NovelToon NovelToon

Langit Akdiasa

Prolog

"Daddy, apa Mommy masih lama pulang?" Tanya seorang anak laki-laki berusia 4 tahun.

"Sepertinya sebentar lagi. Ada apa, Boy?" Pria yang dipanggil Daddy itu balik bertanya.

"Daddy, aku merindukan, Mommy. Mengapa, Mommy selalu sibuk bekerja?" Tanya anak laki-laki.

"Mommy, bekerja untuk bisa membelikan kamu mainan." Daddy, mengelus rambut anak laki-lakinya.

"Aku, tidak akan meminta mainan lagi pada Mommy Dad, supaya mommy memiliki waktu untuk bermain bersama kita." anak laki-laki.

"Tidak bisa seperti itu Boy. Mommy memiliki tanggung jawab juga di perusahaan Kakek, Mommy bekerja untuk membelikan Boy mainan dan untuk membantu karyawan-karyawan yang bekerja di sana. Karyawan Mommy di kantor memiliki keluarga, yang harus mereka penuhi kebutuhan hidupnya. Mereka bekerja di perusahaan Mommy untuk mendapatkan gaji yang nantinya digunakan untuk memenuhi kehidupan keluarga mereka, Boy. Jika Mommy berhenti maka karyawan Mommy akan kehilangan pekerjaan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga mereka." Daddy.

"Tetapi, Mommy selalu sibuk Dad. Mommy, selalu pergi pagi sebelum aku bangun tidur dan pulang setelah aku tidur. Apa Mommy tidak menyayangiku, Dad?" tanya anak laki-laki mengubah posisi menghadapkan wajah pada Daddynya.

"Nanti, akan Daddy beritahu, Mommy untuk jangan terlalu keras bekerja dan agar meluangkan waktu untuk bermain bersama kita." Jawab laki-laki yang di panggil, Daddy dengan tatapan tulusnya.

"Daddy, selalu berkata seperti itu. Tetapi Mommy, tidak pernah meluangkan waktunya untuk bermain bersama kita, Dad." anak laki-laki.

"Daddy, akan coba membuat Mommy mengerti dengan permintaan Boy." Daddy.

"Janji, Dad?" Anak Laki-laki, memberikan jari kelingkingnya pada Daddynya.

"Janji, Boy." Daddy, menautkan jari kelingkingnya pada anaknya.

"Dad, susu cokelat." anak laki-laki, dengan senyum manisnya.

"Ayo, kita buat susu untuk jagoan ini." Daddy, meletakkan Anak Laki-laki itu di atas bahunya lalu memegang kedua tangan anaknya, membuat seperti sayap burung yang sedang mengepakkan sayapnya.

"Ayo, Dad." Seru anak laki-laki itu tertawa dengan tindakan Daddynya.

Mereka keluar kamar, menuruni tangga, dan berhenti sebentar menyapa Kakek dan Nenek yang sedang menonton di ruang TV, sebelum ke dapur.

"Kakek, Nenek." Safa anak laki-laki.

"Hai, Boy. Ingin membuat susu dengan Daddy?" Nenek, menyapa cucu dan menantunya.

"Iya, Nenek." anak laki-laki.

"Pergilah bersama Daddy membuat susu, lalu kemari bergabung bersama Kakek dan Nenek." Kakek.

"Iya, Kakek. Ayo Dad." Anak Laki-laki, meminta Daddynya melanjutkan perjalanan ke dapur.

"Dia Daddy yang baik untuk anaknya, Dad." Nenek.

"Iya, dia bukan hanya Daddy yang baik, tetapi suami yang berhati sabar juga. Daddy, kasihan dengannya Mom, mengapa putri kita tega sekali memperlakukan suaminya seperti orang asing, bahkan dengan anak kandungnya sendiri di perlakukan seperti orang asing juga. Padahal anak mereka adalah kesalahan yang mereka buat bersama, tetapi mengapa hanya suaminya yang menerima dan merawat cucu kita dengan tulus, sementara putri kita tidak sama sekali berperan dalam merawat cucu kita Mom." Kakek.

"Mommy, juga memikirkan hal yang sama Dad, mungkin masih ada beberapa hal yang tidak kita ketahui di antara mereka berdua Dad. Kita tidak tahu kesalahan apa yang dilakukan suaminya pada putri kita dan mungkin hal itu membuat putri kita tidak menganggap suaminya ada Dad. Tetapi Mommy juga menyayangkan perilaku putri kita pada cucu kita Dad, sekali pun dia memiliki masalah dengan suaminya, tidak seharusnya putri kita melimpahkan juga pada anaknya." Nenek.

"Iya, Mom, besok Daddy akan berbicara dengan putri kita di kantor." Kakek.

"Mom, Dad." Daddy, menyapa mertuanya sambil menggendong putranya yang sedang menyusu dengan botol susu.

"Kemari duduk bersama." Kakek.

"Iya, Dad." Daddy, duduk di sofa dan memperbaiki posisi putranya agar lebih nyaman saat meminum susu.

"Sepertinya, sudah mulai ingin tidur." Nenek, melihat cucunya yang sudah memejamkan mata, tetapi mulutnya masih aktif meminum susu botolnya.

"Iya Mom, sudah jamnya tidur." Daddy, mengusap-usap dada anaknya.

"Kalau begitu bawalah ke atas, kasihan jika harus tidur dengan posisi seperti itu." Kakek, melihat cucunya.

"Iya, Dad. Dad, Mom, aku ke atas dahulu. Selamat malam Dad, Mom." Langit, membungkukkan badannya dan pergi meninggalkan Kakek dan Nenek.

"Lihat Mom, sikapnya tidak pernah berubah. Masih sangat sopan dengan orang tua. Sepertinya kesalahan itu letaknya pada putri kita Mom, bukan pada dirinya." Kakek, kagum dengan sikap menantunya.

"Sikapnya memang tidak pernah berubah Dad. Tetapi kita tidak tahu alasan yang sebenarnya Dad, mengapa putri kita bersikap acuh pada suami dan putranya, sebaiknya kita dengarkan dahulu penjelasan putri kita. Baru nanti kita menyimpulkan Dad." Nenek.

“Iya, Mom. Ayo, istirahat, Mom." Kakek.

"Iya, Dad. Ayo." Kakek dan Nenek masuk ke dalam kamar mereka dan beristirahat

Sementara di salah satu kamar yang bernuansa kartun Batman, terdapat Daddy yang sedang menyelimuti tubuh putranya dan memberikan kecupan di kening anaknya.

"Selamat malam, Boy." Daddy, berdiri menutup pintu dan masuk ke kamarnya dan istrinya.

Daddy, menggosok gigi dan mencuci mukanya, setelah itu mengganti bajunya dengan baju kaus. Daddy, tidak tidur, dia saat ini sedang membaca buku di sofa kamar sambil menunggu istrinya pulang. Setelah menghabiskan waktu 30 menit, akhirnya istrinya pulang. Istrinya pulang dengan wajah lesu. Daddy, menghentikan aktivitas membaca bukunya dan mendekati istrinya.

"Kamu baru pulang?" Daddy.

"Kelihatannya seperti apa? Pertanyaan mu tidak penting," Istri dengan acuh tak acuh.

"Kamu lelah? ingin teh hangat?" Daddy.

"Ya, sangat lelah. Siapa  yang tidak lelah selepas pulang kerja, tidak seperti dirimu yang hanya berdiam diri dan uang mengalir ke ATM-mu, semua kebutuhanmu terpenuhi, bahkan dirimu menggunakan pakaian dan hidup mewah, bukankah itu enak untuk dirimu. Tidak perlu, cukup diam saja!" Istri.

"Maaf, hanya merepotkan mu. Apa bisa bicara sebentar, ini tentang putra kita?" Daddy.

"Hah, apalagi yang kali ini dia minta. Waktu bersamaku? iya? Dirimu tidak bisa mengatasinya, aku memberikan dirimu uang dan semua kemewahan, tapi dirimu yang tugasnya hanya menjaga anak itu saja tidak bisa!" Istri memaki suaminya.

"Bukan, seperti itu. Saya sudah memberikan dia pengertian tentang dirimu, tetapi yang dia inginkan hanya waktu anda. Tolong luangkan waktu anda untuknya, dia masih terlalu kecil jika harus memahami ke sibukkan orang dewasa," Daddy, berbicara lembut.

"Besok katakan padanya kita akan pergi ke taman. Pergilah ketempatmu, aku ingin istirahat!" Istri.

"Iya, terima kasih. Boy, pasti akan senang. Jangan lupa bersihkan dirimu terlebih dahulu, agar tidurmu nyaman. Selamat istirahat." Daddy, pergi ke sofa dengan membawa bantal, guling dan selimut, Daddy tidur di sofa seperti biasanya.

"Dasar idiot menyebalkan, siapa dia berani menyuruh-nyuruh ku." Istri naik ke atas kasur, merebahkan dirinya dan mulai tidur. Kurang dari 5 menit, si istri tertidur. Efek dari kelelahan bekerja dari pagi sampai malam.

Daddy, yang melihat istrinya sudah tidur, mulai mendekati ranjang dan membuka sepatu istrinya, menghapus make-up di wajah istrinya. Hal yang setiap hari selalu dia lakukan pada istrinya, dia mencintai istrinya, sekalipun Daddy tahu kalau istrinya tidak akan pernah mencintainya, jangankan mencintai, menganggap dirinya saja itu tidak akan pernah dilakukan istrinya.

Daddy, tersenyum memandangi sebentar wajah istrinya, setelah di rasa cukup, dia kembali ke sofa dan mulai untuk tidur. Sebelum tertidur dia bergumam:

"Semoga besok adalah hari yang baik." Daddy, memejamkan matanya dan mulai tertidur.

Langit Akdiasa/ Daddy (23) : Daddy 1 anak, introver, berhati murni, lembut, cerdas, sederhana dan penyayang. Bekerja sebagai karyawan di Arkan Company, kerja di rumah, tidak harus pergi ke kantor, hal ini berlaku ketika istrinya menjadi CEO. Istrinya tidak ingin melihat wajahnya di kantor. Sebagai suami yang baik dia menuruti keinginan istrinya, dia juga senang karena hal itu dapat membuat dia memiliki waktu yang banyak untuk bisa bermain bersama putranya.

Falencia Arkan/Mommy (26) : CEO Arkan Company, Mommy 1 anak, tegas, pemarah, kasar. Tidak peduli dengan suami dan anaknya, gila kerja, menghabiskan waktu dengan teman-temannya, sangat menyayangi adiknya.

Boy Malvin Arkan (4) : Cerdas, lembut, anak Daddy, membutuhkan kasih sayang Mommynya. Selalu menempeli Daddynya, apa-apa selalu Daddy, Daddy, dan Daddy.

Nicolas Arkan/ Kakek (48) : Pengusaha kaya raya, memiliki kekayaan fantastis. Pemilik perusahaan Arkan Company. Daddy dari 2 putri cantiknya dan Kakek dari 1 cucunya. Mencintai keluarga, tegas di luar rumah dan lembut ketika berhadapan dengan keluarganya.

Fricilia Smits/ Nenek (46) : Pensiunan aktris dari berbagai film yang pastinya buming di masanya, Mommy, dari 2 putri cantik dan Nenek dari 1 cucu. Memiliki sifat yang lembut dan menyayangi keluarganya. Menjadi penengah ketika terjadi keributan dalam keluarga.

Biarkan Waktu Menjawab

Matahari menampakkan dirinya dengan memancarkan sinarnya yang sempurna, tidak sedang bersanding dengan awan gelap, tetapi sedang bersahabat dengan awan putih. Sinar matahari yang bagus ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Langit. Pagi-pagi sekali Langit sudah bangun merapikan alat tidurnya, membersihkan diri lalu membangunkan anaknya.

Mengajak putranya untuk sekadar bejalan santai dan berjemur di pagi hari. Kegiatan itu selalu dia lakukan pada putranya, untuk membiasakan putranya bangun pagi dan berolahraga. Mereka saat ini sedang berjalan di halaman mansion Kakek.

"Boy, tadi malam, Daddy sudah berbicara pada, Mommy. Mommy, mengatakan kalau hari ini kita akan ke Taman."

Langit.

"Benarkah, Dad?  Mommy, tidak ingkar janji lagi kan Dad?" tanya Malvin senang mendengar penuturan Daddynya.

"Mudah-mudahan kali ini Mommy menepati janjinya. Dirimu senang, Boy?" Langit.

"Mudah-mudahan Dad, tentu senang Dad. Aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi dengan Mommy, Dad. Apa di sana aku bisa mendapatkan es krim Dad?" tanya Malvin.

"Tentu, Boy," Langit.

"Dad, ayo masuk. Aku lapar." Malvin.

"Baiklah kita sudahi kegiatan jemur pagi kita, ayo masuk." Langit dan Malvin masuk ke dalam mansion, mereka mencuci kedua tangan mereka, lalu berjalan ke ruang makan. Di sana sudah ada Kakek dan Nenek.

"Pagi cucu Kakek, olahraga dan berjemurnya sudah?" Kakek.

"Sudah Kakek, Malvin lapar." Malvin.

"Oh, cucu Nenek lapar. Ingin sarapan apa sayang, biar Nenek ambilkan." Nenek.

"Tolong, pasta dan susu, Nek." Malvin.

"Tentu sayang, tunggu Nenek ambilkan sebentar, duduk manis lah." Nenek.

"Langit, tolong bangunkan istrimu itu. Jam segini masih belum bangun juga." Kakek.

"Iya, Dad." Langit, beranjak dari kursi dan ingin melangkah. Namun, langkahnya terhenti karena suara putranya.

"Dad, aku ikut." Malvin.

"Tidak Boy, dirimu di sini bersama Nenek dan Kakek. Daddy, akan membangunkan Mommy dahulu iya. Nikmati, sarapan mu," Langit, meninggalkan meja makan menuju ke kamar dirinya dan istrinya. Wajah Malvin cemberut, hal itu menarik perhatian Kakek dan Nenek.

"Mengapa sayang? Daddy, hanya pergi sebentar membangunkan Mommy." Nenek, meletakkan pesanan Malvin di depan cucunya.

"Aku takut Daddy akan terluka, Nek." Malvin.

"Terluka? Terluka mengapa sayang?" Kakek mengelus rambut Malvin.

"Mommy, pasti akan marah dan melempari Daddy, sesuatu atau Mommy akan menampar Daddy." Malvin, sendu menatap makanannya, selira makannya tiba-tiba hilang karena mengkhawatirkan Daddynya.

"Mommy, sering melakukan itu pada Daddy?" tanya Nenek terkejut mendengar pengakuan cucunya.

"Iya, Nenek. Mommy, sering menyakiti, Daddy. Bahkan pernah melempar, Daddy dengan bingkai foto dan membuat kening, Daddy berdarah." Malvin.

"Apa yang membuat Mommy, melakukan itu pada, Daddy?" tanya Nenek.

"Karena Daddy selalu memberi tahu Mommy hal yang baik untuk kebaikan Mommy, tetapi Mommy tidak terima, malah memaki Daddy dan bertindak kasar pada Daddy," jawab Malvin.

"Lalu apa yang Daddy, lakukan pada, Mommy?" tanya Nenek lagi.

"Daddy, hanya minta maaf dan membersihkan lukanya sendiri," Malvin.

"Daddy, tidak balas memukul atau meneriaki, Mommy?" tanya Nenek.

"Tidak pernah, Nek. Daddy, selalu berbicara lembut pada Mommy dan tidak pernah membalas perbuatan Mommy." jawab Malvin.

"Cucu Nenek, menyaksikan itu semua?" tanya Nenek lagi.

"Iya, Nek. Aku sering tanpa sengaja melihat tindakan buruk yang dilakukan Mommy pada Daddy. Bahkan Mommy sering berkata kasar pada, Daddy." Malvin.

"Apa yang Mommy, katakan?" Nenek.

"Mommy, mengatakan Daddy idiot, tidak bekerja seperti Mommy, hanya hidup enak saja. Mommy sering meminta cerai pada Daddy." Malvin.

"Cerai?" tanya Nenek untuk memastikan ucapan Malvin.

"Iya, Nek. Apa itu cerai? mengapa Mommy, selalu meminta itu pada Daddy, dengan sambil memaki-maki, Daddy?" Malvin.

"Cucu Nenek, belum boleh tahu tentang arti cerai sayang. Dan apa yang Daddy katakan?" Nenek.

"Daddy, selalu menolak. Daddy, bilang pernikahan bukan untuk di permainkan dan setiap kali Daddy mengatakan itu. Mommy pasti memukul Daddy atau melempari Daddy dengan sesuatu." Malvin.

Nenek dan Kakek, yang mendengar pernyataan dari cucunya, seketika saling pandang, berbicara lewat tatapan mata.

"Jangan pikirkan tentang apa pun sayang. Daddy adalah jagian yang bisa mengatasi itu semua. Boy percaya pada Daddykan. Sekarang Boy makan, Daddy akan sedih bila melihat kesayangannya belum memakan sarapannya.” Kakek.

Kakek menyimak percakapan antara istrinya dan cucunya, setelah mendengar pernyataan dari cucunya, banyak pertanyaan yang muncul dari otaknya.

Kakek tidak habis pikir dengan perlakuan putrinya, yang selama ini dia tahu, putrinya adalah orang yang lembut, hal itu di buktikan dengan cara putrinya menyayangi adiknya. Kakek, akan memastikan terlebih dahulu ucapan cucunya, lalu baru menanyakan alasan dari tindakan putrinya.

Sementara di dalam kamar lantai 2, Langit masuk dan duduk di sisi ranjang. Langit, memperhatikan wajah istrinya beberapa waktu, kemudian baru membangunkan istrinya. Langit menyentuh lengan istrinya dan mengusapnya pelan.

"Wife, bangun, ayo sarapan. Daddy, Mommy dan Malvin sudah menunggu di meja makan." Langit dengan lembut. Tetapi istrinya tidak bergeming sama sekali

"Wife, bangun." Langit, mengulang itu sampai 3 kali.

PLAK ... Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Langit.

"Sudah aku katakan, jangan sekali-kali menyentuhku dengan tangan menjijikkan mu itu. Pergilah, aku akan menyusul!" Falencia, bangun langsung menuju ke kamar mandi.

"Ah, tamparan cinta." Langit, tersenyum sambil mengelus pipi yang di tampar istrinya. Dia merapikan tempat tidur yang digunakan istrinya, setelah selesai dia menunggu istrinya di sofa.

Langit ingin turun ke bawah bersama istrinya. Menunggu 5 menit, istrinya keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Istrinya menghelang napas kasar melihat Langit masih berada di kamar.

"Mengapa dirimu masih di kamar?" Nada tidak bersahabat dari Falencia.

"Ayo, turun bersama, akan sangat mengundang banyak pertanyaan dari Daddy dan Mommy jika melihat kita berjarak." Langit.

"Ada benarnya juga dirimu." Falencia, pergi berjalan terlebih dahulu keluar dari kamar menuruni tangga dan menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Daddy dan Mommy yang sedang menyantap sarapan, dan putranya yang sudah selesai dengan sarapannya.

"Pagi Mom, Dad." Falencia, menyapa Daddy dan Mommynya memberikan kecupan di pipi orang tuanya.

"Pagi." Daddy dan Mommy.

"Pagi Mommy." Malvin.

"Pagi." Jawab Falencia cuek.

"Sudah sarapannya Boy?" Langit, duduk di sebelah Malvin.

"Sudah Dad. Pipi Daddy mengapa merah?" Malvin, memperhatikan pipi Daddynya yang merah sebelah.

"Ah, Daddy tadi merasa gatal di pipi Daddy, jadi Daddy menggosoknya dengan sangat kuat. Jadilah seperti ini." Langit, menjawab canggung.

"Benarkah, bukan karena ditampar Mommy, Dad?" Malvin.

"Tidak sayang, Mommy tidak melakukan itu." Langit, membela istrinya.

"Heh, bocah. Dirimu sembarangan saja menuduhku!" Falencia, menyangkal perkataan anaknya.

"Aku hanya bertanya Mommy." Malvin.

"Sudah-sudah. Boy tunggu Daddy sarapan ne, setelah itu kita akan membersihkan diri lalu pergi ketaman bersama Mommy. Oke." Langit, melerai anak dan istrinya.

"Iya, Dad." Malvin bersemangat.

"Oh, hari ini kalian akan pergi liburan keluarga?" Kakek.

"Iya, Dad. Bocah itu selalu meminta waktuku, tidak tahu apa kalau Mommynya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan Daddy kesayangannya ini!" Jawab Falencia sewot sambil mengambil beberapa helai roti. Sementara Langit yang mendengar itu, bertingkah seolah-olah tidak mendengar ucapan istrinya.

"Dia anakmu sayang, panggil dengan benar. Boleh bekerja, hanya tetap utamakan urusan keluarga di atas pekerjaanmu sayang. Dia masih kecil, jadi sangat membutukan kasih sayang dari Mommy dan Daddynya." Nenek.

"Hah, Iya, Mom. Kapan princess kita pulang Mom?" Falencia, mulai mengunyah roti isinya.

"Dalam waktu dekat, dia sedang sibuk dengan mengurus perpindahannya." Nenek.

"Baguslah, aku sangat merindukan adikku," Falencia, dengan senyum manisnya.

"Aunty Jenjen, Mom?" tanya Malvin.

"Iya," Falencia cuek.

"Aunty Jenjen, akan tinggal di sini, Mom? Kapan aunty Jenjen ke sini Mom?" tanya Malvin lagi dengan bersemangat.

Malvin sama sekali belum pernah bertemu secara langsung dengan auntynya. Dia hanya tahu Mommynya memiliki adik dan melihatnya hanya dari ponsel Neneknya.

Falencia berdecih, "dirimu terlalu banyak tanya," ujarnya acuh.

"Dalam waktu dekat, aunty Jenjen akan ke sini dan akan bermain ke masion sayang. Aunty tidak tinggal di

sini." Nenek menjawab pertanyaan Malvin.

"Mengapa, Nek?" Malvin.

"Aunty, akan tinggal di apartemennya sayang, bersama teman-teman aunty." Nenek.

"Seperti itu ya, Nek" Malvin.

"Iya sayang, aunty Jenjen akan sering mengunjungi masion untuk bermain bersama Malvin," Nenek.

"Benarkah Nek?" tanya Malvin.

"Iya, sayang," Nenek.

Mereka melanjutkan makan mereka, Malvin duduk setia menunggu Daddynya selesai dengan memakan sarapannya. Setelah itu Daddy dan anak itu pergi menuju kamar Malvin, Langit memandikan Malvin mendandani anaknya.

Setelah selesai dia meminta anaknya untuk menunggu dirinya di kamar bersama mainan. Sementara Langit melanjutkan kegiatan membersihkan dirinya.

Biarkan Waktu Menjawab (2)

"Bay, bay, Nenek, Kakek. Malvin, pergi dahulu bersama Mommy, dan Daddy." Malvin melambaikan tangannya dengan semangat dari dalam mobil.

"Bay, bay, sayang. Habiskan waktumu bersama Daddy, dan Mommymu." Nenek.

Mobil berjalan, Falensia membunyikan klakson mobil. Ya, yang membawa mobil adalah Falensia, Langit tidak bisa mengendarai mobil. Langit duduk di sebelah  Falensia, Malvin duduk di pangkuan Daddynya,

"Mommy, apa nanti setelah dari taman kita bisa pergi ke pantai?" tanya Malvin pelan pada Mommynya yang sedang menyetir.

"Banyak sekali permintaanmu. Tetapi sesekali pergi ke pantai menghilangkan rasa jenuh dengan urusan kantor, bukan ide yang buruk. Kita bisa ke sana nanti," Falensia.

"Yey, terima kasih, Mommy," Malvin bersemangat.

"Hm," Falensia dengan acuh.

30 menit menempuh waktu untuk tiba di Taman, di sana ramai dengan anak-anak yang memainkan ayunan, perosotan, jungkat-jungkit.

"Dad, aku ingin bermain ke sana," Malvin menunjuk tempat permainan anak.

"Pergilah, hati-hati. Daddy, dan Mommy, melihatmu dari bawah pohon itu," Langit menunjuk pohon yang di bawahnya ada kursi.

"Iya, Dad," Malvin berlari menuju tempat yang ingin dia kunjungi.

"Jangan berlari, Boy," Langit memperingati anaknya.

Malvin yang mendengar ucapan Daddynya, langsung berhenti berlari dan berjalan menuju tempat yang ingin dia tuju.

"Ayo, kita duduk di sana," Langit mengajak Falensia duduk di bawah pohon.

Falensia tidak menjawab tetapi berjalan duluan menuju pohon itu dan duduk di sana, Langit mengikuti dari belakang. Mereka diam beberapa waktu, hingga Falensia membuka suara.

"Dirimu sangat dekat dengan anak itu," ucap Falensia.

"Iya, dia anak yang penurut dan manis," Langit melihat Malvin yang sedang bermain bersama anak lainnya.

"Hm ... sekali pun dia bukan anakmu?" tanya Falensia.

"Iya, sekali pun dia bukan anak kandungku. Tetapi aku sudah menganggapnya seperti putraku sendiri, karena aku sudah menikahi Mommynya," ujar Langit tersenyum melihat tawa Malvin.

"Aku ingin cerai!" Falensia.

"Lagi?" Langit sudah terbiasa dengan rengekan istrinya yang meminta cerai dengan dirinya.

"Langit, hubungan kita tidak karena cinta. Kita melakukan pernikahan karena kesepakatan!" Falensia.

"Aku mencintaimu." Langit.

"Aku tidak!" Falensia.

"Biarkan aku mencintaimu dengan caraku, hingga batas waktuku," Langit.

"Sampai kapan? Kau akan menyakiti dirimu sendiri?" tanya Falensia.

"Sampai waktunya Tuhan berkata waktuku untuk mencintaimu sudah selesai." jawab Langit tulus.

"Aku tidak akan pernah bisa mencintaimu, Langit. Aku hanya mencintai Daddy Malvin!" Falensia tegas.

"Maka biarkan aku yang mencintaimu. Biarkan waktu yang menjawab, jika memang nanti rumahmu sudah kembali, aku tidak akan mempersulit segala sesuatunya," Langit.

"Hah ... " Falensia menghelang napas secara kasar.

Dia tidak habis pikir dengan Langit yang mencintai dirinya. Apa yang membuat Langit mencintai dirinya.

Padahal Falensia sama sekali tidak menganggap Langit ada, tidak memperlakukan Langit dengan baik, malah Falensia melakukan kekerasan dengan Langit.

"Jangan anggap beban, lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan. Tolong katakan kepadaku, bila rumahmu sudah datang." Langit memahami arti dari helang napas Falensia.

Falensia tidak menanggapi pernyataan yang keluar dari mulut Langit, Falensia memilih melihat-lihat suasana Taman. Mereka diam dan sunyi hingga beberapa waktu. Sampai Malvin menghampiri Daddy dan Mommynya.

"Daddy," Panggil Malvin.

"Iya, sayang? minum dahulu." Langit mendudukkan Malvin di salah satu pangkuannya dan memberikan putranya minum.

"Sudah?" tanya Langit menyeka keringat anaknya.

"Sudah Dad, terima kasih Dad. Ayo ke pantai Mom, Dad. Aku sudah puas bermain di Taman," ucap Malvin.

"Iya, tunggu sebentar. Daddy, lap keringat dan tanganmu dahulu." Langit menyeka keringat dan kedua tangan putranya.

Malvin duduk anteng menikmati perlakuan Daddynya. Falensia melihat itu semua, dia tersentuh dengan ketulusan hati Langit pada anaknya, Langit orang yang penyayang.

Orang yang nantinya akan menjadi istri Langit akan merasa disayangi dan beruntung, sayangnya itu tidak berlaku pada dirinya. Karena dia tidak bisa balik mencintai Langit, dia mencintai Daddy kandung Malvin. Dia sedang menunggu rumahnya datang menjemputnya dan anaknya.

"Mommy, ayo pergi ke pantai," Malvin memecahkan lamunan Falensia.

"Iya," Falensia pergi terlebih dahulu menuju mobil, disusul dengan Langit dan Malvin di belakangnya.

Daddy dan anak itu cekikikan karena membahas suatu hal yang menurut meraka itu lucu. Mereka masuk mobil dan melanjutkan perjalanan ke pantai, di dalam mobil Malvin mendominasi dengan menceritakan keseruannya selama bermain di Taman.

"Wah, ayo Dad," Malvin tidak sabar menarik tangan daddynya berlari menuju tepi pantai senyum di wajah Malvin merekah.

"Selalu saja. Katanya ingin menghabiskan waktu bersama, tetapi aku selalu menjadi penonton dari kemesraan mereka berdua." ucap Falensia yang merutuk karena di tinggal oleh Langit dan Malvin.

Dia berjalan dan duduk di salah satu kursi pantai, sambil melihat Langit dan Malvin yang sedang asyik bermain air.

"Kapan dirimu kembali? Aku merindukanmu. Lihat, anakmu sudah besar. Dia tumbuh dengan baik, seharusnya dirimu yang saat ini bermain air bersamanya. Cepat kembali," lirih Falensia menitihkan air mata. Namun tidak berselang lama dari itu ponselnya berdering.

Falensia melihat siapa yang melakukan panggilan dengan dirinya, setelah dilihat ternyata adik kesayangannya yang melakukan panggilan telepon dengan dirinya, dia langsung menjawab panggilan telepon itu.

"Hallo manusia Paris," Ledek Falensia pada adiknya.

"Hallo Unn, aku merindukanmu dan ponakan ku, Unn?" tanya perempuan bermata kucing yang bernama Jennie.

"Maka kembalilah cepat  ke Korea," Falensia.

"Akan Unn, tunggu akan beberapa hari lagi, ya. Ini akan menjadi kejutan untuk kalian." Jennie.

"Unnie, akan menunggu kejutan itu." Falensia.

"Di mana ponakan ku, Unn?" tanya Jennie mengulang.

"Sedang bermain air pantai bersama Daddynya," Falensia melihat ke arah Langit dan Malvin.

"Ah, keluarga cemara sedang liburan," Ledek Jennie.

"Menjernihkan pikiran sementara waktu, tidak masalah bukan," Falensia tersenyum saat melihat Malvin yang cemberut karena celananya terkena air pantai.

"Baiklah, lanjutkan liburan keluarga cemara, aku tutup dahulu, Unn." Jennie.

"Iya," Falensia tersenyum setelah mendapat telepon dari adik kesayangannya.

Falensia melanjutkan memanjakan mata dan tubuhnya dengan bersantai di kursi pantai, sambil menunggu Langit dan Malvin selesai bermain di pantai. Sesekali di tersenyum mendengar suara Malvin yang tertawa lepas sambil memanggil nama Daddynya.

10 menit dengan posisi itu, tidak dasar Irene sudah terlelap dan tidurnya. Sementara Langit dan Malvin masih asyik dengan dunia mereka berdua, hingga 1 jam mereka merasa puas bermain air pantai, akhirnya mereka menepi dan menghampiri Falensia yang sedang tidur pulas.

"Mommy, tidur Dad?" tanya Malvin.

"Iya sayang, kita tunggu Mommy bangun dengan sendirinya. Dirimu haus Boy? Ingin mencoba minum air kelapa?" Langit menawari anaknya.

"Air kelapa?" tanya Malvin yang sama sekali belum pernah mencobanya.

"Iya, air kelapa. Ingin mencobanya, itu sangat segar, apalagi diminum ketika berada di pantai." jawab Langit.

"Aku ingin mencobanya Dad," Malvin pada Daddynya.

"Iya, Boy. Tunggu di sini, Daddy membelinya di sana, tolong jaga Mommy ya," Langit mengelus rambut Malvin.

"Iya, Dad." Malvin menjawab. Langit pergi ke kedai yang ada di dekat pantai, dia membeli 2 kelapa muda, membayarnya dan membawanya ke tempat istri dan anaknya, ternyata istinya sudah bangun dari tidurnya.

"Boy ini untukmu dan ini untukmu," Langit meletakkan 2 kelapa muda di depan Malvin dan Falensia.

Falensia tidak menjawab, tetapi dia meminumnya. Sementara Malvin terlihat ragu-ragu, karena dia belum pernah mencobanya.

"Kemari, biar Daddy ajarkan bagaimana cara meminumnya," Langit yang tahu anaknya ragu, langsung bertindak untuk menghilangkan keraguan anaknya.

Dia membuka menutup kelapa muda dan memasukkan pipet di dalamnya, lalu mendudukkan putranya di pangkuannya dan membiarkan putranya meminum air kelapa muda.

"Wah, ini enak dan segar Dad," Malvin berseru.

"Iya, Boy, habiskan," Ujar Langit mengelus rambut putranya.

Falensia sibuk dengan air kelapanya sendiri dan menatap ombak.

Setelah selesai dengan mengabiskan waktu bersama, keluarga kecil itu kembali ke masion. Dengan Malvin yang sudah terlelap di dekapan Daddynya.

Jennie Arkan/ Aunty Jenjen (24) : Anak bungsu dari Tuan Nicolas dan Nyonya Ficilia Smits, adik kesayangan Falensia. Pemilik Brand Fashion terkenal Ninic, sekaligus seorang model, tegas, aura dingin, cerdas, Apa pun yang dia sukai harus berada di genggamannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!