NovelToon NovelToon

Shoecha

Ch 1- Surat?

VARIELLA

Hari terlihat sangat cerah dengan sinar hangat mentari yang damai. Embun-embun mulai mengering seiring penguasa sang siang kian bertahta. Namun panas sama sekali tak berkunjung. Bau khas rumput masih bisa tercium mengusik hidung.

Seorang perempuan terlihat sedang duduk dengan santainya di bawah sebuah pohon bermandikan cahaya menjulang amat elok.

Seorang itu bergeming, dia menyanyikan sebuah lagu yang enak untuk didengar. Tapi liriknya terasa sangat asing.

Tak ada jawaban tentang lagu apa yang sedang dinyanyikannya. Angin sesekali meniup lembut rambut toskanya yang terurai hingga sepinggang. Atau membuat gaun putih yang ia kenakan melambai-lambai anggun.

Aku berlari mendekatinya, aku yang saat itu sedang mengenakan baju tidurku berlari ke arah sosok di bawah pohon bercahaya.

Perempuan itu membelai lembut puncak rambutku. Dia membisikkan lagu itu kepadaku. Hatiku terasa meleleh saking lembutnya lirik itu terus memenuhi pendengaranku.

" Shoecha adalah sebuah garis, takdir yang tidak bisa kau hujat adanya. Shoecha adalah cerminan dari bening hati yang ada pada putri cahaya," aku terdiam, apa maksud dari kata-kata itu? Aku memandang sosok itu dengan mendongakkan kepala.

" Apa arti dari perkataanmu?" Tanyaku lembut.

" Putriku, Shoecha adalah realita yang harus diakui, dan putri cahaya ada untuk menjadi keterangan akan adanya, itu tidak pernah rumit, Ibu menyayangimu," dia menatapku teduh. Sangat nyaman, hingga semua gambaran itu terasa semakin putih dan memudar.

🌀🌀🌀

Aku terbangun dengan keringat dingin yang tak berhenti menguar dari dahiku. Angin berhembus sekenanya, menerobos lewat jendela kamar yang tak ku tutup rapat, menyalurkan hawa dingin dari luar sana pada tiap centi kulit tubuhku.

Aku menoleh ke sisi kiri ranjangku, heh... Baru jam tiga lewat lima belas menit, dini hari. Lagi-lagi aku harus terbangun sepagi ini. Dan lagi-lagi, karena mimpi aneh itu. Aku terdiam cukup lama, hendak kembali tidurpun juga percuma, karena pasti tidak akan bisa.

Itu bukan kesan tentang mimpi buruk yang membuatku merasa ketakutan. Atau mimpi yang memberikan kesan tentang masa lalu menyedihkan yang kemudian sukses membuatku merasa down. Tapi, mimpi itu tentang Negeri antah berantah yang selalu ku lihat tiap aku memejamkan mata beberapa hari terakhir.

Aku merasa seperti ditarik pada suatu kisah di era zaman klasik beberapa abad yang lalu. Istana, prajurit, Lord dan Queen, maid, semuanya...

Semuanya terasa amat nyata. Tempat itu amat damai, indah, dan nyaman.

Tapi tatapan sosok itu? Matanya menggambarkan sebuah penderitaan tak berhujung. Tatapan itu seakan berkata, bahwa sang empunya tidak terima. Perempuan itu di lingkupi kesedihan dan sebuah harapan. Dan, Shoecha...

🌀🌀🌀

Aku duduk di bangku kelas dengan menyandarkan punggungku ke dinding. Menyumpalkan earphone pada kedua telingaku.

Apa yang tengah coba ku dengarkan? Sebenarnya sih ya, cuman suara deburan ombak dan hembusan angin tepian yang damai. Benar-benar gak mutu.

" Pagi El!!!" Seorang menyapaku dengan suara super rusuhnya yang sepenuhnya bisa ku kenali itu. Aku mendongak sok antusias. Dan, benar saja apa yang ku duga sesaat tadi.

" Hm.. Juga," aku kembali fokus pada buku yang ku pegang.

" El,"

" Ya," jawabku pendek.

" Aku ingin bercerita,"

" Hm," gumamku tak peduli.

" El! Kau seharusnya mendengarkanku," dia merebut bukuku dan menghempaskannya asal ke atas meja.

Aku memandangnya, melepas earphoneku malas.

" Okey...," aku hanya memutar bola mata jengah atas sikapnya.

" Apa!?" Bentaknya.

" Well, kau seharusnya memulai ceritamu," jawabku.

" Oh God, benarkah kau menakdirkanku untuk berteman dengan batu gila seperti ini?" Racaunya, sumpah, aku benar-benar ingin menyumpal mulut kurang ajarnya itu. Tadi dia mengatai ku, batu gila?...

" Ya... Ya... Ya... Batu gila," Aku memasang earphoneku kembali. Tapi kemudian dia menariknya dengan tanpa iba sama sekali.

" Apa?!" Sergahku dengan suara yang sedikit ku tekan.

" Kau membosankan," beo-nya. Ekspresinya berubah sangat jelek dalam sekejap karena jengkel

" Aku serius," sanggahku.

" Okey, jadi, El, kau tau?" Dia menghentikan kata-katanya. Aku masih terdiam.

" Kak Alberta, dia memintamu untuk menemuinya, langsung, bertatap muka, hanya berdua," lanjutnya heboh di tambah dengan isyarat-isyarat tangan yang membuat perkataannya semakin terkesan "

Wow, ini hebat! Benar-benar sangat hebat! bertemu, langsung bertatap muka, hanya berdua dengan Kak Alberta!...

Tunggu,

" Siapa Alberta?" Tanyaku. Aku kerap mendengar namanya diributkan para siswa perempuan, tapi aku selalu tak punya waktu untuk memerdulikannya, atau sekedar turut bergabung.

" Kya... Kau tidak tau siapa Kak Alberta?" Saat itu gendang telingaku benar-benar terasa hendak pecah. Nyaris saja...

" Dia adalah orang yang populer, salah satu dari edisi limited edition pria tampan sesekolah, mustahil kau tidak mengenalnya, karena dia itu, stok terbatas, El???"

" Aku tidak peduli, toh aku bukanlah seekor ular yang matanya selalu tergiur oleh pesona, apa tadi? Edisi limited edition pria tampan sesekolah. Itu terdengar, sangat bodoh, Fal,"

" Hey hey hey, kau terkesan sedang mengejekku! El bodoh... Fan girls tak seperti yang kau bicarakan, enak saja kau mengatakan kami ular, akan ku sumpahkan kau jatuh ke dalam pesonanya nanti," rutuknya.

" Dia menitipkan ini padaku," dia mengeluarkan secarik kertas dari saku baju seragamnya.

" Untukmu,"

Aku menatapnya dengan tatapan " Bodo amat" tapi aku tetap meraihnya. Mebuka lipatan kertas itu.

Temui aku di halaman belakang sekolah jam istirahat nanti- Alberta.

" Okey, kau berlebihan," itu yang ku ucapkan ketika aku melihat raut bertanya Falisya yang menunggu responku setelah membaca secuil tulisan itu. Dia melongo, ya, dia kaget. Mungkin juga dia menuntut alasan kenapa aku mengatainya berlebihan.

" Tidak ada kata ingin berbicara, atau kata hanya berdua," Falisya hanya cengengesan menunjukkan wajah sok polosnya yang menjengahkan.

" Sayangnya aku tidak berminat, jadi~"

" Stts... No no no, kau harus tetap menemuinya, El, please, kau tau? Ini sudah menjadi rahasia umum, Kak Alberta itu adalah seorang idola, keren, ya, dan tidak mungkin dia menulis surat untuk seseorang tanpa alasan yang jelas, yang bahkan orang itu sama sekali tidak mengenalnya?"

" Jadi~"

" Au!" dia menjitakku.

" Aku bahkan baru tau, bahwa di balik otak jeniusmu itu, ternyata tersimpan kebodohan juga. DIA MENYUKAIMU! KAU DENGAR? DIA MENYUKAIMU, AESYEL VARIELLA QUENNER!..." Teriaknya.

" BODOH! BERHENTI, BERTERIAK, DI DEPANKU!..." Balasku tak kalah kencang.

" Ya... Aku tidak tau, dan aku mamang tidak ingin mengetahuinya. Kau puas? Kau benar-benar telah mengganggu pagi tenangku... Falisya Abraham Lincoln... Kau saja yang pergi jika kau mau,"

Dia hanya mendengus kesal,

" Oh Tuhan..."

" Betapa bodoh dan keras kepalanya kau kawanku..."

Gumam Falisya, pasrah.

🌀🌀🌀

**A : Gimana menurut kalian, apa Si Bodoh Variella akan menemui Si Misterius Alberta itu?

Berikan pendapatmu, okey...

Tunggu kelanjutan kegabutan Author ya...

Salam MPRS**!

Ch 2- MATE

" Aku bahkan baru tau, bahwa dibalik otak jeniusmu itu, ternyata tersimpan kebodohan juga. DIA MENYUKAIMU! KAU DENGAR? DIA MENYUKAIMU, AESYEL VARIELLA QUENNER!..."

Tanpa ku sadari aku tersenyum mengingat perkataan Falisya beberapa waktu yang lalu.

" Bodoh," gumamku, akhirnya aku kemari juga. Setelah ku timang-timang memang tidak ada salahnya, toh, aku juga sangat penasaran, apa yang sebenarnya Alberta itu inginkan dariku.

Aku berhenti ketika melihat seorang laki-laki yang memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan Falisya tadi, dia, tiga meter di depanku. Pria bertubuh tinggi dengan rambut kecoklatan, berdiri santai dengan setengah bersandar pada sebuah pohon akasia, membelakangiku.

" Alberta," panggilku lirih hampir tak mengeluarkan suara, takut salah, tapi ternyata sukses membuat pria itu menoleh. Dia menatapku dalam. Manik mata hitam kelam itu, terlihat seperti malam yang kesepian. Tapi, terasa begitu hangat...

Jantungku entah mengapa terus berdebar keras tanpa komando. Ini seperti... Aku mengangkat tanganku, mengelus bagian dadaku yang tiba-tiba saja terasa sesak.

ALBERTA

Aku menoleh ketika sebuah suara yang terdengar ringan seperti kapas memanggilku lirih. Suara yang benar-benar aku ingat siapa pemiliknya meski telah lama sekali sejak terakhir kali aku mendengarnya mengucapkan kata " selamat tidur, Kakak," kala itu.

Dan, yang ku dapati sekarang adalah, seorang perempuan bersurai hitam panjang yang sengaja di ikat ke belakang, dengan tatapan acuh dan kesan peduli secara bersamaan. Iris mata coklat yang umum itu...

Lebih tepatnya, satu hal yang membuatku yakin meskipun dia berbeda, yaitu, wangi laut dan angin basah musim gugur yang menenangkan darinya. Lemah, tapi berhasil membangkitkan indra penciumanku yang sangat baik.

Dan, hal yang membuatku tercekat untuk sesaat, di puncak kepalanya, di sana terdapat sebuah cahaya berwarna biru terang yang auranya tidak begitu pekat. Segel itu benar-benar nyata. Tidak salah lagi.

Aku melangkah maju mendekatinya. Tatapannya masih terkunci dalam tatapanku. Tidak ada pergerakan cukup berarti dari gadis itu. Dan, aku memeluknya, menumpahkan segala kerinduan yang selama ini telah berhasil mengoyak dalam jiwaku.

Flash back on.

Typherus, merupakan kawasan di bawah naungan Lord Faizal Licia Albikairi, Kerajaan Havricaslia, Negri Bawah.

Dan sekarang, tepat di bawah cahaya bulan purnama pertama tahun ini, suara erangan-erangan menyayat menguar ke udara.

Mengabarkan setiap kematian dengan bau anyir yang lekat dalam penciuman. Tak ada lagi kata ampun. Yang ada hanyalah HIDUP, atau MATI.

Aku menggertakkan rahangku, menatap nyalang pada segerombol makhluk-makhluk keji yang menjijikkan itu.

Aku muak dengan pertempuran " najis" ini. Sampai kapanpun, para makhluk Negri Bawah memanglah seperti itu di mata kami para keturunan Dewa Dewi Negri Atas, dan para Knight penjaga keseimbangan seluruh dunia.

Baru kali ini aku terlihat lebih berambisi untuk menang, dari pada bersemangat untuk melindungi keseimbangan dunia.

Ya, semua ini ku lakukan deminya. Demi orang yang sekarang mungkin sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja di dalam sana.

Aku terus bergerak untuk memukul maju. mendobrak pertahanan lawan di dalam kandang mereka sendiri.

Mungkin, jika para makhluk Negri Atas sedang melihatku sekarang, mereka pasti akan meragukan bahwa aku adalah putra dari Dewa Hujan, Prince Alberta Haygo Arfakas.

Bahkan sekarang, mungkin aku bisa di katakan lebih mirip seorang Demon dari pada putra seorang Dewa yang bermartabat di lihat dari caraku membinasakan makhluk-makhluk konyol itu dengan membabi buta dan brutal.

Yah, sebenarnya hidupku sangatlah simple. " LAWAN" atau " KAWAN". Aku akan melindungi, atau mencabut kehidupan mereka meski dengan nyawaku.

" Ha ha ha... Salam hormatku pada Prince Teriovalefi, Alberta Haygo Arfakas. Maaf, tapi sepertinya anda telah salah memilih cara untuk mati, paduka. Tapi tidak papa, baiklah, anda hanya perlu sedikit menahannya. Karna rasanya akan sangat sakit,"

Dia menundukkan badannya sebentar, lalu menatapku dengan tatapan mengintimidasi. Cih! Kau pikir aku adalah rusa yang sedang berhadapan dengan harimau lapar tidak tau diri?

"Persetan!"

" Kata-katamu benar-benar telah sukses membangkitkan nafsuku untuk mencabik-cabik daging busuk di hadapanku ini, lalu mencopot kepalanya dengan bengis agar lepas dari tubuh rongsokanmu itu, Lord Izac Manifarius Liata," ucapku datar, namun sarat akan amarah.

" Oh, sungguh, aku baru tau, bahwa ternyata cerita tentang Prince Teriovalefi yang bermartabat, terhormat, baik hati, dan berbudi luhur, serta ramah tamah kepada siapapun itu hanyalah omong kosong belaka.

" Nyatanya, dia sama beringasnya seperti kami. Makhluk Negri Bawah yang tercela. Dan juga tidak memiliki tata krama untuk menghormati tuan rumah saat bertamu." Katanya masih dengan sopan, namun terlihat memuakkan.

" Ya, aku seperti yang kau sebutkan di atas memanglah hanya omong kosong belaka, jika itu harus berhadapan dengan orang-orang yang telah melukai MATE-ku!"

Bibirku bergetar ketika aku menyebut kata " mate" dengan lantang. Darahku mengalir cepat, dadaku-pun bergemuruh kencang.

" Aku tidak melukainya, Prince... Aku hanya ingin membantunya agar bisa tidur dengan tenang tanpa harus memikirkan kembali betapa semrawutnya hubungan antar dunia ini,"

"Cih," aku berdecak tak sabar, marah. Seper sekian detik kemudian, aku berlari maju untuk menyerang. Begitu pula dengannya. Aku sudah tidak lagi peduli dengan apapun.

Aku sudah tidak tahu menau tentang keadaan di sekitarku, atau bahkan keadaan prajurit-prajurit Teriovalefi yang berada di bawah kuasa perintahku. Aku kalap. Penuh dengan amarah dan ambisi.

Yangku tau saat ini adalah, bahwa mateku sedang dalam bahaya, dan orang-orang di hadapanku ini adalah orang-orang yang sangat harus bertanggung jawab atasnya.

Flash back off.

" Aku merindukanmu, mine..." Ucapku lemah, dia tidak berubah, hanya saja, hazel biru itu sudah tidak ada, begitupun dengan surai biru laut senada yang dulu sangat ku sukai.

Tapi semua itu bukan lagi menjadi masalah, selagi dia masihlah Variella yang telah di takdirkan menjadi mateku. Variella yang selalu menyita fokus fikiran dan perasaanku dalam menghadapi sesuatu.

Variella yang telah berhasil membuatku jatuh begitu dalam. Variella yang telah berhasil membuatku hancur menjadi berkeping-keping akhir-akhir ini. Dan Variella, yang selalu bisa membuatku merasa hidup, sekalipun itu di dalam rasa kematian.

Bahagia.

Aku tak merasakan gejolak apapun dari dalam dirinya, tapi aku juga tidak merasakan penolakan, meskipun dia sempat terkejut, dan tak kunjung membalas pelukanku.

Variella, aku datang, sekarang aku di sini, untuk membawamu kembali.

Kembali ke tempat kita seharusnya bisa bersama dengan bahagia. Kembali ke tempat di mana seharusnya kau berada. Kembali ke rumah yang di sana semua orang menunggumu selama sekian lamanya.

Tanpa kusadari, ternyata beginilah perasaan kecilku terhadapnya selama ini. Aku, yang amat sangat peduli kepadanya, hingga untuk melepaskan pelukan ini saja rasanya aku tak rela.

Ch 3- Permulaan

Terkadang, rindu itu tidak butuh alasan untuk datang. Semua itu terasa, alamiah.

~ Queen Variella.

VARIELLA

Terkejut? Iya, itu yang ku rasakan, ketika orang yang katanya tampan dan populer di sekolah, memiliki banyak fan girls, memelukku di halaman belakang sekolah, yang pasti merupakan tempat para siswa juga berlalu lalang bebas.

Aku merasakan sebuah percikan kecil di dalam sana. Jauh di dalam diriku. Aku seperti sudah sangat kenal dengan kehangatan yang di tawarkan pria keren yang sekarang sedang memelukku ini.

RINDU.

Percikan-percikan kecil itu seakan menyuarakkan kerinduan yang besar. Tapi aku berusaha menampiknya dalam-dalam. Bahkan aku baru mengenalnya sekarang. Lebih tepatnya baru mengetahui, belum mengenal.

" Gila!" Gumamku.

Rasanya aku tidak ingin melepaskan keterpautan di antara kami, tapi juga tidak ingin membalasnya. Aku rindu saat dia memelukku seperti ini. Aku rindu saat dia mengucapkan sepatah kata yang bisa menerobos kegundahan hatiku.

Huff... Ini semua malah terasa seperti de javu yang lucu.

" Bisa kau lepaskan pelukanmu?" Tanyaku cuek, meskipun kedua bibirku sempat terangkat membentuk sebuah senyuman. Refleks alamiah yang tidak ku tau apa penyebabnya.

Dia melepaskan pelukannya, tapi entah mengapa, sekarang aku malah merasa ditinggalakan.

" Apa maksud dari kau merindukanku, dan, mine?... Kita tidak saling mengenal, oke?" Terkaku to the point.

" Aku suka tingkah dingin dan cuekmu sekarang, Princess. Mungkin aku hanya akan butuh sedikit menyesuaikan diri saja,"

" Kau tidak sedang menjawab pertanyaanku, bodoh! Dan aku juga bukanlah seorang bangsawan, jadi, jangan panggil aku princess... Dan satu lagi, aku bukan kekasihmu, jadi jangan juga menghabiskan tenagamu untuk terus merindukanku," sanggahku, lagi-lagi keseimbangan emosiku terasa aneh. atmosfir di sekitarku seakan sedang berbaur dengan aura pedih dari dirinya.

Aku berbalik, tapi kemudian Alberta meraih tanganku,

" Jika aku memiliki waktu yang panjang untuk hidup tanpamu, maka, aku akan menghabiskan seluruh hidupku, untuk merindukanmu, Variella Bluetania Albaroza..."

" Udah!" potongku, dia salah menyebutkan namaku, tapi anehnya, aku tidak terlalu merasa tersinggung atau marah. Itu adalah nama yang bagus, ada kata Variella juga di dalamnya, tiba-tiba saja aku tersentak mendengarnya, nama yang tidak asing.

aku menghempaskan pegangannya yang mulai mengendor.

" Namaku, Aesyel Variella Quenner, ingat itu sebelum kau berusaha mendekatiku lagi!" ralatku, kemudian melangkah menjauh. Aku melihat banyak pasang mata menatapku, seakan aku adalah daging segar siap saji yang menggiurkan dan membangkitkan selera.

Dan aku menduga bahwa mereka tidaklah mendengar apa yang aku bicarakan dengan si Alberta tadi, karna bila mereka mendengarnya, mungkin saja sekarang aku sudah tinggal nama yang di tempel di papan pengumuman OSIS dan mading seluruh sekolah dengan banyak ungkapan bela sungkawa.

" Drama, apa memang yang telah kau tawarkan padanya, sehingga dia mau sekali memelukmu, ha!???.."

Suara itu, aku berhenti dan menatapnya tajam. Ada gemuruh yang meledak-ledak di sisi hatiku. Aku tidak semurahan dirimu, okey...

Ranting-ranting patah berjatuhan di sekitar halaman belakang sekolah.

" Setidaknya aku tidak akan pernah memutuskan syaraf maluku agar bisa dipeluk oleh cowok setampan Alberta," jawabku acuh dengan sedikit aksen menyombongkan diri. Tapi sepertinya Musang Ingusan di hadapanku itu tersindir.

" Kau, kurang ajar!"

" Aku sedang menjawab pertanyaanmu, maaf, jika perkataanku malah menyinggung sikap dan kebiasaan burukmu, Nona Natalia," aku berlalu.

Yah, aku sedikit puas dengan apa yang telahku lakukan. mukanya terlihat sangat-sangat jelek berkali-kali lipat. Biarlah dia menabung dendam sebagai asetnya menjatuhkanku nantinya. Orang yang menyedihkan. Mungkin itu akan terasa sangat menarik.

🌀🌀🌀

Aku melangkahkan kaki menaiki tangga menuju kamar, membanting tasku sembarangan, lalu menjatuhkan diri di atas kasur. Alberta. Laki-laki itu, memang tampan... Tapi, ah, dia, sangat-sangat, entahlah... Bodoh!

Dia memanggilku dengan kata Princess, dan, mine, dengan tatapan yang benar-benar terasa hangat dan penuh kasih sayang. Apa dia sedang berusaha untuk menggodaku? Tapi untuk apa?

AUTHOR

" Aku mencium sesuatu yang kuat tengah bangkit. Sekilas seperti, darah murni. Ya... Kekuatan alami keturunan ras atas yang lahir di bulan purnama merah 1000 tahun. Aura yang sangat, menakjubkan."

Kata seorang bersurai hitam legam, merasa bingung dengan hasil penemuannya.

" Bodoh, 450 tahun yang lalu, tepat saat bulan purnama di permulaan tahun, ketika perang besar antara Negri Atas dan Negri Bawah pecah di Typherus.

" Saat itu banyak Makhluk Immortal dan Makhluk Suci Negri Atas binasa. Kemenangan berada pada putra Dewa Hujan, sang jiwa kegelapan tersegel pada dimensi terbawah dari seluruh dunia."

" Tapi orang itu juga sudah tiada, orang yang menjadi pemicu meletusnya perang hebat yang hingga sekarang membuat Negri Atas dan Negri Bawah terus berseteru itu sudah mati,"

" Putri Moon Goddes, yang menurut legenda merupakan pemilik darah murni Klan Cahaya Negri Shoecha. Princess Variella Bluetania Albaroza, mungkinkah dia akan mati secepat itu, sebelum klan Shocha sendiri kembali terbangkitkan?

" Aku tau tentang peristiwa kelam antara Negri Atas dan Negri Bawah di Typherus. Tapi kau tak seharusnya meragukan kemampuanku, Lord. Aku bahkan bisa merasakan aura yang pemiliknya belum di lahirkan ke belahan dunia manapun, itu adalah kemampuan khususku yang jarang di miliki oleh banyak orang pada umumnya," yang di ajak bicara hanya tersenyum, seperti sedang menyadari sesuatu yang terlewat.

" Sepertinya ini akan terasa hebat," Terka Lord Girel pada sahabat serta orang kepercayaannya. Affrel turut menarik sudut bibirnya sekilas.

" Aku sebenarnya juga merasa ada yang aneh pada kabar sakitnya Moon Goddes delapan belas tahun yang lalu, yang hingga sekarang belum kunjung sembuh. Dan sepertinya itu juga yang membuatmu bingung kan, Affrel? Tidak pernah ada yang tau tentang benar atau tidaknya kematian Princess Variella," ucap Lord Negri Sykralipe itu samar.

" Aku tugaskan kau untuk mencari seorang Wizard aliran hitam yang terusir dari klannya saat peristiwa itu terjadi. Menurut cerita, penyihir itu telah turun ke perasingan di daerah selatan Typherus radius 40 hari perjalanan kaki Klan Werewolf. Ajak dia atas perintahku, kita akan bangkitkan Lord Typherus, Sang Jiwa Kegelapan. Lord Izac Manufarius Liata." Perintah Lord Girel.

" Akan saya laksanakan dengan senang hati, Lord," jawabnya dengan lirih, undur diri.

" Setidaknya, aku bisa menjadi penguasa atas tiga dunia sekaigus jika apa yang terlintas di fikiranmu itu memang benar," gumamnya.

Itu adalah ambisi bodoh yang sama, ambisi bodoh yang juga pernah terfikirkan oleh seorang pria tampan dengan kekejaman luar biasa, hanya karena ia merasa bahwa Dewa Nasib tidak adil kepadanya sebab telah menjadikannya seorang Demon unmate.

Izac Manufarius Liata, Sang Jiwa Kegelapan. Lord Typherus yang telah dikutuk oleh Legenda dan Dunia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!