NovelToon NovelToon

Dendam Sang Mantan

Perkenalan

Nama : Nisa Kusuma Dewi

Usia : 25 tahun

Status : Anak semata wayang dari sepasang suami istri yaitu Hidayat dan Dinda. Mereka memiliki kehidupan yang bisa di bilang serba berkecukupan dan cukup terpandang di daerah tempat tinggal nya.

Nama : Reyhan Pratama

Usia : 30 tahun

Status : Anak tunggal dari seorang janda miskin yang bernama Wati. Lelaki muda berandalan dan tidak memiliki pekerjaan tetap alias serabutan.

Nama : Niko Setiawan

Usia : 29 tahun

Status : Seorang anak yatim pintu yang sedari kecil di rawat oleh ibu tiri yang bernama Tiara. Ia memiliki harta warisan yang sangat berlimpah dari peninggalan orang tua nya yang sudah tiada.

"Nisa, apakah kau mau menikah dengan ku?" tanya Reyhan sambil berlutut dan memegang kedua tangan kekasih pujaan nya.

Deg... deg... deg...

Jantung Nisa berdegup kencang setelah mendengar penuturan Reyhan yang secara tiba-tiba di depan nya. Ia menundukkan kepala dan memandangi wajah sendu lelaki tampan yang sudah hampir 3 tahun belakangan ini, telah mengisi relung hati nya.

Nisa tidak langsung menjawab pertanyaan Reyhan, ia masih terus menatap wajah kekasih nya dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa diam? Ayo di jawab dong, sayang...!" lanjut Reyhan sedikit mendesak.

Lagi... Nisa hanya terdiam seribu bahasa dan tidak berkata sepatah kata pun. Ia sama sekali tidak menyangka, jika lelaki yang amat di cintai nya itu akan menanyakan hal itu kepada nya.

Karena tidak mendapatkan jawaban apa pun dari bibir Nisa, Reyhan pun menautkan kedua alis. Ia sangat bingung melihat wajah sedih wanita cantik yang ada di depan nya.

Dengan perasaan sedikit kesal, akhirnya Reyhan pun mulai bangkit dan berdiri tegak di hadapan Nisa. Ia menatap wajah wanita muda itu sambil memegang kedua pipi nya.

"Apakah ada yang kau sembunyikan dariku, Nisa? Ayo, bicara lah! Aku siap mendengarkan nya," tambah Reyhan dengan mimik wajah serius.

Air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata Nisa pun, kini akhirnya tumpah dan membasahi kedua pipi nya. Ia tidak sanggup lagi untuk menahan kesedihan nya di depan Reyhan, lelaki yang sangat dicintai nya itu.

"Lololoh, kok malah nangis sih?" tanya Reyhan sembari mengusap pipi mulus Nisa yang sudah basah dengan air mata.

Gadis cantik itu tetap diam. Ia masih terus menangis tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

"Kau ini sebenarnya kenapa sih, Nisa? Apa yang terjadi dengan mu? Kenapa kau tidak mau menjawab pertanyaan ku, hah?" cerca Reyhan mulai meninggikan nada bicara nya.

Mendengar perkataan Reyhan, Nisa yang sedari tadi menangis pun akhirnya memberanikan diri untuk membalas tatapan tajam kekasih nya.

Setelah menghela nafas dalam-dalam, Nisa pun mulai membuka suara dan berkata...

"Maafkan aku, Rey. Aku tidak bisa menerima lamaran mu, dan aku juga tidak bisa melanjutkan hubungan ini," tutur Nisa dengan suara serak dan linangan air mata yang semakin mengalir deras di kedua pipi nya.

Duaaarrrr...

Bagaikan di sambar petir di siang bolong, hati Reyhan pun hancur berkeping-keping ketika mendengar kata-kata yang sangat menyakitkan dari kekasih pujaan nya. Ia tidak menyangka jika Nisa begitu tega meluluh lantakkan hati dan perasaan nya.

"Maafkan aku, Rey. Maafkan ku, hiks hiks hiks...!" lanjut Nisa lalu melangkah pergi meninggalkan Reyhan begitu saja.

Reyhan tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia hanya memandangi kepergian Nisa dengan mata memerah dan perasaan yang hancur lebur.

"Kenapa kau setega ini dengan ku, Nisa? Apa salah ku pada mu, sehingga dengan mudah nya kau menghancurkan impian dan harapan ku selama ini, Nisa? KENAPAAA...? AAAGGGHHH...!" pekik Reyhan sambil menarik-narik rambut nya sendiri.

Reyhan tampak sangat frustasi dengan kenyataan pahit yang dirasakan nya saat ini. Ia sama sekali tidak pernah menduga, jika hal ini akan terjadi pada nya. Dengan lelehan air mata di kedua pipi nya, Reyhan pun terus meratapi nasib percintaan nya yang berakhir tragis.

"Maafkan aku, Rey. Aku terpaksa harus melakukan semua ini. Aku terpaksa mengakhiri cinta kita karena desakan orang tua ku, hiks hiks hiks..." batin Nisa sambil terus berlari kecil meninggalkan Reyhan menuju ke kediaman keluarga nya.

Sesampainya di teras rumah, Nisa pun bergegas masuk dan kembali berlari menuju kamar pribadi nya yang berada di lantai dua.

Ia menutup pintu kamar dengan cukup kuat, lalu menghempaskan tubuh ramping nya di atas ranjang yang berukuran king size.

Nisa kembali menangisi hubungan asmara nya yang harus kandas di tengah jalan sambil memukul-mukul bantal. Hati nya juga tak kalah hancur dan remuk redam, karena harus meninggalkan kekasih yang sangat dicintai nya.

"Kenapa semua ini harus terjadi pada ku, ya Allah? Kenapa...? Hiks hiks hiks..." ucap Nisa sambil terus terisak.

Gadis itu tampak sangat terpukul atas keputusan yang sudah di tetapkan oleh kedua orang tua nya, yang sudah memaksa nya untuk segera menikah dengan lelaki mapan pilihan mereka.

"Mama... Papa... Mengapa kalian tega menyiksa ku seperti ini? Mengapa kalian tidak memikirkan bagaimana hancur nya perasaan ku, karena harus meninggalkan kekasih yang sangat ku cintai? Mengapa... Ma, Pa? Hiks hiks hiks..." gumam Nisa sambil terus melanjutkan tangisan nya.

Setelah beberapa jam menangisi nasib percintaan nya, akhirnya Nisa pun tertidur pulas dengan posisi telungkup dan masih dengan linangan air mata di wajah cantik nya.

Sementara itu, Reyhan yang masih duduk termenung di kursi kayu taman pun mulai beranjak, dan mengayunkan langkah nya menuju rumah sederhana milik ibu nya.

Tok tok tok...

"Assalamualaikum, Bu." Reyhan mengetuk pintu dan melangkah masuk ke dalam rumah.

"Wa'laikum salam, Nak."

Wanita paruh baya itu pun langsung menoleh saat melihat anak semata wayang nya datang menghampiri nya. Tanpa basa-basi lagi, ia pun mulai menanyakan tentang jawaban calon menantu nya.

"Bagaimana, Rey? Apakah Nisa mau menerima lamaran mu?" tanya Wati ibu kandung Reyhan.

Mendengar ucapan ibu nya, Reyhan pun langsung menghela nafas berat dan menundukkan kepala. Ia merasa tidak tega untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dengan nya.

Melihat reaksi anak lelaki nya, Wati yang sedang duduk di atas sofa pun langsung menautkan kedua alis. Ia seakan-akan sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan nya tersebut.

"Kenapa diam, Nak? Ayo, katakan lah! Ibu ingin mendengarnya," lanjut Wati berpura-pura tidak tahu.

Mendengar desakan Wati, Reyhan pun akhirnya duduk bersimpuh di hadapan orang tua tunggal nya itu, dan meletakkan kepala di atas pangkuan nya.

"Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa mewujudkan mimpi kita. Aku sudah gagal, dan aku juga tidak bisa memiliki nya lagi, Bu."

Reyhan kembali meneteskan air mata di atas pangkuan ibu kandung nya. Ia sudah tidak sanggup lagi untuk menahan kesedihan nya.

"APAAAA...?" pekik Wati dengan mata membulat sempurna.

Wanita itu langsung syok seketika. Ia tidak menyangka, jika ternyata dugaan nya tidak meleset sedikit pun.

🌷 Terima kasih sudah mampir di karya baru author. Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, vote, dan favorit nya ya man teman, makasih 🌷

Berpura-pura Tegar

Setelah terlelap selama beberapa jam, akhirnya Nisa pun mulai terjaga dari tidur nya karena mendengar suara ketukan pintu.

Tok tok tok...

"NISAAA, BUKA PINTU NYA, NAK...! ADA YANG INGIN IBU BICARA KAN DENGAN MU," teriak Dinda dengan suara cempreng nya.

Dengan perasaan kesal, Nisa pun mulai membuka mata lalu menguap lebar. Gadis itu menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat dengan wajah masam.

"IYAAA, SEBENTAAAR...!" pekik Nisa dengan suara serak khas bangun tidur.

Dengan gerakan ogah-ogahan, ia pun mulai beranjak dari ranjang dan melangkah gontai menuju pintu. Setelah membuka nya, Nisa pun berdiri menyandar di daun pintu sambil menggaruk-garuk kepala nya.

"Ada apa, Ma?" tanya Nisa langsung to do point.

Melihat penampilan anak gadis nya yang acak adut tidak karuan, Dinda pun membelalakkan mata lebar-lebar. Ia tampak sangat terkejut melihat mata dan wajah Nisa yang terlihat sembab dan sedikit bengkak akibat terlalu lama menangis.

"Kamu kenapa, sayang? Kok muka nya sembab gitu? Kamu habis nangis ya?" cerca Dinda sembari memegangi kedua pipi putri nya.

Mendengar pertanyaan beruntun dari ibu nya, Nisa pun hanya menggeleng dan memalingkan wajah ke samping. Ia tidak ingin berlama-lama menatap wajah wanita paruh baya yang telah melahirkan nya itu.

Hati dan perasaan nya masih terlalu sakit untuk menerima kenyataan pahit, akibat keputusan yang sudah di sepakati oleh kedua orang tua nya tersebut.

"Tidak, Ma. Nisa tidak menangis. Tadi mata Nisa kelilipan serangga, maka nya jadi sembab begini," bohong Nisa sembari menurunkan kedua tangan Dinda dari pipi nya.

"Bener kelilipan...?" selidik Dinda menajamkan pandangan nya kepada Nisa.

Ia merasa sedikit curiga dan tidak yakin atas jawaban yang telah di berikan oleh anak gadis nya.

"Iya bener, Ma."

Nisa mengangguk dan tersenyum tipis. Ia berusaha meyakinkan Dinda agar percaya bahwa keadaan nya baik-baik saja.

Karena tidak ingin menambah kecurigaan sang ibu tercinta, Nisa pun mengalihkan pembicaraan dan mempertanyakan maksud kedatangan ibu nya tersebut.

"Ada perlu apa, Ma? Apakah ada yang ingin Mama sampaikan kepada Nisa?" tanya gadis berambut panjang dan bermata coklat tersebut.

Dinda yang sedari tadi terus memperhatikan wajah putri kesayangan nya pun langsung tersadar, saat mendengar suara parau Nisa.

"Oh iya, hampir saja Mama lupa. Hehehehe..." ucap Dinda sambil menepuk jidat nya sendiri.

Lagi, Nisa hanya tersenyum kecut sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah ibu kandung nya.

"Mama hanya ingin menyampaikan pesan dari Papa. Kata nya dua hari lagi calon suami mu beserta keluarga nya akan datang untuk melamar, dan sekaligus menentukan hari pernikahan kalian," tutur Dinda panjang lebar.

Degh...

Mendengar penuturan ibu nya, jantung Nisa pun langsung berdegup kencang. Ia tidak menyangka jika rencana perjodohan nya itu akan berlangsung secepat ini.

"A-APA...? Du-dua hari lagi...?" pekik Nisa dengan mata terbelalak dan mulut menganga lebar.

Wanita paruh baya itu langsung terlonjak kaget, ketika mendengar pekikan Nisa yang cukup memekakkan telinga. Ia tampak sangat terkejut sambil memegangi dada yang berdebar-debar tidak karuan.

"Astaghfirullah... Sampai kaget Mama kamu buat, Nak."

Dinda merutuk sembari menggeleng-gelengkan kepala. Ia terlihat begitu kesal atas perbuatan putri semata wayang nya. Sedangkan Nisa, ia hanya cengar-cengir salah tingkah sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Hehehehe... Maaf, Ma. Nisa gak sengaja, suwer ✌️," ucap Nisa dengan senyum lebar di wajah nya.

Melihat wajah Nisa yang sedang memelas kepada nya, Dinda pun akhirnya tersenyum lalu memaafkan kesalahan putri nya tersebut.

"Ya sudah tidak apa-apa, kali ini Mama maaf kan. Tapi ingat, lain kali jangan seperti itu lagi ya, bahaya. Bisa-bisa Mama terkena serangan jantung gara-gara ulah mu itu," omel Dinda dengan penuh peringatan.

"Iya iya, Nisa ingat kok. Nisa janji, Nisa gak akan ulangi perbuatan itu lagi," balas Nisa meyakinkan dan kembali menyunggingkan senyum termanis nya.

Setelah melewati perdebatan sengit yang cukup menguras energi, Dinda pun menarik tubuh ramping Nisa dan mendekapnya dengan erat. Ia membelai rambut panjang anak gadis nya sembari berkata...

"Apakah kamu sudah siap untuk menerima keputusan ini, Nisa?" tanya Dinda dengan suara pelan.

Nisa tidak langsung menjawab. Ia hanya diam dan membalas pelukan Dinda. Gadis cantik itu kembali meneteskan air mata, dan menenggelamkan wajah di ceruk leher ibu kandung nya.

Ia kembali dilema dengan perasaan nya sendiri. Nisa bingung harus berkata apa lagi. Di satu sisi, ia sangat mencintai kekasih nya Reyhan. Tapi di sisi lain, ia juga tak kuasa untuk menolak keinginan kedua orang tua nya tersebut.

Melihat guncangan di bahu Nisa, Dinda pun semakin mengeratkan pelukan nya. Ia merasa iba dan tidak tega melihat nasib putri kesayangan nya, yang terpaksa harus menuruti keinginan suami nya, yaitu Hidayat.

Sebenarnya, Dinda juga merasa keberatan atas keputusan Hidayat untuk menjodohkan Nisa dengan lelaki pilihan nya. Namun, ia juga tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan rencana tersebut.

Hidayat yang terkenal dengan sifat keras kepala nya itu, tidak bisa terbantahkan. Sampai-sampai Dinda sudah kehabisan akal untuk bisa membujuk Hidayat, agar ia mengizinkan Nisa untuk menikah dengan lelaki pilihan nya sendiri.

Namun, usaha nya hanya berakhir sia-sia. Ia sama sekali tidak berhasil membujuk suami batu nya tersebut. Bahkan, ia juga mendapat peringatan keras dari Hidayat, untuk bisa membujuk Nisa agar mau di jodohkan dan menerima lelaki pilihan nya itu.

"Maafkan Mama, Nak. Mama telah gagal menjadi ibu yang baik untuk mu. Mama tidak bisa membantu mu, dan Mama juga tidak berhasil membujuk Papa, untuk membiarkan mu hidup berbahagia dengan lelaki pilihan mu sendiri," batin Dinda sambil terus membelai rambut putri nya.

Setelah beberapa saat hening, Dinda pun mulai merenggangkan pelukan nya. Ia kembali menatap wajah sendu Nisa yang sudah sangat basah dengan linangan air mata.

"Sudah sudah, jangan nangis terus! Jelek tau," ledek Dinda sembari mengusap pipi Nisa dengan kedua tangan nya.

"Iiiiihhh, Mama apaan sih...? Orang lagi sedih begini, malah di candain terus. Gak lucu tauuu..." rengek Nisa dengan suara manja.

"Maka nya jangan mewek terus, sakit mata Mama lihat nya. Udah ah, jangan nangis lagi...!" ucap Dinda sambil mencubit gemas hidung Nisa.

"AUW... Sakit, Ma." rengek Nisa lagi.

"Halah, masa gitu aja sakit sih? Kamu itu harus menjadi gadis yang kuat, strong woman. Kamu pasti bisa melewati ini semua, percaya lah sama Mama!" tutur Dinda menyemangati putri nya.

Mendengar perkataan ibu nya, Nisa pun menghela nafas panjang dan mengangguk pelan.

"Iya, Ma. Insya Allah, Nisa kuat. Nisa pasti bisa melewati ini semua dengan lapang dada," balas Nisa berpura-pura tegar di depan ibu nya.

"Naaaah, gitu dong. Itu baru nama nya anak gadis Mama, hehehehe..." tambah Dinda sembari terkekeh, lalu melenggang pergi meninggalkan Nisa begitu saja.

"Ya, Ma. Mudah-mudahan saja Nisa bisa kuat menghadapi semua ini," gumam Nisa sambil terus memandangi kepergian ibu nya dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

🌷 Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, vote, dan favorit nya ya man teman 🌷

Kedatangan Reyhan

Kring kring kring...

Ponsel Nisa berdering memecah keheningan. Gadis itu pun menutup pintu kamar lalu berjalan menuju meja kecil yang berada di samping ranjang. Nisa menautkan kedua alis ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel milik nya.

"Reyhan..." gumam nya pelan sambil terus menatap benda pipih yang ada di tangan nya.

Dengan perasaan sedikit was-was, Nisa pun mulai menekan aikon hijau dan menempelkan ponsel itu ke telinga nya.

"Halo assalamualaikum, Rey."

Nisa mendudukkan bokong nya di pinggir ranjang sambil menerima panggilan dari kekasih nya Reyhan.

"Wa'laikum salam, Nis. Kamu lagi dimana sekarang?" tanya Reyhan.

"Di rumah, emang kenapa?" tanya Nisa balik.

"Oh ya sudah, aku kesana sekarang." Reyhan langsung memutuskan panggilan sepihak tanpa menunggu jawaban dari Nisa.

"HAH, mau ngapain kamu kesini?" tanya Nisa lagi.

Tut tut tut...

Mata Nisa langsung terbelalak lebar saat mendengar suara ponsel yang sudah terputus.

"Aduuuuh, gimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Nisa mulai panik sambil mondar-mandir di samping ranjang.

Ia tampak gelisah dan kebingungan memikirkan Reyhan yang semakin nekat untuk datang ke kediaman nya.

Sedang sibuk bergelut dengan isi kepala nya, tiba-tiba bel pintu rumah pun berbunyi hingga beberapa kali. Nisa langsung tersentak kaget dengan jantung yang berdebar-debar tidak karuan.

Ting tong ting tong... Suara bel terus saja berbunyi tiada henti.

"Waduhhh, siapa tuh yang datang? Apa jangan-jangan itu Reyhan?" tebak Nisa.

Tanpa pikir panjang lagi, Nisa pun langsung bergegas keluar dari kamar, dan menuruni anak tangga untuk menuju ke pintu utama dengan langkah tergesa-gesa.

Ceklek...

Setelah pintu terbuka lebar, mata Nisa pun langsung membulat sempurna, ketika melihat Reyhan yang sudah berdiri tegak di depan nya dengan pandangan yang tidak biasa.

"Re-Reyhan... Ma-mau ngapain kamu kesini?" tanya Nisa gugup sambil menelan ludah dengan kasar.

"Aku ingin bertemu dengan orang tua mu," jawab Reyhan lalu melangkah masuk ke dalam rumah dan melewati Nisa begitu saja.

"A-apa...? Bertemu orang tua ku?" tanya Nisa lagi seraya mengikuti langkah Reyhan dari belakang.

"Ya," jawab Reyhan singkat.

Reyhan terus saja mengayunkan langkah nya tanpa melepas sandal jepit yang melekat di kaki nya. Kemudian, ia pun mendudukkan diri di atas sofa empuk yang berada di ruang tamu.

Sedangkan Nisa, ia hanya berdiri di samping Reyhan sambil terus menatap heran kepada nya.

"Cepat panggilkan orang tua mu sekarang, aku ingin berbicara dengan mereka!" titah Reyhan.

"Ma-mau bicara soal apa?" tanya Nisa penasaran.

"Soal hubungan kita," jawab Reyhan tanpa menoleh kepada lawan bicara nya.

Ia menaikkan satu kaki nya lalu menyalakan rokok. Reyhan menghembuskan asap rokok dengan santai sambil mendongakkan kepala. Ia menatap langit-langit ruang tamu dengan pandangan kosong menerawang.

"Ta-tapi, Rey..."

Belum sempat Nisa meneruskan kata-kata nya, tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari lantai atas.

"MAU APA KAU DATANG KESINI, BOCAH TENGIK...?" pekik Hidayat sembari menuruni anak tangga bersama istri nya Dinda.

Mendengar suara Hidayat yang cukup memekakkan telinga, Reyhan dan Nisa pun langsung menoleh.

Bukan nya merasa takut atau pun canggung, Reyhan malah menatap tajam kepada Hidayat sambil sesekali menghisap rokok yang ada di tangan nya.

Sementara Nisa, wajah nya langsung pucat seketika. Keringat dingin pun mulai bermunculan di sekujur tubuh nya. Ia tampak begitu sangat ketakutan, saat melihat wajah sangar ayah kandung nya yang sedang memendam amarah karena kehadiran Reyhan.

"Pa-papa..." gumam Nisa pelan.

"Aduuuuh, mati aku...! Bisa perang dunia kayak nya nih," batin Nisa semakin gelisah sambil menggenggam erat ujung baju nya.

Nisa terus memandangi kedatangan orang tua nya yang semakin lama sudah semakin dekat dengan mereka. Sedangkan Reyhan, ia terlihat sangat santai dan tersenyum sinis ke arah orang tua kekasih nya tersebut.

Sesampainya di ruang tamu, Hidayat dan Dinda pun langsung duduk berdampingan tepat di atas sofa yang berada tepat di depan Reyhan.

"Ternyata nyali mu besar juga, bocah tengik," cibir Hidayat sembari tersenyum miring melihat keangkuhan dan kesombongan yang di perlihatkan oleh Reyhan kepada nya.

Reyhan tidak menggubris cibiran Hidayat. Ia terus saja menghisap rokok sambil menatap wajah lelaki tua yang ada di depan nya dengan pandangan mencemooh.

Sementara itu, Dinda dan Nisa hanya bisa saling tatap-tatapan melihat tingkah kedua lelaki yang ada di hadapan mereka.

Anak dan ibu itu tidak bisa berkutik, apa lagi memberikan komentar apa pun. Mereka berdua hanya bisa bungkam dan berbicara lewat tatapan mata nya.

"Apa yang harus Nisa lakukan sekarang, Ma? Nisa takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan kepada mereka berdua (Hidayat dan Reyhan)," batin Nisa sambil terus menatap mata ibu nya.

Dinda yang seolah-olah mengerti akan maksud tatapan anak nya pun, langsung menggeleng pelan. Ia seakan-akan sedang memberi isyarat kepada Nisa untuk tetap diam, dan tidak ikut campur dalam masalah ini.

Melihat isyarat dari ibu nya, Nisa pun langsung mengerti dan mengangguk pelan. Ia kembali mengalihkan pandangan nya kepada Hidayat dan Reyhan dengan perasaan campur aduk tidak karuan.

Setelah mematikan api rokok ke dalam asbak, Reyhan mulai membuka suara dan menjawab pertanyaan Hidayat dengan nada lantang.

"Aku kesini ingin melamar Nisa. Aku ingin menikahi nya dan hidup berbahagia dengan nya," ucap Reyhan.

Mendengar penuturan Reyhan, tawa Hidayat pun langsung pecah seketika. Ia tertawa terbahak-bahak sambil memandangi penampilan Reyhan dari atas sampai bawah dengan pandangan merendahkan.

"Hahahaha... Apa kau bilang? Ingin melamar anak ku? Hahahaha... Sudah gila kau ya?" ledek Hidayat.

"Ya, aku ingin melamar nya dan hidup bersama dengan nya," tambah Reyhan lagi.

"Hahahaha... Benar-benar sudah gila nih bocah. Berani-beraninya kecoa kecil seperti mu mau melamar anak ku...? Cuih, jangan mimpi bocah tengik. Sampai kapan pun, aku tidak akan sudi punya menantu miskin seperti mu, ingat itu!" cibir Hidayat sambil terus mentertawai perkataan Reyhan.

Mendengar hinaan dan cacian Hidayat kepada Reyhan, Nisa yang sedari tadi bungkam pun mulai membuka suara. Ia merasa tidak tega melihat kekasih nya di perlakukan seperti itu oleh orang tua nya sendiri.

"Pa, jangan berkata seperti itu..."

Sebelum Nisa meneruskan perkataan nya, Hidayat pun langsung memotong nya dengan cepat.

"Stop...! Jangan ikut campur urusan kami," tegas Hidayat sambil merentangkan telapak tangan nya ke arah Nisa.

Setelah itu, Hidayat pun menoleh ke samping dan memberikan perintah kepada istri nya Dinda.

"Ma, bawa Nisa ke atas sekarang! Biar Papa saja yang mengurus masalah ini," titah Hidayat.

"Ba-baik, Pa."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dinda pun langsung beranjak dari sofa dan mendekati Nisa. Namun, saat Dinda hendak merangkul pundak putri nya itu, tiba-tiba Nisa pun memberanikan diri untuk kembali bersuara...

"Ta-tapi, Pa. Nisa ingin..."

"Tidak ada tapi-tapian lagi, cepat naik ke atas! Kalau tidak, Papa sendiri yang akan menyeret mu," ancam Hidayat dengan wajah memerah akibat menahan amarahnya.

🌷 Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, vote dan favorit nya untuk mendukung karya Author ya man teman makasih 🌷

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!