Pemeran Utama
Aku nadia sebagai (Zahratussoleha)
Ahmad Syakir sebagai (Syahrul Qamal)
Suaminya Zahra
“DERITA GADIS DESA YANG GA DIANGGAP MERTUA”
Aku anak remaja 17 tahun (sweat seventeen) yang mulai berani melangkah keluar menuju kehidupan yang tertarik dengan gemerlapnya dunia, apa itu tempat keramaian. Aku lugu dan aku dungu, aku bergumam dalam hatiku begitu kerdilkah pengetahuanku sehingga aku tidak tahu tempat indah yang tuhan ciptakan untuk kita. Aku sedari kecil hanya tinggal didesa kecil yang jauh dari keramaian, dan kebisingan. Desaku sangatlah jauh dari hingar bingar kemewahan dan kegaduhan, didesaku hanya terdengar suara hewan dan burung saja yang berkicau, gemercik air jikalau hujan turun menambah sunyinya desaku.
Didesaku hanya keramaian suara santri yang melapalkan keindahan kalam illahi, takbir dan tahmid lah terdengar jelas, desaku masih tertanam dan tertata rapih budaya yang hakiki.
Aku remaja 17 tahun, yang sering orang bilang usia mulai menikamti dan mengeyam asam garam dunia, diusia ini juga aku mulai membuka dunia baru yang disenangi, tapi kami hanya gadis desa yang disirami dengan tatanan budaya hakiki. Tak berani melawan dan menampik perkataan Ayah dan Umi, padahal hatiku berontak selalu ingin melihat luasnya dunia, nikmatnya dunia, gelamornya dunia, namun apalah daya ku takbisa lakukan itu semua. Kami hanya manut dan turut pada petuah Ayah dan Umi.
Di desaku banyak usia 17 yang sudah menikah karena budaya dan kebisaaan orangtua, yang lebih mengedepankan produktivitas dan keturunan katanya. Tapi aku tak mau seperti itu, aku masih ingin mengejar mimpi menjadi mentri setidaknya menjadi pemimpin yang terpuji agar mampu memberi inspirasi kepada pemuda dan pemudi yang sudah terbisaa dengan janji suci yang terikat dengan mimpi. Aku ingin jadi pendobrak, perubah budaya ke hal yang lebih maju dan terisi dengan ilmu yang lebih mumpuni. Agar tatanan budaya kami lebih maju dan tidak tertinggal lagi.
Ku mau melihat desaku maju dan mumpuni, aku sering berdiskusi dengan teman-teman sebayaku, bahkan dengan guruku yang selalu membimbing dan memberi semangat agar maju dan tidak terdiam karena pengetahuan. Ku harus maju dan mampu membangun desaku dengan caraku sendiri.
Jangan hanya terkekang didalam diri berteriakpun tak bisa karena selalu takut dengan noda dan dosa. Ku harus bangun dari tidur panjangku, agar mampu meraih mimpi menjadi guru yang terpuji, mampu merubah arah kehal yang lebih maju lagi.
Aku memberanikan diri bertanya pada Ayah dan Umi, ku bertanya dengan pertanyaan yang selama ini kusimpan didalam hati,
“Ayah dan Umi maaf apakah wanita disini harus mengikuti tradisi, dan tidak boleh maju menjadi generasi berilmu agar tak selalu berpangku pada Ayah dan Umi”.
Lalu Ayah ku mejawab dengan nada sedikit emosi.
“Kamu kenapa bertanya seperti itu?. Dan Umi ku hanya terdiam. Kamu sekarang sudah besar dan mulai serba ingin tahu, tapi kamu jangan melawan budaya yang sudah tertanam didesa kita. Kamu tau wanita itu tugasnya hanya satu menjadi ibu rumah tangga, ketika kamu menjadi istri dari suamimu. Didesa kita tak ada dan boleh ada wanita yang berpendidikan karena kodratna wanita menurut ataka hanya menjadi Umi dan mengurus rumah tangga. Jangan sampai kamu kebablasan dan jangan kamu ego, karena wanita wajibnya ada dirumah”.
Lalu Ayah ku diam dan menatapku dalam-dalam, dan berkata
“Kamu kenapa punya pemikiran seperti itu, jangan jangan kamu diracuni pemikiranmu oleh laki laki atau orang yang tak bertanggung jawab”.
Aku terdiam dan tak berani melawan. Lalu Ayah ku bertanya kemBali .
“Apakah jika Ayah sekolahkan lebih tinggi, nanti sudah jadi sarjana dan kemBali kesini, kemudian kamu menikah dengan suami pilihanmu, bukannkah kamu kemabli menjadi Umi kan”.
Aku tertekan sebenarnya namun ku harus memberanikan diri menjawab dengan nada lembut dan hati yang berdegup kencang tak karuan.
“Hapunten Ayah Umi, aku bukan mau melawan kodrati dan bukan tak mau menjadi istri, tapi aku ingin menjadi seorang pemimpin yang terpuji yang memberi ilmu pengetahuan yang luas kepada generasi penerusnya, tidak mungkin selamanya seperti ini dan selamanya begini, aku ingin melihat generasi yang mempunyai pengetahuan yang luas, mampu mendidik anak anak dengan pengetahuan yang sesungguhnya. Pintar dengan bahasa yang lebih murni dan tidak meninggalkan budaya yang sudah ada”.
Lalu Ayah ku bertanya kemBali . “Kamu seperti ini punya tujuan untuk siapa”.
Aku menjawab dengan nada pelan.
“Tujuanku hanya satu membangun desaku melihat wanita maju, sukses dan tidak tertinggal. Aku takut melihat desaku terlihat bodoh dan lugu, aku ingin desaku makmur dan maju”.
Ayah ku tetap dengan pendiriannya tidak memberi ijin kepadaku, sambil berlalu kekamarnya, sembari Umiku dipanggilnya.
Mi sini ikut Ayah?.
Sementara itu aku duduk diam dan merenung, berpikir seandainya Ayah ku memberi ijin untuk menuntut ilmu, maka kupergunakan sebaikmungkin dan menjadi wanita sukses dalam segala hal, bukan karena ingin dihormati melainkan ku ingin mengangkat derajat keluargaku dengan cara itu.
Aku tak tau apa yang dibicarakan oleh Ayah dan Umiku, aku menunggu dengan hati yang cemas dan tak menentu sambil melihat bintang dilangit yang biru, angin sejuk sepoy menggelutiku, mataku sayup redam ingin melihat desaku maju. Sampai ku tak sadar tidur dikursiku, Umi ku membangunkanku,
“Nak bangun pindah kekamar gih, disini anginya gak baik untuk dirimu” imbuh Umi”.
Aku sambut dengan lembut. “Baik Umi terima kasih sudah mengingatkanku aku mencintaimu”.
Umi ku menjawab.
“Iya nak Umi juga menyayangimu dan mencintaimu”.sambil kecup keningku semoga kamu sukses ya nak, sambil beralu kekamarku, dan Umi masuk kekamarnya”.
Hatiku semakin bertanya tanya? Kenapa Umi mendoakan seperti itu, apakah Ayah ku menyetujui atau tidak menyetujuinya tentang keinginanku. Ku berdoa kepada tuhan yang kuasa semoga ya Allah Ayah ku memberikan ijin untukku menuntut ilmuku tak bisa tidur sampai larut malam. Apakah mungkin Ayah ku tidak mengijinkanku karena ku cantik dan lugu, dan mungkin Ayah ku takut ada hal yang tak terduga menyelimutiku. Sehingga bersikeras tak memberi ijin belajar padaku. Aku lupa sampai tertidur sampai pagi, dan dibangunkan oleh Umiku.
Aku bergumam. “Makasih Umi sudah membangunkanku”.
Jawab Umi.
“Sama-sama nak, gih solat subuh”.
Dipagi harinya kuberaktifitas seperti biasa dan melakukan kegiatan yang sudah rutin kulakukan setiap harinya, aku sudah bisa a dengan aktifitas ini dan aku tak pernah mengeluh kepada Ayah dan Umi. Ku hanya membayangkan betapa gembiaranya jika aku mampu mebangun desaku dengan ilmu yang kuraih selama pendidikan dibangku kiliahku. Mungkin Ayah dan Umiku bangga padaku
Disaat makan pagi Ayah ku menceramahiku habis habisan dengan nada marah dan kesal,
Sehabis makan bereskan dan kalau sudah temuah Ayah di bangku belakang, Ayah ada yang mau disampaikan
Aku jawab
“Baik Ayah ”. sambil berlalu mengerjakan tugasku.
Disitulah terjadi percakapan yang panjang :
Kata Ayah
“Sini nak duduk disamping Ayah, sambil melunjurkan tangannya”.
Aku
“Baik Ayah , aku tak bisa berkata kata”.
Umi menampalinya.
“Nak maaf, bukan Ayah dan Umi tidak memberikan ijin padamu, tapi Ayah dan Umi. Takut kamu tak bisa menjaga diri dan terjerumus kedunia kegelapan. Ayah dan Umi sangat sayang padamu, kamu anak perempuan satu satunya. Umi tidak mau kamu kenapa napa. Ayah dan Umi pingin melihat kamu tumbuh besar dan berpengetahuan luas agar tidak tertinggal dan maju, bukan Ayah dan Umi tak sayang kamu dan harus nurut pada budaya yang sudah ada. Tapi kamu harus tau dan tidak boleh meninggalkan apa yang sudah diwariskan oleh nene moyangmu.
Ayah menambah kemBali ceramahnya.
“Dan jangan lupa dengan kodrat sebagai wanita, jikalau kamu sudah menjadi sarjana, kamu harus tetap menjadi wanita seutuhnya, jangan mentang-mentang kamu sudah menjadi sarjana lalu lupa tugas sesungguhnya menjadi wanita
Jawabku
“Baik Ayah dan Umi, akan aku camkan dalam hatiku dan akan kulanjutkan tugasku”.
Mengemban amanah ini sangatlah besar tapi aku harus mampu dan bisa karena doa Ayah dan Umi.
Ayah
“Nak ingat, Ayah ijinkan kau mencari ilmu dunia, tapi jangan lupa ilmu akhirat, karena kelak nati akan di hisab dan dimana masuknya kamu kedalam surga serta meringankan beban Ayah dan Umi”.
Aku
“InsyaAllah Ayah, terima kasih Ayah dan Umi sudah mengijinkanku untuk beajar lebih tinggi. Aku janji pada Ayah dan Umi akan kupegang amanah ini dengan sebaik baiknya dan kujalankan dengan sesungguh hati. Citaku hanya untuk kemBali dan siap membangun desaku ini sambil berderai air mata, saking terharu karena ijin dan doa orang tuaku”.
Aku terharu dan menangis mendengar kabar sangat bahagia tersebut, aku senang Ayah dan Umi sudah memberikan ijin kepadaku untuk melanjutkan pendidikan. Aku bergumam dalam hatiku.
“Terima kasih ya Allah atas karunia ini” gerutuku dalam hati.
Bulan besok aku mulai menempuh pendidikan karena sebelumnya aku sudah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi secara online dan alhamdulillah berhasil, ini bagaikan “ketiban runtuh” hari demi hari aku terus memikirkannya, bagimana nanti aku jauh dengan Ayah dan Umi. Tapi aku yakin pasti aku bisa, aku jangan cengeng, aku jangan jadi anak mami, aku jangan selalu apa apa minta ke mami, aku harus jadi wonder woment yang strong. Sambil melamun memandangi langit-langit rumah.
Hari ini aku berangkat ketempat kuliahku, Ayah dan Umi mengantarku keperguruan tinggi yang dituju untuk melakukan registrasi pendaptaran kuliah, dan alhamdulillah selesai dengan cepat sehingga aku bisa mencari tepat tinggal untuk disewa, yang dekat dengan kampusku. Aku menemukan tempat kostku yang sangat dekat dengan tempat kuliahku. Ini sangatlah indah bagiku perjlananku dimudahkan segalaanya karena mungkin keridoan Ayah dan Umi.
Di hari pertamaku tinggal dikosan, Ayah dan Umi menemaniku sampai dua hari lamanya.
Umi terus menangis dan memeluku sembari memberiku petuah nak Umi ga tega ninggalin kamu disini, Umi sangat sayang padamu, Umi ga bisa jauh dari kamu, Umi ga bakalan bisa tenang jauh dari kamu, Umi minta selalu jaga dirimu dan hubungi terus ya, tapi aku harus menguatkan diriku demi suksesnya masadepanku.
“Mi jangan hawatir insyaAllah aku kuat dan aku akan selalu jaga diri, selalu hubungi Umi baik selagi sibuk atau engganya, aku akan selalu ingat nasehat Umi, dan Umi harus kuat agar aku kuat” Umi sayang padaku kan, Umi cukup berdoa dan doakan aku agar sukses dalam menempuh ilmu ini. Agar cepat pulang kerumah dan berkumpul kemBali ungkapanku padaanya”.
Umi pun mengangguk.
“Iya nak Umi kan selalu mendoakan mu. Agar kamu sukses dan lancar tidak ada halangan apapun”.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!