NovelToon NovelToon

Complicated Bubble

1. Mata Indah

"Nyatanya, kakak kelas lebih menggoda daripada teman sekelas."

Complicated Bubble

"SYAFAAAAA!" teriak seorang gadis berambut sebahu. Kedua tangannya tak berhenti menggoyangkan bahu gadis lain di sampingnya yang sibuk menulis. Di dalam kelas yang sebagian muridnya sibuk memasang kelengkapan atribut pramuka. Seperti kacu dan tanda kecapakan umum Bantara di kedua bahu, terkesan gagah dan pemberani ketika seseorang memakainya.

"Apaan sih, Tik? Gue lagi nulis juga, ganggu aja. Tuh kan, ke coret, lo sih!" kesal Syafa, tulisan yang sudah dia tulis dari hati secara hati-hati kini tercoret begitu saja.

Atika memutar bola mata,  "Kebiasaan deh, nulis kata-kata di belakang buku, gue dianggurin mulu!"

Syafa mengangkat kedua bahu, bersikap seolah tak peduli. Toh, nanti juga Atika pasti akan berteriak senang selepas merengut sebal. Perubahan mood gadis itu terbilang terlalu cepat. Namun bukan berarti Atika mengidap penyakit bipolar. Dia hanya mempunya mood-swing seperti kebanyakan wanita di bumi.

"Astaga, itu kak Rendra ngajar Pramuka di kelas kita woi!" ujar Atika, tangannya dengan sengaja menepuk kedua pipi, diikuti senyum yang terbit di bibir mungilnya, "Gue lagi gak mimpi kan?"

Syafa menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya yang satu ini, bisa dibilang sangat overdosis menggilai Rendra, yang katanya sih, prince charming di sekolah. Entahlah, Syafa tidak begitu peduli dan tidak begitu tahu-menahu, sebab, dia baru bersekolah di sini selama empat hari. Hari ini tepat hari ke lima dia bersekolah di SMA Starmoonlight.

Kegiatan rutin setiap hari Jumat di SMA Starmoonlight yaitu Pramuka. Siswa kelas dua belas--alumni Ambalan menjadi pembantu pembina yang ditugaskan mengajar kelas sebelas dan sepuluh. Jadi, mau tak mau, seluruh siswa kelas sepuluh,  sebelas dan sebagian kecil siswa kelas dua belas--yang hanya terpilih mengajar Pramuka, harus mengikuti kegiatan.

"Terus?" Syafa terlihat ogah-ogahan meladeni Atika, sudah muak mendengar nama Rendra selalu keluar dari mulut Atika yang setiap hari membahas Rendra, Rendra dan Rendra. Everytime. Everyday. Everyplace.

"Emang seganteng apa sih Rendra? Emang gak ada topik yang lebih menarik gitu?" pikir Syafa dalam hati. Katanya sih, mirip Iqbaal Ex. CJR yang sedang digilai banyak wanita. Namun, Syafa tidak termasuk salah satunya. Dia hanya menggilai EXO, boyband Korea. Tidak ada yang lain selain mereka.

"Kak Rendra ganteng banget! Manis, lebih manis daripada marjan ditambah madu. Ah, bisa kena diabetes, nih, gue kalau tiap hari liat yang manis-manis."

Atika selalu saja menghalukan Rendra, dengan gaya andalannya; menahan kedua pipi yang memerah dengan tangan yang menempel di meja sembari tersenyum, memandangi Rendra dari jauh tanpa berkedip satu detik pun, "Ish Syafa, liat, kak Rendra senyumnya manis banget, ya Tuhan, cowok ganteng di depan mata emang nikmat untuk dipandang."

"Hanya sekedar memandang, Sekedar mengagumi lalu diam-diam mulai mencintai. Sedangkan dia? Kenal lo gak?" Mungkin ucapan Syafa terlalu kejam bagi Atika. Namun, ucapannya memang benar adanya, kan? Syafa hanya tidak mau banyak perempuan di muka bumi yang terlalu mengagumi lelaki, yang pada akhirnya galau berhari-hari.

"Jahat banget sih lo, Sya, iya-iya tau dia kenal gue aja enggak. Tapi ya jangan  jatuhin gue gitu dong. Sakit nih hati gue."

Di samping mereka seorang gadis yang sibuk dengan buku dan bolpennya merengut kesal, "Ck, berisik banget sih lo pada, gue lagi bikin peta pita nih!"

Syafa mengernyitkan alis, "Peta pita? Buat apaan Raina?"

"Astaga! Kak Rendra nyuruh buat peta pita dari sini ke stadion. Ngobrol mulu sih kerjaannya!" ujar Raina.

"Tika nih!"

"Kok gue sih!?"

"Emang lo! Udah jangan ngajak ngobrol gue lagi, gue pingin bikin peta pita, jangan nganggu lho! Awas kalau ganggu! Ga ngomong seminggu!"

"Serem banget, santai kali, Mbak."

Mereka sibuk dengan bolpen dan buku. Sesekali saling bertanya tentang arah dan tempat-tempat yang akan mereka gambar di peta pita.

"Yang sudah, kumpulkan!" perintah Rendra. Siswa yang sudah selesai mengerjakan peta pita pun menggumpulkannya di meja guru untuk dinilai oleh Rendra. Termasuk Syafa.

"Sya, gue belum selesai!" histeris Atika, tepat disaat Syafa baru saja duduk selepas mengumpulkan tugasnya.

"Kenapa baru bilang sekarang, buku gue udah dikumpulin, sini buku lo, gue bantuin." Syafa mengambil alih buka Atika dan mulai menggambar di sana dengan telaten.

"Uh, baik sekali sih, Mbak Syafa."

Syafa melirik Atika sekilas yang tadi mencolek dagunya, "Gak gratis, traktir."

"Huh, kebiasan, porotin aja gue terus."

Syafa hanya tertawa merespon ucapan Atika yang benar adanya. Baru seminggu dia sekolah di sini. Atika sudah mentraktir tiga kali. Setelah Syafa selesai tugas Atika, Atika memberikan buku kepada Rendra.

"Nih, Kak, tadi gue telat," ujar Atika diakhiri dengan kekehan kecil.

"Nilai aja sendiri," ucap Rendra acuh.

"Tapi Kak ...."

"Gue bilang, nilai aja sendiri, susah amat."

Mendengar jawaban Rendra, Atika sangat-sangat terluka. Segera dia memberikan buku pada Syafa dan kembali ke tempat duduk dengan lesu. Syafa mengepal kedua tangannya, lelaki yang selalu dipuja Atika ternyata bukan hanya tampan, namun juga kejam.

Syafa memandang Rendra dengan tatapan murka. Ingin membela Atika, tapi dia trauma dengan lelaki bermulut kejam. Apalagi, statusnya sebagai murid baru tak mungkin jika membuat masalah dengan kakak kelas, kan?

Syafa membelalakan mata, segera mengalihkan pandang kala Rendra tak sengaja melihat ke arahnya. Mungkin, lelaki itu merasa diperhatikan.

***

"Tuhan, perasaan apakah ini? Kumohon jangan biarkanku menaruh perasaan aneh ini padanya."

Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, siswa seantareo sekolah ramai mengantre di kantin. Di kelas 11 IPA 3 hanya tersisa Syafa, Raina dan Atika yang sedari tadi bermain Subway Surf. Challenge, rekor paling jauh itu yang akan ditraktir. Dan seperti biasanya, Syafa yang memenangkan challenge ini.

"Yes gue menang lagi!" pekik Syafa dengan sorak kemenangan.

Raina dan Atika mendengus kesal,  "Lo pake dukun ya Sya?" heran Atika, disambung oleh Raina, "Jangan-jangan lo pengabdi setan!"

"Gak terima kekalahan, fitnah aja sepuasnya silahkan. Yang penting lo berdua tetep traktir gue," kekeh Syafa. Diikuti jitakan kedua gadis lainnya. Mereka bertiga pergi ke kantin. Memainkan permainan taruhan yang mereka lakukan cukup menguras isi perut.

Mereka mengatre di stand kantin yang menjual batagor, antrean cukup panjang, hingga mereka memutuskan untuk satu orang saja yang mengantre. Karena Syafa ditraktir, jadilah gadis itu yang akan berjuang mengantre demi makanan.

Syafa semakin dekat menuju barisan depan, berdecak sebal karena barisan belakang saling dorong-mendorong. Telinganya yang peka tak sengaja mendengar perkataan gadis di belakang, "*****, Kak Rendra liatin gue tuh!" pekiknya, disusul pekikan gadis lain yang menyergah ucapan temannya, "Kepedean amat *****!"

Syafa menengok ke samping, mendapati Rendra yang di ujung sana dengan jarak yang cukup jauh. Syafa bisa melihat senyuman cowok tampan itu, dia sedang tersenyum ke arahnya. Namun, mungkin saja lelaki itu melihat orang di belakang atau di depannya.

Tak disangka, Rendra berjalan ke arahnya. Hingga terdengar pekikan yang berasal dari gadis di belakang lagi-lagi. Syafa mengangkat bahu, kembali menatap ke arah depan.

"Suka batagor?" pertanyaan itu berasal dari seorang lelaki yang kini berada di samping. Syafa tak berniat menjawab, takut kepedean, kan malu sendiri. Lagi pula dia tidak ingin berurusan dengan Rendra yang kejam itu.

"Suka!" pekik gadis dibelakangnya. Syafa menghela nafas lega, untung saja dirinya tak menjawab pertanyaan yang bukan diajukan untuknya.

Syafa sudah berada di depan, segera memesan tiga batagor. Aneh, Rendra tetap saja mengikuti langkahnya dan berdiri di sampingnya. Hingga pesanan Syafa datang, gadis itu hendak pergi menemui temannya. Membalikkan badan ke arah samping. Tanpa di duga, Rendra sedang menatap lekat ke arahnya.

Syafa tak sengaja ikut menatap mata Rendra sekejap pandang. Syafa mengakui jika mata Rendra sangatlah indah. Tak ingin berlama-lama di sini juga karena ingin segera mengisi perut, Syafa segera pergi dari sana tanpa permisi.

"Tuh kan lo kepedean! Rendra liatin orang di depan lo bukan lo *****!" pekik gadis lain yang tadi menyergah ucapan gadis yang berteriak senang karena berasumsi diperhatikan oleh Rendra.

2. Keinginan Mengenal

"Tolong jangan membuatku menjadi seorang pencandu senyuman itu, nanti jika sudah kecanduan, apakah kau ingin bertanggung jawab?"

Complicated Bubble

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Syafak kini sudah siap pergi ke alam mimpi, merebahkan diri di kasur seraya memeluk guling kesayangan. Dan detik itu juga, Syafa mulai terlelap di kasur yang mempunyai gravitasi sangat tinggi itu. Namun, baru sebentar dia bermimpi, mimpi itu mendadak hilang ketika indra pendengarannya terganggu oleh suara dari ponsel yang berdering.

"Got me feeling like

Pop rocks, strawberry, bubble gum."

Ya, itu lah ringtone handphone Syafa, lagu Candy - Baekhyun EXO mengalunkan suara indah milik member EXO yang menduduki pososi vokal utama, menandakan terdapat panggilan masuk. Dengan terpaksa dan tanpa melihat siapa yang menelfon, Syafa langsung mengangkat dan berbicara. "Siapa sih yang nelfon malam-malam. Gatau apa kalo ngantuk. Mau tidur, ganggu aja!"

"Sengaja. Biar lo nanti mimpiin gue."

Syafa mengerjapkan matanya kala mendengar suara bas tepat ditelinganya, segera melihat ke layar handphonenya, nomor tak di kenal. Yang benar saja? Siapa dia? Dan tahu dari mana nomornya?

"Gue Rendra."

Syafa membalalakan matanya. Tahu darimana kakak kelasnya ini? Dan ada apa dia menelponnya malam-malam seperti ini? Sangat menganggu kegiatannya.

"Lo gak nyadar tadi di kantin gue liatin lo? Gue bahkan nanya. Tapi lo gak jawab."

"Gausah basa-basi. Gue ngantuk."

"Tau kenapa gue ngeliatin lo?"

"Gak penting."

"Lo cantik."

"Gue tau."

"Ga nanya gue dapet no hp lo dari siapa gitu?"

"Ga penting."

"Besok lo ke kantin bareng gue."

"Males."

Syafa mematikan panggilan itu sebelah pihak. Sebab, merasa tak ada hal penting yang akan disampaikan lelaki itu padanya. Hanya membuang waktu beberapa menitnya yang sangat berharga untuk dipakai tidur. "Sedeng," umpatnya.

Drtt drrtt drtt

Kali ini ponselnya bergetar, pertanda pesan singkat masuk, dari nomor yang sama, nomor tak dikenal yang baru saja menelponnya.

089651851519

Gue Rendra kelas 12 IPA 1 ingin 12 ingin mengenal Syafa kelas 11 IPA 3 lebih dekat.

Syafa tidak terlalu memikirkan SMS dari Rendra, yang dia pikirkan saat ini adalah melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Suasana malam yang dingin mendukung suasana matanya yang sudah mengerjap lelah memekik untuk beristirahat setelah menjalani hari panjang.

"SYAFA!" teriakan dari luar kamar kembai membangunkannya. Lagi-lagi dia harus menunda diri untuk masuk ke alam mimpi. Belum sepenuhnya dia berdiri, lelaki paruh baya menariknya dengan kencang meninggalkan bekas merah di lengannya. Syafa hanya bisa diam dan pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini.

***

"Senyumanmu seperti matahari, menyinari hidupku."

Complicated Bubble

"Waktunya istirahat pertama, kepada seluruh siswa siswi dan dewan guru dipersilahkan untuk beristirahat."

Begitulah pengumuman dari meja piket yang terdengar tepat setelah bel istirahat berbunyi. Guru yang mengajar menyudahi pembelajaran dan mempersilahkan kepada muridnya untuk mengistirahatkan otak sejenak. Baru saja selesai memasukkan buku Pendidikan Kewarganegaraan ke dalam tas, Syafa terkejut karena dihadiahi teriakan Robby, "Syafa! Ada yang nyariin!"

"Siapa?"

"Kak Rendra."

"Kak Rendra nyariin Syafa?" gumam Atika yang kini menatap Syafa penuh dengan tanda tanya. Syafa yang ditatap seperti itu mengangkat bahu, pertanda tak tahu.

"Bilang, gue gamau ketemu dia."

Setelah mengatakan bahwa dia tidak ingin bertemu dengan lelaki itu, Syafa langsung membaca novel "Origami Hati" karya Boy Candra. Sedangkan Raina dan Atika menatap Syafa dengan tatapan tak percaya. Baru saja membaca satu paragraf, novel yang dia baca diambil oleh Rendra yang tiba-tiba datang seperti jailangkung, tak diundang. Syafa mendengus kesal, "Balikin!"

"Ikut gue dulu."

"Gak mau."

"Kalau gamau, buku lo, gue sita."

"Apaan? Sapa lo nyita-nyita buku gue!" pekik Syafa seraya melompat, mencoba menggambil buku dari tangan Rendra yang lebih tinggi darinya.

"SMS gue kurang jelas emangnya?"

"Gak jelas! Balikin!" pekik Syafa yang masih bersikeras mengambil bukunya dari tangan Rendra.

"Males amat, lo aja gamau ikut gue."

Syafa terus berusaha mengambil novelnya. Bahkan kini dia melompat lompat agar meraih novelnya.

Rendra tersenyum remeh, "Percuma, lo pendek."

"Sialan."

Rendra tertawa mendengar umpatan Syafa. Berlari ke luar kelas, diikuti oleh Syafa dan teriakannya yang menggelengar.

"Balikin!"

Rendra berhenti mendadak membuat badan mungil Syafa membentur bagian belakang tubuhnya. Syafa meringis, bukan apa-apa, pasalnya kejadian kemarin malam membuat badannya terasa sakit semua.

"Sakit tau! Pake acara ngerem segala!"

Rendra membalikkan badannya. Dia menatap lamat lamat Syafa dari ujung kaki hingga ujung kepala, perhatiannya langsung tertuju ke arah lengan Syafa yang memerah seperti habis dicambuk?

Rendra menarik tangan Syafa tanpa izin. Buat sang Empu meringis kecil lalu kembali berteriak. "Apaan sih, lepas!"

"Gak!"

"Lepas!"

"Gak!"

"Lepas Rendra!"

"Mau dilepas?"

"Iya!"

Rendra melepas genggamannya, Syafa pun mencoba untuk lari. Namun, kalah cepat dengan Remdra yang kini sudah menggendong badan Syafa,"Turunin gue Rendra!"

***

"Jangan membuatku jatuh hati, aku tak ingin jatuh, nanti terluka."

Complicated Bubble

"Ngapain ke UKS?" tanya Syafa setelah Rendra menurunkannya di brankar UKS. Rendra diam, berjalan ke arah dapur UKS setelah itu kembali ke hadapan Syafa dengan baskom berisi air dingin dan sapu tangan, menaruhnya di meja dekat bramkar yang di duduki oleh Syafa.

"Lo nanya apa tadi?"

Syafa memutar kedua bola matanya kesal dengan sikap Rendra, "NGAPAIN LO BAWA GUE KE UKS HAH?" teriak Syafa tepat di telinga Rendra yang kini bergerak menjauh sembari mengelus telinga yang berdenyut selepas mendapat teriakan maut dari Syafa.

"Lo abis nelen toak masjid?"

"Sialan."

Rendra tertawa sekilas, sebelum akhirnya memegang lengan Syafa, mengompresnya dengan air dingin yang dia bawa tadi.

"Sshh, pelan-pelan dong!" protes Syafa

Rendra melirik Syafa sekilas, "Ini udah pelan-pelan."

"Kok lo sewot sih!" ujar Syafa tak terima mendengar tone Rendra yang naik satu oktaf dari biasanya.

"Gak suka ya kalau gue sewot ke lo? Padahal gue gak sewot perasaan." Rendra mengangkat alisnya, berniat menggoda gadis di depannya. Sedangkan gadis yang digodanya justru terlihat sebal. "Kepedean!"

"Udah selesai," ucap Rendra seusai mengompres lengan Syafa yang merah tadi. Sebenarnya, Rendra ingin bertanya mengapa tangan gadis ini bisa memerah, namun dia pikir ini bukan waktu yang tepat.

"Thanks." Rendra spechless mendengar ucapan terima kasih yang terlontar dari mulut Syafa, "Apa? Tadi lo bilang apa?"

"Budeg."

"Bukan, tadi bukan itu."

"Gausah pura-pura budeg, nanti budeg beneran!"

"Lucu."

Syafa menaikan sebelas alisnya, dan dengan percaya diri yang tinggi selangit dia mengakui ucapan Rendra, "Gua emang lucu."

"Ya, makannya gue pengen deket sama lo terus."

"Sayangnya, gue gamau deket sama lo."

"Harus mau."

"Gamau ya gamau."

Begitulah Syafa, dengan sikap keras kepala dan teguh pendirian yang melekat pada dirinya. Sekalinya tidak ya sudah pasti tidak. Itu sudah final. Rendra menghela napas menghadapi gadis batu satu ini.

"Gananya 'kenapa' gitu?"

"Ga penting."

"Karena kalau deket lo, hari gue berwarna."

"Gua gak nanya."

"Halah, baper kan lo?" ujar Rendra dengan percaya dirinya, jika ditanding rasa percaya diri antara Syafa dan Rendra, juri pasti bingung yang jadi pemenang siapa.

Syafa membelalakan matanya, bergaya seperti orang muntah, "Najis mughaladoh."

"Emang gue **** gitu?"

"Iya lo ****."

"Pegalan huruf **** yang terakhir apa?"

"Gausah pura-pura gatau, katanya pintar."

Rendra terkekeh mendengar ucapan Syafa, gadis ini membuatnya gemas sendiri, "Yang bilang gue pintar siapa?"

"Banyak."

Memang, Rendra terkenal dengan kepintaran dan ketampanannya jadi tak heran jika banyak guru-guru dan siswa siswi yang membicarakannya, Syafa sering mendengar dari Atika yang memang salah satu dari seribu orang yang menggilai Rendra.

"Lo salah satu mengakui itu?"

"Gatau. Karena, gue cuma denger ga liat pembuktiannya secara langsung. Gue lebih percaya pembuktian daripada kata-kata."

"Buktiin gue pintar itu gampang, buktinya, gue bisa tau kalau lo cantik, pintar kan gue?"

"Najis!"

Rendra lagi lagi tertawa, padahal menurut Syafa tidak ada hal lucu yang mesti ditertawakan. Apa mungkin, cowok ini sudah gila? "Ga lucu."

"Lo yang lucu," ucap Rendra tepat di depan Syafa yang kini hanya berjarak dua inci darinya. Syafa terlihat gelagapan, menjauhkan wajah Rendra darinya dengan cara mendorong wajah Rendra dengan tangannya. "Novel gue mana Rendra!"

"Baper ya lo?"

"Enggak!"

"Oke-oke, gue kasih novelnya ke lo, tapi hari ini kita jalan."

"Gue gak mau."

"Kalau lo mau jalan sama gue, gue beliin novel apa aja yang lo mau."

"Ga tertarik."

"Plus beli eskrim, gimana mau?"

"Mau!" Ucap Syafa tersenyum kegirangan. Buat Rendra dengan sendirinya ikut tersenyum. Memang, kelemahan terbesar seorang Syafa hanyalah es krim dan EXO saja. Jadi gadis itu tak mungkin menolak ajakan trsktir es krim, kan?

3. Sehari Bersama

"Trurth or dare ; permainan yang mengawali kisah kita, permainan yang berhasil membuat kita dekat."

Complicated Bubble

Syafa baru saja selesai membaca novel kesukannya, apalagi kalau bukan novel, dunia penuh imajinasi indah yang ada sensasi candu bagi semua pembacanya, termasuk Syafa salah satunya.

Kadang, Syafa berpikir, enak ya jadi peran utama di novel-novel, punya gebetan cowok ganteng yang goals banget, kisahnya juga lucu-lucu gak kayak dunia nyata yang kebanyakan luka. Ah, mengingat luka, semua orang pasti pernah merasakannya, karena dengan luka orang bisa tahu rasanya bahagia di kemudian hari.

Kebiasaan Syafa setelah membaca novel yaitu menghalu ulang, membayangkan dia sebagai peran utama di cerita yang baru saja dia baca. Baru saja menghalu tiba-tiba getar ponsel menganggu acaranya. Sialan.

Drttt drrttt drttt

089651851519

Gue udah di depan, keluar ya, cepat lebih baik, tapi kalau mau lama juga gapapa. Biar gue yang nunggu, asal jangan lo aja yang nunggu. Soalnya, nunggu itu gak enak. Tapi akan tetap gue sukai bahkan gue nikmati, karena semua yang berkaitan dengan lo, gue suka.

"*****, gue lupa kalau sekarang mau jalan sama cowo sedeng!"

Syafa segeta baru bangun dari kasurnya, langsung ke kamar mandi guna mencuci muka, berganti pakaian, menyiapkan slingbag yang biasa digunakannya. Membutuhkan waktu dua puluh menit untuk begegas, setelah dirasa siap, dia langsung berjalan menuju depan rumah yang sepi ini. Menemui orang yang sudah menunggunya, orang yang tadi menganggu acara halunya.

***

"Senyumnya jangan manis-manis dong! Aku jadi suka sama senyum kamu, kan!"

Complicated Bubble

Syafa membuka pintu rumah pemandangan yang dia lihat pertama kali adalah Rendra yang memakai hoodie navy, sama seperti dirinya. Ah, tidak terlalu memikirkan busana, karena yang paling penting adalah Rendra terlihat tampan dengan senyum manis yang menawan. Bikin jantung Syafa ngedance seketika. Syafa jadi gak bisa kalau gak senyum liatnya. "Lama ya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Syafa, Rendra justru memperhatikan Syafa dengan lekat, "Lo manis."

Syafa mendengus kecil mendengar pernyataan basi dari Rendra, "Itu bukan jawaban."

Rendra menggeleng pelan, tangannya beranjak mengelus cepat rambut Syafa, gadis yang sedari tadi membuatnya gemas, "Oke-oke. Gak lama kok. Sama sekali enggak, tahu kenapa?"

"Kenapa?"

"Nunggu lo ga sebanding sama dua puluh empat jam gue selalu kangen sama lo, terus nunggu waktu yang tepak, deh, untuk ketemu."

"Receh."

"Gue seneng."

"Seneng?"

Rendra tertawa singkat melihat ekspresi gadis di depannya. "Iya, karena tadi pertama kalinya lo nanya 'kenapa?' ke gue."

"Alay. Hahaha."

"Gue tambah bahagia."

Tak ada jawaban dari Syafa, gadis itu hanya memandang Rendra dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Rendra mendekat satu inci, dengan mudah dan lancarnya melontarkan kata yang membuat Syafa melayang sebentar, "Karena, gue berhasil buat lo ketawa."

"Kita mau main kemana?" tanya Syafa mengalihkan topik. Padahal, Rendra diam diam terseyum penuh arti, mengetahui bahwa Syafa salah tingkah mendengar ucapannya.

Rendra mulai menjelaskan kepada Syafa bahwa mereka tidak jadi pergi ke mall, melainkan ke taman komplek yang terdapat sebuah toko buku kecil di sana. Syafa mengiyakan ajakan Rendra untuk pergi ke sana.

Sebelum pergi, dikuncinya pintu rumah, dan diselipkannya kunci cadangan di bawah rak sepatu. Setelah dikira siap, Rendra mengajak Syafa untuk segera pergi.

"Yaudah yuk ke taman, Sya, tapi naik sepeda ya?"

"Tapi ada jok dibelakang kan, Ren?"

"Ga ada," jawab Rendra dengan polosnya. Saking polosnya, Syafa jadi pengin menampar pipi tegas Rendra dan menyabuti bulu mata Rendra yang lentik.

"Terus gue di mana naiknya? Sepeda lain? Gue gak bisa naik sepeda Rendra!"

Bukannya menjawab Syafa yang sudah mulai nge-gas, Rendra lagi-lagi tertawa, buat Syafa makin meledak-ledak amarahnya, terlebih dia sedang datang bulan merah bulanan saat ini.

Syafa awalnya tidak ingin menaiki sepeda Rendra yang tidak ada jok belakangnya itu. Dia hanya takut jatuh seperti dulu. Namun, Rendra meyakinkan Syafa untuk tidak takut dan duduk di depannya. Ditolaknya tawaran Rendra dengan alasan pantatnya nanti sakit.

"Kalau jatuh gimana?" cemas Syafa.

"Ga bakal, percaya sama gue."

"Kalau jatuh, gue gamau ya jalan sama lo lagi!"

"Siap ibu walihati."

"Apa banget, walihati, hahaha."

"Iya, kan lo wali hati gue."

Syafa benar-benar duduk di depan Rendra, sadang Rendra duduk di jok sepeda dengan tangan tangan yang berada di kedua sisi Syafa. Wangi tubuh Rendra menyeruak di indra penciuman Syafa, membuat Syafa betah lama-lama di sini, di dekat Rendra.

***

"Hujan

Kau saksi awal kedekatan kita berdua."

"Es krim makanan manis, kamu orang manis yang menemaniku makan makanan yang manis. Hidupku dikelilingi oleh yang manis-manis."

Complicated Bubble

Hidup itu, nggak sah kalau nggak ada masalah yang datang tiba-tiba. Masalah itu datang pasti ada hikmahnya, pasti. Seperti yang terjadi pada Syafa dan Rendra kali ini. Minibookstore dan kedai es krimnya saat ini tutup entah karena apa, padahal biasanya buka dua puluh empat jam. Akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di taman saja.

Rendra merasa bersalah meminta maaf kepada Syafa, Syafa mengerti keadaan bahwa ini adaah takdir bukan salahnya Rendra. Mereka sempat berbincang sebentar sampai akhirnya Syafa bertanya, "Terus di sini kita ngapain?"

"Main aja."

Diajaknya Syafa untuk bermain truth or dare bersamanya. Syafa menganggukan kepalanya, dia sangat menyukai permainan seperti ini, oleh karena itu dia menerima ajakan Rendra.

"Oke kita suit aja ya Sya, kan gada botolnya."

Mereka pun berhadapan dan mulai melakukan suit jepang. "Kertas gunting batu." Rendra gunting dan Syafa batu, jadi jelas siapa pemenangnya. Rendra pasrah, memilih dare, gentle katanya.

"Besok lo ngajak Atika makan berdua dikantin."

Rendra menyerenyit, "Atika?"

"Iya, temen gue yang kemarin ga lo nilai tugasnya, dan lo harus minta maaf."

Rendra ingat, cewek berkuncir kuda yang waktu itu dia telat mengumpulkan tugas, bukannya apa apa, Rendra tidak suka dengan orang yang telat, kalau Syafa sih, pengecualian. "Kenapa harus dia, kenapa ga lo aja?"

"Emang apa salahnya?"

"Gue takut lo cemburu."

"Pede banget, gak lah."

"Liat aja nanti, lo bakal cemburu, jangan salahin gue, ya, kalau nanti lo cemburu."

Syafa mengendikkan bajunya seperti biada, tak peduli sama sekali. Mereka pun melanjutkan permainan trurth or dare. "Kertas gunting batu." Kali ini keberuntungkan ada di pihak Rendra, Syafa kalah dan harus memilih truth atau dare. 

"Dare."

"Lo harus mau gue ajarin sepeda sampai bisa."

Syafa awalnya menolak keras dare dari Rendra, dia bahkan memohon mohon agar Rendra mengganti dare, juga awalnya 8ngin mengganti jadi truth saja, tapi Rendra kekeh dengan pendiriannya. Dan, jadilah Syafa mengalah.

Tiba-tiba saja hujan datang mengguyur kota Jakarta setelah sekian lama. Mata Syafa berbinar, dia sangat merindukan hujan yang sudah lama tidak datang. Langsung saja Syafa berlari, bermain hujan, "Sya, nanti lo sakit."

"Hujan temen gue, masalah sakit, belakangan,  gue kangen hujan-hujanan," ucap Syafa yang kini menarik tangan Rendra, mengajaknya bermain hujan bersama.

Rendra awalnya menolak, dengan alasan takut Syafa sakit, tapi lagi-lagi gadis itu sangat keras kepala, hingga Rendra mau tak mau harus menuruti  keinginannya. Mereka bermain hujan bersama, tertawa bersama, berlari di tengah hujan. Sederhana namun terasa luar biasa jika dilakukan bersama orang yang tak biasa.

"Lo tau apa yang spesial dari hujan hari ini?" tanya Rendra.

"Spesial karena udah lama gak turun ke Jakarta!"

"Lo salah. Hujan hari ini spesial karena gue lagi di sini, sama lo."

Biarlah hari ini menjadi saksi awal kedelatan mereka berdua. Dengan hujan yang terus mengelurkan suara gemercik, juga mereka yang terlihat bahagia bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!