Amelia Pramesti
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Assalamualaikum, teman-teman readers...
Setelah vakum sangat lama, AQ mulai kangen nie ma komen kalian, soalnya AQ merasa punya teman satu hati dalam kehaluan...😌😌
Sebenarnya ini kisah lama yang kubuat bareng sama dengan yang dulu sih, tapi baru sempat up sekarang...
Seperti biasa, kisah ini tetap manis dan menggelitik, semoga menghibur....🤗
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ibu Amel ke rumah Tasya ya...Assalamualaikum.."ucapku seraya mencium tangan ibu untuk berpamitan.
“Waalaikum salam, Iya..hati-hati , salam buat mamanya Tasya ya Mel, bilang terima kasih, kue yang kemarin enak banget.."kata ibu dengan senyuman dan kedipan matanya padaku.
"Ih.. ibu pasti pengen dikasih lagi kan?" akupun melangkah keluar sambil menyipitkan mataku karena mencium gelagat ibuku yang agak aneh itu.
Ibu hanya nyengir ceria sambil mengangguk-anggukkan kepalanya seraya melambaikan tangan padaku.
Dasar ibu selalu saja ada modus bila aku pergi ke rumah Tasya. Memang mama Tasya adalah salah satu langganan ibu yang loyal dan sering membawa makanan bila datang untuk menjahit baju.
Aku berjalan menyusuri jalan beraspal yang sudah mulai bergelombang karena sering dilewati kendaraan bermuatan berat. Sesekali kututup wajahku dengan jaket yang kubawa untuk menghindari debu akibat jalan yang rusak itu.
Perkenalkan..
Namaku Amelia, seorang gadis berumur 22 tahun yang tinggal disebuah kompleks perumahan cluster, karena hanya keluarga sederhana, ibuku hanya mampu membeli tipe 36 yang letaknya cukup jauh kedalam.
Ayahku sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu karena sakit, sedangkan ibuku seorang penjahit rumahan yang cukup banyak pelanggannya, meski serba pas-pasan kakak perempuanku dan aku berhasil kuliah dengan jalur beasiswa. Sekarang kakakku bekerja diluar kota, tahun lalu dia menikah dengan teman sekantornya dan menetap disana.
Disinilah aku tinggal berdua bersama ibu. Tahun ini akhirnya akupun hampir menyelesaikan kuliah dan bulan depan rencananya akan magang disebuah perusahaan.
Siang ini, kakiku melangkah ke rumah Tasya sahabatku sekaligus teman kuliahku jurusan Ekonomi Bisnis. Rumahnya satu cluster dengan rumahku, hanya saja dia anak orang kaya dengan rumah tipe 150/200 yang berada paling depan dari gerbang utama.
Rumah dua lantai itu mulai terlihat, aku melambatkan langkahku ketika sebuah mobil besar berwarna putih keluaran terbaru melaju menuju rumah Tasya.
Saat aku masuk ke halaman rumah Tasya, seorang pria keluar dari mobil putih tadi. Mas Reza kakak Tasya. Melihatku dia hanya tersenyum singkat, dan berlalu begitu saja.
Aku mengenalnya saat baru pindah perumahan ini, enam tahun yang lalu. Saat itu dia baru saja menikah dengan mbak Vina. Mereka pasangan yang begitu romantis, seperti raja dan ratu negri dongeng karena si cowok tampan dan ceweknya juga sangat cantik.
Pasangan itu juga baik dan ramah padaku, karena hampir setiap hari aku bermain atau belajar bersama dirumah itu bersama Tasya. Setelah menikah mas Reza dan mbak Vina menempati rumah baru, namun mereka sering berkunjung karena papanya sakit-sakitan.
"Amel...cepat masuk!"seru Tasya dari balkon kamarnya.
Kakiku setengah berlari masuk kedalam rumah itu, kulihat mamanya Tasya berada di ruang makan sedang berbicara dengan mas Reza.
"Assalamualaikum..selamat siang Tante.."sapaku ketika melewati mereka.
"Waalaikum salam, Mel..selamat siang, masuk aja sayang..." sahut mamanya Tasya dengan ramah sambil tersenyum.
Lalu aku menaiki tangga menuju kamar Tasya dan segera masuk menemukan sebuah kamar bernuansa shabi chic. Sesuai dengan karakter Tasya yang cantik, centil dan manja layaknya seorang princes. Bertolak belakang denganku yang cuek dan spontan.
Entah kenapa perbedaan kami yang begitu jauh tetap membuat persahabatan kami semakin erat.
"Amel lama banget sih kamu!!" omel gadis centil itu padaku.
“Ya kukira kamu akan turun, kan ada mas Reza dibawah, kamu nggak mau ketemu? kayaknya dia jarang kesini kan.." sahutku saat menjatuhkan diri disampingnya.
Ah..setelah berjalan di bawah terik, benar-benar nyaman kamar ber-AC ini..
"Hhh..sekarang dia tuh nggak asik, Mel...gak peduli ma orang sekitarnya, bahkan nggak peduli sama dirinya sendiri, persis mayat hidup tau nggak, hidupnya benar-benar berantakan" gerutu sahabatku yang cantik itu sambil menyisir rambut panjangnya.
"Padahal kejadian itu sudah tiga tahun yang lalu kan..."ujarku sambil merebahkan diri di tempat tidur Tasya menikmati kenyamanan ruangan ini tanpa peduli rambutku yang kusut.
Sekitar tiga tahun yang lalu mbak Vina yang sedang mengandung enam bulan mengalami pendarahan hebat dan segera dilarikan kerumah sakit.
Sebenarnya sejak menikah hingga dua tahun mereka belum diberi keturunan, karena ternyata ada kanker yang tumbuh menjadi ganas dalam rahim mbak Vina. Dokter menyarankan untuk operasi pengangkatan rahim, namun mbak Vina bersikeras tidak mau.
Suatu mukzijat akhirnya mbak Vina hamil, namun keluarga mbak Vina menyalahkan mas Reza karena kehamilan itu, kesehatan mbak Vina semakin memburuk. Karena pendarahan itu, dokter tidak bisa menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.
Kejadian itu sungguh menghancurkan hidup mas Reza. Selain meninggalnya wanita yang begitu dicintai dan calon bayinya, kecaman dari keluarga mbak Vina semakin membuatnya terpuruk.
"Sebenarnya aku kasihan padanya..."ucap Tasya membuyarkan lamunanku.
Kutoleh sahabatku yang sedang menerawang itu.
"Namun mau gimana lagi saat ini papa sudah tidak sanggup mengurus perusahaan, sehingga mau tidak mau dia harus aktif mengambil alih pekerjaan papa.."Tasya mengambil camilan di meja dan menyerahkannya padaku.
"Gimana keadaan papamu sekarang?aku nggak pernah melihatnya keluar rumah..." tanyaku saat menerima camilan yang diberikan Tasya.
"Ya begitulah, umurnya sudah tua jadi mengandalkan ibu bila harus keluar mencari udara segar.."
Papa dan mama Tasya selisih dua puluh lima tahun. Memang dulu papanya Tasya seorang duda berumur empat puluh lima tahun menikahi gadis berumur dua puluh tahun, mamanya Tasya. Sekarang beliau sudah hampir tujuh puluh tahun, wajar saja fisiknya sudah tak fit lagi.
"Papa pasti memikirkan keadaan mas Reza, Mel... jadi itu pula yang membuatnya semakin lemah. Dia ingin melihat mas Reza segera menikah lagi agar tidak berlarut dengan kesedihannya..."ucap Tasya sambil sesekali menikmati camilan denganku.
"Oh begitu ya!! apa sekarang sudah ada calon untuk mas Reza?"tanyaku padanya.
"Mama sering mengenalkannya dengan kenalan mama, tapi dia selalu menghindar setelah pertemuan pertama"
"Benarkah? Kalo begitu mending langsung jodohkan saja..."sahutku asal ngomong.
Seketika Tasya menoleh dan terkejut.
“Eh bener juga, kamu mau kalo nikah sama mas Reza?" dia langsung mendekatiku
“Idiiih...Kok jadi aku sih, kamu tau sendiri tipeku, yang item manis, ada bulu-bulu dagunya...mmm yang macho gitu”ucapku membayangkan pria macho dengan cambang diwajahnya.
"Heleeeh ... otakmu pasti penuh dengan pria bule lagi kan...gak seru ah!! Gini aja deh Mel... gimana kalo aku coba nyomblangin kalian aja, kamu juga jones gitu kok, nggak masalah kan..!!"
"Nggak ah mas Reza terlalu cantik dan mulus, lagian aku masih males urusan ma cowok!"
"Kamu masih mikirin kutu kupret itu?” ledek Tasya padaku.
"Kurang kerjaan banget, cowok kayak gitu dah kucelupin ke samudra hindia, dia nggak bakalan nongol lagi dihadapanku..." sahutku sewot.
"Nggak ah mas Reza terlalu cantik dan mulus, lagian aku masih males urusan ma cowok!"
"Kamu masih mikirin kutu kupret itu?” ledek Tasya padaku.
"Kurang kerjaan banget, cowok kayak gitu dah kucelupin ke samudra hindia, dia nggak bakalan nongol lagi dihadapanku..."sahutku sewot..
...----------------...
Dulu aku pernah dekat dengan cowok bernama Bima, sebenarnya aku belum tertarik punya pacar, hanya karena Tasya yang sering ngajakin double date, aku sering mengajaknya.
Terakhir kali bertemu, dia bertingkah kurang ajar karena berusaha menciumku, akhirnya aku menonjok mukanya sampai mimisan.
Tuh cowok nggak tau sih, aku ikut karate udah lulus sabuk hitam.
Sejak itu aku tak pernah bertemu dengannya.
"Ceklek .."mamanya Tasya membuka pintu kamar.
"Sayang.. ayo makan siang dulu.."ajak wanita paruh baya yang masih cantik itu.
"Masak apa Tante?" tanyaku sambil beranjak dari tidur dan mendongak ke arah pintu.
Tasya mencubit pipiku lalu berdiri.
"Pake nanya lagi! Emangnya apa si yang kamu nggak doyan?!?"ucapnya meledekku.
"Nggak ada!!" sahutku nyengir.
Aku memang sudah terbiasa dengan keluarga Tasya, bahkan aku juga sering menginap jika Tasya tak ingin ikut acara keluarganya.
Keluarga Tasya sudah terbiasa makan selalu bersama-sama dimeja makan. Beda denganku, kapan aja aku lapar, langsung makan tanpa menunggu ibu, untung saja tubuhku nggak bisa gemuk. Meski berapapun makanan masuk ke perutku.
Mungkin karena keturunan dari ibuku juga gak pernah bisa gemuk, itulah anugerah Allah pada wanita seperti kami, jadi nikmat mana yang kamu dustakan...
Kami turun ke lantai satu menuju meja makan. Disana sudah ada papanya Tasya dan Mas Reza.
Satu persatu mamanya Tasya mengambilkan nasi ke piring kami. Lalu semua makan dengan tenang, tentunya kecuali aku yang merasa tak nyaman karena kebiasaan makan langsung pakai tangan sambil nongkrong didepan TV.
"Reza...sebaiknya kamu tinggal disini dulu, daripada dirumah sendirian..." ucap tuan Abimana papanya Tasya.
Sementara itu yang diajak bicara hanya mesem, tanpa komentar apapun.
"Iya ..Za ..kalo ada kamu disini, papamu bisa ngobrol kapan aja sama kamu. Daripada ngomongin bisnis dan perusahaan lewat telfon..."mamanya Tasya menimpali.
Akupun meliriknya sekilas, dia hanya mengaduk-aduk piringnya seperti tidak selera. Benar kata Tasya, menurutku pria itu memang agak kurusan.
"Nanti kalo kamu sudah menikah lagi, bisa kembali ke rumahmu.."sahut tante lagi.
"Ngomong-ngomong mas Reza sudah punya calon belum, mau aku coblangin ma Amel nih...”celetuk Tasya tanpa dosa.
Aku yang masih sibuk mengunyah langsung tersedak mendengarnya.
"Uhuk..uhuk.."aku menelan makananku dengan susah payah.
Tasya langsung cekikikan. Aku menoleh ke Tasya dan mendelik padanya.
"Amel...minum dulu, sayang..."mamanya Tasya khawatir melihat ku.
Dengan cepat kuraih air putih didepanku.
"Kalo aja kakakmu Reza mau menikah lagi, mama pasti lebih tenang, ada yang mengurusnya .."ucap mamanya Tasya lagi.
"Ma...sudahlah..." akhirnya mas Reza mengeluarkan suaranya.
Setelah itu makan siang pun tak ada percakapan lagi.
Beberapa saat kemudian makan siang itu akhirnya berakhir juga, aku yang sebelumnya memang berencana nonton bioskop dengan Tasya langsung bersiap diri
Tasya segera ambil kunci mobilnya, dan kamipun bergegas masuk mobil kecil itu.
Namun berkali-kali dia menghidupkan mobilnya tapi tidak berhasil.
"Kita pesen Taxi online aja yuk..."keluh Tasya mulai frustasi.
"Oke, aku pesenin ya..."ucapku seraya membuka aplikasi.
Kami segera keluar halaman, aku menunggu di dekat pagar, sedangkan Tasya menyerahkan kunci ke Pak Mamat sopir papanya agar mobilnya diserviskan.
"Kamu ngapain ..?"aku masih celingak-celinguk ketika mas Reza bersama mobilnya berhenti didepanku dan bertanya.
“Nunggu taxi online mas ..."jawabku.
"Mas Rezaaaa...Nebeng.!!"teriak Tasya dari belakangku.
"Aku udah pesan taxi loh..."protesku langsung menoleh pada Tasya.
"Cepetan cancel...ngirit!!" sahut Tasya nyengir sambil menarikku masuk ke mobilnya mas Reza.
"Ayo mas tancap.!!”seru Tasya dengan semangatnya karena memang ada maunya.
Sepanjang perjalanan itu, si supir alias mas Reza tak bergeming, sedangkan aku dan Tasya heboh dengan obrolan tak berfaedah dikursi belakang.
Kurang dari setengah jam kami sudah sampai disebuah mall . Mas Reza memarkirkan mobilnya.
"Emangnya mas Reza mau nonton juga? Kok mobilnya malah diparkir?"tanya Tasya.
"Aku mau beli sesuatu.."sahutnya kemudian.
"Oke, makasih ya mas, kami pergi dulu.." Tasya keluar dari mobil itu.
"Makasih mas Reza..." akupun menyusul Tasya yang sudah berjalan lebih dahulu.
Sampai di bioskop, Tasya langsung memencet ponselnya.
"Sayang aku dah sampai nih, kamu dimana?" suara Tasya langsung jadi selembut sutra.
"Di belakangmu cantik..." suara cowok dari dibelakang dengan sengaja mengagetkan kami.
Melihat kami terkejut, diapun terkekeh.
"Nunggu lama ya mas?" tanya Tasya ke Mas Adit.
"Nggak juga... yang lama tuh nungguin jawaban lamaranku ke kamu..."sahut pria itu menggoda kekasihnya.
"Isshhh....gombal!!!"
Ck..ck..kalo udah gini, bener-bener dunia milik mereka berdua deh…
Ya, memang sebenarnya aku hanya mengantar Tasya untuk kencan dengan mas Adit.
Selama ini Tasya masih menyembunyikan teman kencannya dari keluarganya. Karena trauma dengan pacar yang pernah membuatnya patah hati, padahal seluruh keluarga sudah wellcome.
Namun sepertinya dengan si Adit ini kayaknya awet. Emang sahabatku yang cantik itu selalu menjadi incaran cowok-cowok, karena itulah dia ingin mempunyai pacar yang setia untuk menjaganya dari godaan cowok lain.
Namun manusia ada yang kurang puas, sudah punya cewek yang cantik dan baik seperti Tasya masih saja pengen menggoda cewek lain.
Setelah antri tiket bioskop, merekapun masuk studio 1. Sedangkan aku yang beralasan tidak suka film romantis dan ingin nonton yang lain, akhirnya keluar dari sana. Emang lagi tidak mau nonton, rencanaku hari ini pengen cari kado untuk ulang tahun ibu minggu depan.
Sebenarnya mencari kado untuk ibuku membutuhkan pikiran extra, tidak ada hal khusus yang disukai atau diinginkan.
Apalagi baju, dia menggerutu kalau aku membelikannya baju. Ibu bilang bajunya sudah banyak dan tidak pernah berpergian dan sebagai penjahit ibu lebih suka buatannya sendiri.
Aku berjalan menyusuri toko-toko sambil berpikir barang apa yang harus kubeli. Akhirnya kuputuskan masuk ke sebuah toko dan memilah-milah sweeter, menimbang-nimbang apakah barang ini saja yang kuberikan ibuku, bagaimanapun sebentar lagi musim hujan, jadi kupikir ibu akan membutuhkannya.
Setelah beberapa lama memilih tapi belum juga cocok, aku pun bertanya motif lain pada pelayan toko, namun tak sengaja mataku tertuju pada sosok mas Reza yang sedang membayar belanjanya di kasir. Alarm waspada langsung mode ON, secepat kilat kuputar balik badanku agar membelakanginya dan menjauh dari tempat itu.
Alarm waspada langsung mode ON, secepat kilat ku putar balik badanku agar membelakanginya dan menjauh dari tempat itu.
...----------------...
Setelah sembunyi dibalik pilar bangunan itu, aku menata jantungku yang hampir copot.
Ku tepuk keningku sendiri, kenapa aku sampai lupa kalau tadi mas Reza juga masuk supermarket ini. Bisa berabe kalau sampai dia tanya mana Tasya. Setelah beberapa menit dan ku perkirakan sudah aman, aku pun segera keluar dari persembunyian, tapi....
"Bugh..." aku menabrak dada bidang seorang pria, dan setelah mendongakkan wajahku....
"Kenapa sembunyi?" tanya mas Reza datar.
Aku hanya bisa meringis dan merapikan rambutku dengan tangan untuk menyembunyikan kegugupanku.
"Mana Tasya..?"pertanyaan maut itu membuatku tak berkutik.
Habislah aku, apa yang harus kukatakan padanya.
"Dia masih nonton..."sahutku berusaha santai, namun otakku masih berputar mencari alasan yang masuk akal.
"Sama siapa?"
“Ah...iya juga mas, sebaiknya aku segera kembali, Tasya pasti mencariku kan..."sahutku yang bersiap mengambil langkah seribu.
"Berhenti!!!" suara tegas itu menghentikan gerakanku.
Namun sepertinya gagal, jadi aku harus menyerahkan diri karena telah tertangkap basah.
Dia menyunggingkan senyumnya sambil menahan tawa.
Aku terpana, entah kapan terakhir kali aku melihat senyum itu. Hhmm...cakep sih, tapi terlalu mulus seperti pretty boy, jauh lebih cakepan Zayn Malik dong...
"Kamu nggak pantes bohong, Mel? Dia nonton sama Adit kan?"kata mas Reza sambil bersedekap.
"Eh..kok..!!"aku melongo mendengarnya. Kenapa dia tau ya?!?
"Adit itu teman kuliahku di Australia, beberapa bulan lalu kami bertemu, saat itu dia baru tahu kalau Tasya adikku..."sahutnya kemudian.
"Trus si Tasya tau kalau mas Reza temenan ma cowoknya?"
"Aku bilang sama Adit gak usah bilang dulu sama Tasya...Adit pria baik, aku percaya padanya”
"Oooh begitu ternyata...."aku menggaruk tengkukku, lalu mataku tertuju pada bungkusan yang dibawanya.
"Mas Reza sudah selesai belanja ya?" tanyaku kemudian.
"Hmm...iya.. Kamu mau pulang atau nungguin Tasya? kalo pulang, ayo bareng sekalian” sahutnya.
Kok aku merasa sepertinya barang itu rahasia deh, hingga dia harus mengalihkan pembicaraan.
"Sebenarnya aku memang mau beli sesuatu dan belum kelar gara-gara lihat Mas Reza tadi..he..he.."
"Baiklah..kalau begitu lanjutkan saja, aku akan pulang duluan ..”
Aku pun mengangguk lalu membalikkan badanku, ketika seorang wanita cantik, tinggi semampai, anggun dengan gaun diatas lutut dan high heels berjalan kearah kami.
Seketika mataku membandingkannya dengan diriku, celana butut, jaket ala kadarnya, sepatu kets dan topi seadanya, bagai langit dan bumi...
Tapi sepertinya wajah itu tak asing, dahiku berkerut mengingatnya.
"Mas Reza..." suara lembutnya menyapa pria yang ternyata masih dibelakangku.
Tiba-tiba kurasakan lenganku berhimpitan dengan tubuh seseorang, sejak kapan mas Reza yang tadi dibelakangku kini berada dekat disampingku.
"Apa kabar Vani..?" sahut mas Reza tenang.
Sementara aku masih mencerna apa yang terjadi, hingga mas Reza seakan menjelaskan pada gadis itu bahwa kami punya hubungan dekat.
Saat kurasa dia semakin merapat padaku, seperti sebuah kode jadi aku merasa harus berbuat sesuatu.
Ku hela nafas dan mengangkat dagu agar terlihat pede lalu memberanikan diri memegang lengannya seakan kami adalah sepasang kekasih yang tak ingin diganggu oleh siapapun.
Kulihat wanita itu menarik sudut bibirnya sambil menatapku tajam.
"Aku baik-baik saja mas, sudah lama kita tak bertemu ya...." suara dan tatapan lembut itu memancarkan kerinduan membuatku silau dibuatnya.
"Hmm...oh iya kenalkan ini Amelia ..." sahut mas Reza.
Aku Pun mengulurkan tanganku, lalu disambutnya dengan dingin.
"Hai ..apa kita pernah bertemu? Anda sepertinya tidak asing.."sapaku dengan nada tanpa dosa.
"Hai juga...aku Devani, adik ipar mas Reza..."sahutnya padaku.
Adik ipar?? Berartiadiknya mbak Vina, istrinya Mas Reza dulu. Owalah, pantesan mirip…
"Jadi ini pengganti mbak Vina?"ucap wanita itu lagi.
"Iya..." sahut mas Reza masih dengan nada datarnya.
Mendengar hal itu aku tersenyum semanis-manisnya dengan penuh percaya diri.
Kurasa derajatku baru saja naik. Kulihat dia mulai tidak percaya diri.
"Sayang..kurasa filmnya hampir mulai.."ucapku merajuk pada pria disampingku.
Mas Reza melihat arloji mahal yang melingkar ditangannya.
"O iya benar, maaf Van, kami harus pergi.."mas Reza mengerti kode yang kubuat, sepertinya kami memang tim yang kompak.
"Baiklah mas Reza, sampai jumpa lagi.."sahut wanita cantik itu tersenyum meski ada raut wajah kecewa saat melangkah pergi.
"Bye, mbak Vani...lain kali kita bisa ngobrol banyak ya!!" ucapku saat melihatnya berlalu sambil menarik lengan mas Reza.
Setelah kurasa cukup jauh, kulepaskan genggaman tanganku pada lengannya. Meski ada rasa aneh, namun aku berusaha cuek.
Bagaimanapun aku harus jaga image kan…
"Sudah aman..."ucapku nyengir setelah melepaskan tangannya.
"Maaf ya, Mel...aku sengaja memanfaatkanmu ..." sahutnya masih dengan tampang datarnya itu.
"Gak pa pa,santai aja mas...itung-itung belajar acting, siapa tau beneran jadi artis .. tapi emangnya apa tujuan mas Reza menghindarinya? Sepertinya mbak Vina itu juga naksir kamu deh mas.."kucoba menerka layaknya detektif swasta lalu mengangguk pasti merasa yakin dengan analisisku sendiri.
"Hmm.." dia tak bergeming, hanya berdiri sambil menatap ponselnya.
Sepertinya pria itu belum mau mengungkapkannya.
"Sebaiknya aku pergi dulu ya mas, keburu sore nih..."ucapku seraya melangkah pergi
"Tunggu Mel...kita bareng aja..."
Akhirnya kubiarkan dia mendampingiku dan kami kembali ke toko yang tadi kukunjungi.
Untuk menyingkat waktu akhirnya kuputuskan membeli sweeter yang tadi sudah aku incar, namun ketika akan membayarnya, mas Reza mendahului. Ku toleh dia tetap tenang seolah hal itu wajar-wajar saja.
Kubiarkan saja dia seperti itu, kupikir kalau aku menolaknya ditempat itu harga dirinya sebagai cowok akan terluka, nanti kalo sampe rumah baru tak ganti. Lalu kamipun melangkah keluar dari toko tersebut...
"Aku udah selesai mas, nebeng pulang ya..."
" Kita cari minum dulu..."
"Ah.. baiklah!!" aku menyambutnya dengan senang, pucuk dicinta ulampun tiba, emang dari tadi akunya kehausan.
Kami mampir disalah satu stand dan memesan minuman dingin.
Kuperhatikan dalam diamnya, seperti memikirkan sesuatu, penuh beban. Begitu misterius dan aku tak menyukainya. Aku lebih suka keterbukaan, apa adanya , tak perlu harus jadi ahli nujum yang harus menerka-nerka.
Setelah pesan minuman, aku langsung menyeruput moccacino float sampai habis. Sangat menyegarkan.
Kulihat pria tampan di depanku hanya melamun dan tak menikmati minumannya.
Hhh...suasana bener-bener mencekam dan membuatku tidak nyaman.
Ah iya, ada sesuatu yang terlupa..
Kubuka tas dan kuambil sejumlah uang sesuai harga sweeter yang dibayarnya tadi.
Setelah menghitungnya dengan benar, kuletakkan meja dihadapan kami.
Dan tindakanku itu berhasil menarik perhatiannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!