Pulang sekolah, Mia diajak Rara ke rumahnya. Mereka akan belajar bersama untuk ulangan Fisika besok. Ojek online yang mereka pesan segera datang dan membawa mereka pulang ke rumah Rara.
Kemacetan jalanan siang hari itu tidak terlalu mengganggu mereka karena cuaca yang mendung. Hawa panasnya membuat Mia mengipasi tubuhnya dengan majalah yang tadi dibelinya di depan sekolah.
Mereka sampai juga di depan rumah Mia. Setelah mengembalikan helm ke ojek online, Rara mengajak Mia masuk.
“Ayo masuk, kak,” ajak Rara pada Mia.
“Ayo,” sahut Mia.
Mereka berjalan masuk ke pekarangan rumah Rara yang tidak terlalu besar, tapi sangat asri dengan banyak tanaman bunga di halamannya. Sepertinya mama Rara sangat suka berkebun, pikir Mia.
Rara membuka sepatunya dan membawanya masuk ke dalam rumah, sementara Mia meninggalkan sepatunya di luar pintu depan.
Mia melihat sekeliling ruang tamu rumah Rara yang tertata rapi dan bersih. Beberapa foto tampak terpasang di dinding ruang tamu. Mia mengamati foto keluarga Rara. Ia menebak kalau pria di foto itu adalah Papa Rara yang terlihat sangat tampan dan gagah, ia diapit Rara dan dua anak kembar yang sangat lucu.
Mia sedikit bingung karena di foto itu hanya ada foto mereka tanpa foto mamanya Rara. Tapi ada satu lagi foto yang lebih kecil, terlihat cuma ada foto papa Rara, Rara, dan satu lagi wanita yang cantiknya mirip Rara.
“Kak Mia, minum dulu. Itu foto mamaku, cantik kan kak?” kata Rara minta persetujuan Mia.
“Iya, mamamu cantik mirip kamu ya. Tapi kenapa di foto yang besar gak ada foto mamamu?” tanya Mia sambil duduk di sofa ruang tamu.
“Itu karena mama meninggal waktu si kembar lahir,” sahut Rara tanpa beban.
“Ah, maaf Rara, aku beneran gak tahu. Maaf ya,” pinta Mia menyesali hal yang ia tidak tahu.
“Gak pa-pa kok, kak. Rara uda iklas. Lagian masi ada papa dan nenek juga,” ucap Rara.
“Nenekmu juga tinggal disini?” tanya Mia mengalihkan perhatian Rara.
“Iya, kak. Mungkin sekarang lagi jemput si kembar. Kita ke kamarku aja ya kak,” ajak Rara.
**
Rara terus memanggil Mia dengan sebutan kakak karena usia mereka berbeda 4 tahun. Meskipun mereka teman satu kelas, tapi Mia sesungguhnya sudah menyelesaikan pendidikan SMA-nya sejak 4 tahun lalu di negara A.
Orang tua Mia bercerai saat dirinya baru masuk SMA, ketika mamanya memilih untuk kembali ke kota Y, Mia tetap bertahan di negara A karena tidak ingin menyusahkan mamanya.
Setelah usianya cukup untuk memilih kewarganegaraan, Mia memutuskan akan mengikuti mamanya ke kota Y, tapi sebelum itu ia menghabiskan waktunya untuk bekerja dan menabung. Mia ingin kuliah di kota Y dengan biaya sendiri, karena tidak mungkin ia minta uang pada mamanya, terlebih lagi minta uang pada
papanya yang sudah menikah lagi.
Selama empat tahun, Mia mengumpulkan uang yang cukup untuk biaya perjalanannya ke kota Y, biaya kuliah dan hidupnya disana sampai mendapatkan pekerjaan di kota Y. Mia benar-benar berjuang sendiri untuk mandiri.
Ketika akhirnya Mia mewujudkan keinginannya untuk bersama mamanya, ijasah SMA-nya tidak memungkinkan ia kuliah di kota Y karena dokumennya itu hilang setelah urusan kependudukan Mia selesai di kota Y. Mia harus mengulang masa SMA lagi, dan langsung diterima di kelas Rara. Mereka langsung jadi teman baik karena sifat Rara yang ramah dan mudah bergaul.
Keramahan kota Y mulai membuat Mia betah disana, terlebih lagi karena paras cantiknya yang dominan mengikuti wajah tampan ayahnya dengan rambut panjang hitam mengikuti mamanya. Mia terlihat lebih mencolok dari murid lokal lainnya.
**
Baru saja Mia bangun dari duduknya, pintu depan rumah Rara terbuka. Mereka menoleh melihat siapa yang datang.
Deg! Mia merasakan jantungnya mulai berdebar kencang, saat seorang pria tampan masuk ke dalam rumah. Mia tidak bisa mengalihkan pandangannya, pria itu benar-benar tampan, lengannya tampak kuat dengan otot yang bagus, kumis tipis diatas bibirnya membuat Mia ingin menciumnya. Mia jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Papa kok uda pulang? Ini kan masih siang,” tanya Rara membuat Mia terkejut. Jadi pria tampan di depannya ini memang papanya Rara.
“Eh, ada tamu ya. Papa baru datang dari meeting di luar, capek banget. Jadi ijin pulang cepat,” sahut papa Rara yang bernama Alex itu sambil menatap Mia yang berdiri di depannya.
“Gila, cantik banget. Tapi kenapa pakai seragam SMA?” gumam papa Rara dalam hati.
“Papa, kenalin ini kak Mia, teman sekelas Rara yang pernah Rara ceritain itu loh. Pindahan dari negara A," terang Rara sambil memperkenalkan Mia pada Alex.
“Saya Mia, om,” kata Mia sambil mengulurkan tangannya.
“Saya Alex,” sahut Alex sambil mengulurkan tangannya juga.
Mereka bersalaman dan saling menatap cukup lama, membuat Rara menatap heran keduanya.
“Eheemm… Pah, lepasin kak Mia dong,” pinta Rara.
“Eh, maaf. Kalian lanjutkan saja. Papa ke dalam dulu,” kata Alex sambil berjalan melewati Mia.
Saat melewati Mia, papa Rara itu sempat berhenti sebentar, ia mencium aroma parfum yang menguar dari tubuh Mia. Aroma parfum itu membuat tubuhnya memanas dan tubuh bagian bawahnya mulai tegang. Papa Rara segera masuk ke kamarnya yang terletak di dekat tangga.
Rara mengajak Mia menuju kamarnya di lantai 2, tapi sebelum itu Rara meminta Mia menunggunya sebentar di dekat tangga. Rara berjalan ke arah dapur, membawa gelas minuman mereka tadi.
Mia tidak sengaja melihat ke arah kamar Alex yang tidak tertutup dengan benar. Alex sedang membuka pakaiannya, menunjukkan otot perutnya yang sixpack. Tangan Alex membuka gesper sabuknya, menurunkan retsleting celananya.
Wajah Mia bersemu merah, ia segera mengalihkan pandangannya ke tangga rumah Rara. Mia merasa hawa di rumah itu agak panas, ia mengipasi tubuhnya dengan tangan. Rara segera kembali dan mengajaknya naik ke lantai dua.
“Kak, kenapa wajahmu merah? Disini panas ya,” kata Rara keheranan.
“Iya, kok tiba-tiba panas ya. Aku pinjam kamar mandimu ya, sepertinya aku harus mandi dulu,” sahut Mia yang memilih tidak mengatakan yang sebenarnya pada Rara.
“Ah, boleh kok. Pakai bajuku aja, kak,” kata Rara senang.
**
Sementara Mia dan Rara berjalan ke lantai dua, Alex sudah masuk ke kamar mandi, ia mengguyur tubuhnya dengan air dingin mencoba meredakan hasratnya yang membara setelah bertemu Mia.
“Kenapa gak mau tenang juga? Aku harus keluarkan sekarang juga!” keluh Alex menatap tubuhnya.
Pikiran Alex mulai melayang seputaran Mia yang tersenyum manis, mengingat lembut dan putih kulit tangan Mia yang tadi sempat digenggamnya. Selesai mandi, Alex teringat sesuatu yang harus ia berikan pada Rara. Ia segera memakai baju santai dan beranjak naik ke lantai dua.
Mia baru selesai mandi juga, ia terlihat lebih fresh dan cantik. Rambutnya yang hitam panjang sedikit basah, menutupi sebagian pundaknya yang terlihat karena baju santai yang dipinjamkan Rara sedikit terbuka.
Mia menjemur handuk yang ia gunakan tadi di jemuran handuk di dekat kamar mandi lantai 2. Ia mengangkat kedua tangannya untuk mengikat rambutnya lagi sambil berjalan ke kamar Rara.
Semua adegan saat Mia baru keluar dari kamar mandi, mengeringkan rambutnya, menjemur handuk, dan mengikat rambutnya sudah dilihat Alex yang berdiri di ujung tangga. Alex menahan nafasnya melihat pundak dan bra Mia yang terlihat.
Alex menarik nafas dalam, ia tetap harus menemui Rara sekarang kalau tidak dia akan melupakannya nanti. Tok, tok, tok…
“Masuk…,” sahut Rara dari dalam kamarnya. Alex membuka pintu kamar Rara.
“Ra, papa lupa ngasi flash disk ini…”
Hal pertama yang dilihat Alex adalah paha putih Mia yang terpampang di depannya karena Mia sudah duduk bersila di karpet, sementara Rara berdiri di depan meja belajarnya.
“Om…,” sapa Mia ramah.
Mia tersenyum, tidak menyadari kalau mata Alex sedang menjelajahi paha dan pundaknya. Hati Mia sedikit berdesir melihat rambut basah Alex menutupi dahinya, Alex terlihat semakin tampan dan macho.
“Kasi kak Mia aja, pah. Makasih ya,” sahut Rara yang masih sibuk membongkar tasnya.
Alex menyodorkan FD ke tangan Mia, dan hampir berbalik ke luar kamar Rara, “Kalian sudah makan? Kalau belum, pesan saja ya. Nanti papa yang bayar.”
“Ok, pah,” sahut Rara semangat.
“Makasih om,” ucap Mia masih dengan senyuman manisnya.
Alex keluar kamar Rara, menutup pintunya, dan bergegas turun, masuk ke kamar mandi lagi. Hasratnya memuncak lagi setelah melihat bagian atas tubuh Mia ketika ia menyerahkan flash disk ke tangannya tadi.
“Selvi… sayang… apa sudah waktunya bagiku…” Alex memejamkan matanya mengingat mendiang istrinya, dahulu hanya Selvi yang bisa membuat hasrat Alex membara seperti saat ini.
Alex keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk melilit pinggangnya, ia membuka lemari pakaiannya dan mengambil sebuah figura foto dari dalam sana. Selvi tersenyum manis memakai kebaya putih, foto yang
diambil saat mereka menikah.
“Sayang... ini sudah sangat lama bagiku sendiri. Apa kau mengirimkan gadis itu? Mia... Tolong maafkan aku, sayang. Aku mulai merasakan sesuatu seperti saat pertama kali kita bertemu. Akhirnya aku merasakannya lagi,” lirih Alex sendu.
Alex meletakkan foto Selvi kedalam laci nakas, ia tidak ingin orang lain melihat foto itu. Kenangan terakhirnya tentang Selvi.
**
Maafkan kalau ada salah ketik. Jangan lupa baca terus lanjutannya ya.
Si kembar baru turun dari mobil yang menjemput mereka bersama nenek
Rara, mereka menatap penuh minat pada sepatu milik Mia yang tergeletak di depan
pintu.
Mario : “Sepertinya ada tamu.”
Marie : “Mungkin teman kakak, ini sepatu sekolah kan.”
Nenek : “Kalian kenapa masih di depan pintu, ayo masuk.”
Tin! Ketiganya menoleh melihat ojol datang menghampiri mereka,
Ojol : “Maaf, pesanan atas nama Rara.”
Mario : “Wih, kakak pesen pizza. Berapa, mas?”
Ojol : “Semuanya 150rb.”
Mario : “Tunggu bentar ya.” Mario mengeluarkan dompetnya dan melihat
isinya hanya 50rb, ia menatap neneknya yang sudah mengeluarkan dompet dan
membayar ojol itu.
Ojol : “Terima kasih, bu. Permisi.”
Nenek : “Iya. Ayo cepat bawa masuk, kasi kan kakakmu.”
Rara yang sudah melihat notif dari ojol, hampir keluar dari rumah. Ia
melihat Mario membawa pizza pesanannya,
Rara : “Rio, sini kasi kakak. Tadi yang bayar siapa?”
Mario : “Nenek, kak. Rio mau dong.”
Rara mencium tangan neneknya dan memberikan uang yang tadi diberikan
papanya.
Nenek : “Ada tamu ya, Ra?”
Rara : “Iya, temen Rara, nek. Rio sama Riri ganti baju dulu, cuci
tangan, nanti ambil pizza di kamar kakak ya.”
Mario dan Marie mengikuti kata-kata Rara, meskipun hanya berbeda 3
tahun, si kembar sangat menghormati Rara karena sejak kecil, Rara juga ikut
mengasuh mereka berdua.
Rara : “Nenek mau pizza?”
Nenek : “Nenek mau makan aja, kalian cukup makan pizza aja? Mau nenek
bawakan cemilan?”
Mb Minah, ART sekaligus sopir si kembar masuk ke dalam rumah setelah
memarkir mobil.
Mb Minah : “Neng Rara, papa sudah pulang ya? Tumben sudah ada mobilnya
di garasi.”
Rara : “Iya, mb. Katanya capek, itu lagi tiduran di kamar.”
Nenek : “Papamu sudah makan, Ra?”
Rara : “Rara gak nanya, nek. Coba Rara tanya dulu…”
Nenek : “Biar nenek aja yang tanya, cepat bawa pizza itu, takutnya Rio
dan Riri sudah nunggu diatas.”
-------
Rara melenggang keatas, ia berhenti di depan kamarnya ketika mendengar
gelak tawa si kembar. Waktu Rara membuka pintu, ia melihat Rio dan Riri tertawa
terpingkal-pingkal mendengarkan Mia yang sedang menceritakan lelucon konyol.
Rara : “Kalian lagi cerita apa sich? Kok seru banget.”
Rara ikut tersenyum melihat kedua adiknya tertawa, bahkan Riri yang
jarang tertawa juga bisa tertawa lepas seperti itu. Rara meletakkan pizza di
depan mereka,
Rara : “Kak Mia, ayo dimakan pizza-nya. Rio dan Riri sudah cuci
tangan?”
Mario & Marie : “Sudah kak.”
Rara : “Aku ambil minum dulu ya, kak.”
Mia : “Aku bantu ya.”
Rara : “Kakak disini saja, cuma bentar kok.”
Rara kembali turun ke bawah, ia melihat papa dan neneknya sudah duduk
di meja makan, menatapnya yang baru turun.
Rara : “Kenapa?”
Alex : “Si kembar kenapa bisa ketawa keras begitu? Kedengeran sampai
sini loh.”
Rara : “Lagi bercanda sama kak Mia, pah. Kak Mia cerita hal lucu,
makanya mereka ketawa.”
Rara mengambil minum dari kulkas dan menuangkannya ke teko besar, ia
membawa beberapa gelas plastik agar mudah membawanya ke atas.
Nenek : “Tumben ya nenek dengar tawa mereka seperti itu. Mia itu teman
kamu? Kok manggilnya kakak?”
Rara : “Iya, nek. Kami beda 4 tahun, kayaknya Rara pernah cerita dech.
Kak Mia yang pindah dari negara A itu loh nek.”
Nenek : “Oh, yang cantik itu ya. Nenek mau kenalan juga dong.”
Rara : “Nanti Rara kenalin ya, tadi baru ketemu papa aja.”
Nenek melihat wajah Alex yang sedikit merona, baru kali ini nenek
melihat wajah Alex lebih berseri. Wajah yang ia perlihatkan hanya ketika ada
Selvi dulu.
Rara : “Rara keatas dulu ya. Ntar pizza-nya keburu habis.”
--------
Rara berjalan menaiki tangga, nenek dan Alex kembali melanjutkan
makan,
Nenek : “Nak, kamu sudah ketemu Mia? Apa dia cantik?”
Alex : “…Cantik kok, bu.”
Nenek : “Ibu perhatikan wajahmu sedikit berubah, apa tadi terjadi
sesuatu sebelum ibu pulang?”
Alex : “…Maksud ibu apa?” Alex menghilangkan rasa gugupnya dengan
minum air putih, tiba-tiba tenggorokannya terasa kering.
Nenek : “Ibu cuma tanya, kenapa kamu gugup begitu.”
Alex : “…”
Nenek tersenyum melihat tingkah Alex yang berubah sejak kedatangan
Mia, nenek berpikir mungkin ini saatnya bagi Alex untuk membina rumah tangga
lagi setelah kepergian Selvi. Tapi apa Rara mau menerima Mia sebagai ibu
tirinya karena mereka sekolah di tempat yang sama. Nenek menggelengkan
kepalanya, ia berpikir terlalu jauh.
-------
Sementara dari lantai atas kembali terdengar gelak tawa si kembar dan
Rara,
Rara : “Aduduuh… udah… perutku sakit…” Rara mencoba menghentikan
tawanya karena perutnya sudah sakit.
Pizza di depan mereka sudah hampir habis, sementara tumpukan soal
Fisika masih menunggu untuk dikerjakan. Rara meminta kedua adiknya keluar dari
kamarnya agar ia bisa fokus belajar.
Mario : “Yah, padahal masih mau dengar ceritanya kak Mia.”
Marie : “Ayo keluar dulu, besok-besok kak Mia kan bisa cerita lagi. Ya
kak?”
Mia : “Iya, anak manis. Kakak belajar dulu ya. Habis ulangan, pasti
kakak kesini lagi.”
Si kembar memeluk Mia dan keluar dari kamar Rara.
Rara : “Tumben si kembar bisa langsung akrab dengan orang baru. Kakak
kan tumben aku ajak kesini, tapi bisa langsung akrab dengan mereka.”
Mia : “Kebetulan aja kali, Ra. Ayo kita mulai belajar, keburu malam
ntar, aku gak boleh pulang malam-malam.”
Rara : “Tau gitu, aku minta ijin tante tadi biar kakak bisa nginap
disini. Fisika itu susah tau, kak. Bakalan lama deh belajarnya.”
Mia : “Fisika gampang kok kalau tahu triknya. Kita coba ya.”
Rara mulai mengerjakan soal Fisika sambil sesekali bertanya pada Mia
yang mengajarinya dengan sabar. Beberapa kali Mia memberikan trik-trik
menghafal rumus Fisika, sampai Rara benar-benar paham dan bisa mengerjakan soal
latihan sendiri.
-------
Tak terasa sudah 3 jam berlalu, Rara merenggangkan otot pinggangnya
yang kaku, ia melemaskan seluruh tubuhnya dan merasa penat. Akhirnya ia bisa
mengerjakan semua soal latihan tanpa kesalahan dan bantuan dari Mia. Bruk! Rara
merebahkan tubuhnya ke bantal di sekitar karpet.
Mia : “Bagaimana? Masi ada yang belum mengerti?”
Rara : “Kakak hebat sekali ya, bisa paham semuanya.”
Mia : “Kan sudah kukatakan kalau aku sebenarnya sudah lulus sejak 4
tahun lalu, tapi gara-gara ijasah SMA-ku hilang, terpaksa sekolah lagi.”
Rara : “Kak, sebentar lagi ujian akhir, tapi aku belum siap juga.
Kakak mau kan bantu aku belajar, jadi kita bisa lulus sama-sama dan kuliah. Bukannya
univ. yang kita tuju sama ya.”
Mia : “Boleh aja. Ayo sama-sama berjuang. Eh, uda sore, aku pulang
dulu ya.”
Mia mengemasi barang-barangnya, ia kembali mengganti bajunya dengan
seragam SMA dan menutupinya dengan cardigan hitam. Rara mengantar Mia turun,
dibawah mereka bertemu dengan nenek Rara.
Rara : “Nek, ini kak Mia. Kak Mia, ini nenekku.”
Mia menunduk mencium tangan nenek Rara yang mengelus rambut hitam Mia.
Nenek : “Sudah mau pulang, nak? Gak makan dulu?”
Mia : “Lain kali ya, nenek. Nanti Mia kesorean pulangnya. Mia permisi,
nek.”
Nenek : “Sering-sering main kesini ya, cantik.”
Mia tersipu mendengar pujian nenek Rara, ia tidak melihat ketika
membuka pintu, si kembar tiba-tiba masuk dan menabraknya hingga jatuh
terjengkang. Beruntung Mia jatuh diatas karpet tebal, sehingga bokongnya tidak terlalu sakit.
Belum lagi si kembar langsung menyergapnya, tidak membiarkan Mia
bangun. Si kembar mencium pipi Mia kiri dan kanan.
Mario : “Kakak, jangan pulang dulu. Main sama kita ya.”
Marie : “Iya, kak. Bentar aja.”
Mia : “Besok kakak kesini lagi ya, kakak pulang dulu udah sore.
Memangnya kalian gak ada PR?”
Mario & Marie : “Gak ada! Peluk!”
Si kembar kompak memeluk tubuh Mia yang masih terlentang, menguwel-uwel dadaMia yang montok
dengan pipi mereka. Mia kegelian hingga tertawa.
Nenek : “Astaga kalian ini! Kak Mia sampai jatuh begitu, ayo cepat
bangun.”
Alex yang melihat kejadian itu dari depan pintu hanya terpana, ia bisa
melihat warna CD yang dipakai Mia ketika jatuh tadi. CD putih dengan renda,
kesukaan Alex. Bagian bawah tubuhnya langsung berontak, membuatnya tidak nyaman.
Mia akhirnya bisa bangun setelah si kembar menyingkir, baju seragamnya
sedikit terbuka, memperlihatkan sebagian tubuh bagian atasnyapada Alex. Mia segera merapikan
pakaiannya dan berdiri.
Mia : “Nenek, Rara, Rio, Riri, kakak pulang dulu ya. Terima kasih.”
Saat Mia menoleh ke depan pintu, ia melihat Alex yang masih bengong.
Mia menyadari sesuatu yang membuatnya memegang bagian depan baju seragamnya.
Sepertinya tadi Alex sempat melihat sesuatu disana.
Mia : “Om, saya pamit pulang. Permisi.”
Alex : “Ah iya, eh tunggu, dimana rumahmu?”
Mia : “Saya tinggal di jalan S dekat sekolah, om.”
Alex : “Kebetulan saya mau ke daerah sana juga, ada perlu. Sekalian
saya antar pulang ya. Tunggu sebentar.”
Mia baru akan menolak, tapi Alex keburu masuk mengambil kunci mobil. Mia
duduk di teras rumah sambil menunduk memakai sepatunya lagi. Alex sudah siap
dan rapi dengan kemeja dan celana panjang, ia membawa tas kerjanya dan kunci
mobil.
Alex : “Ayo, jalan.”
Mario & Marie : “Papa mau kemana?”
Alex : “Papa mau ke rumah client sambil anterin kak Mia pulang. Kalian
di rumah aja ya.”
Si kembar melambaikan tangan pada Mia sementara Rara dan neneknya
saling pandang melihat kelakuan Alex.
Rara : “Sejak kapan papa mau kerja setelah pulang dari kantor?”
Nenek : “Sepertinya papamu kesambet…”
Rara : “Kesambet apa, nek?”
Nenek : “Bule…ih, jadi ngomong gak jelas dech. Ayo masuk, Rio, Riri
cepat mandi.” Nenek tidak meneruskan kata-katanya, takut Rara berpikiran yang
tidak-tidak.
-------
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca novel author ini,
jangan lupa juga baca novel author yang lain ‘Menantu untuk Ibu’, ‘Perempuan
IDOL’, ‘Jebakan Cinta’ dengan cerita yang tidak kalah seru.
Ingat like, fav, komen, kritik dan sarannya ya para reader.
Dukungan kalian sangat berarti untuk author.
--------
Alex mulai melajukan mobilnya kearah sekolah Mia, sebenarnya ia tidak ada keperluan apa-apa disana, tapi Alex tidak bohong ketika bilang mau ke rumah clientnya di jalan S. Ia benar-benar punya client di sana.
Selama dalam perjalanan, Mia lebih memilih diam, ia merasa canggung hanya berdua dengan Alex. Terlebih lagi
perasaannya sudah berubah sejak pandangan pertama pada duda keren ini. Tapi Mia tidak bisa menahan rasa penasarannya lama-lama, ia ingin menanyakan sesuatu,
Mia : “Emm… om. Saya boleh nanya?”
Alex : “Oh, iya. Tanya apa?”
Mia : “Maaf ya kalau saya lancang, berapa usia om sekarang?”
Alex : “Tahun ini 38 tahun, memangnya kenapa?”
Mia : “Om nikahnya muda ya.”
Alex : “Ya, begitulah. Om nikah umur 20 tahun. Maklum darah muda, jadi agak susah menahan hawa nafsu.”
Alex tersenyum menatap Mia, mereka sedang berhenti di lampu merah. Mia langsung meleleh melihat senyuman Alex,
Mia : “Sumpah ganteng banget, imanku tetaplah bertahan.” Mia berkata dalam hati.
Alex : “Kalau Mia udah punya pacar?”
Mia : “Pacar? Oh, belum om. Masih fokus sekolah biar bisa kuliah.”
Kring! Kring! Tiba-tiba telpon Alex berdering dari dalam tasnya.
Alex : “Mia, tolong ambilkan HP saya, di dalam tas di belakang.”
Mia melepas sabuk pengamannya dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Alex yang bisa mencium wangi tubuh Mia dengan jelas. Alex kecil semakin memberontak dibawah sana, Alex menggeser duduknya membuat lengannya tidak sengaja menyenggol payudara Mia.
Alex : “Eh, maaf Mia. Saya gak sengaja. Siapa yang telpon?”
Mia : “Gak ada namanya, om. Mau diangkat?”
Alex : “Iya, tolong terima, tempelkan di telinga saya.”
Mia menekan tombol hijau dan mendekatkan HP ke telinga Alex.
Alex : “Selamat sore... “
Pak Yadi : “(Sore, Pak Alex. Bisa ketemu sekarang?)”
Alex : “Pak Yadi, saya sudah otw ke rumah bapak. Sebentar lagi sampai.”
Pak Yadi : “(Kebetulan sekali, saya tunggu ya, pak.)”
Alex : “Baik Pak Yadi.”
Alex memegang tangan Mia yang masih memegang HP-nya, ia menghentikan mobil di pinggir jalan.
Alex : “Eh, maaf Mia. Saya mau lihat alamat Pak Yadi.”
Mia memberikan HP Alex, tangannya serasa tersetrum ketika tangan Alex memegang tangannya tadi. Mia melihat rumahnya sudah dekat dan berniat berjalan kaki dari sana.
Mia : “Om, rumah saya sudah dekat. Saya turun disini ya. Terima kasih sudah mengantar saya.”
Alex : “Eh, tunggu Mia. Kamu tahu alamat ini?” Alex memperlihatkan sepenggal alamat di WA, lagi-lagi tangan Alex menarik tangan Mia.
Mia : “Loh, ini alamat rumah saya, om. Itu gerbangnya kelihatan dari sini warna coklat. Om mau ketemu siapa?”
Alex : “Mau ketemu Pak Yadi, Mia kenal?”
Mia : “Mungkin om saya, om. Kita kesana aja.”
Alex masih memegang tangan Mia, ia *** tangan Mia sambil men-scroll WA membaca kembali percakapannya dengan Pak Yadi. Perbuatan Alex membuat Mia gelisah, ia ingin menarik tangannya, tapi Mia juga menikmati remasan tangan Alex. Tin! Tin! Suara klakson mengagetkan Alex, ia tak sengaja parkir di depan rumah orang. Alex melihat tangannya yang menggenggam tangan Mia.
Alex : “Maaf Mia, kita ke rumahmu ya.”
Mia terdiam, kata-kata Alex terdengar seperti laki-laki yang ingin melamar kekasihnya. Jantung Mia kembali berdebar kencang, wajahnya sedikit merona. Ia masih merasakan kehangatan tangan Alex di tangannya.
Alex menghentikan mobilnya di depan rumah Mia, Mia turun dari mobil dan menunggu Alex turun. Alex turun setelah merapikan penampilannya, ia mengambil tasnya dan mengunci mobil. Mia berjalan masuk ke halaman rumahnya setelah membuka gerbang.
Mia : “Mari om. Kita masuk.”
Saat itu semua orang sedang berkumpul di ruang keluarga, menunggu saat makan malam. Ada nenek dan kakek Mia, mama Mia, om Yadi, dan tante Lisa, istrinya. Anak om Yadi dan tante Lisa sedang ada di dalam kamar. Mia masuk ke dalam rumah bersama Alex, ia mempersilakan Alex duduk di ruang tamu. Sementara Mia menyapa semua orang di ruang keluarga.
Mia : “Om Yadi, ada tamu di depan.”
Om Yadi : “Oh, siapa Mia?”
Mia : “Itu om Alex.”
Semua orang menoleh ke arah ruang tamu, penasaran dengan sosok Alex.
Mama Mia : “Mia kenal sama dia?”
Mia : “Om Alex itu papanya Rara, mah. Mia juga baru tahu tadi. Mia buatin minum dulu ya.”
Mama Mia : “Dia mengantarmu pulang?”
Mia : “Kebetulan client om Alex itu om Yadi dan mereka ada janji ketemu. Mia juga kaget tadi.”
Mama Mia kembali melirik Alex yang sedang diskusi dengan Yadi, adiknya. Ia merasa sikap Mia agak aneh setelah kembali dari rumah Rara.
Mia membawakan minuman untuk Alex dan Yadi, Alex tersenyum menatap Mia dan mengucapkan terima
kasih.
Alex : “Terima kasih, Mia.”
Om Yadi : “Pak Alex kenal sama Mia?”
Alex : “Mia teman anak saya, Pak Yadi.”
Om Yadi : “Pantas saja, sampai mana kita tadi?”
Alex melirik Mia yang berjalan kembali ke ruang keluarga, sesekali Mia berbalik menatap Alex yang masih bicara dengan Yadi. Senyumnya mengembang membuat mamanya semakin curiga.
Mia : “Ma, Mia mandi dulu ya.”
Mia melenggang ke kamarnya, ia harus mandi dulu sebelum makan malam keluarga. Nenek dan kakek Mia
selalu mengatakan setidaknya mereka harus berkumpul satu kali saat makan, sambil bercerita untuk menjaga komunikasi antara keluarga.
Saat kembali, Mia melihat Alex sudah tidak ada di ruang tamu, sepertinya Alex sudah pulang. Sedikit kecewa ia duduk di meja makan bersama yang lainnya. Selama makan malam, Mia tak banyak bicara, ia mengatakan sudah cukup lelah setelah belajar bersama Rara selama 3 jam. Kata-kata Mia membuat mamanya semakin yakin ada sesuatu yang terjadi pada Mia.
Kebiasaan Mia saat pulang sekolah adalah menyapa semua orang dan mulai berceloteh membicarakan kegiatannya di hari itu, tapi sejak datang dia lebih banyak melamun. Mia juga tidak terlalu suka ketika diminta membuatkan minuman untuk tamu, tapi tadi ia membuatnya sendiri dengan suka rela.
Mama Mia mulai berpikir kalau Mia menyukai suami orang. Jelas-jelas tadi Mia bilang kalau Alex itu papa Rara, artinya Alex sudah menikah dan punya anak. Salah besar kalau Mia sampai jatuh cinta pada Alex. Pikiran mama Mia melayang memikirkan kemungkinan terburuk anaknya jadi pelakor. Ia menghentikan makannya dan minum air yang banyak. Mama Mia harus mencari tahu lebih detail sebelum semuanya terlambat.
-------
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca novel author ini, jangan lupa juga baca novel author yang lain ‘Menantu untuk Ibu’, ‘Perempuan IDOL’, ‘Jebakan Cinta’ dengan cerita yang tidak kalah seru.
Ingat like, fav, komen, kritik dan sarannya ya para reader.
Dukungan kalian sangat berarti untuk author.
--------
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!