NovelToon NovelToon

Sistem Reinkarnasi Lucia

Bab 1 (Revisi) Wanita Licik Tercipta untuk Pangeran Kejam

Lucia membaca untaian kata dari sistem yang ada di depannya. Dia memicingkan mata dan mulai mencerna tiap kata. Kursi mewah dan megah yang berwarna merah itu menjadi saksi jutaan kali Lucia bertransmigrasi.

Sistem Reinkarnasi yang terbaru ini nampaknya menarik minat Lucia. Sistem modern transparan dengan warna biru yang elegan sangat enak di pandang mata. Senyum sinis terukir di bibir indah Lucia.

Kucing oren matanya berbinar dan nampak antusias dengan perjalanan kali ini. "Nona, lihat sepertinya nona akan memberantas pengkhianat lagi," ujarnya penuh semangat.

"Misi kali ini adalah membuat peran pendukung tidak berakhir dengan kematian. Selain itu, ada permintaan dari peran pendukung untuk menyelesaikan tiga masalah yang sangat dia sesalkan."

"Pertama, peran pendukung ingin menyelamatkan seluruh keluarganya dari hukuman gantung. Kedua, peran pendukung ingin balas dendam pada orang-orang yang menyakiti keluarganya."

"Permintaan ketiga adalah ingin menemukan pria yang tulus mencintainya."

Lucia menghembuskan nafas seolah dia benar-benar lelah. "Lagi-lagi pengkhianat, ini sangat menarik."

Lucia terlalu sering menemukan cerita seperti ini dan semua misi nya sukses dengan peringkat sss.

Momo menceritakan lebih lengkap tentang cerita tragis dengan judul novel Wanita Licik Tercipta Untuk Pria Kejam.

Novel ini menceritakan perjuangan peran utama wanita yaitu Selviana menaklukan kerajaan Salvavor bersama kekasihnya Pangeran Damian.

Pada awalnya, Kerajaan Salvavor memiliki 3 pangeran. Pangeran Clair yang berwatak kejam dan haus darah, Pangeran Damian yang terlihat baik tapi busuk di dalam, dan Pangeran Evans yang polos, baik hati dan sedikit bodoh.

Lucia yang merupakan putri satu-satunya dari Duke Afsan tergila-gila dengan kebaikan Pangeran Damian dan memaksa Duke untuk menikahkan mereka berdua. Duke Afsan awalnya menolak karena tahu sifat asli dari Pangeran Damian.

Begitu pula dengan ketiga kakak dari Lucia yang menentang keras, tapi Lucia mengancam dengan nyawanya sendiri yang memaksa mereka untuk menyetujui keinginan Lucia.

Duke Afsan memiliki prajurit terbaik di Kekaisaran mengalahkan prajurit kerajaan, Pangeran Damian tentu mengincar pasukan milik calon mertuanya.

Selviana saat itu merupakan putri dari Count David yang tidak terkenal. Dia menghalalkan segala cara hingga bisa mengenal Pangeran Damian dan menjadi salah satu orang kepercayaan Damian.

Selviana lah yang terus memberikan ide-ide licik pada Pangeran Damian untuk menjadi satu-satunya pewaris tahta Kerajaan Salvavor.

Satu persatu saudaranya tersingkir. Yang tertua di jebak dengan pengkhianatan dan yang termuda di bunuh dengan racun. Pangeran Damian pun menikah dengan Lucia dan menjadikan Lucia sebagai Ratu.

Raja Damian pun naik tahta dan dia menuduh Keluarga Duke Afsan sebagai penghianat dan di eksekusi dengan hukuman gantung. Lucia melihat sendiri orang tua dan ketiga kakak nya disiksa sebelum akhirnya digantung satu persatu.

Hatinya teriris bahkan air mata darah keluar dari matanya. Lucia tak bisa lagi bicara karena tak lagi memiliki lidah. Dia pun tak punya kaki untuk berdiri. Tangannya pun hanya tersisa sebelah kanan yang masih utuh. Kecantikannya sudah sirna. Dia malah seperti hantu gentayangan yang menakuti orang.

"Gantung pengkhianat itu!"

"Ibu aku takut, apakah itu hantu?"

"Penampilannya sangat menyedihkan seperti hantu yang merangkak keluar dari kuburan." Beberapa ibu menutup mata anak-anaknya yang ketakutan.

Lucia di angkat ke tempat eksekusi. Selviana mendekat kemudian berbisik, "betapa menyedihkannya Ratu Lucia kita, Kamu hanya bermimpi untuk mendapatkan Raja Damian. Asal kamu tahu semua ini adalah rencanaku."

Selviana tersenyum lembut dan melanjutkan lagi ucapannya. "Aku yang merencanakan pernikahanmu dan juga kehancuran keluargamu, setelah itu aku menjadi Ratu Kerajaan Salvavor seperti yang kamu lihat."

Selviana mendekatkan wajahnya kemudian mengusap air mata darah Lucia. Rakyat yang melihat Selviana mengusap air mata Lucia pun menganggap Ratu Selvina seperti dewi yang baik hati.

"Ratu Selviana jangan berbaik hati pada pengkhianat."

"Cepat gantung dia. Si Pengkhianat itu!"

"Ratu, jangan mengotori tanganmu!"

Banyak teriakan yang mendukung Ratu Selviana. Hal itu membuat jantung Selviana berdegup kencang karena kebahagiaan. Semua usahanya tidak sia-sia. Semua terbayar dengan menjadi Ratu Kerajaan Salvavor yang dicintai rakyat.

Selviana berbalik dan melihat rakyat di bawahnya dengan ekspresi sedih. Dia lalu berkata, "Bagaimanapun mantan ratu adalah temanku, sulit bagi saya untuk tidak sedih dan mengucapkan perpisahan terakhir."

Selviana menatap lagi Lucia dengan tatapan menyedihkan. Pria yang sedari tadi duduk diam di singgasana hanya menarik sudut bibirnya melihat akting yang di lakukan Ratu Selvina.

Dialah satu-satunya yang tahu bahwa Selviana sangat amat membenci Lucia. "Algojo, eksekusi sekarang juga!" Perintah Raja Damian pada orang yang bertugas menarik tali kematian itu.

Lucia putus asa, semuanya sudah tidak ada gunanya lagi. Dia begitu menyesal. Kebencian yang dalam, sakit hati yang membuat air mata darah yang mengalir deras.

Lucia berucap dalam hati dengan kesungguhan. "Aku mohon padamu baik dewa atau pun iblis tolong selamatkan keluargaku! Tolong beri aku kesempatan! Biarkan aku menebus semua kesalahanku."

1 Misi bisa di jalankan.

Pemberitahuan muncul di layar sistem reinkarnasi milik Lucia.

"Baiklah, Momo kita masuk ke dunia kecil ini dan mendapatkan poin yang banyak."

"Iya, Nona."

Portal biru terang terbuka di depan mereka. Lucia dan Momo pun memasuki dunia baru.

Rasa sakit terasa di pelipis Lucia. Dia membuka mata dan melihat langit-langit kamar yang mewah khas Kerajaan Eropa. Tiba-tiba dari atas muncul kucing oren gendut yang melayang-layang di sekitaran lampu.

"Nona Lucia, syukurlah kamu sudah sadar." Pria berkacamata dengan usia paruh baya itu duduk di sebelah ranjang dan mengambil peralatan dokter untuk memeriksa Lucia.

"Nona, tidak ada hal yang cukup serius setelah beberapa minggu lukanya akan sembuh." Dokter pun memberikan obat-obatan dan cara meminumnya pada Lucia. Setelah itu dokter pun berpamitan untuk pulang.

Setelah dokter keluar, Lucia berkeliling di sekitar kamar. Dia berdiri di depan cermin dan melihat pantulan cahaya gadis kecil kurus berusia 14 tahun dengan kulit putih yang tampak begitu cantik.

Rambut panjang hitam dan bola mata biru cerah benar-benar sangat indah. Tidak heran Selviana begitu cemburu. Selain harta dan kedudukan Lucia, Kecantikannya pun memang bisa membalikkan suatu kerajaan.

Momo melayang di belakang Lucia dan mulai pamer lemak di cermin. "Momo, bukankah kamarku ini terlihat kumuh? Dan dimana pelayan-pelayan yang biasa melayani putri Duke?"

Momo baru menyadari dan menjelaskan situasinya. "Nona, saat ini kamu masih dianggap sebagai putri yang ditinggalkan. Pada usia 17 tahun nanti barulah Duke mengakui Nona sebagai putrinya karena melihat wajah Nona yang persis dengan Duches."

"Tidakkah itu terlalu lama? Aku tidak bisa menunggu. Kite temui ayah yang kebingungan ini, sekarang."

Bab 2

Lucia membuka lemari pakaian yang sedikit berdebu dan melihat jijik pada pakaian-pakaian itu. "Astaga, pakaian apa ini? Begitu lusuh dan sederhana. Apa ini cara Duke memperlakukan putrinya?"

Tidak heran kalau Lucia di cerita asli begitu mengharapkan Damian. Dia pertama kali diperlakukan begitu lembut. Tidak mungkin Lucia tidak jatuh cinta.

Lucia mengambil gaun dari sistem dan memakainya. "Untung saja Nona menyimpan banyak pakaian dari dunia kecil sebelumnya, kalau tidak Nona pasti akan memakai pakaian ini," ujar Momo dengan lesu.

Lucia berpikir sejenak lalu mengambil gaun lusuh yang ada di lemari dan mengganti pakaiannya. Momo ternganga heran dan berkata, "Nona, kenapa kamu mengganti gaun indah tadi dengan gaun lusuh ini? Ini benar-benar tidak cocok untukmu."

Momo memandangi Lucia dengan tatapan yang tak enak untuk dilihat. Lucia menyentil dahi Momo lalu berkata, "Nonamu ini tidak sebaik itu untuk pelayan yang sudah memperlakukan Lucia seperti ini. Aku akan membalas mereka. Apa kamu lupa caraku bertindak?"

Momo seperti mendapat pencerahan. Senyumnya mengembang dengan antusias. "Begitu ya, Nona akan bersandiwara dengan keadaan pura-pura menyedihkan, meminjam tangan Duke untuk menyingkirkan pelayan."

Lucia dan Momo pun keluar dari kamar dan melihat kepala pelayan berjalan ke arahnya dengan sombong. Kaca mata tebal, kulit sedikit keriput, dan tubuhnya yang agak kurus serta sikapnya yang sombong membuat Lucia geram.

Pelayan yang memiliki nama Retta itu melipat kedua tangan di dadanya dan menatap Lucia dengan merendahkan.

"Nona kelihatannya sudah sembuh, karena kita kekurangan pelayan. Jadi Nona harus mencuci pakaian sendiri."

"Ah, iya Nona juga harus membantu kami para pelayan untuk membersihkan lantai di lorong ini. Seperti biasa Nona juga silahkan ambil makan siang dan malam seperti biasa di dapur."

"Saya harap Nona juga ingat, kami para pelayan tidak sarapan. Jadi harap Nona mengerti dan tidak sarapan bersama seperti ka...."

Plak!!

Pelayan bernama Retta itu terkejut tak percaya karena rasa sakit yang menyerang pipinya. Tamparan itu begitu menyakitkan dan membuat harga dirinya runtuh.

Mata Retta memerah. Dia melototi Lucia dengan ekspresi marah. Dia tidak pernah menerima tamparan dan merasa begitu terhina seperti sekarang.

"Nona, berani nya ka...,"teriak Retta yang disusul dengan tamparan di pipi kirinya. Retta merasa bahwa tamparan kali ini jauh lebih menyakitkan dari sebelumnya terlihat dari hidung dan mulut Retta yang meneteskan darah.

"aku di tampar, aku di tampar, aku tidak pernah mendapatkan hinaan seperti ini," bisik Retta dalam pikirannya.

Lucia mengangkat kakinya dan menendang Retta sekuat tenaga hingga pelayan itu terlempar beberapa meter. "Nona, be... beraninya kamu me... nendangku, aku akan melaporkan ini ke Tuan Duke dan membawa ini ke pengadilan."

Retta menahan sakit di perutnya dan bicara menakuti Lucia. Tapi bukannya Lucia takut dia malah melangkah semakin mendekati Retta. Hal itu membuat jantung Retta berdetum keras menahan teror dari tiap langkah Lucia.

Dia ketakutan, takut di pukul lagi oleh Lucia. "Nona, Nona sudah gila, tolong, tolong aku," teriak Retta. Suaranya yang menggema di seluruh ruang istana membuat beberapa prajurit dan pelayan mempercepat langkah mereka untuk melihat hal yang sedang terjadi.

Lucia tak hanya diam mendengar teriakan Retta. Dia kemudian memukuli Retta dengan lebih kejam. Seluruh tubuh pelayan licik itu lebam dan bengkak. Pelayan dan prajurit yang melihat Nona Lucia memukuli Retta merasa bulu kuduk mereka berdiri.

Bagaimana tidak? Wajah Retta tampak tidak berbentuk dan seluruh tubuhnya memar dan luka. Nona Lucia begitu kejam. Apakah benar ini Nona Lucia yang biasanya lemah lembut dan selalu tertindas itu?

Retta melihat prajurit dan pelayan untuk meminta pertolongan tapi mereka tidak berani bertindak. Retta bahkan tak bisa lagi mengeluarkan suara untuk berkata-kata dan hanya rintihan lirih yang terdengar.

Seorang prajurit yang lebih berani berkata, "Nona, bukankah kepala pelayan akan mati jika ini diteruskan...."

Lucia menatap tajam pada prajurit yang bicara. Itu tidak hanya membuat dirinya ketakutan tapi juga pelayan dan prajurit di belakangnya.

Prajurit dan pelayan ini tidak mungkin sebodoh itu untuk menatap Lucia secara langsung. Mereka hanya merunduk ketakutan. Bagaimanapun Nona Lucia adalah Nona dari kediaman Duke. Walaupun dia tidak diperhatikan, bukan berarti mereka bisa memperlakukan Lucia seenaknya.

Mereka memang selama ini tidak peduli pada Lucia yang direndahkan oleh kepala pelayan. Itu salah mereka. Sekarang Nona mungkin sudah muak dan akan melaporkan hal ini dengan Duke. Mereka tidak akan selamat. Keluarga mereka tidak akan selamat.

Prajurit tadi yang bicara berlutut diikuti dengan pelayan dan prajurit di belakangnya. Lucia menarik sudut bibirnya dan berjalan kearah mereka. Tapi sebelum itu dia menendang tubuh kepala pelayan ke samping.

"Kenapa kalian berlutut padaku, apa kesalahan kalian?" Tanya Lucia dengan wajah datarnya yang dingin.

"Kesalahan kami adalah mempertanyakan keputusan Nona dan selama ini kami tidak bisa membantu...."

"Cukup. Aku tidak ingin mendengar permohonan maaf kalian. Minggir dari jalanku." Lucia pun membelah kerumunan pelayan dan prajurit itu menjadi dua.

Setelah cukup jauh berjalan dia berhenti dan berkata pada prajurit yang berbicara sebelumnya, "Panggil semua pelayan dan prajurit ke aula. Aku akan mengumumkan sesuatu. Sekarang!"

Prajurit pun berlari dan mulai mengumpulkan orang-orang ke aula. Beberapa prajurit dan pelayan ada yang tidak mau datang. Tapi keputusan itu akhirnya membuat mereka menyesal nanti.

Bawahan Retta menyeret Retta ke kamar mereka. "Ini gawat, sepertinya Nona Lucia akan membalaskan dendamnya pada kita," ujar pelayan yang lebih kurus.

"Bagaimana ini? Aku takut sekarang. Dulu aku pernah memukulnya, menyiramnya dengan air panas, menginjak gaunnya," balas pelayan yang lebih gemuk.

"aku juga pernah memberikan makanan basi dan menumpahkan air kotor di tubuh Nona. Sepertinya kita tidak akan selamat, lihatlah keadaan kepala pelayan sekarang."

Mereka merasakan seluruh tubuh merinding saat melihat keadaan tragis Retta si kepala pelayan. Mereka sepakat untuk kabur bersama keluarga. Toh, selama ini mereka mendapat cukup uang dari korupsi yang dilakukan kepala pelayan.

Tapi saat mereka akan berkemas, prajurit masuk ke kamar mereka dengan paksa dan membawa mereka ke penjara bawah tanah termasuk Retta.

Lucia sedang bersantai di lantai 2 dengan kucing gemuk oren di pangkuannya. Kepala prajurit di sampingnya mendengar tiap perintah Nona dan memerintahkan prajurit untuk melakukan apa yang diperintahkan.

"Nona sudah berubah, Dia benar-benar berubah. Mungkin Kediaman Lamboerge ini akan meriah," pikir kepala prajurit.

"Tuan Dawson, aku merasa Tuan terlihat lebih bersemangat." Lucia meletakkan cangkir berisi teh jasmine di sebuah meja kecil yang juga berisi beberapa cemilan ringan.

Momo pun menghabiskan cemilannya secepat kilat membuat bibir Tuan Dawson berkedut. "Kucing rakus ini makan dengan cepat," pikirnya.

"Saya menanti cukup lama kebangkitan Nona. Saya memang tidak cukup cakap untuk membantu Nona sebelumnya. Saya beberapa kali membantu Nona tapi Nona tidak berkenan dengan itu."

Lucia pun mengingat kejadian dia melindungi kepala pelayan Retta dari kemarahan Tuan Dawson. Dalam penglihatannya Tuan Dawson sangat kecewa dengan Lucia yang asli.

"Ya, aku yang dulu memang bodoh." Lucia melihat kebawah, beberapa prajurit dan pelayan mulai berkumpul. Ada beberapa pelayan yang kebingungan dan juga ada yang ketakutan.

Bab 3

"Nona bukankah kita akan bertemu Duke? Kenapa kita harus melakukan ini dulu?" Tanya Momo yang berguling di pangkuan Lucia.

"Apakah pikiranmu jadi tumpul sejak kita beristirahat terlalu lama? Apa kamu lupa uang bulananku yang dikorupsi oleh pelayan?" Jawab Lucia bersamaan dengan dia memutar bola matanya.

Momo tersenyum sumringah. "Wah, Nona jadi ini ajang balas dendam, hehehe aku selalu menunggu ini Nona. Tapi kenapa tidak Nona lakukan setelah bertemu dengan Duke?"

"Bukankah dengan bertemu Duke lebih dulu Nona bisa lebih leluasa mengatur pelayan dan prajurit. Lihat di bawah! Prajurit memang hadir semua tapi lebih dari setengah pelayan tidak ada."

Lucia mengelus perut Momo dan berkata, "bodoh, dengan melakukan semua ini aku menunjukkan kepada kepala prajurit bahwa sekarang aku bisa memanfaatkan kekuasaanku sebagai putri Duke."

"Dawson pasti akan menyampaikan tindakan yang kulakukan sekarang pada Lawson, kepala pelayan di kediaman Duke. Kedudukanku di mata Lawson juga akan naik."

"Lucia yang sekarang tidak bisa lagi mereka remehkan. Sedangkan pelayan yang tidak hadir, aku akan memecat mereka terutama yang berhubungan dengan Retta. Mengerti, sekarang?" Tanya Lucia yang diikuti dengan anggukan dari Kucing gendut Oren itu.

"Momo, berhenti makan! Kamu sudah terlalu gendut. Lihat berat badanmu pasti sudah lebih dari 7kg."

Lucia menyingkirkan semua cemilan dan memberikan kepada pelayan untuk dibawa pergi. Momo merengek dan berguling di lantai membuat Lucia menekan pelipisnya.

"Sejak kapan Nona memelihara kucing, ya? Perasaan, aku belum pernah melihat kucing ini sebelumnya," ujar Dawson dalam hati.

Dawson kemudian memperhatikan prajurit dan pelayan yang ada di bawah dan berbisik, "Nona sepertinya hanya mereka yang hadir. Untuk semua prajurit Nona tenang saja, mereka hadir semua tapi untuk pelayan, sebagian besar dari mereka tidak datang. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan?"

Lucia berdiri dengan anggun dan berkata dengan suara yang bisa di dengar oleh semua orang di bawah. "Aku Lucia Lamboerge, putri satu-satunya Duke Afsan Lamboerge memerintahkan kalian untuk segera angkat kaki dari Istanaku!"

Perintah itu mengagetkan semua orang bahkan Momo menganga dengan mulutnya hampir menyentuh lantai. Pupil mata Dawson bergetar sebentar sebelum dia menutup mata dan menghela napas. "Habislah, kami semua akan dipecat. Dimana lagi kami bisa mendapat pekerjaan yang bagus seperti di kediaman Lamboerge ini?"

Prajurit semua berlutut diikuti semua pelayan. Seorang pelayan menangis terisak. "Nona hamba mohon jangan pecat hamba. Hamba memiliki 2 orang anak yang butuh makan dan juga orang tua yang tidak bisa lagi bekerja. Hamba mohon pada Nona."

Pelayan itu tidak ragu bersujud dan mengetukkan kepalanya dengan keras beberapa kali hingga berdarah. "Berhenti! Kamu diberi kesempatan!" Ucap Lucia yang memberi angin segar untuk yang lainnya.

"Pelayan itu sudah menunjukkan keseriusan dengan bersujud padaku. Jadi aku menerimanya dengan senang hati. Tapi untuk kalian yang tidak memiliki inisiatif untuk memohon aku juga akan memberi kalian kesempatan."

"Untuk pelayan tampar diri kalian lima kali sekuat tenaga. Untuk prajurit tampar wajah kalian sepuluh kali sekuat tenaga. Ingat untuk sekuat tenaga, jika tidak ada darah yang mengalir aku tidak akan menerima ketulusan kalian."

Satu kata untuk Nona Lucia. Kejam. Dia sangat kejam. Sejak kapan Nona Lucia berubah jadi kejam dan berdarah dingin seperti ini?

"Aku tidak buta dan tidak tuli atas perlakuan kalian selama ini. Penghinaan yang kalian lontarkan di belakangku serta sikap acuh kalian saat aku disiksa. Aku tidak akan lupa."

"Kalian bebas memilih, untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ini atau menampar diri sendiri. Tapi aku pastikan untuk kalian tidak akan mendapatkan pekerjaan apapun selain mengemis di jalanan."

Suara tamparan keras menggema di aula itu diikuti oleh tamparan-tamparan lainnya. Perkataan Nona mereka benar. Mereka terlalu pengecut untuk membantu. Tidak hanya tidak membantu, mereka malah ikut menggosipkan Lucia.

Pada tamparan terakhir wajah mereka bengkak, hidung berdarah, bahkan ada yang meneteskan darah dari bibirnya. Mereka memohon pengampunan Lucia untuk membiarkan mereka tetap bekerja di sana.

Ancaman Lucia tentu saja sukses menakuti mereka. "Aku tidak akan sekejam itu untuk memecat kalian setelah menunjukkan permintaan maaf kalian yang tulus ini."

Senyum lembut Lucia nampak membuat suasana Aula lebih dingin dari sebelumnya. Setelah melihat kekejian ini bagaimana seseorang bisa tersenyum bahagia?

Apakah Nona Lucia menjadi psikopat karena disiksa terus menerus oleh Retta? "Apa kehidupan kami akan baik-baik saja di sini?" Pikir beberapa orang yang telah menampar diri mereka.

Lucia mengangkat Momo kepelukannya. Ia lalu berkata pada orang-orang di bawah, "Kalian bisa tetap bekerja. Pergilah ke ruang kesehatan untuk memulihkan diri dan minum obat untuk menyembuhkan luka."

"Terima kasih, Nona," ucap mereka serempak.

"Dawson, untuk pelayan yang tidak datang pastikan mereka untuk dipecat dan tidak bisa bekerja dimana pun."

"Jika ada yang bekerja sama dengan Retta, masukkan mereka ke penjara."

"Periksa juga buku keuangan kita dan pastikan Retta dan anteknya menjalani hukuman yang setimpal."

"Ah iya, masukkan juga anak dan suami Retta ke Penjara. Kamu tentu tidak lupa apa yang mereka hampir lakukan kepada saya."

"Baik Nona,saya akan laksanakan semua perintah Nona" jawab Dawson dengan membungkukkan sedikit tubuhnya tanda penghormatan kepada keturunan Duke.

Lucia pun pergi menuju Kediaman Duke Afsan yang cukup jauh dari istananya. Istana Jasmine terawat cukup baik dari luar, tapi jika di lihat dari dalam sungguh memprihatinkan.

Tibalah Lucia di depan Istana yang cukup megah. Kediaman Lamboerge tertulis di atasnya. Sebelum sempat memasuki kediaman, Lucia dihadang oleh dua orang penjaga pintu masuk.

"Aku adalah Lucia Lamboerge, putri Duke Afsan Lamboerge. Biarkan aku masuk untuk menemui Duke," perintah Lucia kepada penjaga yang membuat mereka saling berpandangan dan terlihat tidak percaya.

"Maaf Nona Lucia, Duke memerintahkan kami untuk tidak membiarkan orang sembarangan masuk tanpa ijin," ujar penjaga tanpa ekspresi.

"Maaf, apakah Nona sudah membuat janji dengan Duke, sebelumnya?" Tanya penjaga lainnya.

"Aku belum membuat janji. Tapi kalian bisa mengatakan pada Duke bahwa aku ingin bertemu. Jika aku harus menunggu lama...." Lucia memperhatikan sekitarnya dan melihat ada Gazebo yang cukup indah dan menunjuk ke arah sana.

"Aku akan menunggu di sana. Kalian bisa memanggil pelayan untuk membuat camilan dan teh selagi aku menunggu."

Setelah mengatakan itu, Lucia segera menuju Gazebo dan duduk manis menunggu camilan meninggalkan kedua penjaga kediaman dengan keadaan canggung.

Mereka pun menghela napas dan salah satu dari mereka menjalankan perintah Lucia dan yang lainnya tetap berjaga di depan pintu kediaman.

Benar adanya Lucia harus menunggu sedikit lebih lama hingga camilan dan teh pun berdatangan. Pelayan yang mengantar camilan pun tidak memberi hormat dan tanpa ekspresi. Pelayan itu pergi begitu saja setelah mengantarkan camilan dan teh.

"Nona, kamu benar-benar diremehkan. Kalau aku jadi kamu, aku akan menyiram wajah pelayan tadi dengan teh panas ini," gerutu Momo.

Lucia hanya tersenyum dingin. Kadang dia menepis tangan Momo yang mulai menghabiskan camilan. Tampilan Momo yang menggemaskan dengan mata yang ingin menangis membuat Lucia mengalah dan membiarkannya menghabiskan camilan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!