NovelToon NovelToon

Because We Are Young

#1

#1

Geraldy Kingdom. 

Geraldy Kingdom adalah sebuah banguna megah, tentunha didirikan oleh pemiliknya, Alexander Geraldy, dan kini dihuni oleh Alexander sendiri beserta Stella sang istri. 

Meski usia tak lagi muda, rambut tak lagi sempurna sesuai warna aslinya, serta fisik yang tak lagi sebugar kala muda, namun sepasang suami istri yang pernah dipisahkan othor Bulan ini, nampak semakin harmonis, Menikmati mentari pagi bersama, dan hanya menikmati senyuman dan tangis cucu cucu mereka, tak ingin lagi memikirkan materi, karena aset kekayaannya dikelola dengan baik oleh anak anak mereka, kini tinggallah mereka menua dan bahagia bersama hingga suatu saat maut memisahkan. 

Seperti hari hari biasa, mereka bergandengan tangan, melangkah bersama, sekedar membuat sendi sendi bergerak, serta menantikan kedatangan kelima cucu mereka. 

Daniel, Darren, Luna, Dean, dan Danesh, mereka berlima selalu menyambangi Geraldy Kingdom sepulang sekolah. 

Tujuannya? 

Berlatih. 

Untuk apa? 

Melindungi diri mereka sendiri dan pastinya melindungi orang orang yang mereka cintai di masa depan. 

Bermacam keahlian melindungi diri Alexander ajarkan pada kelima cucu nya, bela diri, menembak, berkuda, memanah, serta bela diri menggunakan senjata, pedang, tombak, senapan. 

Kenapa lagi? 

Karena Alexander tak ingin cucu cucunya menjadi korban penculikan seperti Kevin ketika masih kanak kanak kanak,  sejak dini mereka sudah berlatih bagaimana cara melindungi diri mereka sendiri. 

.

.

Siang hari nya

Sepasang suami istri ini nampak tersenyum kala melihat dari kejauhan, kepulan debu berterbangan, serta deru motor memecah keheningan Geraldy Kingdom siang menjelang sore itu. 

Empat buah motor sport 1500cc, dengan empat warna berbeda melaju beriringan, keempat pengendaranya memakai helm yang berbeda warna pula, mereka berhenti tepat di depan ruang tunggu, tempat oma dan opa mereka menunggu. 

Kelima cucu Alexander Geraldy tersebut membuka helm mereka masing masing, wajah mereka memerah, lelah setelah setengah hari lebih belajar di sekolah, keringat yang keluar melalui pori pori kulit menandakan bahwa kini mereka sedang sangat kepanasan, mengingat cuaca siang cukup terik.

Si Sulung Daniel menyugar rambut coklat nya, wajah putih bersih dengan rahang dan dagu yang kokoh, menjadi daya tariknya, serupa dengan Darren adik kembarnya, keduanya memiliki wajah dan postur tubuh yang sama persis, tapi tidak dengan kegemaran mereka, Daniel suka belajar bisnis, sementara Darren adalah seorang Superstar, idola kaum hawa, mulai dari foto model, film, hingga menyanyi, ia tekuni, membuat nama nya semakin bersinar di jagad dunia hiburan tanah air, sementara si cantik Luna, jangan ditanya seperti apa wajah tuan putri yang satu ini, rambutnya hitam berbingkai coklat serupa rambut jagung, mata bulat dengan kulit wajah putih kemerahan, ia adalah putri kecil kesayangan daddy Andre dan papa Kevin, selain itu ia selalu dikelilingi empat pria tampan, di sekolah ia adalah pemimpin marching band, dan sering membawa kelompok marching band nya menjadi juara di berbagai event yang mereka ikuti. 

Walau kedua orang tua mereka adalah dokter, namun ketiganya memiliki passion berbeda, pada awalnya Kevin dan Gadisya sedikit kecewa, tapi kembali lagi, kita tak bisa mengukur kepandaian seekor ikan berdasarkan kemampuannya memanjat pohon, setiap orang punya passion, dan mereka hebat di bidang masing masing. 

Begitupun si kembar berikutnya, Dean dan Danesh, walau postur dan wajah mereka tak jauh berbeda dengan Daniel dan Darren, tapi mereka pun memiliki pesona berbeda, kemampuan Dean memikat lawan jenis sudah terlihat sejak ia masih di bangku sekolah dasar, karena itulah ia kerap berganti kekasih sama seperti seringnya ia berganti pakaian, hal itu membuat Bella sang mommy seringkali menggerutu di depan suaminya yang juga memiliki sifat yang sama persis dengan putra sulung mereka, sementara si bungsu Danesh memiliki kebiasaan yang lebih aneh lagi, suka membolos dan kabur dari sekolah, sekalinya seharian berada di sekolah, ada saja ulah jahil yang ia lakukan, yang membuat Andre harus banyak bersabar menghadapi kedua putranya.

Alexander menyambut kelima cucunya dengan wajah bahagia, masa mudanya memang sudah lama berlalu, namun, ia merasa kembali muda, hanya karena sering bercengkrama dengan kelima cucu nya. 

“Opa, Om Hans sudah datang?” Tanya Darren langsung pada tujuannya, sepeninggal Andy, kini guru menembak si kembar adalah Hans, sang pemimpin Agent AG.

“Sepertinya sudah, tadi opa dengar ada suara tembakan, dan ramai suara para agen sedang berlatih bela diri.”

“Aku kesana yah, dua jam lagi aku harus ke Bandung syuting film terbaru.” Pamit Darren pada saudara dan sepupunya.

“Kalian juga akan berlatih sekarang?” tanya Alexander.

“Nggak aah aku mau makan sup daging buatan oma.” Kini Luna yang berpamitan.

“Tenang opa, kami masih disini, Daniel melingkarkan lengannya di leher sang opa.” 

Alexander tersenyum, rupanya Daniel tahu kalau ia tengah bersedih karena tak bisa berbisa berbincang dengan kelima cucu nya. 

“Opa … tadi aku kenalan dengan cewek baru, dia baru mulai sekolah hari ini.” Dean bercerita dengan bangga.

“Mulai deh …” gerutu Daniel.

“Haiiiss … membosankan, apa gak ada hal lain yang layak diceritakan.” Danesh ikut menambahi.

“Berisik, dasar para jomblo akut.”

“Diiihh biarin, jomblo itu pilihan hidup.” Daniel berseloroh tak terima, padahal ia masih menantikan berita tentang keberadaan Naya.

“Aku bukan pria murahan, jadi aku sengaja pilih sendiri sampai akhirnya bidadari impianku datang ke hadapanku.” Danesh, ia memang tengil dan jahil, tapi bukan seorang player.

Alex hanya mendengarkan perdebatan penting tak penting ketiga cucunya, “sudah, sudah, sudah,” lerainya. “Jadi siapa gadis beruntung yang kamu ajak berkenalan hari ini?” tanya Alex, sebisa mungkin ia membesarkan hati dan memberikan pujian pada cucu cucu nya, agar mereka tak mengharapkan pujian dari orang lain.

Dean mendekat, kini ia duduk merangsek ke pelukan sang opa, “namanya Linda …” Dengan semangat Dean menceritakan bagaimana perkenalannya dengan si anak baru tersebut, wajahnya berbinar bahagia, senyum menawannya terpancar sempurna, wajar kiranya jika para gadis mengidolakannya.

Sementara Dean terus berceloteh riang menceritakan para gadis yang kini menggandrunginya, Daniel dan Danesh sibuk dengan game di ponsel mereka masing masing.

“Hei … kamu mau opa kenalkan dengan seorang gadis lagi?” pancing Alex.

Dean segera bangkit, duduk tegak, mencoba meyakinkan pendengarannya, manakala sang opa tiba tiba ingin mengenalkannya dengan seorang gadis. 

“Apa baru saja aku tak salh dengar opa?” tanya Dean.

“Tidak … opa serius sekali, bahkan sangat serius, jika kamu mau kalian bisa bertunangan secepatnya.”

Dean mendadak berbunga bahagia, senyum lebar terkembang di bibirnya, ia mengambil sebuah bantal kemudian melemparkannya ke arah Daniel dan Danesh yang tampak tak mempedulikan dirinya yang tengah bahagia.

“Woiiii … lo pada denger gak?” serunya. “opa mau mengenalkan seorang gadis padaku.” 

“Paling baru berapa hari dia sudah minta putus.” Daniel menjawab santai.

“Setuju … balik kanan bubar jalan.” Danesh menambahkan.

Hahahaha … kemudian keduanya beradu kepalan tangan dengan senyum ejekan.

“Si alan lo pada.”

Daniel dan Danesh kompak menjulurkan lidah mereka.

“Opa … kapan opa akan mengenalkanku padanya?” Dean merengek tak sabar.

#2

#2

“Opa … kapan opa mengenalkanku dengan gadis itu?”

“Nanti, sekarang belum saat nya, dia juga masih sekolah.”

Dean cemberut kecewa, ia tak tahu kenapa tiba tiba begitu penasaran dengan gadis yang akan opa nya kenalkan dengan dirinya.

Hahaha … Daniel dan Danesh kembali tertawa keras. “sabar woiii … siapa tahu tuh gadis masih ingusan.”

“Bukan ingusan, tapi masih orog … hahahaha.” mau tak mau opa Alex ikut tertawa mendengar gurauan cucu nya.

Dean hanya mengerucutkan bibirnya.

Tak lama kemudian, oma Stella membawa seporsi besar salad buah, disusul kemudian Luna membawa kudapan pelengkap dan es sirup.

“Waaaahhh oma memang terbaik, tahu aja kalo aku lagi haus.” Daniel seera bangkit dari kursinya, ia menyambar gelas berisi sirup berwarna merah tersebut.

“Kalau haus kenapa tak ke dapur ambil minum sendiri?” gerutu Luna yang malas jika sang kakak menyuruhnya ini dan itu.

“Malas … kan ada kamu.”

“Lho Darren mana?” oma Stella baru menyadari, jika si nomor dua tak ada.

“Langsung latihan menembak oma, nanti malam ia harus syuting film terbarunya di bandung.” Jawab Danesh.

“Kenapa dia gak makan dulu?” gumam Stella cemas, karena semenjak menjadi superstar si nomor dua yang dulu gembul menggemaskan dan pemakan segala itu mendadak hilang, berganti dengan Darren yang tampan dan selalu menjaga penampilan, termasuk asupan makanan yang ia konsumsi, tidak boleh berminyak dan dingin, karena akan berpengaruh pada kualitas pita suara nya, tak boleh berlemak dan manis, karena mengakibatkan bertambahnya berat badan,  terlebih pipinya, harus selalu terlihat tirus agar menonjolkan rahangnya yang maskulin. 

“Tenang oma, kami akan sapu bersih semua makanan ini,” Ujar Dean yang kini sudah sibuk mengunyah salad.

“Iya oma, lagi pula Darren mana mau makanan seperti ini,” Daniel menambahkan.

“Ntar dia bilang, besok ada pemotretan, pipi gak boleh terlihat berisi.”

“Besok ada live show, gak boleh makan gorengan,”

“Cucu oma yang malang, padahal sejak kecil oma suka lihat dia makan banyak, dia tampak menggemaskan dengan pipinya yang chabi.” kenang oma Stella, teringat Darren kala masih kanak kanak, begitu suka makan apa saja.

“Oma carikan saja seorang istri yang pandai masak, biar badannya berisi lagi.” usul Luna.

Oma Stella menatap Luna, “boleh juga idemu, di sekolah kalian, ada gadis yang pintar memasak gak?”

“Oma … jaman sekarang mana ada anak gadis yang terjun ke dapur.” seloroh Dean. “Yang ada gadis yang suka keluar masuk salon dan mall.” 

“Jika kalian memilih wanita seperti itu sebagai istri, oma akan segera memasukkannya ke kelas memasak.” oma Stella mewanti wanti. 

"Oma… sampai sekarang, aunty juga gak pinter-pinter amat masaknya,"

Oma Stella tersenyum, menyadari bahwa satu-satunya anak perempuannya pun tak bisa memasak. "Benar juga, baiklah… tak masalah, asal dia gadis baik, pasti layak untuk jadi cucu menantu oma." Stella meralat ucapannya. 

Dua jam kemudian. 

Daniel, Dean, Danesh dan Luna, sudah bersiap dengan pakaian latihan mereka, setelah menyegarkan stamina mereka, kini saatnya pembakaran kalori serta melatih kemampuan mereka melindungi diri, keempatnya berpapasan dengan Darren yang sudah bermandikan keringat usai melatih ilmu bela diri serta menembak. 

"Langsung jalan?" Tanya Daniel. 

Darren mengangguk, "iya… mas Dion sudah perjalanan kesini, jadi aku mau mandi dulu."

"Good Luck yah." Ucap Daniel sebagai salam perpisahan. 

Mereka adu kepalan tangan, sebelum benar benar berpisah.

Darren Alexander, begitu nama bekennya, ia tak mengizinkan nama belakangnya di ekspose, dengan banyak alasan. Tapi di usianya yang masih terbilang muda, Darren sudah berusaha mandiri dengan tidak bergantung dengan uang bulanan dari kedua orang tuanya, walau kedua orang tuanya memiliki harta berlimpah. Pada mulanya ia sedang berada di mall ketika tak sengaja berpapasan dengan agensi model, yang saat itu tertarik dengan gesture wajah serta penampilan fisiknya yang serba good looking. Sang pemilik Agensi tersebut menawarkan satu sesi peragaan busana di salah satu mall kenamaan ibu kota, tak disangka banyak yang penasaran dengan penampilan perdana Darren kala itu. 

"Ayo sayang… satu suap lagi…" Rayu oma Stella pada sang cucu kesayangan. 

"Sudah cukup oma… aku tidak boleh kekenyangan, nanti ada adegan laga… bisa megap-megap kalau perutku penuh."

Seketika oma Stella memasang wajah mendung, dan jika sudah demikian, Darren tak bisa lagi berkutik, "baiklah… satu suap saja yah?" Nego Darren. 

Hanya begitu saja oma Stella sudah sangat bahagia, memastikan cucu nya makan teratur dan cukup gizi. 

"Sudah ya Oma, Opa … aku pergi."

Darren mencium kening Oma Stella kemudian memeluk Opa Alex sebelum melambaikan tangan dan pergi. 

Wajah Oma Stella kembali datar, "bukankah cucu kita terlihat kurus dan kurang gizi?"

Opa Alex tersenyum, mengenang waktu yang sungguh cepat berlalu, "Padahal ketika kecil Darren begitu gembul dan menggemaskan, karena dia suka sekali makan ice cream, begitu pun Daniel." Ujarnya. 

"Iya dan sekarang siapa sangka, usianya baru tujuh belas tahun, tapi ia sudah tak mau menerima uang pemberian kita." 

Masih terlalu pagi ketika Darren tiba kembali di International Senior High School, syuting selesai lebih cepat. Karena Darren sudah di tingkat akhir International Senior High School, maka sebisa mungkin ia tetap ke sekolah, walau jadwal syutingnya sangat padat. Jam 2 dini hari syuting berakhir, Darren dan kru nya pun  kembali ke Jakarta secepatnya, agar Darren tak ketinggalan jadwal sekolahnya. 

Walaupun Darren sudah mengurangi ⅔  dari jadwal seharusnya, tapi Superstar seperti dirinya tetap saja sibuk. Wacana home schooling sudah pernah ia utarakan pada Kevin sang Papa, tapi tentu saja di tolak mentah mentah oleh Papa Kevin. 

"Kewajiban utama kamu adalah belajar, kalau sudah merasa berat dengan apa yang kamu pilih. kamu bisa berhenti kapanpun. Papa masih sanggup membuat kalian bertiga kuliah di luar negeri sekaligus tetap menikmati hidup nyaman.”

Begitulah jawaban Papa Kevin saat itu, sejak awal memang Papa Kevin hanya setengah hati membiarkan putra keduanya menjadi Superstar, kevin pikir lama kelamaan Darren akan bosan lalu berhenti dengan sendirinya. Namun kenyataan tak sesuai dengan apa yang Kevin harapkan, kehadiran Darren di dunia entertainment begitu disukai dan di elu-elukan, terutama di kalangan para gadis muda.

Bruk !!!

Suara benturan dua benda keras terdengar, termasuk Darren yang masih melamun di dalam mobilnya merasakan mobilnya berguncang sesaat, “Mas Dion, ada apa?”

Mas Dion manajer sekaligus asisten pribadi Darren pun terkejut, pasalnya ia terlelap, dan baru membuka mata ketika Darren memanggil namanya. “Memang ada apa?”

“Kaya ada yang nabrak mobil kita, iya gak sih?” tanya Darren.

Dion menggeleng tak mengerti, karena ia benar benar lelap tertidur, hingga tak menyadari situasi di sekitarnya.

Darren bergegas menggeser pintu mobilnya, kemudian keluar, benar sekali dugaannya, ia melihat seorang gadis tengah menatap ketakutan kearahnya, motor matic nya menabrak bemper belakang mobil mewah milik Darren.

“Sorry aku gak sengaja,” Ujarnya.

Darren menghela nafas perlahan, “Gue lagi males berdebat, ntar aja kalo udah beres dari bengkel, baru lo ganti uang perbakannya."

Aya tercengang mendengar keputusan sepihak dari Darren, dan lagi ia tak akan mampu membayar biaya perbaikan body mobil Darren. Tapi apa mau di kata, Darren lebih memilih kembali menutup pintu mobilnya, kembali menunggu kedatangan kedua saudara kembarnya. Mereka akan membawakan baju sekolah serta sarapan yang ia request dari sang mama, sup daging.

.

.

.

ada yang ingat sup tragedi sup daging si wajah pasaran, dan si gadungan?? 😂 sepasang anak kembar yang tinggal terpisah sejak kedua orang tua mereka berpisah, keduanya hidup nyaman berlimpah materi, berkat kesuksesan kedua orang tuanya, tapi keduanya merindukan hangatnya pelukan mommy, dan nyamannya perlindungan daddy ☹️

#3

#3

Tepat jam 7 sebuah motor memasuki gerbang sekolah, tentu saja motor tersebut milik saudara kembar Darren, Daniel, yang berboncengan dengan Luna, Luna turun lebih dulu langsung menghampiri mobil milik Darren yang terparkir di halaman, gadis itu menggeser pintu mobil milik saudara kembarnya.

Sreeett 

Nampak Darren tengah memejamkan kedua mata nya, Luna menggoyangkan pundak Darren, kedua mata Darren terbuka seketika, “Nih ganti baju dulu,” Luna mengulurkan papper bag berisi baju sergam Darren, “Sarapannya di kantin aja,”

“Ogah …” tolak Darren, ia malas jika harus bertemu Aya. “Disini aja.”

“Lupa gak bawa sendok, mau makan sup pake sendok sepatu?” jawab Luna.

Darren mend esah pasrah, tak ada lagi yang bisa ia jadikan alasan.

“Mobil penyok noh.” Daniel yang baru datang langsung melapor.

“Iya di seruduk matic nya Aya.”

“Set dah, apes bener lo …” ejek Daniel.

“Tau ah … gue lagi males mikir.” jawab Darren seraya menutup kembali pintu mobilnya, ia harus segera berganti kostum, dan menyiapkan buku bukunya, karena kurang dari satu jam dimulai.

Daniel berjalan menuju kantin, meninggalkan Darren dan penyok di mobil mewahnya, “Ay … batagor dong.”

Daniel segera memesan makanan favorit nya tersebut.

“Belum kenyang?” tanya Luna Heran, karena seingatnya Daniel baru saja sarapan dua porsi besar sup daging, tanpa nasi. 

“Orang indonesia, kalau belum makan nasi belom di hitung makan tau gak…” Jawab Daniel seenaknya.

Nyak Leha sang ibu kantin hanya tersenyum menyimak obrolan saudara kembar berbeda jenis tersebut, “batgor belom mateng sep.” jawab nyak Leha, tak lupa menambahkan kata ‘Sep’ untuk murid lelaki (Kasep \= ganteng), dibelakang kalimatnya, itu khasnya nyak Leha, begitupun kalau beliau menyebut para murid perempuan selalu ada embel embel Geulis di belakangnya. 

“Yaaa …” Daniel cemberut seketika, sejak dulu batagor buatan Aya adalah makanan favoritnya di kantin.

“Tadi pagi Aya bangun kesiangan, jadi telat ke pasar,”

“Sorry banget yah, ntar aja pas istirahat, aku keep satu buat kamu.” janji Aya.

“Bener yah? thanks Ay … senengnya kalo elo yang jadi ipar gue.”

“OGAH … NO … Amit Amit … jangan sampe.” jawab Aya cepat, jangan sampai kalimat Daniel jadi kenyataan, bertemu sesekali dengan Darren di sekolah saja sudah cukup menyebalkan, gimana kalo tinggal serumah, dan jadi istrinya, bisa bisa ia mati muda.

Bahkan Luna yang sibuk menata sarapan Darren, jadi tertawa mendengar penolakan Aya. “Gak boleh terlalu benci Ay … siapa tahu, kalian emang jodoh.” Luna menambahkan.

“Mana mau, artis idola sama anaknya nyak.” nyak Leha yang sedang menyiangi sayur ikut menimpali. 

“Kalo udah jodoh, kaya nya nggak ada masalah Nyak.” Daniel berucap pelan, karena Darren akhirnya tiba, sudah rapih dan charming seperti biasa, walau di sekolah Darren tetap mendapat perhatian berlebihan dari para gadis, tapi ia tak ingin pamer popularitas, ia lebih memilih tidur di kelas ketika jam istirahat, karena tak bisa jajan sembarangan di kantin seperti teman teman yang lainnya, ia akan keluar kelas, jika ada yang mengajaknya bermain basket.

Darren langsung duduk, dan melahap sarapannya, masakan sang mama selalu membuatnya tenang, tak perlu was was dengan penambahan berat badan, karena Gadisya selalu memastikan takaran kalori yang cukup sesuai dengan proporsi tubuh Darren.

Daren membuka bukunya di sela sela menghabiskan sarapannya, beberapa kali ia bertanya pada Daniel jika menemui kesulitan, sementara Luna kembali melanjutkan obrolan akrab nya dengan Aya dan nyak Leha.

“Ay … jangan lupa, kita masih harus hitung hitungan.” sebelum pergi Darren memperingatkan Aya, bahwa diantara mereka ada urusan yang harus di selesaikan.

Dan sebagai pihak yang bersalah, Aya hanya mengangguk pasrah.

Namanya Cahaya Dihyani yang berarti Cahaya matahari, gadis berpenampilan sederhana, putri dari Nyak Leha, ibu pengelola kantin sekolah, Aya menerima beasiswa khusus dari sekolah karena prestasinya yang membanggakan di bidang akademis, ia tak berkecil hati berada di antara para anak anak konglomerat, namun demikian di awal awal Aya pun pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para gadis yang tak menyukai keberadaannya, saat itulah Luna berdiri dan menjadi pelindungnya, tentu jika Luna yang membela tak ada yang akan berani melawan, karena Alexander Geraldy tetap menjadi penyandang dana terbesar di sekolah tersebut, termasuk menjadi sponsor utama beasiswa Aya, serta siswa siswi lain yang lolos seleksi.

Sejak kejadian gagalnya pembullyan, Aya dan Luna menjadi sahabat, berkawan dengan Aya membawa keuntungan tersendiri bagi Luna, Aya adalah teman yang asyik untuk diajak berdiskusi masalah pelajaran, dan Aya mendapatkan perlindungan terbaik dari Luna.

Tak lama kemudian si kembar berikutnya datang, Dean yang langsung di peluk posesif oleh dua kekasihnya, serta Danesh dengan para anggota geng nya.

“Dean … ntar sore, jadi kan kamu anter aku ke toko buku.” tanya Lalita manja.

“Jadi dong …” Jawab Dean yang langsung membuat Lalita tersenyum lebar.

Sementara gadis yang bergelayut di lengan kirinya tak ingin kalah, “mana bisa, kemarin kamu bilang mau nemenin aku ke butik beli baju.” Rosa tak ingin kalah, karena merasa Dean pun menjanjikan hal yang sama pada dirinya.

“Iyakah? aku lupa.” Jawab Dean santai, kemudian melepaskan kedua lengannya dari elitan tangan lalita dan Rosa. “Sekarang lo berdua, suit, hompimpa, batu guntung kertas, atau terserah apa aja, ntar kalo udah dapat pemenangnya hubungi gue, kalian punya waktu sampai jam 2."

Dean berlalu meninggalkan Lalita dan Rosa, berganti memeluk Vero, yang sudah menunggunya tikungan terakhir menuju kelas.

Usianya memang baru 16 tahun, tapi kekasih Dean luar biasa banyak, ia sih seneng seneng aja, tiap minggu di tembak cewek, dan semuanya di terima, dengan catatan batas waktunya hanya seminggu, dan tak boleh ada rasa berlebihan apalagi posesif, no kissing, n o s e x, begitulah prinsip Dean, Dean tak segan segan mengakhiri hubungan jika ada tanda tanda ketidak nyamanan tersebut. 

Sementara Veronica, memang sudah lama memiliki rasa pada Dean, ia memilih tinggal di sisi Dean sebagai sahabat yang selalu ada, dari pada hanya menjadi kekasih sesaat, dengan demikian Vero tak akan pernah merasa ditinggalkan, walau harus rela hancur lebur ketika melihat Dean bersikap manis pada para kekasihnya, yang kadang tak Dean ingat namanya.

“Hei … lo tau gak pagi tadi, gue lihat para gadis dari sekolah Dewi Sartika (Sekolah khusus para Gadis, dan berasrama).” 

Danesh dan kedua kawan baiknya sedang berjalan menuju kelas mereka

“Setiap kali melihat mereka rasanya aku menjadi pria paling tampan selautan.” Tedy berangan.

“Selautan? tenggelam dong.” kelakar Ardi.

Hahaha tawa mereka berderai sepanjang jalan. 

"Terserah lah, tapi kalo kalian penasaran kapan kapan kita nongkrong bareng di perempatan lampu merah, dekat asrama mereka, lumayan menyegarkan mata sebelum menelan pelajaran, yang gak ada habisnya." Usul Tedy. 

"Setuju…" Danesh mengacungkan jempolnya, begitu pun Ardy. 

Tak lama kemudian pandangan mereka tertuju pada salah seorang guru yang baru saja tiba dengan motor bututnya, dialah pak Cipto sang guru olahraga sekaligus guru BK (Bimbingan Konseling), salah seorang guru yang terkenal karena suka memakai motor yang sudah berusia lanjut. 

“Sepertinya seru kalo motor pak Cipto kita pinjem.” gumam Danesh yang terdengar jelas di telinga kedua sahabatnya.

Danesh menatap kedua sahabatnya, dengan alis mata dinaik turunkan penuh maksud, seperti sudah saling memahami satu sama lain, Tedy dan Ardi pun memahami maksud dari tatapan Danesh.

"Tapi bisa boncengan bertiga gak? Kan gak seru kalo aku kabur sendirian?"

"Ntar kita coba…" Usul Ardy

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!