Jakarta, jam 15:00 WIB.
Jakarta pada hari itu diguyur hujan deras dari siang sampai sore hari. Sudah menjadi hal umum dan tidak mengejutkan bagi masyarakat kalau Jakarta diguyur hujan terus menerus maka air akan naik dan mengakibatkan banjir di berbagai wilayah.
“Aduh!” pekik seorang gadis berseragam SMA sedang berada di halte bus yang tidak jauh dari sekolahnya. Gadis tersebut mengeluh karena air dari dalam parit mulai naik ke permukaan, membuat dirinya terpaksa harus naik ke atas tempat duduk yang terbuat dari besi agar terhindar dari air yang sudah memenuhi area haltes bus itu.
Di halte bus tersebut, ia tidak sendirian, ada beberapa orang yang meneduh di sana sekaligus menunggu bus kota.
“Bus-nya mana?” keluhnya sambil berdiri di atas kursi seraya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore dan dia sudah menunggu di halte bus itu selama setengah jam, akan tetapi bus kota yang biasa ia naiki tidak kunjung datang.
Lalu bagaimana caranya dia harus pulang? Sedangkan satu jam lagi dia harus berangkat bekerja paruh waktu di sebuah Kafe. Gadis bernama Lestari atau yang kerap di sapa dengan Lesta itu tidak berhenti mengeluh. Ingin memesan ojek online tidak mungkin, bukan karena tidak punya uang, akan tetapi kebanyakan driver jika hujan deras seperti ini akan menolak semua orderan.
Huh!
Lestari menghela nafas berulang kali dengan perasaan yang gelisah. Ia tetap berdiri di kursinya, sambil berdoa semoga hujan segera reda dan banjir surut, meski banjir hanya setinggi mata kaki orang dewasa, tetap saja membuat semua orang malas untuk melaluinya. Saat sibuk dengan segala pemikiranya, tiba-tiba ada mobil mewah berhenti di depan halte bus.
Pemilik mobil tersebut menurunkan kaca jendela sebelah kiri, dan tidak berselang lama pemilik mobil itu juga berseru memanggil namanya.
“Lesta!” seru pemilik mobil tersebut yang tak lain ada guru killer yang sangat di benci olehnya.
“Hah! Bapak?” Lesta menatap gurunya yang mengayunkan tangan ke arahnya.
“Ayo! Bapak akan mengantarkan kamu pulang!” seru guru tersebut karena kasihan kepada muridnya yang satu itu, meski bar-bar, badung dan tidak pernah mengerjakan tugas matematika darinya, tapi dia tidak tega kalau melihat muridnya kesusahan.
Lesta berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk dan melepaskan sepatu dan kaos kakinya terlebih dahulu sebelum turun dari kursi karena air di sekitar halte bus itu semakin naik.
Lesta berjalan cepat melintasi banjir semata kakinya menuju mobil mewah gurunya.
“Maaf, merepotkan, Pak.” Lesta tidak enak hati ketika sudah duduk di kursi penumpang tepat di samping gurunya yang duduk di balik kemudi. “Dan, maaf juga mobilnya jadi basah,” lanjutnya sambil meringis seraya meletakkan sepatunya di bawah kaki, lalu melepaskan tasnya dari pundak, segera memangkunya.
“Santai saja.” Gurunya menyahut tanpa menoleh, karena sedang fokus menjalankan mobilnya sambil melihat spion, takutnya ada kendaraan yang ingin mendahului,. Di saat hujan deras seperti itu perlu kewaspadaan dan fokus yang lebih saat berkendara.
Lesta terlihat canggung, apa lagi jantungnya dari tadi rasanya ingin lompat dari tempatnya. Terlebih lagi melihat penampilan gurunya yang terlihat sexy dan tampan dengan gaya maskulin seperti itu. Gurunya yang biasa berpenampilan rapi, rambut kelimis, serta kaca mata tebal bertengger di hidung mancungnya, kini berpenampilan berantakan, rambut sedikit acak-acakan, lengan kemejanya di lipat hingga kesiku dan kancing bagian depan itu terbuka, memperlihatkan dada bidang yang ditumbuhi bulu halus menambah kesan sexy pria itu.
Siapa coba yang tidak terpesona dengan penampilan pria tampan satu ini.
Hemm ... apakah ini yang di sebut dengan Hot Teacher? Mungkin ya, dan perlu di garis bawahi, Lesta sama sekali tidak tertarik dengan gurunya itu, ia hanya sebatas mengagumi ketampanan saja, dan selebihnya dia menanamkan benci kepada guru killer-nya yang selalu memberikan PR matematika segambreng, hingga membuatnya mual duluan sebelum mengerjakan PR-nya.
Menyebalkan bukan?
“Di mana alamat rumahmu?” tanya guru tersebut yang bernama Mattew.
“Di kawasan perkampungan X, setengah jam lagi dari sini. Ah, lurus ke depan, lampu merah belok kiri,” jawab Lesta seraya menunjukkan arah kepada Mattew.
“Lumayan jauh juga ya, untung kita searah.” Mattew melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah karena hujan masih mengguyur deras dan jalanan juga licin.
“Oh, benarkah?” Lesta sok bertanya, padahal dia sama sekali tidak ingin tahu tentang tempat tinggal gurunya.
“He-em di perumahan Andora.” Mattew menjawab tanpa menoleh.
“Oh!” Lesta hanya membulatkan mulutnya, masa bodo.
“Di sebelah mana rumahmu? Apakah sudah dekat?” pertanyaan Mattew menyadarkan Lesta yang sedang larut dalam segala pemikiran.
Lesta menoleh ke arah jalanan, ternyata sudah melewati lampu merah yang dia sebutkan.
“Jalan depan itu masuk.” Lesta menunjuk jalan kecil namun muat untuk mobil dan di atas jalan kecil itu ada gapura bertuliskan ‘Kampung KB’.
“Oke.” Mattew melajukan mobilnya dengan pelan, memasuki jalan kecil itu.
“Rumah bercat biru dan di depannya ada bunga kamboja.” Lesta memberitahu letak rumahnya.
“Seram sekali, ada bunga kambojanya.” Mattew berkomentar diiringi dengan tawa pelan.
Mattew memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah muridnya. Hujan deras masih mengguyur, Lesta segera bersiap keluar dari mobil itu akan tetapi gerakannya terhenti saat matanya tiba-tiba sakit seperti kelilipan sesuatu.
“Aduh!” pekik Lesta seraya mengangkat salah satu tangannya ingin mengucek salah satu matanta, akan tetapi tangannya langsung di tahan oleh Mattew.
“Jangan di kucek, nanti iritasi. Sini aku lihat ...” Mattew menangkup wajah Lesta dengan salah satu tangannya dan tangan satunya lagi menyentuh kelopak mata muridnya yang kelilipan, ia sampai memeringkan kepalanya karena mengamati mata Lesta seraya mencari sesuatu yang masuk ke dalam mata gadis itu.
Dari dalam rumah, paman Lesta menatap curiga pada mobil mewah yang terparkir di halaman rumahnya. Ia segera keluar dan melihat pemilik mobil tersebut.
Tapi setelah di lihat dari dekat ternyata ada sepasang muda-mudi yang sedang berciuman.
“Hei! Keluar kalian! Jangan berbuat mesum di sini!” teriak Pak Rusli sambil mengetuk kaca jendela mobil berulang kali.
Mattew dan Lesta yang berada di dalam mobil sangat terkejut. Lesta menatap ke arah luar mobil sambil mengucek salah satu matanya yang masih terasa sakit dan mengganjal.
“Keluar kalian!” teriak Pak Rusli sekali lagi.
Mattew dan Lesta segera keluar dari dalam mobil.
Pak Rusli mengamati wajah pria tampan yang bersama keponakannya itu, ia merasa tidak asing. Ya, benar sekali, ia tidak asing dengan wajah tampan itu.
“Hei! Kamu berbuat mesum dengan keponakanku!” sentak Pak Rusli kepada Mattew.
“Paman, tidak sama sekali, dia hanya ingin ...”
“Halah! Pokoknya dia harus tanggung jawab! Kalian harus menikah karena sudah kepergok mesum di dalam mobil!” Pak Rusli menatap tajam seolah tidak memberikan kesempatan pada Mattew yang ingin menjelaskan kepadanya.
“Mohon maaf, Pak, saya ini ...”
“Saya lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kamu sedang mencium keponakanku!” Pak Rusli tetap ngotot, sambil berbicara ia menunjuk wajah Mattew dengan rasa kesal.
***
Seperti biasa berikan like, komentar, vote, subcribe dan hadiah untuk novel baru Emak ini ya❤
Ojo lali pokoke, nak lali tak slepet loh🤣🤣
Rusli mengamati wajah Mattew dengan lekat. Ya, tidak salah lagi, pria yang berdiri di samping keponakannya adalah salah satu cucu dari keluarga konglomerat di Negara tersebut. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Ia harus bisa berakting meyakinkan agar pria tersebut menikahi Lesta, bagaimana pun caranya akan dia lakukan demi mendapatkan uang banyak.
“Ha ha ha, pohon uangku sebentar lagi akan tumbuh,” batin Rusli sangat licik.
Rusli memanggil para warga sekitar berikut dengan RT dan RW. Rumahnya kini penuh dengan para warga yang mengelilingi Mattew dan Lesta. Para warga sudah termakan ucapan dan kebohongan Rusli, hingga pada akhirnya para warga menjadi tersulut emosi setelah di kompori Rusli.
“Bagaimana ini? Tahu begini aku tidak akan menolongmu!” Mattew merasa kalau usahanya telah di khianati, dan ia juga tidak terima karena sudah di tuduh berbuat mesum kepada muridnya sendiri.
Hais! Niat baiknya malah menjadi malapetaka untuk dirinya sendiri. Mattew sangat menyesal menolong dan mengantarkan Lesta sampai rumah.
Lesta menggigit bibir bawahnya dengan kuat, seraya menatap para warga yang mengelilinginya.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, jadi kejadiannya itu tidak seperti yang di ...” Ucapan Lesta terhenti ketika ketua RW menyela perkataannya.
“Halah! Mana ada maling ngaku! Minggu kemarin juga begitu ada pasangan muda-mudi seperti kalian yang ketahuan mesum lalu di bawa ke kantor polisi. Jadi sekarang kalian jangan kebanyakan alasan kalau tidak mau di arak keliling kampung sambil di telan*jangi!” gertak Pak RW penuh emosi.
Mendengar ancaman Pak RW tentu saja membuat Mattew dan Lesta sangat terkejut dan ketakutan. Di arak keliling kampung dan di telan*jangi? Arghh! Membayangkannya saja sudah sangat mengerikan.
“Paman, tolong kami.” Lesta menangis menatap pamannya yang tertunduk, berakting sedih dan kecewa kepada keponakannya yang selama ini ia besarkan dari kecil sampai saat ini.
Ya, Lestari adalah anak yatim piatu, mendiang ayah Lesta adalah kakak kandung paman Rusli. Dan Kedua orang Lesta meninggal karena mengalami kecelakaan bus kota pada saat Lestari masih berusia 7 tahun. Dari sejak kedua orang tuanya tiada, Lestari di asuh oleh Paman Rusli yang merupakan seorang duda tanpa anak.
“Paman kecewa denganmu, Lesta, hu hu hu. Kamu sudah aku asuh sejak kecil tapi setelah kamu besar malah melemparkan kotoran di wajahku! Hu hu hu.” Rusli berakting menangis sedih di hadapan para warga. Pokoknya rencananya harus berhasil menjebak Mattew supaya menikahi Lesta—keponakannya.
Lesta menangis, entah kenapa dia merasa ada yang aneh dalam hal ini, ia merasa di jebak. Tapi siapa yang menjebaknya? Masa pamannya sendiri? Atas dasar apa?
Selama ini pamannya sangat baik, dan menganggapnya sebagai putrinya sendiri. Jadi tidak mungkin kalau pamannya yang menjebaknya dengan Mattew.
Tidak tinggal diam dengan segala tuduhan miring yang di tujukkan kepadanya, Mattew melakukan berbagai pembelaan, akan tetapi usahanya itu sia-sia karena para warga sudah sangat emosi.
“Kalau begitu kita arak saja mereka!” teriak salah satu warga penu semangat 45 seolah menjadi provokator.
“Ayo!
“Ayo!”
“Ayo!” Para warga berseru bersamaan sambil mengepalkan tinju kanan dan mengangkatnya ke udara, terlihat seperti para mahasiswa yang akan berdemo.
Mattew dan Lesta tentu saja ketakutan melihatnya. Lalu dengan terpaksa, Mattew menyetujui akan menikahi Lesta pada saat itu juga, dari pada dirinya harus di arak keliling kampung!
“Tapi, aku ingin menghubungi keluargaku terlebih dahulu! Sekaligus memanggil kuasa hukum untuk menyelidiki kejadian ini! Jika aku tidak terbukti bersalah maka kalian semua, termasuk Anda ... akan aku masukkan ke dalam penjara!” Mattew menunjuk semua para warga yang mengelilingnya, lalu jari telunjuknya itu terhenti pada Rusli seraya melayangkan tatapan tajam. Ia merasa curiga dengan pria paruh baya itu yang tak lain adalah paman Lesta sendiri yang merupakan dalang di balik semua ini.
“Kalian dengar perkataan kejam pemuda ini?! Padahal dengan jelas aku melihatnya mencium keponakanku di dalam mobil. Jika hari ini dia berani menciumnya, maka besoknya lagi dia akan melakukan hal lebih gila kepada Lesta.” Rusli berakting lagi, ia terlihat seperti aktor yang profesional, sandiwaranya begitu epic dan sangat mendalami peran, sepertinya pria tua itu layak mendapatkan piala oscar!
“Sudah! Ayo kita nikahkan mereka sekarang juga! Seret mereka ke kantor kelurahan!!” seru salah satu warga yang sama, menjadi provokator.
Para warga dengan mudahnya terpancing emosi tanpa mencari kebenarannya dulu, mereka dengan cepat menarik kedua lengan pasangan itu menuju kantor balai desa setempat.
*
*
Balai Desa.
Mattew dan Lesta kini sudah resmi menikah secara agama. Balai Desa itu terlihat di penuhi para warga yang antusias melihat pasangan yang mendadak di nikahkan karena kepergok berbuat mesum.
“Jadi selama satu minggu kamu harus tinggal di sini! Sebagai jaminan kalau kamu tidak akan kabur!” ucap kepala desa dengan tegas kepada Mattew.
“Tapi, Pak, bukankah saya sudah bertanggung jawab menikahi Lesta? Jadi kenapa saya harus tetap tinggal di sini?!” kesal Mattew, rasanya ingin memberontak akan tetapi satu lawan banyak membuatnya takut, ditambah lagi ponsel dan kartu identitasnya juga di sita, setelah satu minggu nanti akan di kembalikan kepadanya.
Lesta menunduk sedih, malu dan juga tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak menyangka kalau kebaikan Mattew—guru killer-nya akan menjadi malapetaka untuk mereka berdua.
“Sudah menjadi peraturan di sini, jika ada pasangan dinikahkan karena kepergok mesum maka tidak boleh keluar dari kampung ini selama satu minggu kecuali untuk bekerja!” Kepala desa menjelaskan secara gambalang kepada Mattew dan juga
Mattew mengepalkan kedua tangannya seraya memejamkan mata dengan erat saat mendengar penjelasan dari kepala desa itu. Ia tidak menyangka akan terjebak dalam situasi rumit seperti ini.
Di sudut lain, Rusli sangat senang karena rencananya telah berhasil. Pohon uangnya sebentar lagi akan tumbuh subur dan menghasilkan uang yang sangat banyak untuknya.
Hujan telah reda menyisakan rintik-rintik gerimis kecil dari langit, jalanan terlihat basah dan licin, serta pepohonan dan dedaunan juga masih basah, tapi tidak menghentikan para warga untuk membubarkan diri dari balai desa setelah puas melihat pasangan yang kepergok mesum kini sudah resmi menikag meski secara agama.
“Ini semua gara-gara kau! Mattew menunjuk wajah Lesta penuh emosi.
“Hah? Aku? Bukannya Bapak yang menawarkan tumpangan? Dan Bapak juga yang melarangku mengucek mata hingga membuat pamanku salah paham!” balas Lesta tidak kalah kesal pada guru yang paling menyebalkan itu.
"Kenapa aku yang di sudutkan! Kalau kamu menolaknya pasti tidak akan menjadi seperti ini!" Mattew tentu tidak mau disalahkan.
***
Like, komentar, vote dan setangkai bunga mawar 🌹🌹🌹
Mattew mengacak rambutnya frustrasi. Ia tidak bisa menghubungi keluarganya sedangkan dia saat ini terjebak dalam situasi yang rumit. Kini ia harus memohon kepada Rusli untuk meminjam ponsel. Saat ini Mattew, Lesta dan Rusli sudah berada di rumah. Keributan para warga sudah berakhir, akan tetapo sangat menyisakan trauma yang begitu mendalam untuk Mattew dan juga Lesta.
“Paman, aku mohon pinjamkan aku ponsel.” Mohonnya dengan wajah yang memelas. Seumur hidupnya, ia tidak pernah memohon seperti ini, kini ia sudah tidak mempunyai harga diri.
“Satu menit seratus ribu.” Rusli mengeluarkan ponselnya dari kantong celana, lalu memberikannya kepada Mattew.
“Dasar lintah!” umpat Mattew seraya menyambar ponsel yang di ulurkan kepadanya. Ia segera menekan nomor ponsel ibunya di layar ponsel, ia segera melekatkan benda pipih itu ke telinga kanannya, sambungan telepon sudah terhubung, akan tetapi ibunya tidak kunjung mengangkatnya, membuat Mattew semakin jengkel, tapi rasa jengkelnya itu langsung sirna saat ibunya mengangkat sambungan telepon darinya.
“Mom!” Mattew berseru senang dan sedih.
“Mattew, apa itu kamu? Kenapa belum pulang?” tanya ibunya yang sudah sangat hafal dengan suara putranya.
“Aku akan tinggal di apartemen selama satu minggu ke depan,” bohong Mattew membuat ibunya yang berada di seberang sana bernafas lega.
Mattew segera mengakhiri panggilan tersebut setelah beberapa menit berbicara dengan ibunya. Pria tersebut menyerahkan ponsel yang ia pegang kepada pemiliknya.
Rusli membuka riwayat panggilan yang baru saja di lakukan Mattew melalui ponselnya, ia tertawa pelan sambil menunjukkan durasi panggilan tersebut kepada pemuda itu.
“Kamu harus membayar satu juta karena kamu menelepon selama 10 menit.” Rusli tersenyum tipis namun wajahnya tetap terlihat sangat datar.
“Paman! Sejak kapan Paman menjadi seperti itu?!” seru Lesta kepada pamannya sambil membawa nampan yang berisi tiga cangkir teh hangat.
Rusli diam lalu tertawa pelan, ia langsung menyangkal ucapan Lesta.
“Paman hanya bercanda kenapa kamu menanggapinya dengan serius.” Rusli terkekeh tapi di dalam hatinya ingin mengumpati keponakannya karena sudah menggagalkan rencananya.
Ternyata berpura-pura baik sangat melelahkan!
Mattew mendengus saat melihat alibi Rusli. Ia benar-benar yakin bahwa Rusli adalah dalang di balik semua ini. Tunggu saja, ia akan mengumpulkan bukti untuk menyeret pria itu ke penjara.
“Pak, saya minta maaf atas kejadian ini. Saya juga ...” ucapannya terhenti ketika Rusli menyela.
“Kenapa kamu yang harus minta maaf?! Kamu di sini menjadi korban pria ini!” Rusli menunjuk Mattew yang duduk tidak jauh darinya dengan penuh emosi.
Lesta berusaha keras menjelaskan semuanya kepada pamannya, akan tetapi Rusli seolah tidak mau mendengarkannya. Pria berusia 50 tahun itu langsung beranjak keluar rumah meninggalkan pengantin dadakan.
Setelah Rusli tidak terlihat. Mattew menatap tajam Lesta.
“Pasti kamu bersekongkol dengan para warga dan juga pamanmu!” tuduh Mattew kepada Lesta yang duduk berseberangan dengannya.
Lesta terkejut mendengar tuduhan itu, rasa kesal dan emosi tentu saja langsung membumbung tinggi dan berkumpul menjadi satu di dalam otaknya. Akan tetapi dia berusaha menahan rasa emosinya yang sudah akan meledak, ia membalas tuduhan Mattew dengan cara elegant.
“Memang apa istimewanya Bapak, sampai aku harus menjebakmu agar bisa menikah denganmu? Tampang saja pas-pasan sok banget!” balas Lesta seraya melipat kedua tangan di dada, kedua matanya menatap sengit pada Matteew.
“Ha ha ha, aku ini tampan ... juga ...”
“Culun, cupu, menyebalkan dan perjaka tua!” Lesta menyela ucapan Mattew dengan rasa kesal di dalam dada. Hah! Rasanya puas sekali melihat gurunya itu mati kutu karena ucapannya.
“Hei! Tahu apa kau tentang diriku? Seenak jidatmu menilai aku dengan kata-kata menjijikan itu!” Mattew jelas tidak terima dengan ucapan Lesta yang terdengar mengoloknya.
Cupu?
Culun?
Dan perjaka tua?
Oh, My God! Baru kali ini ada orang yang mengatainya seperti itu, dan lebih parahnya orang tersebut adalah muridnya sendiri yang terkenal badung di sekolah.
“Lalu kata-kata apa yang pas untuk Anda, tidak mungkin ‘kan kalau aku mengatakan bahwa kamu ini adalah pria tertampan di dunia!” balas Lesta, bahkan ia tidak memakai bahasa formal lagi pada guru yang sudah menjadi suaminya.
Mattew merapatkan giginya sambil meringis dan melotot tajam kepada Lesta yang terus saja mengoloknya.
Sumpah demi apa pun, setelah masa 1 minggu terlewat ia akan menceraikan muridnya ini.
*
*
Malam harinya, Lesta dan Mattew berada di dalam satu kamar.
Mattew menatap pakaian gombrong yang melekat di tubuhnya, ia meminjam pakaian Paman Rusli.
“Kau tidur di lantai!” titah Mattew pada Lesta yang bersiap merebahkan diri di atas tempat tidur berukuran kecil akan tetapi muat untuk dua orang.
“Kamu saja! Ini adalah kamarku, dan kamu nggak berhak melarangku!” balas Lesta lalu merebahkan diri di atas tempat tidur tanpa memedulikan umpatan Mattew.
Mattew berdecap kesal, ia menatap kamar yang berukuran sempit itu, hanya ada satu kasur lantai, meja belajar dan lemari susun yang terbuat dari bahan plastik yang menjadi pengisi kamar tersebut. Tatapan Mattew berhenti pada meja belajar yang terlihat berantakan, seketika itu ada sebuah ide yang melintas di otaknya.
“Hei!” Mattew menggoyangkan kaki Lesta dengan salah satu kakinya. Ia berdiri sambil menatap Lesta yang tidur tengkurap di atas kasur lantai yang tidak terlalu tebal itu.
“Lesta! Kau tidak mengerjakan tugas Matematikamu? Huh?!” tanya Mattew dengan nada marah.
“Ck! Malas!” balas Lesta tidak terlalu jelas, karena ia membenamkan wajah ke permukaan bantal.
“Oke! Kalau begitu aku akan memberikan nilai F pada nilai ujianmu nanti!”
Ancaman Mattew, Lesta langsung mendudukkan diri, menatap sengit pada pria menyebalkan itu.
“Bisa tidak satu menit saja tidak bersikap menyebalkan!” geram Lesta, beranjak ke arah meja belajar, ia segera mengerjakan PR-nya, dari pada nanti dia mendapatkan nilai jelek saat ujian, dan berujung tidak lulus SMA.
Mattew langsung merebahkan diri dia atas tempat tidur yang sempit itu, namun cukup nyaman untuk di gunakan.
Ah, nyamannya! Mattew bergumam di dalam hati. Punggung dan kakinya menjadi rilexs setelah merebahkan diri di atas kasur.
*
*
Mattew dan Lesta menjalani hari-harinya seperti biasa, hanya saja mereka menyembunyikan status mereka dari lingkungan sekolah. Tapi, saat di rumah, mereka seperti kucing dan tikus yang terus bertengkar karena meributkan masalah kecil. Hingga tidak terasa satu minggu sudah terlewati, dan akhirnya sudah waktunya Mattew bisa keluar dari kampung tersebut.
Mattew merasa sangat senang, karena dia sebentar lagi akan terbebas dari pernikahan yang sama sekali tidak ia harapkan, akan tetapi rasa senangnya berlangsung sementara saat keluarganya mengetahui pernikahannya dengan Lesta—muridnya sendiri.
Tamat riwayatnya!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!