang ada di ruangan tersebut. Setelah selesai juga, aku segera membereskan peralatan kebersihan dan menyempatkan diri menatap wajah cantik Bu Akira sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Saat keluar dari ruang meeting aku berpapasan dengan sekretaris Bu Akira yang dibelakangnya diikuti oleh OB yang membawa konsumsi.

Aku anggukkan kepala pada wanita itu yang juga membalas anggukan kepalaku, setelahnya aku akan kembali kedapur untuk beristirahat sejenak baru setelahnya lanjut mengerjakan pekerjaan lainnya.

Bab. 3 Anak Siapa?

Begitu keluar dari dalam lift aku mengeluarkan peralatan kebersihan dari dalam sana, lalu menuju dapur kantor untuk beristirahat.

Tapi sebelumnya aku hendak menaruh peralatan kebersihan terlebih dahulu ditempatnya.

Brukk!

Belum sempat aku menaruh peralatan kebersihan itu, tubuhku tertubruk anak laki-laki yang sedang berlari dikejar oleh anak perempuan. Kedua anak itu begitu mirip, sehingga aku menduga bila mereka itu kembar.

"Awas kamu Zam kalau ketangkap," ucap anak perempuan tersebut mengejar anak laki-laki yang tadi menubrukku.

"Ha, ha, ayo, kejar aku, wlee," ucap anak laki-laki tersebut kemudian lari lagi.

Kedua anak itu kejar-kejaran di lobby kantor membuat gaduh karyawan yang bekerja dilantai tersebut.

Aku bukannya beristirahat, justru harus menangkap kedua anak-anak itu, karena keduanya mengganggu para karyawan yang bekerja di sana.

Belum lagi lantai yang aku bersihkan tadi, sudah kotor lagi karena sepatu anak-anak itu yang kotor. Rupanya kedua anak itu sehabis bermain di taman kantor yang becek karena diluar tadi diguyur hujan.

Grep.

Aku berhasil menangkap anak laki-laki itu.

"Lepasin! Om siapa berani nangkap aku?" tanya anak laki-laki tersebut sembari memberontak minta diturunkan.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan anak laki-laki itu, tubuhku sudah dipukuli anak perempuan yang tadi berlarian persamaan anak laki-laki yang sedang aku gendong.

"Lepasin Azzam, Om," ucap anak perempuan tersebut.

"Aduh, aduh, ampun jangan pukulin Om," ucapku seraya menghindari pukulan dari anak perempuan tersebut.

"Makanya, Om turunin Azzam," ucapnya.

"Iya, iya Om turunin, tapi kalian janji ya jangan lari-larian lagi," ucapku.

Anak laki-laki yang berada di gendonganku menatap pada anak perempuan di hadapanku, keduanya saling memberi isyarat lewat tatapan mereka.

"Arrgghh!" teriakku,

Bahuku digigit oleh anak laki-laki yang sedang aku gendong, membuatku langsung menurunkan anak laki-laki tersebut.

"Wlee, siapa suruh nggak mau nurunin aku," ucap anak laki-laki itu setelah menjulurkan lidah mengejekku.

Kedua anak itu kemudian berlari lagi, melompat ke sana kemari dan juga bermain petak umpat.

"Ssttt, lumayan juga gigitan tuh anak," ringisku sembari menyentuh bahu bekas gigitan anak laki-laki itu.

Aku menatap pada kedua anak yang sedang main petak umpet dikantor. Selama enam bulan aku bekerja dikantor ini, baru sekarang ada anak-anak yang datang kekantor.

Entah anak siapa mereka itu.

"Raka, cepat bawa keluar anak-anak ini. Mereka mengganggu kami bekerja," ucap resepsionis di sana.

Kedua anak-anak itu sedang main petak umpat bersembunyi dibalik meja resepsionis yang tentu saja mengganggu para resepsionis bekerja.

"Ehh, iya Mbak," ucapku sembari menggaruk tengkuk.

Aku bukannya tidak mau membawa mereka pergi, tapi aku bingung bagaimana cara membujuk mereka agar mau ikut padaku.

Aku kemudian mendekat pada anak laki-laki dan anak perempuan itu, lalu ikut berjongkok karena keduanya sedang berjongkok.

"Kamu kalau kerja itu jangan bawa anak, Raka," ucap kesal resepsionis disana.

'Hahh? Siapa yang bawa anak, aku bahkan tidak tahu mereka itu anak siapa,' batinku.

Bukan hanya Raka saja yang tidak tahu pada kedua anak tersebut, melainkan semua karyawan di kantor tersebut juga tidak tahu.

Kedua anak itu memang baru pertama kalinya datang kekantor.

"Maaf, Mbak," hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan.

"Sana bawa pulang anakmu itu," ucap resepsionis tersebut.

"Baik, Mbak," ucapku.

Aku kemudian menatap pada kedua anak yang sedang berjongkok. Mereka berdua juga menatapku yang tadi berbicara pada resepsionis tersebut.

"Hai, sepertinya kita belum kenalan ya," ucapku pada kedua anak itu.

Aku kemudian mengulurkan tangan lebih dulu pada mereka yang terus menatapku.

"Kenalin nama saya, Raka. Kalian panggil saja, Om Raka." ucapku.

Kedua anak tersebut diam saja tidak ada yang bicara, hingga tidak lama kemudian keduanya saling pandang, lalu bangkit dan berlari lagi.

"Azzam ayo kejar aku," ucap anak perempuan tersebut.

Anak laki-laki tersebut mengejarnya, keduanya kembali berlari-larian lagi.

Hufftt.

Aku menghela nafas, karena kesulitan membujuk anak-anak itu

Aku memilih membersihkan kembali lobby kantor dari kekacauan yang dibuat oleh kedua anak itu.

Bekas sepatu kotor tentu saja butuh 2 sampai 3 kali mengepel ulang, tapi aku tidak mengeluh. Aku lakukan dengan ikhlas karena itu memang pekerjaanku.

"Anak siapa itu, Raka?" tanya pak Ari yang menghampiriku.

Aku menghentikan sejenak pekerjaanku untuk menjawab pertanyaan dari Pak Ari, akan tidak sopan bila aku menjawab pertanyaan seseorang tanpa menatap orang tersebut.

"Saya tidak tahu Pak," jawabku.

"Bukan kamu kan yang kerja bawa anak?" tanya Pak Ari.

"Bukan Pak," jawabku.

"Ya sudah kamu bersihkan kembali lobby ini, biar aku yang menangkap anak-anak itu," ucap Pak Ari.

"Baik Pak," ucapku.

Setelahnya aku melanjutkan kembali membersihkan lantai lobby tersebut, sedangkan Pak Ari menghampiri kedua anak yang bermain dikantor.

Sembari mengepel aku sesekali melihat pada Pak Ari yang sedang berusaha menangkap kedua anak itu.

Rupanya Pak Ari juga kesulitan menangkap anak-anak itu.

Kedua anak itu terus berlari menghindari Pak Ari yang mau menangkap mereka, membuat lantai yang baru aku pel kotor lagi.

"Dasar anak-anak nakal. Awas kalian kalau sampai tertangkap, kalian akan aku jewer," ucap Pak Ari.

"Wlee, ayo kejar kami, Pak tua," ucap anak laki-laki tersebut sembari berlari bersama anak perempuan tadi.

Keduanya yang dikejar Pak Ari kemudian berlari ke arahku.

Brukk!

Byuurrr!

Salah satu dari kedua anak itu, menendang ember pel dihadapanku sehingga air tersebut tumpah ke lantai.

Bukan hanya lantai saja yang terkena air tersebut melainkan juga dengan celanaku yang bagian betisnya basah karena terkena air pel tersebut.

"Astaga anak-anak itu," ucap Pak Ari sembari memijit pelipis.

Sedangkan aku hanya mengelus dadaku, berusaha untuk lebih sabar lagi.

Meski sudah menumpahkan air pel, kedua anak tersebut masih saja terus berlari.

"Sudah Pak, jangan dikejar," ucapku.

Pak Ari akhirnya berhenti mengejar, lalu menghampiriku.

"Celanamu jadi basah, Raka" ucap Pak Ari.

"Tidak apa-apa, Pak." ucapku.

"Sebenarnya mereka tuh anak siapa sih, nakal sekali," ucap Pak Ari.

"Saya benar-benar tidak tahu mereka Itu anak siapa, Pak," ucapku.

"Ya sudah kamu bersihkan lagi lantainya, biar saya yang ngawasin anak-anak itu biar tidak menambah kekacawan," titah Pak Ari.

"Baik Pak," ucapku.

Aku kembali mengulang membersihkan lantai tersebut. Sedangkan Pak Ari masih memperhatikan kedua anak tadi.

Tidak lama kemudian terdengar suara seseorang yang aku kenal membuatku menghentikan pekerjaanku.

"Azzam! Azzura!" panggil seseorang itu.

Aku kemudian melihat pada seseorang itu, yang ternyata memanggil kedua anak yang sudah membuat kekacawan dilobby kantor.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!