NovelToon NovelToon

Kemana Aku Akan Pulang?

Bab 1. Aditya menggigau

"Rhania ... Rhania ... Rhania sayang."

Shareen mengucek mata, saat mendengar suaminya, mengigau, menyebut seorang wanita bernama Rhania, dengan panggilan sayang. Dengan susah payah, ia membuka mata dan mengumpulkan kesadarannya. Ia ingin memastikan, bahwa tadi ia tidak salah dengar.

"Sayang ... Rhania sayang."

Tess.

Air mata Shareen, tanpa dikomando langsung menetes, mendengar Aditya kembali menyebut nama perempuan itu dengan panggilan sayang. Hatinya sangat sakit mendengarnya. Sekarang ia yakin, bahwa tadi, ia tidak salah dengar.

"Mas, Mas Aditya. Bangun Mas."

Shareen membangunkan Aditya karna ingin menanyakan itu, tidak sabar rasanya menunggu pagi hari untuk bertanya.

"Mmmmmm."

Aditya hanya bergumam. Beberapa kali Shareen mencoba membangunkan. Tetap saja, Aditya melanjutkan kembali tidurnya. Kali ini tidak terdengar lagi Aditya memanggil nama itu, hanya dengkuran halus yang keluar dari mulutnya.

Shareen melirik jam yang tergantung di dinding. Jam menunjukkan pukul 03.30 dini hari. Dipandangnya juga, si kembar Alan dan Alana, yang begitu tenang tidurnya. Mereka sangat menggemaskan diusia mereka yang menginjak dua tahun.

Jika biasanya Shareen akan tersenyum saat melihat mereka, kali ini ia merasa sedih, ia membayangkan jika benar perempuan yang disebut suaminya tadi adalah selingkuhannya. Entah akan bagaimana keluarga mereka kedepannya.

Shareen turun dari tempat tidur. Matanya tidak lagi mengantuk. sehingga ia memutuskan untuk melaksanakan sholat malam. Mungkin setelah itu, hatinya akan sedikit lega.

Cukup lama Shareen menumpahkan isi hatinya, tidak lupa juga doa-doa ia panjatkan pada Sang pemilik kehidupan. Shareen melanjutkan dengan sholat Subuh, karna suara adzan sudah terdengar, dari pengeras suara di Mesjid yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

"Mas ... bangun Mas, sudah subuh, sholat dulu," ucap Shareen sambil menggoyangkan tubuh Aditya.

"Iya, sebentar lagi," jawab Aditya ketus.

Meski hatinya masih sakit, tapi Shareen tetap mengingatkan suaminya untuk sholat. Sebenarnya, Shareen sangat sedih, karna akhir-akhir ini, Aditya mulai lalai dengan sholatnya. Padahal biasanya, Aditya lah yang sering mengajak dan mengingatkan untuk sholat. Bahkan dia akan menegur Shareen jika lalai melaksanakan sholat.

Shareen mulai melakukan tugasnya. Ia merendam kain kotor di baskom besar. Nanti akan Shareen bilas setelah selesai memasak nasi dan mencuci piring.

Tess.

Air mata Shareen kembali menetes,saat melihat isi tempat beras yang hanya tinggal sedikit. Mungkin itu hanya cukup untuk sarapan si kembar. Mungkin hari ini ia akan kembali berpuasa seperti biasanya. Sedangkan Aditya akan makan di pasar, saat ia bekerja, sebagai tukang angkut barang.

Shareen sengaja memasak nasi menggunakan air yang lebih banyak dari biasanya. Agar nanti hasilnya juga lebih banyak. Tidak apa sedikit lembek, toh si kembar tetap akan suka. Nanti saat si kembar mau makan, Shareen tinggal bikin sayur bening bayam, ia tidak perlu membelinya, karna ia menanam di belakang rumah.

Bukan tidak mau membelikan lauk ikan atau daging untuk si kembar, tapi ia tidak punya uang untuk membeli.

***

Pekerjaan rumah telah selesai, rumah pun sudah bersih. Shareen sengaja mengerjakan pekerjaan rumah secepat mungkin, agar saat si kembar bangun, ia fokus untuk menjaga mereka.

"Mas ... kok belum bangun juga. Mas belum sholat loh, nanti malah gak sholat lagi, karna terburu-buru ke pasar."

Bukan tanpa alasan Shareen bicara begitu, tapi memang seperti itu kebiasaan Aditya akhir-akhir ini.

"Mas ... bangun."

"Apa sih? berisik tau gak. Pagi-pagi udah ganggu aja," ucap Aditya sambil menutup kepalanya dengan bantal.

"Tapi kamu belum sholat, Mas. Kamu kan juga harus ke pasar. Ini udah mau jam tujuh loh, Mas."

"Iya ... iya ... cerewet banget," ucap Aditya sambil berdiri dan berlalu ke kamar mandi.

Sebelumnya, ia sempat melempar bantal ke samping tempat ia tidur, sehingga bantal itu mengenai kaki Alana dan membuatnya kaget, lalu terbangun dan menangis.

Shareen pun bergegas menggendong Alana.

***

"Ini kopinya, Mas. Diminum dulu," ucap Shareen saat Aditya sudah bersiap untuk ke pasar, ia juga sudah selesai sholat.

"Iya, terima kasih. Hai, gadis papa udah bangun ya. Sini sama papa dulu."

Aditya minum kopi sambil memangku Alana. Aditya memang sangat dekat dan menyayangi anak-anaknya. Itulah yang paling membuat Shareen mengaguminya. Shareen sangat senang dan bahagia, karna dari kecil Shareen sendiri tidak pernah merasakan dekat dengan ayahnya.

"Mas ...."

"Mmmmm. Ada apa?"

"Siapa Rhania, Mas?" Tanya Shareen langsung pada intinya.

"Rhania," jawab Aditya heran.

"Iya, Rhania, siapa dia, Mas?"

"Mana aku tau, emangnya kenapa?" Tanya Aditya lagi.

"Gak usah pura-pura gak tau, Mas. Aku dengar sendiri, Mas sebut-sebut namanya saat tidur. Malah Mas manggilnya dengan kata sayang."

"Aku benar-benar gak tau. Kamu ini jangan mengada-ada."

"Aku gak mengada-ada, Mas. Aku dengar sendiri. Mas menyebutnya di saat tidur. Aku mendengarnya tidak sekali, Mas. Apa jangan-jangan, Mas main api di belakang aku?"

"Mama kamu kenapa sih sayang? Pagi-pagi udah aneh, apa karna semalam papa cuekin, ya?" ucap Aditya pada si cantik Alana. Ia masih bercanda karna merasa tidak melakukan yang di tuduh sang istri.

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Mas. Jujur saja, pasti Mas berselingkuh dengan perempuan bernama Rhania itu kan?"

Kali ini Shareen berbicara sedikit keras, sehingga memancing amarah Aditya.

Ia tidak terima di tuduh berselingkuh.

Tidak mau bertengkar di hadapan sang anak, Aditya memilih keluar dari rumah, lalu mengendarai sepeda motornya menuju pasar.

Sedangkan Shareen bergegas ke kamar, karna mendengar tangisan si ganteng, Alan.

***

Di pasar, Aditya yang masih marah, berjalan dengan tergesa-gesa. Ia mengumpat Shareen karna menuduhnya yang tidak-tidak. Hari masih pagi, tapi Shareen sudah merusak harinya.

Brukk

Ternyata Aditya menabrak seorang wanita cantik. Sehingga membuat belanjaan wanita itu jatuh. Aditya pun cepat membantu mengumpulkannya.

"Ini, maaf ya, saya tidak sengaja, saya terburu-buru. Sekali lagi maafkan saya," ucap Aditya sambil memberikan tas belanjaan wanita itu. Tapi ada yang aneh, di rasakan Aditya, saat melihat wajah cantik itu. Jantungnya seolah berdetak lebih cepat dari biasanya. Aditya pun mencoba mengabaikannya.

Tidak kalah terkejutnya dari Aditya, wanita itu memandangi Aditya dari kepala sampai ke ujung kaki.

"Mas Keenan ... ini beneran kamu kan, Mas," ucap wanita itu sambil memegang ke dua bahu Aditya. Matanya pun mulai berair saking senangnya.

Aditya bergegas menyingkirkan tangan wanita itu. Risih saja rasanya di pegang oleh orang yang baru ditemuinya.

kemudian, ia merasakan kepalanya sedikit pusing.

"Mas Keenan, ini aku, Mas. Aku Rhania, Mas."

Wanita itu berujar, saat Aditya sedikit menjauh darinya.

Aditya memegangi kepalanya yang semakin sakit. Entah kenapa kepalanya pusing saat melihat wajah cantik Rhania dan mendengar dua nama itu.

Rhania menjadi khawatir, melihat Aditya yang terus memegangi kepalanya karna kesakitan.

"Mas, kamu kenapa, Mas?"

"Akhhh" Aditya terus merintih kesakitan, sambil terus memegangi kepalanya.

Rhania mulai panik, air matanya juga mulai menetes.

"Ayo Mas, kita duduk di situ dulu, saya takut Mas kenapa-napa," ucap Rhania sambil menunjuk ke dalam warung makan. Kebetulan tadi mereka bertemu di depan warung makan itu.

"Tidak usah, saya baik-baik saja, maaf saya harus pergi," ucap Aditya, kemudian ia berjalan cepat meninggalkan Rhania.

"Tapi, Mas."

Aditya tidak menjawab lagi, ia terus saja berjalan. Ia harus cepat-cepat sampai di tempat kerjanya.

Setelah nanti, ada yang membutuhkan jasanya untuk mengangkat barang, maka ia akan mendapat upah. Setelah itu ia akan membeli sarapan. Karna Aditya berfikir, mungkin ia pusing, karna perutnya belum diisi.

Sedangkan Rhania menatap sendu kepergian Aditya.

Bab 2. pertengkaran di pasar.

"Mbak, aku nitip anak-anak sebentar, ya, Mbak," ucap Shareen pada Allia, kakak perempuannya.

Kebetulan rumah mereka masih berdekatan. Tepatnya, Rumah yang di tempati Allia adalah rumah orang tua mereka. Sedangkan Shareen mengontrak karna ia dan keluarganya tidak begitu akur. Padahal rumah orang tuanya lumayan besar. Di sana hanya di tempati oleh pak Tyo, yang tak lain adalah ayahnya Shareen, Allia dan suaminya beserta satu orang anak mereka.

"Ehh ... ehh ... enak aja, emangnya kamu mau kemana?" tanya Allia keberatan.

"Ada perlu, sebentar aja, Mbak," ucap Shareen sambil berlalu pergi. Jika bukan karna ingin mengikuti Aditya, ia tidak akan menitipkan anaknya. Karna ia tau, Allia tidak pernah mau membantunya. Tapi jika sedang butuh bantuan, pasti Allia minta tolong pada Shareen. Shareen pun tidak pernah menolak, meski ia harus kesusahan sendiri.

***

"Mas Dion, tunggu Mas," teriak Shareen, Saat melihat teman sesama kerja suaminya.

"Eh Shareen, ada apa? Oh ya, Aditya mana? Kenapa kamu yang ke pasar?" tanya laki-laki bernama Dion itu.

Shareen mengerutkan keningnya karna heran. Aditya sudah berangkat dari tadi, tapi Dion malah menanyakan Aditya. Itu artinya Aditya belum sampai ke tempat kerjanya.

"Loh, emangnya Mas Aditya belum sampai ya? Padahal tadi udah berangkat duluan," jawab Shareen yang membuat Dion heran.

"Belom, mungkin masih di jalan kali, emangnya ada apa?"

Shareen melihat ke sekelilingnya. Dion pun mengikuti arah pandang Shareen.

"Mas Dion, aku mau bertanya boleh gak?"

"Nanya apa?"

"Tapi jangan bilang Mas Aditya ya, kalau aku bertanya pada Mas Dion."

"Iya."

"Mas tau gak, sama Rhania."

"Rhania, kayaknya gak tau tuh."

"Atau Mas pernah dengar, Mas Aditya menyebut nama Rhania?"

"Kayaknya gak pernah juga tuh, emangnya kenapa?" tanya Dion kepo.

"Ya sudah, gak kenapa-kenapa. Tapi Mas janji ya. Jangan bilang sama Mas Aditya."

"Iya."

Shareen pun pergi meninggalkan Dion yang penasaran. Ia kembali menanyai pada teman-teman Aditya yang lain, tapi tidak ada satu pun yang tau dengan Rhania.

Sekarang Shareen semakin yakin, jika Aditya selingkuh, bahkan Aditya menyembunyikan dari teman-temannya.

"Ehh Shareen, tumben ke pasar, nyari Aditya ya?" tanya bu Ratri, tetangga Shareen yang kebetulan sedang belanja di pasar.

Shareen memang jarang ke pasar. Karna Aditya yang belanja. Ia tinggal memasak saja. Ia harus mencukup-cukupi apa pun yang diberikan Aditya. Ia tidak pernah diberi uang pegangan oleh Aditya.

"Iya Bu Ratri, Bu Ratri sedang belanja ya?" tanya Shareen berbasa-basi.

"Ya iyalah belanja, masak ke pasar mau berenang. Makanya sering-sering ke pasar. Oh ya, kamu nyari Aditya kan. Saya tadi melihatnya di ujung sana. Sedang ngobrol sama seorang wanita cantik."

Shareen langsung pergi ke arah yang ditunjukkan bu Ratri.

"Ehh ... ehh, main pergi saja, bilang makasi kek. Udah dikasih tau juga," gerutu bu Ratri.

Bukan apa-apa, Shareen sebenarnya malas bicara sama bu Ratri, karna ia sangat julid pada Shareen.

***

"Mas, Mas Aditya," teriak Shareen.

Ia melihat Aditya berjalan sambil memegangi kepalanya.

"Shareen, ngapain kamu ke sini, si kembar mana?"

"Mana dia Mas, mana perempuan itu?" tanya Shareen dengan nada penuh amarah.

Bukannya menjawab , Shareen malah mencecarnya dengan pertanyaan.

"Perempuan siapa?"

"Gak usah pura-pura, Mas. Mana pelakor itu. Kamu baru siap ketemuan kan, sama dia. Ngaku kamu Mas. Mana perempuan itu. Kamu selingkuh kan, Mas."

Kali ini Shareen berbicara dengan keras, sehingga mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya.

"Kamu ngomong apaan sih, jangan bicara yang tidak-tidak. Ayok pulang."

Aditya menarik tangan Shareen. Ia malu menjadi perhatian banyak orang.

"Lepas, Mas. Kamu jangan umpetin dia, aku mau bicara sama dia, dia harus tau kalau kamu sudah punya istri dan anak," teriak Shareen sambil berusaha berontak.

Tapi Aditya tidak melepaskannya. Ia terus menarik tangan Shareen ke tempat parkir motor. Kemudian menyuruh Shareen naik, dan Aditya langsung melajukan motornya menuju rumah.

***

Setibanya di rumah, Aditya bergegas turun dari motornya. Ia mencoba membuka pintu, ternyata pintu dikunci oleh Shareen.

Sedangkan Shareen tidak mau turun dari motor karna ia masih marah pada Aditya.

"Sini kuncinya, kalau kamu masih mau di sini silahkan saja," ucap Aditya.

Shareen pun turun dari motor. Ia segera membuka kunci pintu dan masuk kedalam rumah. Disusul oleh Aditya di belakangnya.

"Sejak kapan kamu berhubungan dengan wanita itu, Mas?"

Shareen menodong Aditya dengan pertanyaan.

"Ya Allah Shareen, kenapa kamu mulai lagi? Belum cukup kamu mempermalukan aku di pasar tadi. Sebenarnya apa mau kamu?"

"Aku mau, Mas mengakui perbuatan Mas. Dan jauhi wanita itu. Ingat Mas, kamu sudah punya istri dan anak. Apa kamu tidak memikirkan perasaan kami? Tega kamu, Mas. Tega kamu nyakitin aku dan anak-anak kamu. Apa kurangnya aku selama ini dalam melayani mu," ucap Shareen berapi-api.

"Wanita, wanita dan wanita terus yang kamu sebut dari tadi. Entah apa yang terjadi dengan mu? Bisa-bisanya kamu menuduh aku yang tidak-tidak."

Kali ini Aditya menjawab dengan keras.

"Aku bukan menuduh, tapi itu kenyataannya. Tadi bu Ratri juga lihat, kalau Mas sedang berduaan dengan wanita itu."

"Cukup!"

Aditya berteriak sambil menggebrak meja yang ada di depannya. Shareen pun sampai terlonjak karna kaget. Ia menangis, hatinya yang masih sakit, bertambah sakit karna Aditya membentaknya.

"Permisi."

Aditya dan Shareen serentak melihat ke arah pintu. Seorang wanita cantik berdiri di sana.

"Rhania," ucap Aditya, ia ingat, tadi saat bertemu wanita itu menyebutkan namanya.

Shareen yang mendengar itu, bergegas menuju pintu, sekarang ia tambah yakin jika Aditya telah berselingkuh. Bahkan sekarang selingkuhannya, terang-terangan datang ke rumah. Ia ingin melabrak Rhania.

"Pelakor, berani-beraninya kamu datang ke sini."

Shareen bersiap menjambak rambut Rhania. Tapi teriakan Aditya menghentikannya.

"Berhenti ...."

Aditya berteriak sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Kali ini, sakitnya lebih parah dari tadi.

Saking sakitnya, Aditya tidak sanggup menahannya. Sehingga ia jatuh pingsan.

"Mas Aditya."

"Mas Keenan."

Shareen dan Rhania serentak berteriak. Mereka berlari ke arah Aditya yang pingsan. Beberapa tetangga yang tadi datang karena mendengar keributan, ikut menolong Aditya.

"Mas ... Mas Keenan, bangun Mas," kata Rhania sambil menangis.

"Pelakor, awas kamu. Ngapain kamu pegang-pegang suami saya. Lagi pula nama suami saya Aditya bukan Keenan."

Shareen marah, lalu mendorong Rhania keluar rumah. Ia menyuruh Rhania untuk pergi. Rhania sempat menolak, ia ingin memastikan jika Aditya adalah Keenan, sang suami, yang sudah lama pergi. Para tetangga hanya melongo melihat pertengkaran Shareen dan Rhania. Mereka juga bingung dengan apa yang terjadi.

Meski sedih, Rhania akhirnya memilih pergi. Sesaat kemudian ia tersenyum sambil berkata. "Akhirnya, aku menemukan mu, Mas Keenan."

bab 3. kamu sudah berubah, Mas.

Shareen kembali ke dalam. Dia mengambil minyak kayu putih. Lalu mengoleskannya ke hidung Aditya. Tidak berapa lama, Aditya bangun dari pingsannya.

"Alhamdulillah," ucap Shareen dan para tetangga yang hadir di sana.

Meski hatinya masih sakit, tapi Shareen tidak lagi bertanya pada suaminya. Ia sekarang mencemaskan keadaan Aditya.

Para tetangga pun akhirnya memutuskan pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Mas ... kamu gak apa-apa kan, Mas?"

"Aku baik-baik saja. Hanya saja kepalaku sedikit pusing. Mungkin karna belum makan."

"Maaf, Mas. Sekarang lebih baik kamu makan dulu. Tapi adanya cuma ini," kata Shareen sambil memberikan nasi yang penampakannya hampir mirip bubur. Di tambah dengan sayur bening bayam.

Aditya cuma memandang saja, tidak ada tanda-tanda kalau dia akan menyentuh makanan itu.

"Maaf, Mas, adanya cuma itu."

Sebenarnya Shareen tau, jika Aditya tidak suka makanan lembek, tapi mau gimana lagi, adanya cuma itu.

Aditya berdiri dan melangkah keluar, tapi Shareen menahannya.

"Mas, kamu mau kemana?"

"Aku mau ke pasar."

"Tapi, Mas ...."

"Tapi apa? Kamu mau berfikir macam-macam lagi. Atau kamu mau ke pasar juga untuk mempermalukan aku. Ayok, belum cukup dengan apa yang kamu lakukan hari ini. Silahkan sekarang berteriak sekencang-kencangnya, biar semua orang keluar dan kamu bisa menuduhku yang aneh-aneh."

"Aku tidak bermaksud begitu, Mas."

"Lalu apa maksudnya ha? Keterlaluan."

Brrukk

Aditya keluar sambil menutup pintu dengan kencang. Shareen kaget dan air matanya kembali turun.

Shareen terduduk di lantai sambil menangis.

"Bagus kamu ya, kamu nyantai-nyantai di sini. Sedangkan saya kamu suruh mengasuh anak-anakmu. Nih, anak kamu, nangis terus dari tadi. Bikin susah aja," kata Allia. Kemudian dia langsung pergi, tidak ada sedikitpun ia bertanya tentang keadaan Shareen yang menangis.

Shareen langsung mengambil Alan dan Alana. Dia merasa bersalah, karna masalah ini dia jadi lalai pada anaknya. Pasti mereka menangis karna lapar. Biasanya setelah mereka bangun, Shareen akan memandikan mereka. Lalu menyuapi mereka makan.

"Maaf ya Sayang, kalian pasti lapar ya. Ayok sini mama suapi makan dulu. Siap ini baru kita mandi."

Shareen menyuapi ke dua anaknya. Nampak anaknya makan dengan lahap. Sesekali Shareen menghapus air mata yang masih belum mau berhenti menetes.

****

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Sayang kamu kenapa?" tanya mama Lucyana pada Rhania, yang datang-datang langsung menangis sambil memeluknya.

"Mas Keenan, Ma."

Mama Lucyana langsung membelai rambut Rhania, ia melirik pada suami. Ia menyangka menantunya ini pasti sedang rindu dengan Keenan.

Semenjak Keenan hilang empat tahun yang lalu, Rhania masih belum bisa menerimanya. Orang tua keenan pun memahami perasaan sang menantu. Hubungan Rhania dengan mertuanya sampai saat ini memang masih sangat baik. Bahkan tidak jarang Rhania disuruh tinggal bersama mereka.

"Kamu yang sabar ya, Sayang, Sekarang Keenan pasti sudah beristirahat dengan tenang. Kita hanya bisa mendoakannya. Kamu tidak boleh seperti ini. Keenan akan sangat sedih, melihat kamu terus menangis."

Mama Lucyana mencoba menenangkan menantunya.

"Mas Keenan masih hidup, Ma."

Mama Lucyana dan suaminya saling tatap. Mereka pikir pasti Rhania sedang dilanda kesedihan yang mendalam. Sehingga pikirannya kemana-mana.

"Nak, jangan seperti ini. Kami ikut sedih, melihat mu begini. Kita harus ikhlas."

Kali ini papanya Keenan ikut menenangkan sang menantu.

Rhania melepas pelukan. Ia menghapus air mata, lalu duduk di samping mama Lucyana.

"Ma, Pa, dengarkan Rhania. Tadi Rhania ke pasar. Di pasar Rhania bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan mas Keenan."

Rhania pun menceritakan semuanya.Ia diam-diam mengikuti Shareen dan Aditya pulang ke rumah mereka. Sehingga Rhania bisa tau dimana mereka tinggal.

Orang tua Keenan serius mendengar cerita Rhania.

Meski belum bisa sepenuhnya membenarkan ucapan Rhania. Tapi dalam hati mereka berharap semoga Aditya benarlah Keenan, anak mereka yang telah dinyatakan meninggal empat tahun lalu.

"Ayo Ma, Pa. Kita kesana, kita jemput mas Keenan Pa, Ma."

Rhania seperti anak kecil yang sedang merengek minta mainan pada orang tuanya. Orang tua Keenan sedikit kewalahan menghadapinya.

"Nak, dengarkan papa dulu, kami tau kamu sangat merindukan Keenan, kami pun sama halnya dengan kamu. Tapi kita tidak bisa begitu saja menjemputnya. Kita harus menyelidiki dulu. Apalagi seperti yang kamu bilang, kemungkinan Keenan hilang ingatan. Jadi kita harus mencari cara dulu untuk mengembalikan ingatannya. Baru kita bisa membawanya pulang."

"Tapi, Pa."

"Sayang, papa benar. Kita barus pikirkan caranya dulu. Kamu harus bersabar. Tambah kuat berdoanya. Semoga aja itu beneran Keenan. Dia pasti akan kembali pada kita."

"Baik, Ma, Pa. Rhania mengerti, Rhania akan sabar. Tapi apa yang akan kita lakukan untuk mengembalikan ingatan mas Keenan?"

Mama dan papa Keenan nampak berfikir.

"Nanti papa akan mengundang mama dan papa kamu ke sini, kita tunggu Gisella juga. Kita akan diskusikan bersama. Semoga saja kita bisa menemukan jalan keluarnya."

"Baiklah, sekarang Rhania pulang dulu. Besok Rhania kesini lagi sama papa dan mama."

"Iya sayang, kamu hati-hati ya. Jangan lupa berdoa untuk Keenan."

"Iya Pa, Ma. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Rhania pun pulang setelah bersalaman dengan orang tua Keenan.

Selepas Rhania pulang, mama Lucyana langsung memeluk suaminya. Ia menumpahkan air mata yang dari tadi ditahannya. Tadi ia harus berpura-pura tegar, untuk menenangkan menantunya.

"Semoga itu benar-benar Keenan ya, Pa. Mama sangat merindukannya."

Papa Keenan mengelus lembut punggung sang istri. Sama dengan sang istri dia juga sedih. Tapi dia harus lebih kuat demi istri dan menantunya.

***

Shareen terus saja mondar mandir di depan pintu. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sesekali Shareen juga melihat keluar rumah.

Hatinya dilanda rasa khawatir, semenjak pergi tadi, Aditya belum juga pulang. Biasanya sebelum magrib ia sudah sampai di rumah. Sedangkan ponselnya tidak aktif.

Perut Shareen keroncongan, dari tadi ia cuma makan sisa-sisa anaknya, ia melebihkan minum air agar perutnya terasa kenyang.

Shareen, mendengar motor Aditya dari kejauhan, ia bergegas membuka pintu. Aditya masuk sambil menenteng tas kresek berwarna hitam. Lalu meletakkan di atas meja makan.

Shareen ke dapur mengambilkan minum, ia juga membawa piring. Dia berfikir pasti Aditya membawa sesuatu, mungkin gorengan seperti biasanya. Pedagang yang gorengannya berlebih, biasanya akan memberikan pada Aditya.

"Di minum dulu, Mas."

Shareen kemudian membuka bungkusan plastik itu. Harum ayam goreng tepung langsung masuk ke hidungnya, itu membuat hati Shareen senang.

Ternyata benar, di dalam bungkusan, ada beras satu liter dan satu kotak, sepertinya berisi ayam goreng. Baru aja tangan Shareen menyentuh ayam di dalam kotak itu. Perkataan Aditya menghentikannya.

"Itu untuk makan Alan dan Alana. Besok pagi kamu bisa menghangatkannya untuk mereka."

Shareen urung membukanya, ia menyimpan kembali kotak itu.

Kemudian Aditya langsung pergi ke kamar meninggalkan Shareen.

Shareen terduduk di lantai, air matanya kembali menetes. Dia tidak menyangka Aditya akan bersikap seperti itu padanya.

"Kamu sudah berubah, Mas," ucap Shareen di sela-sela tangisnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!