NovelToon NovelToon

Past Time

Kembali pulang

Antoni melihat seorang perempuan tua kurus dengan rambut putih. fikirannya kembali ke masa lalu dimana dia sangat di sayangi oleh ibunya. Setiap hari pasti ada menu ayam goreng dan apel merah favoritnya. Rasa hatinya ingin sekali menghampiri dan memeluk ibunya, namun kakinya seperti terikat akan misinya untuk mencari tahu tentang masa lalunya.

Namun seiring berjalannya waktu ia menemukan fakta bahwa ternyata dia memiliki seorang anak laki-laki yang ia sendiri tidak memgetahuinya.

Hubungan percintaan masa mudanya dengan seorang gadis sebelum ia pindah kenegara lain membuatnya terbelenggu tak bisa berpindah ke lain hati.

namu saat ini ia harus menjalani pertunangan yang ia sendiri tak menginginkannya. Ia harus menahan rasa sesak karena tunangannya adalah orang yang dicintai oleh saudaranya.

bagaimana harus membuat ibu tiri antoni menjadi sedikit perhatian padanya. Tapi ia sendiripun tak begitu suka pada ibu tirinya, pasalnya ibu tirinya sangat suka memanipulasi apapun hanya untuk mencapai keinginannya.

kembali pulang

Mobil ferari merah melaju dengan kecepatan sedang, di bangku kemudi ada pria bertubuh tinggi tegap, rambut kecoklatan dengan belah tengah rapi, memakai kaca mata hitam yang menutupi mata coklat indahnya. Dia sedang menikmati aroma pantai dan pesisir yg terbentang sepanjang kiri jalan, aroma gelombang yang tak asing membuat fikirannya kembali ke masa lalu. Dimana setiap hari dia akan bermain bersama teman sebayanya di bibir pantai indah ini. Ketika sedang tenggelam dalam ingatan masa lalunya tak sadar matanya yang indah tertutup ketika bayangan perempuan muda hadir di ingatannya, namun tiba-tiba, "braaaaaakkkk!!" Suara itu mengagetkannya dan spontan menginjak pedal rem dengan cepat "ciiitttttttttt!!!!!" Matanya seketika terbuka dan bingung dengan apa yang terjadi.

Kemudian dia segera keluar dari mobilnya dan mencari tahu apa yang terjadi. Dia menuju depan mobilnya dan mendapati seorang anak kecil sekira umur 9 tahun meringkuk di aspal dengan semua barang dan beberapa ikan yang dia bawa berserakan di sekelilingnya.

"Hei, apa kamu baik- baik saja? Tanyanya dengan gugup.

"Ya, a..a..aku tidak apa-apa" jawabnya dengan terbata dan meringis kesakitan.

Dengan sigap sang pengemudi ferari membopong tubuh anak itu dan di dudukkan di bangku mobil yang masih terbuka pintunya.

"Aduh, bagaimana ini? Apa perlu aku bawa ke rumah sakit? Apa ini sakit ? Tanyanya dengan wajah bingung sambil menunjuk ke arah lutut dan siku si anak.

"Tidak, aku tidak apa-apa" si anak langsung bangkit dari duduknya menuju depan mobil, kemudian jongkok sambil memunguti barangnya yang berserakan. Pemuda itu mengikuti langkah si anak dengan khawatir. "Biar aku saja, kamu duduklah disana" cegahnya sambil memungut ikan yang berserakan. "Tidak apa-apa kakak, lain kali berhati-hatilah bila berkendara, jangan melamun".

"Iya, aku minta maaf. Aku sedang tidak fokus tadi".

Setelah mereka selesai memungut barang-barang dan beberapa ikan tadi mereka pun berdiri.

"Mari aku antar kamu pulang, dimana rumahmu? Tanya pemuda itu.

"Disana". Sambil menunjuk sebuah arah yang diikuti pandangan pemuda itu, namun ia tak melihat perkampungan, ia berpikir bahwa rumah anak ini jauh dan dia harus berjalan dengan kaki terluka. Hatinya tak tega dan merasa bersalah.

"Baiklah, mari aku antar".

"Apa aku tidak akan mengotori mobilmu dengan barang bawaanku ini? Tanya si anak dengan ragu karena yang terlihat mobil itu sangat bagus dan mengkilap bahkan dia belum pernah melihat secara langsung mobil seperti itu.

"Aah tentu saja tidak". Pemuda itu mengambil barang bawaan sianak dan di letakkan di belakang. Kemudian anak itu duduk di sebelah pengemudi, tak lupa sabuk pengaman di kenakan.

"Ayo, kamu siap?"

"Ya" jawabnya dengan semangat. Dari raut wajahnya dia sangat senang bisa naik mobil sebagus itu, kesempatan yang tidak akan pernah datang dua kali, pikirnya.

Mobil pun melaju dengan santai.

Di sepanjang perjalanan mereka mengobrol dengan santai.

"Siapa namamu? Tanya pemuda itu

"Namaku andi, tapi teman-teman biasa memanggilku kelling"

"Kenapa?" Tanya pemuda itu sambil tertawa kecil.

"Ya kakak bisa tahu sendiri kenapa mereka memanggilku kelling" gerutu andi dengan pelan.

Ya karena andi bertubuh kecil agak kurus dan kulitnya sedikit gelap.

"Ada-ada saja temanmu itu" pemuda itu tertawa sambil mengelus kepala andi. Tawanya sangat manis yang melihatkan lesung pipinya.

"Kalau kakak siapa nama nya?"

"Hmmmmm, jawab gak ya" godanya pada andi.

"Ya harus di jawab kak, kan andi bertanya" tegas andi dengan suara kecilnya.

"Nama kakak antoni, teman kakak dulu memanggil kakak dengan sebutan sipit, hahahaha " jawabnya sambil tertawa.

"Kenapa begitu,padahal mata kakak tidak sipit" gumam andi sambil melihat mata pemuda itu dengan seksama.

"Iya, entahlah. Mungkin karena mata kakak lebih sipit dari teman yang lain, Heheheh" jawabnya sambil terkekeh.

"Kakak sepertinya bukan dari sini, ada urusan apa kakak datang kesini, apa mau berlibur?"cecar andi.

"Hmmmmm, kakak ada sedikit urusan di kampung S".

"Rumahku juga di kampung S kak, kakak mau kerumah siapa biar aku tunjukkan."

"Oh iya, kebetulan sekali kita bertemu, ini namanya keberuntungan iya kan" antoni tersenyum dengan mata menggoda.

"Memang kak antoni mau kerumah siapa, biar aku tunjukkan. Aku mengenal semua orang yang ada disana. Dari anak-anak hingga orang tua, kakak mau kerumah siapa heh heh" jelas andi.

"Oh iyaaa, wah kamu terkenal juga ya" nada antoni dengan kagum

"Iya kak, semua orang akan memanggilku untuk membantu melakukan sebuah pekerjaan".

"Apa kamu tidak sekolah?"

"Aku sekolah setiap hari sabtu dan minggu saja karena senin sampai jumat guruku mengajar di kota" terang andi dengan suara yang bersemangat.

"Apa masih tidak ada sekolah disana?"

Andi diam dan hanya menggelengkan kepalanya.

Antoni hanya tersenyum sambil mengusap kepala andi.

Antoni berpikir, kenapa kampungnya tidak ada perubahan selama 10 tahun.

Antoni berasal dari kampung S, dia besar disana hingga usia 17 tahun, kemudian dia diajak ayahnya pergi dari kampung itu menuju negara lain, negara K yaitu negara asal ayahnya. Dia meninggalkan ibunya dengan seorang adik perempuan yang amat dia sayangi.

Tanpa perlawanan dan penjelasan apapun ibunya melepas antoni pergi bersama orang asing yang dijumpainya baru beberapa jam. Saat itu antoni meminta penjelasan kepada ibunya sambil memohon dan menangis tapi ibunya hanya diam tanpa expresi, "apa ibu senang jika aku pergi? Jika itu yang ibu inginkan maka aku akan pergi seperti kemauan ibu". Rengeknya sambil terisak. Dengan sinis ibunya menjawab "ya pergilah bersamanya, kamu akan bahagia disana, ibu lelah mengurus kalian biar adikmu disini bersamaku". Setelah mendengar kata-kata ibunya, antoni hanya bisa pasrah mengikuti perintahnya.

Antoni mengikuti orang asing yang memperkenalkan dirinya sebagai ayah kandungnya. Seorang ayah yang belum pernah ia jumpai sedari kecil. Karena ketika antoni bertanya tentang ayah kepada ibunya, ibunya pasti akan menjawab bahwa ayahnya sudah bahagia dan tak perlu lagi di tanyakan. Sejak itupun antoni menghapus sosok ayah dalam dirinya.

Tak terasa hampir 1 jam perjalanan menuju kampung S, dan mereka pun sampai.

Hati antoni berdesir merasakan udara di kampung halamannya, rasa haru, rindu, dan nyaman bercampur menjadi satu. Dia memandangi setiap sudut kampung yang dapat di jangkaunya. Kampung itu tidak banyak berubah, hanya ada beberapa rumah baru yang berdiri, rumah lama yang sudah di renovasi, dan ada juga beberapa toko besar sejenis minimarket yang berdiri. fikirannya melayang kemasa indahnya dulu, walau hidup dengan sangat sederhana tapi dia merasa bahagia. Ahh rasanya ingin kembali ke masa itu. Dia memejamkan mata dalam-dalam. Setelah beberapa detik dia berusaha menyadarkan diri dan membuka matanya kembali.

"Rumahmu dimana, mari aku antar?" Tanya antoni sambari mengeluarkan barang-barang andi.

"Disana kak", sambil menunjuk satu gang.

Mereka berjalan menyusuri gang kecil. Sebuah gang yang sangat familiar diingatannya.

Pikiran antoni berlayar kemasa lalu, disaat dia sedang berlarian bersama teman-tamannya, main kejar-kejaran, bersembunyi dirumah warga sekitar.

Saat dia lelah bermain dan pulang kemudian di sambut oleh sang ibu dengan pelukan hangat, saat-saat dia bersantai di teras rumah dipangkuan ibunya, itulah kenangan yang paling membekas dalam ingatannya.

Senyum kecil tersungging di bibirnya.

Tiba-tiba netranya tertuju ke sebuah rumah yang tak asing, sebuah rumah sederhana yang terlihat terawat meski hanya terbuat dari anyaman bambu.

Saat melintas di depan rumah itu, terdapat sebuah bangku panjang lawas yang sangat dia kenal. Di sana ada seorang perempuan tua yang kurus sekira umur 55 tahun dengan rambut putih menutup seluruh kepalanya duduk termenung. Pandangannya kosong kearah jalan, seakan dia sedang menunggu seseorang.

"Bu ratih, mari", sapa andi kepadanya. Ya nama ibu itu bu ratih.

Seketika lamunan bu ratih pecah, "eh andi sini, mampir sini sebentar Ibu punya sesuatu", panggil ibu ratih sembari melambaikan tangannya.

"Iya bu".

Andi dengan sigap berlari kearah bu ratih.

"Sebentar ya kak".

Antoni mengangguk sambil tersenyum. Pandangannya nanar, badannya bergetar, bibirnya terkatup menahan gejolak emosi di hatinya, tangannya menggenggam kuat menahan tubuhnya yang seolah ingin berlari menghampiri ibu ratih, rasa rindu yang membuncah, rasa benci karena kejadian saat itu, perasaan ingin memeluk dan menciuminya, ahh pokoknya semua rasa campur aduk yang tidak bisa diungkapkan.

Dia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan kasar, itu dia lakukan berulang-ulang sampai dia merasa tenang.

Ya benar,, Ibu ratih adalah ibu antoni yang sangat dia sayangi. Ibu yang ia rindukan dan ia kasihi. Tapi dia tak bisa langsung memeluknya karena ada banyak hal yang ingin dia ketahui tentang masa lalunya.

Karena selama 10 tahun dia tinggal bersama ayahnya, tak pernah sekalipun ia bertanya tentang kisah kedua orang tuanya. Hanya menganggapnya sebagai orang asing yang memperkerjakannya untuk di jadikan ceo perusahaan olahan makanan miliknya. Karena tubuh lelaki itu semakin lama semakin tua dan tak kuat lagi untuk memimpin perusahaan.

Tak lama andi kembali dengan wajah yang sumringah, dia menenteng sesuatu. "Ayo kak kita lanjut".

"Ok".

"Kamu membawa apa andi?"

"Makanan dan buah apel merah kak, bu ratih setiap hari memberiku makanan dan apel merah. Dia memasak ayam goreng setiap hari. Dirumahnya juga banyak apel merah, katanya untuk anak lelakinya yang akan pulang, tapi sayang anaknya tidak kunjung pulang, jadi aku yang menghabiskan ayam goreng dan apel-apel itu" jelas andi.

Perasaan antoni kembali resah setelah beberapa saat tenang, dia tahu benar bahwa ayam goreng dan apel merah adalah makanan favoritnya dulu, ketika hendak tidur ibunya akan bertanya "besok mau dimasakin apa?".

Jawaban antoni pasti ayam goreng. Namun setelah ia pergi ke negara K, ia tak lagi makan ayam goreng dan apel merah, karena hal itu menyakitkan hatinya dan menambah kerinduan pada ibunya.

Dengan suara bergetar antoni bertanya"Kenapa putranya tak kunjung pulang, memang kemana putranya?"

"Entahlah, menurut orang-orang putranya pergi memilih untuk tinggal bersama ayahnya di luar negri".

rasa ayam itu

Tak lama berjalan, andi berbelok ke sebuah rumah sederhana. Rumah itu bercat biru, seperti rumah tidak terawat. Terlihat dari beberapa atap yang rusak dan berlubang. Ada banyak kumpulan debu di sudut-sudut. Serta kayu penyangga yang lapuk, mungkin karena kemakan usia. Pandangan antoni berputar di halaman rumah, ada pagar bambu yang tak terpakai di biarkan begitu saja di samping rumah. Ada juga tali panjang yang terbentang, mungkin untuk menjemur baju.

Ngeeeeekkkkkk. Pintu yang tak terkunci itu terbuka hanya dengan dorongan saja.

"Ayo kak silahkan masuk," ajak andi.

Antoni masuk tanpa berkomentar.

Matanya melihat sekitar, di dalam rumah itu tidak banyak perabot. Ada 1 sofa panjang yang lusuh, almari kayu yang usang, dan tempat tidur dari kayu yang masih terlihat kuat namun kasurnya sangat tidak terawat. Di atas kasur tergeletak beberapa helai baju dan celana yang dibiarkan begitu saja.

Andi berjalan menuju belakang, dan antoni duduk disofa.

Tak lama berselang, ketika fikiran antoni melayang dengan banyak pertanyaan tentang andi, anak itu datang dari belakang dengan membawa segelas air.

"Silahkan diminum kak, maaf adanya hanya air putih" katanya sambil meletakkan air di atas meja.

Tanpa berbicara antoni meminum air itu beberapa teguk.

Dengan ragu Antoni memberanikan diri untuk bertanya, "ehmmmm,, maaf andi dimana keluarga kamu?"

"Aku tinggal sendirian kak, nenek telah meninggal 2 tahun lalu" jelas andi.

"Kkkamu sendirian!! seru antoni kaget

"Lalu......"belum selesai dengan kalimatnya, andi segera menyela seakan dia tahu apa yang akan di tanyakan antoni.

"Ayo kita makan kak, kakak pasti lapar" ajaknya sambil berdiri dan berjalan kebelakang.

Sebentar saja andi kembali dengan membawa 2 piring yang berisi nasi, kemudian meletakkannya di atas meja. Di bukanya bungkusan dari bu ratih tadi.

Antoni ikut antusias saat andi membuka bungkusan itu.

Benar saja, isinya beberapa ayam goreng dan apel merah yang nampak tak asing diingatannya.

"Mari kak!!" Ajak andi sambil mencelupkan tangannya ke semangkuk air bersih untuk cuci tangan, kemudin mengambil satu ayam dan di letakkan di piringnya.

Antoni mengikuti arahan andi yang tentu saja dia juga sering melakukan itu dulu.

Antoni mengmbil satu ayam dan meletakkan di piringnya. Setelah gigitan pertama, jiwanya serasa melayang, mulutnya terkatup menahan gejolak hatinya, hidungnya memerah, matanya menyipit dan terlihat ada air di sudutnya. Ia tak kuasa menahan emosi di jiwanya.

Rasa ayam goreng ini sungguh luar biasa,bentuk yang sama, rasa yang sama, tekstur yang sama. Membuat hatinya sungguh tak kuasa menahan tangis haru nya.

Antoni makan dengan lahap dan cepat sambil menangis sesenggukan seakan kesurupan, "hemmmmmh... hemmm.... nyam...hmmmmmmh nyam...

Andi yang kaget hanya melihatnya dengan heran sambil makan perlahan.

Andi telah selesai makan dan berjalan ke belakang untuk meletakkan piring kotor dan mencuci tangan, meninggalkan antoni yang masih sesenggukan sambil makan.

Sejenak andi befikir, tidak mungkin orang setampan dan sekeren kak antoni tidak pernah makan ayam, bahkan dia membawa mobil yang sangat mewah. "Apa iya dia tidak pernah makan ayam goreng?" Tanyanya dalam hati sambil cuci tangan.

"Entahlah......" dia menjawab sendiri dengan bahu terangkat. "Kesulitan orang macam-macam, aku masih beruntung bisa makan ayam goreng setiap hari" gumam andi.

Setelah selesai mencuci tangan, andi kembali ke ruang depan, terlihat antoni duduk dengan kaki terangkat diatas sofa dan di tekuk, tangannya terlipat diatas lutut untuk bantalan kepala.

Kepalanya menunduk tersembunyi di dalam lipatan tangan seakan dia membenamkan wajahnya dalam-dalam.

"Kakak ngantuk?"tanya andi menelisik.

"Hemmmm," jawab antoni tanpa bergeming.

"Berbaringlah di ranjang kak, istirahatkan tubuhmu, atau kau bisa berbaring di sofa saja tidak perlu berpindah".

Tanpa berkata apa-apa antoni menggulingkan tubuhnya di sofa, masih dengan posisi meringkuk.

Antoni benar-benar tak kuat menahan emosinya. Dia terus menangis walau semua ayam goreng dan apel merah di bungkusan telah habis di lahapnya.

Bahunya bergoyang-goyang tanda dia masih saja terisak dalam ringkukannya.

Andi bingung harus berbuat apa melihat antoni seperti itu, dia hanya diam dan memandangi punggung yang bidang itu.

Tak lama berselang antoni terdiam. Sepertinya dia tertidur dalam tangisnya.

Andi memutuskan untuk meninggalkan antoni yang sedang terlelap. Dia pergi ke rumah pak wanto untuk menjual beberapa ikan hasil tangkapannya tadi siang. Dan dia menyisakan 1 ekor ikan untuk makan malamnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!