Braaakkk
Sebuah Aston Martin Vantage terpelanting karena menabrak median jalan raya dengan kecepatan tinggi. Mobil lain segera menepi dan menghampiri mobil Aliando Alvian yang terguling. Dini hari itu AMV Mobile Club, genk mobil anak-anak borjuis, mengadakan balap liar di jalan raya yang sudah lengang dari hiruk pikuk lalu lintas. Roy Andrean memeriksa keadaan Aliando yang berada dalam mobil. Seorang teman lagi menelepon rescue untuk meminta pertolongan. Segera berdatangan polisi, ambulan dan tim penyelamatan lainnya ke tempat kejadian.
Begitu cepat berita kecelakaan Aliando menyebar di media sosial, Facebook, TikTok, status WhatsApp, Twitter, pokoknya di semua media sosial.
Ponsel Anita tiada henti tang ting tung menandakan pesan chat masuk. Juga beberapa panggilan tak terjawab entah dari siapa saja.
"Apa?! Aliando kecelakaan parah?!" Anita Sari, ibu Aliando tampak kebingungan saat melihat foto yang dikirim oleh salah satu temannya melalu chat WhatsApp.
Triingg
Triingg
Triingg
Ponsel Anita berbunyi dia pun membuka percakapannya.
"Ma, di mana kamu? Apa kamu tau Aliando kecelakaan? Kamu jangan panik tenanglah! Aku masih belum bisa kembali," Anton Wiryawan yang sedang perjalan bisnis ke London mencoba menenangkan istrinya dari jauh.
"Minta tolong Pak Heru mengantar kamu ke rumah sakit Banjar Hospital. Lihat keadaan Aliando Ma, kabari aku," ujar Anton lagi.
"Baik Pah," hanya itu yang bisa di ucapkan Anita. Ponsel pun berhenti bersuara, suaminya telah memutuskan panggilan.
Segera dia menemui Heru sesuai perintah suaminya, dia harus ke rumah sakit dini hari itu juga. Heru yang sudah siap dengan mobil mewah lainnya milik pengusaha property ternama sejagat raya Anton Wiryawan, menunggu perintah Anita untuk jalan.
"Rumah sakit Banjar Hospital, Her!" Ujar Anita. Heru pun segera meluncurkan mobilnya ke jalan raya menuju arah yang dimaksud Anita.
Sesampainya di rumah sakit Anita menuju lobi dan menanyakan keberadaan Aliando.
"Sus, korban kecelakaan yang barusan atas nama Aliando Alvian di mana ya?" Tanya Anita pada seorang suster jaga.
"Anda siapa?" Suster bertanya balik.
"Saya Mamahnya korban," ujar Anita.
"Masih di tangani pihak IGD Bu. Mohon bersabar menunggu," suster itu mencoba menenangkan Anita.
"Sebaiknya Ibu duduk dulu, ini ada air minum," Heru menawarkan pada Anita.
"Terimakasih Her," ucap Anita.
"Al.. Al.. apa sih maunya anak itu cari mati saja ikut balapan liar. Aku sudah dorong dia mending ikut latihan balap beneran di Sentul sana. Ini malah jadi pecundang!" Anita menggerutu kesal dengan ulah putra semata wayangnya yang selalu bertentangan dengan dirinya atau pun suaminya.
"Sabar Bu namanya juga anak muda, suka icip-icip hal-hal yang belum mereka tau akibatnya apa," Heru memberikan pengertian pada istri Bosnya agar tidak darah tinggi.
"Muda apa?! Al itu sudah dua puluh lima tahunan, Her!" Ujar Anita mulai terisak.
"Seumur dia itu orang-orang sudah punya anak bukannya kelakuan masih kayak anak-anak. Hiks.. hiks.. hiks.." Isak Anita lagi.
"Sabar Bu," ujar Heru. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menenangkan Anita yang masih emosional dan syok mendengar kecelakaan putra semata wayangnya itu.
"Keluarga pasien kecelakaan tunggal, silakan masuk ke ruang dokter," ujar suster jaga tadi.
Segera Anita masuk di iringi oleh Heru. Dia khawatir kalau Anita kenapa-napa setelah mendengarkan penjelasan dokter. Seperti yang sudah di ketahui oleh Anita sendiri kalau kecelakaan yang di alami Aliando sangat parah sekali. Mobilnya saja sampai remuk begitu. Bagaimana keadaan Aliando sekarang ini pun belum di ketahui lagi.
Di dalam ruang dokter Anita dan Heru duduk berdampingan mendengarkan penjelasan dokter.
"Keadaan pasien mungkin akan mengalami kelumpuhan bagian bawah tubuh termasuk disfungsi ereksi. Tapi kami belum bisa kami pastikan Bu. Sementara ini dia belum siuman. Untuk sementara pasien akan kita pindah ke ruangan rawat inap dulu Bu. Kita akan melakukan pemeriksaan yang lebih intensif lagi pada putra Ibu. Jadi silahkan Ibu urus ke bagian administrasi dulu untuk segera mendapatkan kamar," Ujar dokter jaga dini hari itu.
"Baik dok, berikan perawatan terbaik untuk putra saya," ucap Anita. Kemudian dia di bantu Heru pergi ke ruang administrasi mencarikan kamar rawat inap untuk Aliando. Setelah mendapatkan kamar Aliando pun di pindahkan ke kamar VVIP oleh perawat. Sampai subuh Aliando belum juga siuman. Anita semakin risau saja.
"Tenanglah Bu, Aliando pasti akan baik-baik saja. Yakinlah Bu, jangan risau," ujar Heru menyemangati majikannya itu.
Mereka berdua pun menatap Aliando yang terbaring lemas di atas tempat tidur perawatan.
Tak terlihat teman-teman Aliando yang mengajak dia balapan liar mendampingi di rumah sakit itu. Itulah mereka hanya akan menemani saat Aliando senang, saat susah begini tak seorang pun menemani atau bahkan datang sekedar menjenguk.
"Assalamualaikum, selamat pagi, permisi kami mau memeriksa pasien Bu," Dua orang perawat masuk dan mulai mengecek kondisi tubuh Aliando.
"Sementara ini pasien belum ada perubahan secara fisik ya Bu. Masih belum siuman, kita tunggu sampai besok ya Bu. Secara umum fungsi organ dalam sudah normal semua," jelas perawat.
"Iya Sus, terimakasih," ucap Anita.
"Saya sudah telepon Mamat agar membawa Yuli ke sini Bu untuk menjaga Aliando," ujar Heru. Yuli sendiri asisten rumah tangga yang cukup cekatan dan pintar. Tentunya sangat bisa di andalkan dalam menjaga Aliando.
"Oh iya Her, suruh juga bawa keperluan ku sehari-hari," ujar Anita.
"Menurut ku sebaiknya ibu pulang saja dulu, sarapan dan membersihkan diri di rumah. Kalau ibu sarapan dan membersihkan diri di sini takutnya tidak tenang. Sebaiknya pulang lah Bu beristirahat," ujar Heru lagi.
Anita memikirkan perkataan Heru dan menimbang-nimbang apakah dia harus pulang atau harus stay di rumah sakit saja demi Aliando.
"Baiklah Her, betul kata mu sebaiknya aku pulang dulu istirahat," ujar Anita akhirnya. Tidak lama menunggu Mamat dan Yuli akhirnya sampai jua keruangan Aliando di rawat.
"Yul, Mat, aku antar ibu pulang. Kalau ada apa-apa telepon saja aku ya," pesan Heru pada dua rekannya.
"Baik bang Heru," sahut Mamat.
Anita Sari dan Heru pun meninggalkan rumah sakit setelah sejak dini hari tidak tidur sampai pagi menjelang.
"Kasian ya Bang, Den Al. Banyak sekali peralatan yang harus menempel di tubuhnya. Semoga setelah siuman nanti dia baik-baik saja. Nyonya tadi sepertinya khawatir sekali dengan anaknya yang merupakan pewaris tunggal kerajaan property Anton Wiryawan, ya Bang," kata Yuli.
"Iya, semua salah Den Aliando sendiri punya temen bukannya pada bener, ini berandal semua. Kuliah juga bukannya bener malah balapan liar! Ya salah sendiri!" Ujar Mamat pada Yuli.
Mamat sudah seperti memarahi anak sendiri saja.
"Iish Bang Mamat ini meski begitu Den Aliando kan bos kita. Di pecat baru tahu rasa kamu Bang!" Sahut Yuli.
"Eeeaaggghh," erang Aliando lirih setelah sekian jam dia tidak sadarkan diri.
"Bang Mamat! Lihat Den Al sepertinya sudah siuman! Abang cepat panggil suster jaga!" Yuli tampak panik, khawatir Aliando banyak gerak malah bisa memperparah kondisinya.
"Iy.. iy.. iyaa.. Yul! Kamu awasi terus Den Al! Sekalian hubungi Bang Heru!" Yuli mengacungkan jempol sebelum Mamat menutup pintu kamar perawatan.
"Suster pasien Aliando sudah siuman. Cepat Sus diliatin," ujar Mamat.
"Iya pak sabar, jangan panik," sahut Suster jaga. Segera dia mempersiapkan alat pengecekkan kondisi badan. Tidak lupa menyuruh rekannya untuk menelepon dokter yang menangani Alindo.
Setelah siap, Mamat mendahului suster menuju kamar Aliando di rawat. Terlihat Yuli sedang menelepon Heru dekat tempat tidur Aliando yang sudah membuka mata namun belum berkata apa-apa cuma mengerang sekali lalu diam.
Suster melakukan pemeriksaan dengan alat yang dia bawa kemudian mencatatnya.
"Semua normal saja, tapi untuk hasil pemeriksaan yang maksimalnya tunggu dokter datang," ujar suster itu pada Yuli dan Mamat. Mereka berdua hanya manggut-manggut. Yuli sambil memegang hape yang menempel di telinganya.
"Bagaimana? Apa itu suara suster yang memeriksa Den Aliando?!" Tanya Heru dari seberang sana.
"Iya Bang Her," sahut Yuli.
"Oke, aku dan Ibu segera ke rumah sakit!" Sahut Heru, lalu menutup telepon secara sepihak.
"Bu ada kabar dari rumah sakit Den Aliando sudah siuman," ujar Heru pada Anita.
"Siapkan mobil kita ke rumah sakit Her!" Desak Anita.
"Baik Bu," Heru meninggalkan Anita untuk menyediakan mobilnya.
Sesampainya di rumah sakit kebetulan dokter sudah datang terlebih dahulu dari Heru dan Anita untuk memeriksa Alindo. Cukup lama mereka menunggu, akhirnya dokter mengajak Anita ke ruangannya.
"Bu Anita, Aliando perlu pemeriksaan lanjutan Bu. Jadi harap bersabar atas hasilnya. Sementara masih rawat inap dulu ya Bu," ujar Dokter.
"Iya Dok, kami percayakan kesembuhan Aliando pada Dokter," ucap Anita pasrah.
***
Setelah hampir dua Minggu melakukan pemeriksaan lanjutan hari ini Anita dan Anton mendapati Dokter yang merawat Aliando.
Dokter menjelaskan secara panjang lebar apa yang dialami Aliando. Namun tidak ada satu pun yang bisa ditangkap dengan baik, kecuali kesimpulan Dokter itu.
"Jadi Aliando dapat di katakan mengalami trauma yang menyebabkan kelumpuhan sementara bagian bawah tubuhnya," perkataan Dokter itu saja yang terngiang di telinga ke dua orang tua Aliando. Dokter pun tidak mampu menjelaskan kelumpuhan sementara itu sampai kapan.
"Sekarang Bapak dan Ibu bisa bicara dengan Alindo untuk lebih memulihkan kesadarannya dahulu," tambah Dokter lagi.
"Apa ingatannya terganggu Dok?* Tanya Anton.
"Tidak ada indikasi kesana. Hanya perlu lebih meningkatkan daya ingatnya dulu sebelum kejadian," jawab Dokter.
"Ooh baik Dok," ujar Anton, sementara Anita tidak bisa berkata apa-apa. Hanya terlihat lemas dan terisak di bahu Anton.
Mereka berdua menemui Aliando, Yuli, dan Mamat di kamar perawatan. Yuli tengah menyuapi Aliando. Terlihat Aliando tampak lahap menyantap makan siangnya.
"Pah, Mah, apa kata Dokter?" Tanya Alindo begitu melihat kedatangan orang tuanya.
"Tidak mengapa, kamu hanya butuh istirahat lebih lama di sini Al. Untuk mengetahui lebih jauh kesehatan kamu," ujar Anton pada Putra semata wayangnya itu.
"Tapi aku tidak bisa menggerakkan kaki ku Pah, betul gak ada masalah?!" Tanya Aliando lagi.
"Iya Nak untuk sementara kamu belum boleh jalan," Anita tidak tahan dan mulai sesunggukan.
"Katakan yang sebenarnya Mah! Aku lumpuhkan!?" Teriak Al.
Anita hanya menunduk. Anton tak berani bicara. Kedua orang tuanya setengah baya itu hanya diam membisu. Tidak sanggup untuk mengatakan bahwa tidak hanya lumpuh kaki, tapi Aliando juga bakal tidak bisa mendapatkan keturunan. Bagi Aliando itu sudah sebuah jawaban yang mengiyakan pertanyaannya.
"Tidak! Aku tidak mau lumpuh!" Aliando berteriak dan memukul nampan yang di pegang Yuli sehingga makanan berantakan di lantai. Beruntung tidak terkena muka Yuli. Mamat dengan sigap membekap tubuh Aliando.
"Tenanglah Den, tenang.. cuma sementara! Besok pasti sembuh!" Teriak Mamat tidak kalah keras dari suara Aliando.
Aliando pun lemas dan menangis. Melihat itu barulah Anita mendekati putranya itu dan merangkul pundaknya. Dia ikut menangis bersama Aliando.
"Papah akan cari rumah sakit dan dokter terbaik, kalau perlu sampai ke luar negeri," ujar Anton. Ya sebagai orang kaya tentu saja bebas mau berobat kemana saja, ada duit. Perkataan Anton masih tidak mampu menghentikan Isak tangis istri dan putranya itu.
Kerena kelelahan dan pengaruh obat yang tadi sempat di minumnya Aliando pun tertidur.
Sudah hampir satu bulan berada di kamar perawatan yang meski pun mewah Aliando merasa bosan juga. Dia ingin berjalan-jalan keluar, ke taman yang ada di belakang rumah sakit itu. Mamat membantunya naik ke atas kursi roda dari tempat tidur. Mamat yang bertubuh besar bak Rambo atau layaknya bodyguard luar negeri tentu saja dengan mudah menggendong tubuh atletis Aliando. Mamat mendorong kursi roda sesuai arahan Aliando. Dengan gesit Mamat menyingkir saat seorang wanita muda setengah berlari di koridor rumah sakit yang tampak lengang.
"Maaf!" Seru wanita itu memasuki toilet wanita. Tampak seorang pria berbadan besar tak kalah dari Mamat, yang sekarang berpapasan dengan mereka. Namun pria itu tidak berlari seperti wanita tadi.
"Maaf apa kalian berdua melihat wanita lewat sini?" Tanya pria kekar itu.
"Tidak ada! Tidak seorang pun lewat sini!" Sahut Aliando cepat. Dia merasa wanita tadi takut dengan pria di depannya ini.
"Hey, menyingkir lah kami mau lewat!" Ujar Aliando lagi. Pria itu menatap ke depan memastikan tidak ada wanita yang dia cari lalu berbalik badan. Meninggalkan Mamat dan Aliando di atas kursi rodanya.
Tidak lama wanita yang tadi masuk ke toilet tergesa-gesa keluar. Dia mendekati Mamat dan Aliando. Mengulurkan tangan bergantian pada Mamat dan Aliando.
"Tari Septianti!" Ujar wanita itu memperkenalkan diri.
"Mamat," sahut Mamat yang langsung merespon cepat di salami wanita cantik.
"Aliando, kenapa kamu lari dari pria besar tadi?" Tanya Aliando penasaran.
"Emmm panjang ceritanya. Tapi terimakasih ya sudah menolong aku dari pria tadi," ucap Tari.
"Apa pria itu developer?" Tanya Mamat sok tau membuat seulas senyum pada Aliando dan Tari yang sama-sama sedih menghadapi kenyataan pahit hidup mereka masing-masing.
"Hus! Kamu ini Mat! Bukan developer. Tapi debt kolektor," ujar Aliando.
"Lah iya itu maksud saya," ujar Mamat.
"Bukan ke duanya, tapi dia suami saya," terang wanita itu.
"Suami," Aliando dan Mamat saling pandang dan bergumam.
"Hehehe.. kalian gak salah kok! Aku yang salah. Dia itu adalah suami yang ingin menjual aku. Aku sudah pernah dia jual ke rumah bordil di Jakarta. Karena tidak tahan kerasnya kehidupan Jakarta bagi dunia prostitusi yang aku jalani, aku pun lari luntang Lantung menjual diri demi bertahan hidup. Terkumpul uang aku kembali ke sini. suami ku mengetahui keberadaan ku. Dia ingin kembali menjual ku ke Taiwan kali ini. Dalam perjalanan ke bandara aku berpura-pura sakit, lalu dia bawa aku ke rumah sakit ini. Terus aku kabur deh kaya yang kalian lihat barusan tadi," jelas Tari lagi.
"Oooh," Aliando merasa iba dengan wanita yang berdiri di samping kursi rodanya itu.
"Eemmm kamu sakit apa?" Tanya Tari.
"Ooh ini saya kecelakaan tunggal," ujar Aliando sembari menatap kakinya.
"Kasian sekali," ucap Tari lirih. Dia lupa kalau dirinya jauh lebih kasian. Tidak tau harus tinggal di mana setelah kabur dari suaminya yang jahat itu.
"Baiklah, terima kasih ya sudah bantu aku terlepas dari kejaran suami aku tadi," ucap Tari menjabat tangan Aliando dan Mamat bergantian, kemudian dia pun pergi entah ke mana.
Mamat segera mendorong kursi roda Aliando mengitari taman di rumah sakit itu. Karena bosan Aliando meminta Mamat mengantarnya kembali ke kamar perawatan. Ada Yuli di sana sudah menyiapkan cemilan untuk Aliando yang pasti capek habis jalan-jalan di taman. Sudah hampir dua bulan berada di rumah sakit perkembangan fisik Aliando memang semakin membaik. Khususnya bagian kesadarannya, ya kecuali pinggang ke bawah. Menurut dokter syarafnya mengalami trauma berat sehingga perlu terapi untuk pemulihan agar Aliando bisa berjalan normal kembali.
"Mat, aku merasa jauh lebih baik. Aku ingin pulang hari ini," ucap Aliando.
"Ya itu terserah Den Al saja," sahut Mamat.
"Situ kan Bosnya, kok malah minta pendapat aku," batin Mamat.
"Sebaiknya tanyakan Dokter yang merawat Den Al saja! Kalau tanya Bang Mamat mana mengerti!" Nasehat Yuli.
"Eemm.. gitu ya. Coba kamu hubungi Dokternya Yul!" Perintah Aliando.
Yuli mengangguk, lalu permisi ke luar kamar untuk menghubungi perawat jaga mencari informasi tentang Dokter yang merawat Aliando.
"Sus, bisa gak hubungi Dokternya pasien Aliando. Soalnya dia minta pulang. Apa bisa?" Tanya Yuli.
"Oh ya sebentar saya coba hubungi dulu," sahut Suster jaga.
Cukup lama Yuli menunggu Suster itu bercakap-cakap dengan Dokter akhirnya Suster menutup teleponnya.
"Jadi begini Mbak Yuli kita menunggu Dokter dulu. Ada beberapa pemeriksaan lagi yang harus dilakukan. Mungkin dalam satu, dua hari ke depan Aliando bisa pulang. Tapi itu pun sepertinya harus sering ke rumah sakit lagi untuk terapi fungsi syaraf bawahnya biar kelumpuhannya bisa sembuh," terang Suster.
"Oh gitu, baik nanti saya sampaikan denga Den Al. Terima kasih Sus," ucap Yuli kemudian meninggalkan ruang jag perawat.
Melihat Alindo tidur, Yuli hanya menyampaikan apa yang di informasikan Suster tadi pada Mamat.
"Ooh.. jadi artinya nanti Den Al tinggal rawat jalan saja? Gitu ya?" Mamat minta ketegasan.
"Iya, seperti itu," sahut Yuli.
"Alhamdulillah toh, kita gak bolak-balik ke sini. Gak enak banget, jadi sakit juga rasanya badan berada di sini. Mana baunya gak enak banget. Den Al saja sudah tampak bosan tinggal di sini. Dia pasti lagi mikir mau ikutan balap liar lagi habis ke luar rumah sakit nanti," ujar Mamat sok tau.
"Masak iya lumpuh gitu mau balapan lagi," kata Yuli.
"Kamu kayak gak tau aja bandelnya Den Al kayak apa!" Sahut Mamat.
Yuli hanya manggut-manggut menanggapi pernyataan Mamat tadi.
Tampak Aliando membuka matanya, sepertinya dia sudah bangun dari tidur.
"Eh giman Yul? Apa boleh pulang hari ini?" Tanya Aliando pada Yuli yang tadi dia suruh untuk menanyakan ke Dokter.
"Tadi Suster jaga sudah menghubungi Dokter. Katanya satu, dia hari lagi Den. Ada beberapa pemeriksaan lagi yang harus Den Al jalani," jelas Yuli membuat wajah Aliando masam mendengarnya.
Keesokkan harinya dokter datang menjenguk Aliando. Dia melakukan pemeriksaan, melihat kaki Aliando, memijat dan mengetuk-ngetuk nya pelan. Kaki itu tak bereaksi apa pun. Dokter mencoba menekuk lutut Aliando pelan.
"Suster nanti akan membantu anda melakukan serangkaian tes pada kaki dan bagian bawah tubuh anda yang lainnya," ujar Dokter pada Aliando.
Dokter kemudian memerintahkan pada perawat agar membawa Aliando ke ruangan khusus untuk melakukan berbagai pemeriksaan.
"Aliando bisa kembali dulu ke ruang perawatan ya. Hasil pemeriksaan akan kami kabari nanti," ujar Dokter.
Usai melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan. Aliando kembali ke ruang perawatan di antar Mamat dan Yuli.
"Berarti aku harus nginap beberapa hari lagi menunggu hasil lab keluar," gerutu Aliando.
"Bukan Den Al saja, lah kami juga kan?!" Ujar Mamat setengah jengkel dengan juragan muda di keluarga majikannya itu.
"Kenapa Mat?!" Aliando melirik tajam ke arah Mamat.
"Aah enggak kok Den, maksud Bang Mamat. Den Al akan rugi beberapa hari gak bisa jelalatan liat cewek bohay kayak semalam hehehe," Mamat mengalihkan pembicaraan.
"Huuh makanya, hidup sudah enak malah main balap liar! Ikut-ikutan gak bener! Merugikan orang lain juga!" Gerutu Mamat dalam hati.
"Iya, makanya aku mau minta cepat pulang! Lama-lama di sini aku bisa cepat mati!" Ujar Aliando.
"Bang Mamat dan Den Al yang sabar! Kalau perkara mau lihat cewek bohay ya bisa aja toh," Yuli melenggak-lenggok ganjen di depan ke dua pria itu. Mamat dan Aliando langsung membuang pandang.
"Huuh gak merasa situ bohay kuadrat, badan segede gajah!" Bisik Mamat pada Aliando, kemudian mereka berdua cekikikan. Merasa sedang dikatain Yuli mendelik sewot, menghempaskan pantatnya dsi sofa.
"Suster-suster di sini juga cantik dan bohay," ujar Yuli.
"Alah.. Yul.. Yul.. kamu emang alasan gak mau pulang biar gak kerjain pekerjaan rumah yang banyak kan? Di sini enak cuma jaga Den Al sambil chatting sama si Bambang gembul satpam komplek toh hahaha," ujar Mamat.
"Iih apaan sih mana ada aku chating sama Bang Bambang?!" Kilah Yuli.
"Sudah-sudah malah debat kusir!" Ujar Aliando.
"Lah emang naik delman pake debat kusir segala Den?" Canda Mamat di tingkahi tawa Yuli.
"Sedang gak minat ketawa aku Mat! Mending kamu bawa aku lagi keliling rumah sakit," ujar Aliando.
"Keliling rumah sakit, mbok yo keliling kota gitu ngajak nya," canda Mamat lagi dan langsung di bayar tunai dengan lemparan bantal oleh Aliando.
"Makanya jangan suka kurang ajar sama majikan kena lemparkan kamu Bang hehehe," kekeh Yuli.
"Huuuh," gerutu Mamat. Dia kemudian membantu Aliando turun dari tempat tidur. Menggendongnya ke atas kursi roda.
Aliando dan Mamat meninggalkan Yuli di kamar VVIP itu sendirian.
"Malam begini mau jalan ke mana sih Den? Ini rumah sakit! Nanti kita malah nyasar ke kamar mayat!" Mamat memegang tengkuknya yang terasa merinding.
"Mayat tu orang mati! Sama orang mati kok takut," ledek Aliando.
"Belum aja lagi Den Aliando liat orang mati hidup lagi," ucap Mamat lirih takut kedengaran mayat betulan dan tiba-tiba tersinggung terus mengejar mereka kali.
Benar saja dari arah berlawanan terlihat seorang wanita dengan rambut tergerai berlari ke arah mereka. Reflek Mamat memutar balik kursi roda tuan mudanya dengan cepat. Secepat kilat berlari ke kamar rawat lagi. Beruntungnya Aliando berpegang erat pada gagang kursi hingga tidak terlompat dari kursi roda.
"Gila lu Mat! Ada apa sih main kabur saja!" Rutuk Aliando kesal setengah mati namun hanya bisa pasrah.
"Den Al gak liat mayatnya hidup ngejar kita!" Mamat meneruskan langkahnya cepat menuju kamar.
Yuli yang berada sendirian terkaget-kaget mendengar pintu di buka kasar oleh Mamat sambil mendorong kursi Aliando.
"Ada apa sih ngagetin aja kalian!?" Yuli memegang dadanya yang masih berdegup kencang.
"Ada hantu," Mamat ngos-ngosan.
"Bener Den Al?!" Yuli minta ketegasan Aliando.
"Aku sih gak liat!" Ucap Aliando.
Saat mereka bertiga secara bersamaan melihat ke pintu. Mereka semua terkejut karena wanita itu dengan rambutnya yang tergerai acak-acakan berdiri di sana.
"Tari?!" Ucap Mamat dan Aliando saling pandang. Sementara Yuli tampak kebingungan.
"Iya hiks hiks hiks," Isak Tari. Dia kemudian bercerita panjang lebar bagaimana dia bisa tertangkap suaminya lagi kemudian kabur lagi hingga ke kamar Aliando. Akhirnya Aliando, Yuli, dan Mamat membiarkan Tari menginap semalaman dalam kamar itu.
***
Keesokan paginya, sebelum Aliando, Yuli, dan Mamat bangun Tari menyelinap ke luar kamar. Dia tidak ingin Aliando,Yuli, dan Mamat akan mendapat masalah nanti dengan suaminya yang kejam itu.
"Bang Mamat bangun! Wanita yang tadi malam udah gak ada!" Yuli membangunkan Mamat karena melihat Tari sudah tidak ada di sebelahnya.
Mamat terbangun, dia duduk dan mengucek-ngucek matanya.
"Mungkin dia sudah pulang," ujar Mamat ketika matanya sudah terang.
"Hmmm.. kasian sekali kalau sampai tertangkap suaminya lagi ya Bang?" Yuli tampak sedih mengingat cerita wanita itu tadi malam.
"Ya urusan rumah tangga orang kita bisa buat apa?!" Sahut Mamat.
Hari ini hasil pemeriksaan medis atas tubuh Aliando akan di sampaikan oleh Dokter. Sebelumnya Aliando menjalani pemeriksaan keseluruhan bagian bawah tubuhnya yang lumpuh itu.
Seperti yang sudah di jadwalkan Aliando ke ruang pemeriksaan menemui Dokter. Dengan di bantu oleh Mamat yang mendorong kursi rodanya dia pun menemui Dokter.
"Bagaimana Aliando hari ini?" Tanya Dokter sembari berjongkok memegang lutut Aliando.
"Ya begini-begini aja Dok belum bisa berdiri juga," sahut Aliando sedikit kesal dengan kondisinya sekarang.
"Sabar Al. Kecelakaan yang kamu alami sangat parah waktu itu. Benturan keras membuat beberapa fungsi syaraf mu terganggu. Kamu mengalami yang namanya Paraplegia hingga terjadi Disfungsi ereksi," jelas Dokter.
"Apa itu maksudnya Dok?" Tanya Aliando sedikit khawatir.
"Jadi Paraplegia itu gangguan syaraf yang mengakibatkan kelumpuhan tubuh bagian bawah mu. Dari hasil pemeriksaan kami juga mendiagnosa kamu mengalami disfungsi ereksi atau bahasa awamnya impotensi," mendengar itu bola mata Aliando hampir melompat ke luar dari kelopaknya. Sedang Mamat ternganga dan reflek menutup mulutnya. Sungguh mereka berdua sangat terkejut.
"Masa depan ku hiks hiks hiks," Aliando menunduk sembari terisak pilu.
"Tenanglah Al. Kita akan lakukan terapi nanti untuk pemulihan. Dari pemeriksaan juga kami dapat simpulkan bahwa bisa sembuh kok. Tetap semangat ya Al," Dokter memotivasi Aliando.
"Ya harus rajin minum obatnya juga mengikuti terapinya jangan malas. Serta harus nurut itu aja kuncinya kalau kamu mau cepat pulih," saran Dokter. Aliando sedikit tenang dengan ucapan terakhir Dokter. Mereka berdua pun kemudian minta diri pada Dokter untuk kembali ke kamarnya.
"Mat! Jangan cerita pada siapa pun soal impoten itu! Paham!" Aliando menarik garis horizontal dengan tangannya di leher, seperti kode menghabisi. Artinya kalau sampai bocor Mamat akan dia pecat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!