NovelToon NovelToon

Mr. Secretary: Destiny Bound

BAB 1 – PAPA?

Indra menatap basement dari dalam mobilnya. Dia merasa seperti pernah ke tempat ini sebelumnya. Tapi kapan, dimana dan bersama siapa, dia lupa. Dia melirik alojinya, 20 menit lagi dia ada janji bertemu seseorang di lantai dua gedung ini.

Indra keluar dari mobilnya. Saat kakinya menapak lantai basement, dia merasa ketenangan dan kenyamanannya di dalam mobilnya menghilang begitu saja. Berganti dengan rasa waswas dan khawatir yang berlebihan. Paranoid? Entahlah.

Dia mulai berjalan ke arah lift. Terheran dengan suasana yang sangat sepi dan temaram di lobby basement. Beberapa lampu tampak berkedip.

“Papa..” ada suara anak kecil seperti memanggilnya dengan antusias.

“Papa..” suara anak kecil yang lainnya terdengar sama antusiasnya seperti suara yang pertama.

Indra menghentikan langkahnya. Mencari arah suara. Ia tidak menemukan adanya anak kecil bahkan tidak ada orang yang tampak di ruang itu.

[Papa?] Indra tertawa dalam hati.

Dia semakin mendekati lift. Ada pintu lift yang terbuka tetapi kosong tidak ada orang yang keluar dari lift tersebut. Dia mendengar suara bola yang memantul-mantul di lantai menuju ke arahnya. Dia berhenti.

Menengok ke belakang. Benar saja, sebuah bola basket warna-warni menuju ke arahnya. Seperti ada yang sengaja mengarahkan bolanya. Dia mencari orang yang melemparkan bola tetapi nihil. Ruangan itu kosong.

“Jangan bertemu dengan orang itu, Papa,” suara itu terdengar lagi.

Lampu plafon berkedip-kedip. Pandangannya menjadi buram.

“Siapa itu?” tanya Indra dengan suara keras.

“Halo, ada orang di sana?” Indra mundur untuk melihat sekeliling ruangan itu.

Sepi.

Lampu plafon berhenti berkedip.

Indra kembali melangkah maju mendekati pintu lift yang terbuka.

“Jangan masuk, Papa!”

Sebuah tabung pemadam api berwarna merah jatuh berkelontang mengagetkan Indra. Menggelinding dengan cepat ke arah kakinya. Indra berhasil melompatinya.

“Siapa itu?”

“Come on, this ain’t funny at all_Ayolah, ini sama sekali gak lucu!_”

Indra terdengar seperti bermonolog.

“Saya bukan papa kalian. Saya belum pernah punya anak!”

“Papa..?” suara anak laki-laki itu terdengar sedih sekali membuat hati Indra mencelos.

Indra melanjutkan langkahnya menuju pintu lift yang terbuka. Lampu di dalam lift berkedip cepat. Indra mundur tidak jadi menaikinya. Memperhatikan lampu pada plafon lift.

“Jangn asyuk Papa,” suara anak laki-laki yang terdengar lebih muda umurnya terdengar.

“Saya ada janji dengan orang di lantai dua,” Indra merasa konyol berbicara sendirian.

“Jangn. Pegi Papa. Aaya. Owang jaat_Jangan. Pergi Papa. Bahaya. Orang jahat_” suara anak itu terdengar lagi. Cadel tetapi entah kenapa Indra mengerti ucapan anak itu.

Indra menghiraukan peringatan anak itu, [Omongan bocah. Lagipula aku bukan papanya].

Dia melangkah menghampiri pintu lift yang terbuka. Lampu di dalam lift tidak berkedip lagi. Dia memegang dinding lift yang bermotif granit coklat. Terkejut karena dindingnya terasa lengket berminyak. Jijik, Indra mengambil sapu tangan lalu mengelap tangannya. Aroma oli menguar.

“Pegi Papa. Jangn disyini. Ada owang jaat. Papa..pegi!_Pergi Papa. Jangan di sini. Ada orang jahat. Papa..pergi!_” anak kecil itu terdengar terisak panik.

Pintu lift sebelahnya terbuka. Sekarang ada dua pintu lift yang terbuka. Indra ragu memilih. Lift mana yang akan dimasukinya. Tiba-tiba kedua pintu lift membuka dan menutup dengan cepat. Lampu di dalamnya berkedip cepat.

“Papa, syepa pegi. Nayi!!_Papa, cepat pergi. Lari!!_”

Lantai mulai bergetar.

“Lari, Papa!” suara anak yang lebih besar.

Indra mundur beberapa langkah dari lift.

Kedua lift meluncur ke bawah dengan cepat dengan pintu setengah terbuka. Suara berdebum keras kemudian suara logam beradu dengan beton.

Debu dan asap mengepul dari arah lubang lift. Hawa panas menyebar dari arah lubang lift. Pandangan matanya buram karena debu dan asap. Plafon mulai berjatuhan di atas kepalanya.

Indra terus mundur sambil menutupi hidung dan mulutnya dengan sapu tangan yang beraroma oli. Kakinya tersandung alat pemadam api. Dia meraih alat itu untuk dibawanya. Terlalu berat untuk dijinjing. Dia menyeretnya membuat suara logam berat yang diseret bersaing dengan suara alarm kebakaran yang terus berdering.

Sprinkle sudah pecah karena hawa panas. Air memancar dari sprinkle, seperti hujan deras. Terengah-engah untuk keluar dari lobby basement. Bajunya basah kuyup. Dia berusaha mengingat dari arah mana tadi dia datang. Saat dia melihat pintu lobby basement, plafon di atasnya ambrol menimpa kepalanya, “Ya Allah!”

Kemudian gelap dan hening.

.

***

Selamat datang di novel baru Author 🙏🏼

Ini sequel alias kelanjutan dari novel CEO Rescue Me! ya..

Yang belum baca، silahkan langsung baca.

Jangan lupa subscribe, bintangin yang banyak, komentarin, like di setiap babnya sebagai jejak, juga minta update, hadiah buat Author juga ya.. supaya makin semangat menulisnya.

Bantu promosikan novel ini ya di laman medsos para Readers dengan membagi linknya (ada di bagian cover, titik tiga di sudut kanan atas)

Thankyou so much, Hatur nuhun sateuacanna, Vielen Dank, Domo arigatogozaimasu

(Itu bahasa yang dikuasai dengan baik oleh Indra.Tebak..bahasa apa saja itu?) 😁

BAB 2 – BERCERITA

Indra terengah-engah mengambil nafas. Bajunya basah kuyup oleh keringat. Dia beristighfar. Melirik jam meja di atas nakas, 02.45.

Menapakkan kakinya di atas lantai kamarnya lalu duduk terdiam sambil memegangi kepalanya. Cuma mimpi. Tapi mimpi ini sudah berulang tiga kali dengan malam ini. Dan selalu terasa nyata.

Bergegas ke kamar mandi untuk buang air kecil. Lalu mengambil wudhu.

Melemparkankan baju basah keringat yang tadi dikenakannya ke dalam keranjang baju kotor lalu berjalan menuju lemari bajunya mengambil baju koko.

Dia menyalakan lampu dinding sebelum mematikan lampu tidur di meja nakas.

Sholat tahajud beberapa rakaat lalu ditutup dengan sholat witir. Indra terpekur di atas sajadahnya. Suara kedua anak laki-laki dalam mimpinya menjadi terngiang di kepalanya.

“Astaghfirullahal adziim..” Indra mulai berdzikir dan berdo’a.

Dia mengambil gawainya, mengirim pesan teks kepada Agung.

Indra_I got a nightmare again_ (Gue dapat mimpi buruk lagi)

Tidak berapa lama Agung membalas chatnya.

Agung_Masih mimpi yang sama?_

Indra_Yap. Bedanya ini lebih lama mimpinya. Potongannya lebih lengkap_

Agung_Bagaimana akhir mimpinya?_

Indra_Kayaknya gue pingsan, tertimpa plafon_

Agung_Apes banget mimpi Lu_

Indra_Tapi gak tau pingsan atau mati ya. Soalnya cuma terlihat gelap dan sunyi_

Agung_Plis deh gak usah horror gitu kalau cerita_

Agung_Lu udah cerita ke Abang Bram?_

Indra_Belum. Susah sekarang ngobrol sama Bram. Dia lagi bucin-bucinnya ke Adek Lo. Sepulangnya mereka honeymoon di New Zealand. Sering senyum-senyum sendiri. Diajak ngomong serius juga bawaannya melamun sambil senyum-senyum terus tersipu-sipu. Gedeg gue lihatnya_

Agung_(emot ngakak) Pengantin baru, dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak_

Indra melipat sejadahnya. Turun ke pantry untuk mengambil minum. Setelah berkeringat banyak dia merasa haus, sangat haus.

“Wah, tumben anak Papi sudah turun,” Papi ada di meja pantry tengah mengambil air hangat dari dispenser.

“Hmm…” Indra mengambil mug. Berdiri di samping Papinya untuk mengambil air dingin dari dispenser.

“Pi,” kata Indra setelah duduk dan meminum airnya, “Pernah gak mimpi yang sama berkali-kali?”

“Mmmm…” Papi berusaha mengingat-ingat, kemudian mengeleng, “Mimpi apa?”

“Indra dalam bahaya. Tapi ada suara 2 anak kecil yang sepertinya adik kakak mengingatkan Indra akan bahaya di tempat itu.”

“Bagus dong diingatkan sehingga luput dari marabahaya.”

“Tapi anak-anak tadi memanggil Papa pada Indra.”

“Anak-anak masa depan kamu? Calon cucu Papi?”

Indra mengangkat bahunya, “Kayaknya bukan masa depan deh tapi masa sekarang.”

“WHATT??! Terus gimana ceritanya kamu punya 2 anak??” Papi menatap Indra tajam, “Jangan-jangan, beberapa tahun terakhir ini kamu menjalin hubungan terlarang sampai membuahkan 2 anak laki-laki..”

“Astaghfirullah Papi… Nyebut, Pi..nyebut…” Indra mencebik kesal pada Papinya, “Jelek banget sih tuduhan Papi ke anak semata wayangnya? Memangnya Indra cowok keren apaan??”

Mereka berjalan beriringan sepulang dari masjid, subuh ini. Masih mengobrolkan tentang mimpi. Langit sudah mulai berubah warna.

“It just a dream_Cuma mimpi_,” kata Papi, ”Gak usah terlalu dipikirkan.”

“Mimpi yang gak biasa kan?”

“Coba tanya Mami. Barangkali ada keluarga Mami yang pernah mengalami hal seperti ini.”

“Maksud Papi ini sifatnya genetik?”

“Maybe. Who’s know?_Mungkin. Siapa tahu?”

“Gak perlu ke psikolog atau psikiater kah?”

Papi berhenti berjalan lalu menghadap Indra, “Mimpinya gak mengganggu keseharian kamu kan? Masih bisa beraktifitas normal kan?”

Indra mengangguk.

“So, do not exaggerate_Jadi, jangan terlalu berlebihan_”

Mami sedang menuang teh saat mereka masuk dan mengucap salam.

“Wa’alaikum salam. So sweet banget ya kalian. Bikin jealous,”.

“Ya sudah. Besok kita sholat shubuhnya bertiga di masjid ya. Bareng-bareng supaya gak ada yang jealous lagi,” Papi mengecup pipi Mami.

“Dih, gak usah di depan Indra kali..”

“Apaan?” tanya Mami.

“Sun-sunan kayak gitu.”

“Halaaah..” Papi mencibir, “Makanya buruan nyusul Bram.”

“Gampang banget ya ngomongnya..” Indra balas mencibir.

Indra meneguk perlahan tehnya.

“Mi, di keluarga Mami ada gak yang mimpiin hal yang sama dan berulang?”

“Maksudnya?”

“Mimpinya itu-itu saja dan berkali-kali..”

Mami mengerutkan kening sambil memiringkan kepalanya, berusaha mengingat.

“Kakek buyut kamu pernah. Mami ingat betul karena dibahas sewaktu jaman Mami sekolah, pelajaran sejarah. Tahun 1947."

Mami melanjutkan lagi, "Kakek buyut kamu berkali-kali mimpi hal yang sama, banyak orang mati tertembak. Di lapangan, di jalan-jalan. Mayat bergelimpangan di mana-mana. Bukan cuma orang dewasa saja tapi lansia, anak-anak. Laki-laki dan perempuan,” Mami duduk di kursi depan Indra.

“Serem amat, Mi.”

Mami mengangguk, “Dalam mimpi, ada yang berbisik ke Kakek, “Jangan lewat jalanan. Jangan sampai terlihat di jalanan. Bahaya. Sembunyi.”

Tengkuk Indra meremang.

“Terus?”

.

***

Readers ada yang pernah mengalami juga?

Mimpi yang sama berulangkali.

BAB 3 – GENETIK

“Karena mimpi itu terjadi berkali-kali, Kakek ikuti suara pembisik Kakek. Selama beberapa minggu kakek tidak pernah berjalan melewati jalanan. Kakek lebih memilih berjalan di antara kebun. Teman-temannya menertawakan. Tapi Kakek tetap dengan pendiriannya."

“Selama beberapa minggu? Pasti karena mimpinya tidak jelas kapan terjadi peristiwa banyak orang yang tertembak itu ya, Mi?”

Mami mengangguk, “Iya. Mungkin begitulah Allah merahasiakan masa depan ya. Beberapa orang diberi penglihatan akan suatu kejadian tetapi kapan dan dimana peristiwa besar tersebut akan terjadi tidak diberitahu.”

Papi mengangguk-angguk setuju.

“Terus Mi?”

“Detil yang Kakek ingat saat itu Kakek melihat pohon kapuk randu yang tinggi kemudian ada 3 burung gagak besar yang hinggap di dahan yang sama. Bersuara gaok-gaok dengan berisik.”

Mami berhenti sejenak untuk menyesap tehnya.

“9 Desember 1947, saat Kakek sedang berjalan menyusuri kebun tepi hutan, Kakek melihat pohon kapuk randu seperti yang terlihat di mimpinya. Saat masih kaget karena melihat pohon yang sama dengan pohon dalam mimpinya, tiba-tiba 3 ekor gagak hinggap di atas dahannya. Bersuara keras.”

Papi dan Indra menatap Mami dengan wajah tegang.

“Kakek ketakutan. Dia masuk ke dalam hutan, berdiam diri. Bersembunyi.”

Mami jeda sejenak.

“Bahkan dari dalam hutan, Kakek bisa mendengar suara berondongan senjata dan teriakan minta tolong juga jerit ketakutan.”

Sekarang bulu-bulu di tangan Indra ikut meremang.

“Kakek Buyut terhindar dari marabahaya setelah mengikuti saran di mimpinya?”

Mami mengangguk, “Peristiwa Pembantaian Rawagede, 9 Desember 1947. 431 orang meninggal dunia dibantai tentara Belanda.”

“Innalillaahi wainnaillaihi rooji’uun.”

“Rawagede Karawang??” tanya Indra, “Kakek Buyut kan dari Depok. Bagaimana bisa sampai Karawang?”

“Depok dan Bekasi itu dekat. Kakek anggota TRI, Tentara Rakyat Indonesia. Saat itu Indonesia baru merdeka. Tentara sekutu masuk ke Indonesia. Ada pertempuran antara TRI dengan sekutu yang ternyata dibonceng NICA, tentara Belanda. Agresi militer kedua.”

“Pemerintahan Indonesia nyaris lumpuh, NICA menguasai hampir seluruh Jawa Barat. Terjadi exodus besar-besaran masyarakat Bekasi menuju Karawang. Ini yang katanya mengilhami penyair Chairil Anwar untuk menulis puisi Antara Karawang – Bekasi.”

“Mami hebat banget ya pengetahuan sejarahnya,” puji Papi.

“Teman-teman Kakek Buyut bagaimana?” tanya Indra.

“Beberapa di antara mereka ada yang menjadi korban. Yang menertawakan Kakek Buyut karena selalu menyusuri kebun, meninggal semua.”

“Innalillaahi wainnaillaihi rooji’uun.”

“Berarti Kakek bisa melihat masa depan?”

Mami mengangkat bahunya.

“Ah ya, satu lagi. Om Krisna yang waktu itu nyaris menjadi penumpang pesawat maskapai Malaysia yang hilang itu? Yang membatalkan keberangkatannya setelah melihat detil sebagai penanda di mimpinya yang berulang, kalau gak salah nenek-nenek yang hampir tertabrak mobilnya ya?” kata Mami.

“Oh iya..” Papi dan Indra mengangguk-angguk.

Papi dan Indra saling berpandangan.

“Berarti mimpi Indra itu petunjuk dong Pi?”

“Bisa jadi..”

“Suara anak-anak laki-laki yang memanggil Indra dengan sebutan Papa?”

Papi mengangkat bahu.

“Anak-anak yang mana?” tanya Mami.

“Mimpi Indra, Mi. Mimpi yang berulang.”

Wajah Mami berubah. Duduknya menjadi tegak.

“Papi saja yang cerita. Indra mau bersiap ngantor. Hari ini padat banget jadwalnya.”

“Cerita Pi,” pinta Mami.

Indra mengetik chat pada WAG Kuping Merah.

Indra_Ada yang pernah mengalami mimpi hal yang sama tapi berulang gak?_

Anton_Mimpi basah?_

Yang lainnya mendadak mengirimkan stiker ngakak.

Indra_Bukanlah. Ini seperti mimpi peringatan akan suatu peristiwa yang belum terjadi_

Leon_Sighning?_

Indra_Right_

Bramasta_Ciyus lu Ndra? Lu alami sendiri? Sudah berapa kali mimpiinnya?_

Hans_Jangan-jangan lu punya bakat buat melihat masa depan_

Agung_Seperti Mama Loreng?_

Indra_Hisssh. @Hans jangan bikin jadi serem dong. @Agung, plis deh, gak sekalian aja seperti Ponarik?

Agung_Ngaco lu Ndra. Ponarik jadi sakti setelah ketimpuk batu pas ada guludug lewat (Emot ngakak)_

Indra_@Bramasta, gw udah 3 kali mimpi dengan dini hari tadi_

Anton_Mimpi apaan sih?_

Indra_Kita ketemuan aja yuk. Pegel tau ngetiknya_

Leon_Gw musti terbang nih siang ini juga ke Jakarta?_

Agung_Memangnya Abang sedang ada dimana?_

Leon_Canberra_

Agung_Ngapain Bang?_

Leon_Lagi nongkrongin Kangguru making love. Ya gawe lah. Cari duit_

Agung_Dih ngambek…(Emot tawa)_

Hans_Ya sudah kita ngumpul after work ya_

Indra_(emot jempol)_

Bramasta_Di kafe punya B Group aja. Males ke tempat umum. Kalau kita ngumpul mendadak jadi pusat perhatian dan orang-orang langsung auto kepo_

Leon_Makanya jadi orang jangan terlalu ngetop, Bram_

Bramasta_Dih, emang gw pengin ngetop?_

Anton_Sebenarnya bukan karena Pak Bos yang ngetop banget sih tapi karena member Kuping Merah itu terkenal good looking (emot kacamata hitam)_

Hans_Dan baik hati_

Agung_Juga tidak sombong_

Leon_ Tidak lupa rajin menabung_

WAG kebanjiran emot ngakak.

Hans_BTW, kasih bocoran dulu mimpinya tentang apa?_

Indra_Ada 2 anak kecil laki yang manggil gw papa, mereka memeringati gw supaya menjauh dari lift atau dari gedung. Terus lift jatuh. Ada kebakaran. Endingnya gelap dan sunyi. Entah gw pingsan atau pindah alam_

Hans_Ndra, serem banget endingnya. Kuy, kita jadiin ya ngumpul petang ini_

Leon_Ndra, lu belum pernah bikin anak kan?_

Yang lainnya menanggapi dengan emot ngakak.

Indra_Bang Leon gegabah banget deh. Gw masih perjaka asli, Bang. Mata gw aja yang sudah tidak suci lagi gegara melihat Bramasta dan Adisti dalam kostum ulat raksasa lagi ciuman…_

Bramasta_Kena lagi dah gw…_

.

***

Ada yang ingat adegan Adisti dalam kostum ulat raksasa yang bikin Indra dan Agung blingsatan?

Langsung cek di CEO Rescue Me! Ya..

🤓

😁😁🤣

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!