NovelToon NovelToon

ESPERANZA

PROLOG

Sejauh mata memandang, Lana berjalan diatas miliaran pasir yang mengerumuni kaki telanjang. Berjalan ditepi pantai tak peduli terjangan ombak yang membasahi. Kala jingga sore datang, langkahnya semakin mengikis jarak atas setiap usaha yang selama ini berperan dalam cerita.

Gadis cantik itu mengurai rambut sepundaknya, membiarkan angin menyapa dan menerpa wajah serta rambutnya. Sesekali ia selipkan rambut kebelakang telinga ketika rambut itu menutup mata tak tentu arah.

Dia bilang, terkadang damai tapi selalu damai. Namun,

Tak perlu alasan

Tak perlu banyak cara

Dan tak banyak yang Lana inginkan untuk sekarang. Ia hanya ingin menggapai Asa.

Seseorang yang tengah berdiri diujung sana sambil menampilkan senyum terbaiknya.

Selama ini Asa selalu berperan sebagai senja. Dalam tiga tahun terakhir ini cowok itu hanya mengunjunginya dua kali setelah keduanya berteman selama 3 bulan. Jujur Ia kecewa. Cowok itu banyak mengingkarinya.

Tak pernahkah dirinya merasa kalau Lana hanya ingin tau kabarnya. Ingin tau bagaimana keadaannya. Namun, tak pernah terfikirkan oleh keduanya untuk bertukar nomor telepon saat pertemanan tiga bulan itu. Mungkin Lana lebih menyukai pertemanan secara langsung daripada virtual, walaupun waktu itu pernah terbesit ingin meminta nomor ponsel cowok bernama Ray Asa tersebut.

Terkadang, mungkin hanya Lana yang terlalu menganggap pertemanan ini spesial dan mengharapkan hubungan ini lebih dari sekedar teman. Tapi nyatanya Asa sendiri tak pernah meminta kontak ataupun nomor ponselnya. Mengapa? Lana selalu bertanya tanya. Bahkan ketika cowok itu hendak pergi ke kota meninggal nya, Asa seperti menganggap pertemanan ini tak berarti apa apa. Namun Lana seperti diberi harapan terbang kalau kata cowok itu dirinya akan pulang ke sini dan mengunjunginya satu bulan sekali sebisa mungkin. Ia girang walaupun harus menunggu lama cowok itu menemuinya.

Lana selalu menunggu cowok itu datang. Menanti kabar baiknya, melihat keadaannya. Namun lagi lagi Lana harus merasa kecewa. Cowok itu hanya mengunjungi dirinya dua kali setelah kepergiannya ke kota. Dan setelahnya hanya tentang ia dan rindu yang terus menungggu kapan cowok itu datang.

Hampaa.

Kosong.

Lana ingin menangis. Tapi ia sadar dirinya bukan siapa siapa. Lagipun apa yang harus diharapkannya lagi dari pertemanan ini sedangkan hanya dirinya yang terlalu berharap.

Itu yang selalu Lana rasakan. Tapi entah bagi Asa. Lana tak tau apa yang dirasakan dan dipikirkan cowok tersebut. Apakah sama? Apakah Asa juga ingin sesuatu yang lebih dari pertemanan ini? Tapi dirinya rasa itu tidak.

Lana selalu memikirkan, apakah Asa ingin mengetahui bagaimana kabarnya? Dan ingin cepat-cepat bertemu dengannya? Seharusnya Lana tak perlu terbang tinggi karena harapan itu berada jauh diatas sana.

Langkah tersebut semakin sempurna. Asa dan Lana semakin mendekat. Langkah Asa pelan namun wajahnya tersenyum penuh kegirangan. Berbeda dengan Lana, bibirnya tersenyum simpul tapi langkahnya biasa saja. Sebenarnya Lana tidak sabar ingin berada dihadapan cowok itu. Ia ingin berlari, kalau bisa ia ingin meloncat kesenangan.

Asa melambaikan tangannya dua kali tapi Lana seolah mengabaikan, pandangannya sesekali kebawah menatap air laut yang membasahi kaki beberapa kali.

Lana menatap Asa. Begitu pun Asa yang telah masuk pada suatu dinamika yang berbeda pada mata berbentuk double eyelid tersebut.

Seberusaha Lana terlihat baik baik saja, walaupun hatinya teriris kala menatap manik coklat dimata milik Asa.

Mengapa Asa baru datang? Mengapa Asa baru menemuinya? Tak taukah dia jika dirinya terus merindu dan tetap menunggu.

Apakah Asa tak berfikir pasal itu?

Dan sekarang, seseorang yang selama ini berperan sebagai senja kini telah berada dihadapannya. Wajah itu tidak berubah hanya sebagai rambut yang sepertinya habis dipotong.

Hidungnya mancung, alisnya tebal, bulu matanya lentik dan kulitnya tetap putih.

Masih sempurna.

"Lana" panggilan itu tetap sama seperti beberapa tahun lalu, namun suara tersebut sudah berubah menjadi sedikit serak.

"Asa"

"Kamu masih kenal aku kan?"

ABOUT DREAM

Seperti yang dikatakan JASON KAUFMAN.

The best way to predict the future is to create it. Cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya.

Kaa Lana, remaja 13 tahun yang percaya dengan keindahan mimpi-mimpi yang ia gantung diatas langit sana. Gadis yang selalu siap mengambil impiannya yang telah tergantung tinggi sejak dirinya berusia sepuluh tahun. Tepat ketika gurunya mengatakan, "Mimpi kamu itu ibarat pakaian yang kamu gantung dilangit sana. Kamu harus mengambilnya. Dan kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang telah kamu gantung. Jangan suruh orang lain untuk mengambil mimpi yang telah kamu gantung itu. Karena orang lain tidak ingin dan tidak sebaik kamu yang menaruhnya sejak awal."

Mulai hari itu Lana mulai berambisi. Dan terus meyakinkan kalau mimpinya akan menjadi kenyataan dan bukan hanya sekedar digantung seperti yang dikatakan oleh gurunya.

Sebenarnya, satu hari sebelum ulang tahun Lana menuju sepuluh tahun. Lana bukanlah orang yang mempunyai cita cita tinggi. Ia hanyalah gadis yang dibilang masih kecil yang hobinya adalah bermain. Lana itu gadis malas, suka tidur, tidak suka belajar. Walaupun nyatanya gadis itu dibilang cukup cerdas. Namun semuanya terkalahkan dengan sikap malas terbesarnya.

Hingga di satu kesempatan, tepatnya hari dimana gadis cantik itu bertambah usia menuju sepuluh tahun. Pada hari itu orang tuanya mengajak Lana ke pantai untuk merayakan ulang tahun tersebut. Tapi Lana malah seperti harus mengubur dalam-dalam kejadian menyakitkan itu.

Seperti biasa ketiga orang yang berada didalam mobil itu tengah bercanda bahagia, dengan Sang Ayah yang melontarkan candaan dan dibalas gelak tawa oleh istri dan anaknya. Lalu ditengah perjalanan tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya. Gurauan yang tadi mengiang indah didalam mobil kini terganti dengan deras dan lebatnya hujan.

Wiper kaca mobil pun bergerak membersihkan kaca dari air hujan yang turun agar tidak menghalangi pandangan Sang Ayah untuk terus mengemudi. Hening.

Jalanan pun sepi. Hanya ada beberapa mobil yang lewat. Tapi setelahnya Sang Ayah kembali berbicara mengajak kedua orang yang dicintainya memecahkan keheningan.

"Ayah, apakah ini baik-baik saja? Hujan nya deras banget." Ayah menoleh mendengarkan sautan Sang Istri.

"Semuanya akan baik-baik saja. Ayah tidak akan mengendarainya dengan laju. Tenang aja, kita bakal ngerayain ulang tahunnya Lana."

"Pulang aja lah yah. Serem. Udah gelap begini banyak petirnya lagi." Sang Mama menoleh kearah belakang melihat Lana yang diam saja.

"Pulang aja ya nak, kita ngerayain ulang tahun kamu nya nanti saja."

Lana tidak tau harus menjawab apa, sebenarnya sudah lama ia menunggu hari ini. Hari dimana ketiganya akan berkumpul untuk menyambut hari bahagianya. Tapi apakah itu akan hilang seketika?

"Tapi mah, ini kan udah setengah jalan bukannya nanggung baliknya." Hanya itu yang dapat gadis sepuluh tahun itu utarakan. Ia menjadikan wish nya dengan kalimat itu. Semoga saja ada keajaiban. Walaupun diluar sana terlihat cuaca yang tidak mendukung untuk hari menyenangkannya.

"Hujan-hujan begini gimana ngerayainnya? lagipula pantai nya pasti sepi dan gak ada orang. Pulang aja yaa, Lana." Mata gadis itu menatap mata mamanya, ada kekhawatiran disana.

Mungkin kata harapanya tadi tidak Tuhan kabulkan. Namun dengan berat hati Lana mengangguk mengiakan ucapnya mamanya. "Iya Mah."

"Ini hari ulang tahunya Lana mah, tidak papa kita pergi dulu aja datangin tempatnya. Kasihan nanti sedih anak nya."

"Yah!"

"Mama juga maunya gitu, tapi ini suasananya gak mendukung Yah. Mama takut terjadi apa- apa sama kita."

"Mah tolonglah, kamu jangan over thinking dulu. Pikir yang betul, berdoa baik-baik semoga kita semua gak kenapa-kenapa dan sampai tujuan."

Harapan. Lana selalu yakin dengan harapan. Karena setelah terjadi sedikit perdebatan diantara keduanya. Sang Ayah memilih memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Demi dirinya. Dan tidak pernah menyangka kalau waktu itu mereka semua tidak pernah tau karena pada akhirnya kekecewaan hanyalah akhir dari kisah yang telah ia bentuk menjadi sederhana.

Dihari itu, disore hari dengan banyaknya tangisan. Hujan tetap setiap menjatuhkan tetesannya menemani dirinya sendiri disini.

Di jalanan sepi tak ada yang melewati. Tubuhnya kaku, sakit dan susah digerakan.

Ngilu sekali. Dan dingin menggigil.

"Ayah..Mamah.." Dua kata itu yang terus dirinya ucapkan. Padahal tidak jauh dari sana sangat terlihat dua orang yang menyayanginya sudah tidak sadarkan diri. Lana ingin menggapainya. Ingin merengkuhnya. Tapi lagi-lagi Lana kecewa pada keinginan.

Matanya terpejam mengeluarkan cairan bening dari matanya yang telah tercampur air hujan. Kalau sudah tidak ada lagi keinginan sekarang tinggallah sebuah pengharapan.

Harapan. Selalu ada harapan, saat semua orang mengatakan tidak mungkin. Harapan adalah titik terakhir. Alasan terakhir dan tiang untuk kita terus berdiri.

Semuanya bisa.

Dan harapan Lana adalah ini bukanlah hari terakhir dimana ia melihat kedua orang tuanya.

Lana menghela nafas menyakitkan. Lagi dan lagi, Lana harus mengecek arlojinya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 06:30. Ya hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah menginjakkan bangku dikelas satu SMP. Namun bukannya malah pergi ke sekolah, gadis berumur tiga belas tahun ini malah berbelok haluan menuju pantai yang tidak jauh dari rumahnya.

Laut yang tenang dengan sunrise yang mengagumkan membuat sedikit tenang untuk pikirannya. Ia pusing, pagi tadi sudah bertengkar dengan ibu asuhnya gara gara ia membuang baju ballet yang sedikitpun tidak diinginkan.

Mengapa ia harus dituntut menjadi seorang ballerina? Ia tidak suka dan itu bukanlah impiannya. Semenjak kejadian tiga tahun silam, Lana memutuskan untuk merubah dirinya, merubah kebiasaan buruknya dan belajar mengikhlaskan kepergian kedua orangtuanya. Namun disaat ia ingin mewujudkan cita-cita kedua orang tuanya dan membahagiakan mereka di alam sana, Ia malah dituntut harus menjadi seorang gadis ballerina.

Dan kini keinginan, impian dan mimpinya menjadi seorang dokter seakan harus dicampakkan nya jauh-jauh lalu digantikan dengan latihan gerakan-gerakan yang tak menjadi minatnya.

Lana sudah meramal masa depannya setelah tujuh hari tiadanya malaikat tanpa sayap dan pahlawan dihidupnya. Ia harus menciptakan mimpi itu, karena dengan menciptakannya ia dapat memprediksi dan melihat hasil karya tersebut.

Namun seseorang yang menyelamatkan keluarganya kini mengharuskan dia menjadi seorang ballerina, yaitu berlatih setiap hari di sanggar. Ibu asuh Lana yang seolah menyendatnya untuk mengambil hasil yang sudah lama dirinya gantung diatas sana.

Pukul 06:45. Lana belum bergerak dari duduknya ia masih tetap memandangi lautan luas didepan tanpa beranjak.

Kalau ada masalah Lana selalu kesini, singgah melihat hamparan laut luas menunggu senja datang tenggelam menggantikan malam. Lana selalu keluar rumah kalau ia sedang bertengkar dengan ibunya. Ia bersyukur. Tuhan menciptakan hal- hal yang indah di tempat tinggalnya. Walaupun bukan dibilang kota tapi tempat tinggal ini asri, banyak bunga, hamparan sawah yang hijau apalagi laut yang selalu didatangi yang tidak jauh dari rumah. Hanya berbelok dua gang ia sudah dapat melihat laut dengan keindahannya.

Dan selain alasan Lana berada disini adalah sebab sekolahnya pun tak jauh dari rumah. Mungkin tujuh ratus lima puluh meter dari tempat nya tinggal dan jarak dua ratus sembilan puluh meter dari rumah menuju pantai.

Santai. Ia hanya berjalan kaki tak jauh dari sana, daripada menunggu lama-lama disekolah yang membuat pikiran nya sedikit kacau sebab adu mulut dengan ibu asuhnya.

Selanjutnya ketika jarum panjang jam menuju angka sepuluh tepatnya pukul 06:50, Lana lalu bergegas bangkit menepuk seragam yang sedikit menempel pasir kemudian berjalan melangkah meninggalkan pantai menuju sekolah.

Lagi-lagi Lana berharap, kalau hari ini ia diberikan kesempatan dari sebuah pengharapan tanpa adanya pengorbanan.

SMP NEGARA

Pernah gak sih, kalian mikir kalau udah gede aku mau jadi apa ya? Apa sesuai ekspektasi?atau sekedar hayalan belaka?

Itulah yang gadis kucir kuda diikat kebawah tersebut pikirkan, kala menginjak sekolah ini ia jadi teringat dimana dulu hal sekecil itu tak pernah terlintas diotak nya. Lana tak pernah berfikir tentang cita-cita ataupun hal yang menyangkut masa depan. Ia tidak punya jawaban ketika gurunya bertanya apa cita-cita dirinya. Dan Lana tidak berkeinginan ketika banyak dari teman-temannya yang menjawab ingin menjadi guru, dokter, tentara, polisi, dan cita-cita lainnya.

Tapi sekarang, semenjak menginjakkan kaki di sekolah ini Lana berniat dalam hati bahwa dirinya akan bersungguh-sungguh. Ia tak hanya ingin mendefinisikan mimpinya seperti Limit pada matematika yang dapat diartikan sebagai menuju suatu batas namun sesuatu yang dekat tapi tidak dapat dicapai. Mimpi yang sekarang dirinya definisikan adalah sesuatu yang diartikan sebagai menuju suatu impian. Sesuatu yang jauh namun belum tentu dapat dicapai. Tetapi besar peluang dan percaya ada jalan yang menghantarkan pada titik goal itu.

Lana selalu termotivasi oleh perkataan JAMES ALLEN yang mengatakan, "Bermimpilah setinggi langit. Dan seperti yang kamu impikan, begitulah engkau akan menjadi. Visimu adalah janji akan jadi apa dirimu. Cita cita adalah ramalan mengenai apa yang pada akhirnya akan kamu perlihatkan."

Nyatanya banyak sekali keinginan, banyak hal-hal besar yang ingin dirinya gapai namun selalu ada celah, selalu ada rintangan yang sulit untuk menerjangnya.

Sekolah ini cukup ramai, banyak sekali murid-murid baru seperti dirinya. Terlihat seragam SD yang masih digunakan murid- murid baru mengerumuni jejeran depan kelas. Mungkin mereka sedang mencari di kelas mana mereka akan duduk. Dan Lana belum menemukan dikelas mana dirinya akan menempati.

Sambil berjalan jalan di lorong kelas tujuh yang berada dilantai tiga, Lana berhenti melangkah tepat dikelas 7-E. Kelas paling akhir dan ujung di deretan ini. Mulai mencari apakah terletak nama dirinya di kertas yang tertempel itu.

Menemukan. Namanya ada dikelas ini. Tanpa menunggu, Lana pun masuk berbarengan dengan bunyi lonceng sekolah yang menggema satu sekolahan.

Sudah ramai dan hampir penuh seluruh tempat duduk itu. Namun matanya melihat masih ada 2 kursi kosong yang belum ditempati diujung belakang sebelah kanan. Ia berjalan hendak menghampiri meja tersebut namun sebelum itu, Lana terhuyung hampir terjatuh lantaran seorang cowok menabrak nya tengah melakukan aksi kejar-kejaran bersama temannya. Ia sedikit kesal walaupun tidak jatuh kelantai, aneh saja masih pagi udah main kejar-kejaran yang hampir merugikan orang lain. Namun saat Lana hendak kembali beranjak terdengar suara cowok yang tadi menabraknya mengatakan, "Maaf, gak sengaja." Ucap cowok itu dengan masih berlari menghindar kejaran teman nya. Lana diam tak menjawab tapi ia tidak terlalu mempersalahkan itu.

Akhirnya bokong itu pun jatuh menduduki tempat duduk yang sedari tadi ditinting nya. Dirinya masih duduk diam, kalem dan anteng hingga 2 menit kemudian terdengar tarikan kursi disebelahnya. Membuat Ia menoleh dan mendapati gadis imut berambut seperti dora sedikit bergelombang itu tersenyum lebar kepadanya.

"Hai."

Lana agak kikuk, disapa ramah seperti itu membuat nya sedikit terdiam.

"Hallo."

"Ha-a iya. Hallo juga." Mata agak sipit berbentuk double eyelid itu terlihat semakin sipit lantaran oleh senyum Kaa Lana.

"Loe cantik, nama loe siapa?"

"Ha..ha..terima kasih loe juga imut dan lucu. Perkenalkan nama gue Kaa Lana panggil aja Lana. Bukan Kalana ya tapi K-A-A spasi L-A-N-A."

"Hahaha iyaa, Lana. Perkenalkan nama gue Hurya. Panggil aja Riya. Ingat Hurya nya pakai Y bukan I dan gak ada huruf H dibelakangnya. Kecuali kalau loe panggil gue Riya gak papa kalau ada huruf i nya hehehe"

"Wah wah ribet juga loe ternyata, kirain nama gue aja yang orang lain suka salah nulisnya." Ucapnya sedikit gelak tawa

"Tapi bagus nama loe, gue suka. Lihatlah nama gue hanya lima huruf aja gak ada kepanjangan atau spasi nya."

"Tidak masalah kalau itu nama pemberian dari kedua orang tua loe."

"Hemm, bye the way loe tinggal dekat sini?" Tanya hurya

"Iya lumayan dekat rumah gue dengan sekolah. Dan lebih dekat lagi dengan pantai."

"Gue kira loe orang jauh, soalnya jarang lihat wajah loe dilingkungan dekat sekolah ini. Dan orang-orang yang sekolah disini pun rata-rata tinggal di daerah ini."

Lana terkekeh, "Gue tinggal deket sini kok."

"Padahal rumah gue di gang samping sekolah tapi kok gak pernah liat muka loe yah." Heran gadis berambut dora bergelombang itu.

"Yah gimana gak kelihatan, orang hari-hari nya ada di sanggar kalau enggak habis pulang sekolah langsung latihan ballet disana." Jawab Lana walaupun tidak suka kalau menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan ballerina.

"Wihhh loe ballerina?" Ucapan kagum dari Hurya membuat Lana sangat malas dalam hatinya.

"Yah bisa dibilang begitu, tapi gimana ya jelasinnya gue pun baru satu tahun ini belajarnya karena dipaksa."

"Loh loh bukan keinginan loe berarti?" Tanya Hurya lagi.

"Bukan."

"Sebenernya diumur sepuluh tahun gue udah disuruh latihan buat jadi ballerina. Tapi gue gak mau dan terus ngebantah. Nah jadi deh satu tahun lalu gue mengikuti kemauan ibu gue."

"Jadi kalau bukan menjadi ballerina, loe ingin menjadi apa?" Belum sempat Lana menjawab, seluruh siswa yang berada diluar kelas lari cepat-cepat masuk kedalam dan murid lain yang tengah bermain dan bercengkrama didalam kelas pun memberhentikan keseruannya digantikan dengan langkah kaki menuju tempat duduk masing-masing.

"Assalamualaikum, selamat pagi." Seruan itu membuat seisi kelas langsung menatapnya dan seketika senyap.

Dia tampan, seperti berwibawa, nampak terlihat cerdas, hampir 98% sempurna dipenglihatan Lana.

Lana tidak berharap apa-apa. Lalu kemudian ketika dia memperkenalkan dirinya.

"Ray Asa. Ketua Osis SMP Negara. Pagi ini saya akan mengisi kelas 7-E menggantikan guru yang memperintahkan saya untuk masuk ke kelas ini."

Tegas. Dan seperti bertanggung jawab.

Lana diam dan tidak berperasaan apa apa. Namun entah bagaimana semesta akan mengaturnya. Dan entah bagaimana semesta akan membuat hal-hal yang mengejutkan nantinya. Diumur 13 tahun ini Lana belum mengarahkan hatinya pada percintaan. Pikirannya belajar dan hatinya masih dibaluti impian dan cita-cita. Tapi tidak tau nantinya. Apa mungkin dia akan membuka lebar-lebar pintu itu dan membiarkan orang lain masuk untuk singgah ataupun menetap selamanya.

Ada banyak hal yang tidak kita ketahui didunia ini. Mulai dari omongan manusia, hati seseorang dan perasaan. Semuanya terkadang tersembunyi menutupi jati diri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!