NovelToon NovelToon

Istri Kecil Tuan Muda Xavier

Bab 1

"Apa menikah!"

"Ayah menyuruhku pulang hanya untuk menikah?"tanyanya tidak percaya. 

"Ya, Ayah sudah menyetujui lamaran perjodohan mereka. Dan sebagai gantinya mereka akan membantu perusahaan Ayah yang hampir bangkrut,"jawab adam tenang. 

"Tidak, aku tidak mau!"bantah Keira, lalu melipat tangannya di dada dan menyandarkan punggungnya di sofa. 

"Kamu! Apakah kamu ingin melihat perusahaan ayah bangkrut, hah?"bentaknya marah, sambil menunjuk putrinya. 

 "Bukankah masih ada Ella, kenapa harus aku?" Tunjuknya pada wanita yang duduk di depannya. 

Mendengar nama anaknya, Sarah langsung membantah dengan cepat. 

"Tidak! Kenapa harus anakku, dia sudah memiliki tunangan." 

"Dan kamu sebagai kakaknya kamu harus mengalah kepada adikmu. Lagi pula kamu sudah cukup umur untuk menikah, jadi kamu saja yang menikah."

Mendengar perkataannya, Keira tertawa remeh. 

"Kakak heh, aku tidak sudi mempunyai adik sepertinya, adikku hanya Asher. Lagi pula kalian hanya orang asing yang tinggal di rumahku."

Mendengar perkataan kurang ajar dari gadis di depannya, Sarah menunjuk Keira dengan tubuh yang gemetar karena marah. 

"Kamu!"

"Kakak bagaimana kamu berkata seperti itu kepada kami, kami juga keluargamu. Kami bukan orang asing," Ella menatap Keira dengan wajah menyedihkan.

Ada apa dengan wanita ****** ini, setelah kembali dari luar negeri, kenapa sikapnya berubah. Biasanya saat kami menggertaknya dia tidak akan berani melawan mereka. Batinnya dengan penuh permusuhan saat melirik wajah Keira. 

Melihat permusuhan yang muncul di mata Ella, Keira hanya acuh tak acuh dan mengabaikannya. Dia bukan Keira yang dulu, yang mudah diintimidasi. Setelah pergi ke luar negeri, dia telah belajar banyak hal di masyarakat. 

Tidak ingin terus berdebat dengan orang bodoh, Keira lalu melirik ayahnya dengan datar. 

"Kenapa harus aku?"tanyanya sembari melipat kedua tangannya di perut. 

Sudah 5 tahun dia tidak melihat ayahnya, dulu sebelum dia pergi ke luar negeri tubuh ayahnya terlihat bugar dan sehat. Tapi, setelah dia kembali, ayahnya terlihat jauh lebih tua dari sebelumnya. 

Mungkin karena akhir-akhir ini perusahaannya mengalami banyak masalah. 

"Karena yang mereka inginkan adalah kamu, bukan orang lain. Dan Ayah tidak punya pilihan lain menyetujuinya."

"Meskipun Ayah sudah menawarkannya untuk diganti oleh Ella, tapi mereka menolaknya. Mereka hanya ingin kamu menjadi Istrinya." 

"Ayah! Kamu bilang ingin menawarkanku dan menggantikannya!" Ella tidak percaya apa yang dikatakan ayahnya. 

Mendengar teriakan Ella, Adam menatap dingin putri kedua nya dengan tidak puas. 

"Apa yang kamu ributkan, lagian itu tidak terjadi. Mereka hanya menginginkan Keira."

"Lagi pula kamu tidak ada gunanya di rumah, hanya menghambur-hamburkan uang saya."

Mendengar sarkasan ayahnya, Ella merasa marah sekaligus malu saat dibentak oleh ayahnya di depan wanita yang dibencinya. Apalagi saat melihat senyum mengejek Keira, membuat dia merasa terhina. 

Tak ingin berlama-lama di sini, Ella langsung pergi ke kamarnya. 

"Mas apa yang kamu katakan, wajar jika Ella menghabisi uangmu. Anak perempuankan banyak kebutuhannya." Sarah merasa tidak puas saat melihat anaknya dibentak seperti itu. 

"Diam! Kamu sama saja, pergi dari sini." Adam memijat pelipisnya yang pusing oleh tingkah mereka. 

Mendengus kesal, Sarah langsung pergi meninggalkan mereka dan berjalan menuju kamar putrinya. 

"Jadi?"tanya Keira menaikan sebelah alisnya. 

"Kamu maukan bantu Ayah, Ayah janji akan menuruti semua keinginanmu." Adam menatap putri sulungnya dengan penuh harap. 

"Oke." Lagian dia sudah muak tinggal di sini dan menghadapi dua orang itu, yang membuatnya merasa jijik. 

Mendengar persetujuan putrinya, Adam merasa senang. Akhirnya perusahaan yang dia bangun tidak akan bangkrut. 

"Bagus hahaha, Ayah janji ak-"

"Tidak perlu!" Keira langsung memotong perkataan ayahnya dengan lembut, dia sudah muak dengan janji yang dilontarkan olehnya tanpa bisa ditepati. 

"Sudahkan tidak ada lagi. Kalau tidak ada, aku akan istirahat." Setelah mengatakan itu, Keira menyeret kopernya menuju kamar di lantai atas. 

"Tunggu!"

Menghentikan langkahnya menaiki tangga, Keira menoleh ke belakang. 

"Apa?"

"Pria yang akan kamu nikahi adalah Tuan Muda Xavier."

Terdiam sejenak, Keira seperti pernah mendengar namanya, tapi dia lupa di mana. Tidak terlalu memikirkannya, Keira hanya mengangguk acuh tak acuh. 

"Ya,"ujarnya tenang, lalu kembali melanjutkan langkahnya. 

Melihat punggung acuh tak acuh putrinya, Adam merasa bersalah. 

°°°°

Setelah membersihkan dirinya, Keira berjalan menuju lemari baju, dan memilih baju sederhana, kaos putih dan celana pendek. Lalu mengambil pengering rambut di atas meja rias dan meniup rambutnya yang basah. 

Setelah selesai, Keira membaringkan tubuhnya yang lelah di ranjang. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya. Lalu mencari informasi tentang pria yang akan menjadi suaminya. 

Dalam web pencarian, ada beberapa informasi yang terkait dengannya, seperti saat masih muda dia sudah mengambil alih perusahaan dan berhasil mengembangkan perusahaannya secara internasional dalam waktu 5 tahun. Dan beberapa tentang kecelakaan yang dialaminya sehingga membuat dia harus duduk di kursi roda selamanya. 

Melihat panggilan masuk dari adik laki lakinya dia segera menjawab. 

"Halo kakak."

"Ada apa?"

"Mmm… a-aku minta uang. "

"Buat?" Mendengar suara berisik di ujung sana, Keira langsung duduk di ranjang. 

"kamu ada di mana?"tanyanya serius. 

"A-aku… aku ada di rumah Jordan, kakak pikir aku ada di mana?"

Mendengar suara gugup adiknya, Keira tahu kalau adiknya sedang berbohong. 

"Asher Jonathan oliver,"ucapnya dengan penuh penekanan di setiap katanya. 

"Aku… aku ada di club malam."

Mengerutkan keningnya tidak puas, keira langsung berkata dengan nada perintah. 

"Pulang sekarang!"

"Tidak! Kakak sekarang aku sudah dewasa, aku bebas pergi kemanapun yang aku mau, kamu tidak bisa selalu mengaturku. Aku juga punya kehidupanku sendiri, jadi jangan pedulikan aku!"

Mendengar bentakan dari adiknya, Keira tertegun sejenak. Baru kali ini dia mendengar adiknya yang selalu menurutinya dan tidak pernah membantahnya membentak dirinya. 

"Oke, kakak tidak akan mengaturmu lagi urus dirimu sendiri." Keira langsung mengakhiri panggilan teleponnya secara sepihak. 

****

Keesokan harinya, Keira sudah siap dengan dress putih yang membungkus tubuh indahnya. Rambutnya yang panjang dia gerai ke belakang. Untuk mencocokkan penampilannya, Keira memakai high heels yang senada dengan gaunnya. Membuat dia terlihat lebih elegan dan anggun. 

Dirasa penampilannya sudah sempurna, Keira langsung turun ke bawah. Dia melihat seorang pria tampan dengan kacamata dihidungnya, tengah duduk di ruang tamu. Wajahnya yang tampan terlihat lembut dan mudah didekati. 

Melihat wanita yang akan menjadi istri tuannya, David segera menyambutnya. 

"Halo Nona Keira, saya David asisten Tuan Xavier." David mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. 

"Halo,"sapa Keira tersenyum lembut, lalu menerima uluran tangannya. 

"Kalau begitu mari kita berangkat sekarang, Tuan Xavier sudah menunggu di dalam mobil."

"Oke."

Bab 2

Di dalam perjalanan, suasananya sangat hening dan sunyi. Tidak ada percakapan yang memecahkan suasana senyap di dalam mobil. David yang fokus menyetir, dan pria dingin yang duduk di sampingnya hanya memejamkan matanya. 

Keira sebenarnya tidak terlalu peduli, dia sangat menyukai suasana yang seperti ini. Menyandarkan punggungnya, Keira menopang dagunya dan melihat pemandangan di luar jendela. Sesekali matanya yang berwarna coklat akan melirik pria di sampingnya. 

Wajahnya yang tampan terlihat pucat, dengan rahang yang tegas, bulu mata yang lentik dan hidung yang mancung. Seluruh orang itu terlihat sempurna, membuat kaum hawa yang melihatnya akan tergila-gila. 

Merasakan tatapan panas seseorang ke arahnya, Xavier membuka kelopak matanya perlahan. Lalu menoleh kesamping. 

"Sudah puas melihatku, hm." Suaranya yang serak dan rendah terdengar magnetis di telinga Keira. 

Terciduk sedang melihatnya, Keira bertatap langsung dengan iris mata gelap pria itu,  seperti jurang maut tak berujung yang sangat menghanyutkan. 

"Si-siap yang melihatmu." Tidak ingin pria itu melihatnya malu, Keira langsung memalingkan mukanya ke jendela. 

Xavier melihat wanita di sebelahnya dengan tatapan dalam dan penuh arti. Lalu memejamkan matanya lagi dengan senyum tipis di sudut bibirnya. 

Setelah wanita itu masuk ke dalam mobilnya, dia mencium wangi mawar berasal dari wanita itu yang sangat menenangkannya. Membuat dia tanpa sadar tertidur sebentar. 

Sudah berapa lama dia tidak merasakan perasaan tenang seperti ini. 

"Emm…meskipun kamu sudah mencari tahu tentangku. Tapi, aku ingin memperkenal diriku secara langsung, karena kita akan menjadi sepasang suami istri. Aku Keira Adelina Oliver, umurku sekarang 25 tahun. Mungkin lebih muda darimu."

Mendengar suara lembut wanita itu, Xavier perlahan membuka matanya, lalu melirik ke samping dan melihat lengan putih ramping yang terulur di depannya.

Dia kemudian menerima jabatan tangannya. Xavier merasakan tangan Keira yang lembut dan mungil digenggamannya. Terlihat sangat rapuh, jika dia menambahkan kekuatannya mungkin tangannya akan remuk. 

"Xavier Grayson Chester, 34 tahun." Setelah menyebutkan namanya, Xavier langsung melepaskan jabatan tangannya. 

Mendengar umur pria yang akan menjadi suaminya, Keira merasa terkejut dan syok. Dia tidak percaya, pria yang terlihat masih muda sudah berumur 34 tahun. Dia kira umur mereka hanya sebatas selisih 2 atau 3 tahun, tapi ternyata 9 tahun. 

Melihat wajah Keira yang terlihat terkejut dan tercengang, Xavier mengangkat sebelah alisnya. Merasa penasaran apa yang sedang dipikirkan oleh otak kecilnya. 

"Ada apa?"

"Ti-tidak, aku hanya terkejut mendengar umurmu,"ucap Keira canggung, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

Meskipun kemarin dia mencari informasi tentang calon suaminya. Tapi, web pencarian itu hanya menampilkan prestasi dan kabar berita mengenai kejadian yang dialaminya. Tidak ada berita tentang biodatanya. 

"Aku tidak menyangka dia akan setua ini, pantas saja dia menyetujui pernikahan ini. Karena dia perjaka tua,"gumam Keira rendah, sambil melirik wajah pria itu. 

Keira tidak menyadari, perkataannya akan terdengar oleh mereka. Meski dia sudah menurunkan nadanya, tapi pendengaran mereka sangat bagus ditambah dengan suasana mobil yang senyap. 

Wajah Xavier langsung menggelap saat mendengar perkataan yang menohok. Matanya yang dingin menatap pelaku yang membicarakannya. 

Melihat wajah tuannya yang dingin dari kaca spion, David hanya berdoa untuk keselamatan Nona Keira. 

"Apa saya sangat tua?"tanyanya sembari tersenyum mencoba untuk tidak menakutinya. 

Tapi, berbeda dengan penglihatan Keira. Dia melihat senyum Xavier yang terlihat sangat menyeramkan. Keira dengan gugup mengangguk lalu menggelengkan kepalanya. 

"Tidak! Kamu tidak tua, kamu terlihat lebih muda dariku,"ucapnya buru-buru. 

Matanya yang berwarna coklat penuh keseriusan saat menatap Xavier, seolah apa yang dia katakan adalah kebenarannya.

Melihat tangan besar yang terentang di depannya, Keira memejamkan matanya dengan takut-takut. Jantungnya berdetak kencang. 

Apa dia akan memukulku? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menghajarnya?. 

Tapi, kejadian yang dia bayangkan tidak terjadi. Keira malah merasa tangan seseorang tengah mengusap lembut kepalanya. 

Membuka matanya perlahan, Keira melihat senyum menawan dan tatapan lembut pria itu. 

Melihat senyum tuannya dari kaca spion, David sangat terkejut dia tanpa sadar menginjak rem mobil secara mendadak. 

Keira yang tidak siap dengan pemberhentian yang tiba-tiba, seluruh tubuhnya akan membentur kursi depan. Dia dengan pasrah menutup mata, menunggu rasa sakit yang akan datang. 

Namun, yang terjadi selanjutnya bukan rasa sakit yang dialaminya. Tapi pelukan kuat yang melindungi tubuhnya. Mencium wangi cendana di sekelilingnya, Keira perlahan membuka matanya dan bertemu dengan tatapan dalam pria itu. 

Tersadar dengan posisi intimnya, Keira langsung menjauhkan dirinya. Dengan wajah yang bersemu merah, Keira mengucapkan terima kasih dengan gugup. 

"Te-terima kasih." 

Melihat wanita itu yang menjauh, Xavier menatap tangannya yang kosong. Saat dia membawa Kepelukannya, Xavier merasakan tubuhnya yang lembut dan wangi, membuat dia merasa nyaman dan tidak ingin melepaskannya. 

Melihat pelaku yang membuat mereka seperti itu, dengan tatapan tajam Xavier melihat asistennya dengan dingin. 

"Maaf Tuan, Nona, saya tidak berhati-hati karena ada kucing yang melintas." Di bawah tatapan maut dari tuannya, David hanya ingin menangis tanpa air mata. Lagian sejak kapan tuannya yang dingin tersenyum lembut seperti itu pada makhluk yang berjenis kelamin wanita. 

"Juga, Tuan kita sudah sampai."

•••••

Setelah setengah jam berhasil mendapatkan sertifikat nikah, kini mereka berjalan keluar dari gedung. Menatap terik panas matahari di atas kepalanya, Keira lalu melihat buku nikah di tangannya. Dia tidak percaya, kalau dia benar benar sudah menjadi istri pria di depannya. 

Menatap wanita yang sudah menjadi istrinya berhenti di tempat, Xavier berkata tidak puas. 

"Apa yang kamu lakukan berdiri di sana."

"Ah.. Ya maaf." Tersadar dari lamunannya, Keira segera berjalan ke depan lalu membantu  mendorong suaminya yang duduk di kursi roda. 

"Hari ini kita akan pergi ke mana?"

"Pulang."

"Ke rumahmu?"

"Hm."

"Tapi aku belum menyiapkan keperluanku."

"Tidak perlu, aku akan meminta asistenku untuk menyiapkan semua kebutuhanmu."

"Apa itu tidak merepotkanmu?"

Dengan malas Xavier menjawab,"Tidak."

"Kalau begitu terima kasih."

"Hm."

•••••

Akhirnya setelah satu jam diperjalanan, kini mereka sudah sampai di villa megah namun terlihat sepi, seperti tidak berpenghuni dan letaknya juga jauh dari keramaian dan hiruk pikuk ramainya ibu kota. 

Meskipun diasingkan oleh keluarganya, namun mereka tidak memperlakukan Xavier dengan buruk, mereka memberikan villa megah yang jauh dari keramaian. Dan beberapa pelayan dan supir untuk membantu kebutuhannya sehari-hari. 

"Apa ini akan jadi rumah kita?"tanya Keira saat melihat rumah mewah di depannya. Ini lebih mewah daripada rumah ayahnya sendiri. 

" Ya."

"Tuan, Nyonya mari kita masuk."

Bab 3

Setelah masuk ke dalam, seorang pelayan paruh baya menyambut mereka. 

"Halo Nyonya selamat datang, saya Eli pembantu  di sini, jika Nyonya butuh sesuatu silahkan panggil saya,"ujarnya sopan. 

"Halo Bi Eli, saya Keira. Kalau begitu mohon bantuannya selama saya di sini dan maaf merepotkanmu,"ucap Keira tersenyum lembut. 

Mendengar permintaan maafnya Eli buru buru berkata, 

"Tidak! tidak! Nyonya itu tidak merepotkanku sama sekali, karena itu sudah menjadi tugas saya."

"Oke jika aku butuh sesuatu aku akan memanggil Bibi,"ucap Keira sambil tersenyum manis. 

"Bi tolong ajak dia berkeliling,"perintah Xavier. 

"Baik Tuan."

"Mari Nyonya, saya akan memperkenalkan tempat yang ada di rumah ini."

 

"Ya tolong pimpin jalan."

Mereka berkeliling menelusuri tempat yang ada di villa ini. Villa ini di bangun dengan tiga lantai, lantai pertama ruang keluarga dan ruang makan, lantai dua untuk kamar tidur dan ruang kerja, sedangkan lantai tiga merupakan tempat olahraga, nonton bioskop, dan bersantai. 

"Kalau begitu, di mana kamarku Bi?"tanya Keira. Setelah berjalan-jalan yang cukup lama, tumitnya terasa sakit karena terlalu lama memakai high heels. 

"Tuan bilang, Nyonya akan satu kamar bersamanya. Jadi, mari saya antar."

Aku kira akan pisah kamar, karena kita orang asing. Ternyata tidak. Gumam Keira tidak percaya, karena dilihat dari penampilannya yang dingin Xavier tidak suka dekat dengan wanita. 

"Oke."

°°°°

Setelah seharian berjalan-jalan, kini Keira sudah berganti pakaian dengan dress santai yang nyaman dipakai dan sandal berbulu yang sudah disiapkan oleh Xavier. 

Mengamati sekeliling kamarnya, terdapat sebuah sofa di dekat jendela, juga balkon untuk melihat pemandangan di luar. Kamarnya sangat nyaman, dengan dekorasi yang sederhana namun terlihat elegan. Ada juga tempat tidur besar yang muat untuk beberapa orang dan televisi besar yang menempel di dinding. 

Berjalan menuju balkon, Keira disuguhi pemandangan yang sangat menyegarkan mata. Terdapat taman yang ditanami berbagai bunga dan pohon, ada juga gajebo tempat bersantai untuk minum teh di sore hari dan di sampingnya juga ada kolam renang. 

Berdiri di belakang pembatas pagar, Keira menikmati semilir angin sore yang bertiup ke arahnya. Rambutnya yang panjang berayun ke belakang, wajahnya yang cantik, secantik peri dengan temperamen yang lembut dan bersih. 

Xavier yang baru saja kembali dari ruang kerja, melihat pemandangan indah seperti ini tertegun sejenak. Matanya yang hitam seperti tinta menatap Keira dengan tatapan dalam, seperti seekor binatang buas menatap mangsanya tanpa membiarkannya lolos dari cengkramannya. 

"Apa kamu menikmatinya?"

Mendengar suara dingin di belakangnya yang tiba-tiba, Keira langsung berbalik dan melihat Xavier sudah berada di kamar. 

Sejak kapan dia di sini, kenapa aku tidak merasakan keberadaannya. 

Menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya, Keira menjawab pertanyaan Xavier, 

"Ya pemandangan di sini sangat bagus, aku sangat menyukainya,"ujarnya sembari tertawa manis, dia menatap Xavier dengan mata berbinar. 

Mendengar tawa manis Keira, entah kenapa membuat jantungnya berdetak sangat kencang. Mencoba menetralkan perasaannya, Xavier berdehem canggung. 

"Bagus kalau kamu suka." Setelah mengucapkan itu, Xavier mendorong kursi rodanya menuju kamar mandi. 

"Kamu mau kemana?"tanyanya, saat melihat Xavier bergerak. 

"Kamar mandi."

Melihatnya langsung masuk ke kamar mandi, Keira mengedikkan bahunya acuh tak acuh. 

Mungkin dia tidak butuh bantuanku. 

Tidak lagi memperhatikannya, Keira kembali menikmati pemandangan di balkon dan semilir angin. Tapi, pandangannya tertuju pada sesuatu yang bergerak di dekat gajebo. Karena terlalu jauh Keira tidak terlalu jelas melihatnya, memicingkan matanya tajam Keira ingin melihat apa itu yang bergerak. 

Namun, sebelum dia mengetahui sosok yang bergerak. Dia dikejutkan dengan suara benda jatuh di kamar mandi. Takut sesuatu terjadi padanya, Keira langsung berlari ke kamar mandi untuk mengeceknya. 

"Apa kamu baik-baik saja,"ujar keira sangat khawatir dengan keadaannya. Dia mengetuk kamar mandi dengan kencang. 

Tidak ada jawaban dari dalam, Keira langsung panik. 

Apa sesuatu terjadi padanya. 

"Halo! Apa kamu mendengarku, apa kamu baik-baik saja!" Keira mengetuk pintu dengan brutal hingga tangannya memerah. 

Masih tidak ada yang menjawab, Keira mendekatkan telinganya ke pintu. Sayup-sayup dia mendengar suara ringinsan kesakitan. 

"Hei, kamu jangan khawatir. Aku akan menolongmu." Setelah mengatakan itu, Keira langsung menendang pintu kamar mandi dengan kuat. 

Karena pintunya terkunci, Keira tidak punya cara lain selain mendobraknya. 

Setelah pintu terbuka, dia melihat Xavier yang terjatuh di lantai dan kursi rodanya yang sudah terbalik. 

Melihat wanita itu datang kepadanya dengan raut wajah khawatir, Xavier merasa malu sekaligus marah. Malu karena wanita itu melihat  ketidakberdayaannya, dan marah karena kakinya yang lumpuh. 

Tanpa melihat reaksi Xavier, Keira buru-buru datang ke arahnya untuk membantunya bangun. 

"Astaga! Apa kamu terluka, sini aku bantu." Tangannya terulur ingin membantunya duduk di kursi roda. 

Namun, tangannya ditepis dengan kuat hingga membentur closet di sebelahnya. 

"Akh…." Ringis Keira kesakitan, sambil memegang tangannya yang memerah. 

"Pergi!"bentak Xavier marah, matanya sangat merah. 

Meski sudah dibentak dan diusir, Keira dengan keras kepala tidak mendengarkannya. 

"Tidak! Aku tidak akan pergi, sebelum aku membantumu." Tanpa menunggu reaksi Xavier dia langsung mengangkatnya. 

Terkejut karena tubuhnya melayang secara tiba-tiba, Xavier secara refleks mengalungkan tangannya dileher Keira. 

"Kamu! Turunkan aku,"bentak Xavier merasa malu sekaligus marah. Sejak kapan tuan muda yang dingin dan kejam, digendong oleh wanita seperti tuan putri. 

Tanpa menghiraukan bentakan xavier, Keira langsung mendudukannya di kursi roda, dia dengan cepat berjalan keluar tanpa menyapanya. Dia akan memanggil David untuk membantu Xavier. 

Tak berapa lama kemudian, David datang dengan tergesa-gesa. 

"Tuan! Anda baik-baik saja?" David mengecek seluruh tubuh tuannya, takut ada yang terluka. 

Setelah dirasa tidak ada luka sedikitpun, David menghela nafas lega. 

"Syukurlah."

"Apa ada yang bisa saya bantu Tuan."

Xavier menghiraukan perkataan David, dia hanya melihat ke belakang David yang tidak ada siapa-siapa. 

Kemana wanita itu. 

Melihat arah fokus tuannya, David menoleh ke belakang yang tidak ada siapa-siapa. 

Apa yang sedang dilihat Tuan. 

Seolah menyadari sesuatu, David langsung tersenyum simpul. 

"Oh, setelah Nyonya memanggil saya dan memberitahukan keadaan Tuan, Nyonya langsung pergi entah kemana,"jelas David, setelah mengetahui maksud tatapan tuannya. 

Setelah mendengar penjelasan David, Xavier hanya mengangguk acuh tak acuh seola tak peduli. 

"Pergi!" Perintahnya dingin, tidak ingin di bantah. 

"Ta-tapi Tua-"

"Pergi!"

"Ba-baik."

°°°°°

Dasar gila, aku hanya ingin membantunya kenapa harus bentak-bentak. Rutuknya dalam hati. 

Saat ini dia sedang berada di halaman belakang, untuk memadamkan kekesalannya yang membuncah. 

Menatap tangannya yang bengkak, Keira meniup-niupnya, seakan jika ditiup sakitnya akan hilang, padahal tidak. 

"Akh tanganku sakit sekali." 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!