Bramasta Adigufta. Seorang pria yang memutuskan untuk bercerai dengan sang istri karena ia tidak terima melihat anaknya di perlakukan dengan begitu kasarnya, membentak bahkan memarahi saja dia tidak pernah melakukannya kepada sang anak yang bernama Violetta Margareth tetapi sang istri yang bernama Bilqis Cantika dengan teganya memukul Violetta menggunakan ikat pinggang.
Suatu hari Bram berpamitan kepada Bilqis, ia harus pergi ke luar kota mengurus bisnisnya yang tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Violetta seperti ketakutan saat Bram mengatakan akan pergi, dia memegang tangan Bram seakan melarangnya pergi.
"Sayang aku harus pergi ke luar kota sekarang, ada banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan disana." ucap Bram.
"Pergilah, jaga kesehatanmu jangan terlalu larut dalam pekerjaan nanti kau sakit." ucap Bilqis dengan tersenyum.
"Sayang daddy pergi dulu ya, kamu jangan nakal ya harus nurut sama mommy." ucap Bram dengan lembut.
"I-iya daddy, Vio dak nakay." jawab Violetta gugup.
Bram mengecup kening dan sekilas b**** Bilqis, dia kemudian berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan sang anak.
"Sun dulu dong daddy nya, nanti kalau daddy pulang daddy bawain boneka yang lucu buat kamu." ucap Bram.
"Daddy ama dak keljanya?" tanya Violetta dengan cadelnya.
"Tidak lama kok, hanya satu minggu." ucap Bram.
Wajah Violetta langsung terlihat murung, Bram memeluk Violetta dengan erat dan penuh kasih sayang. Bram melepaskan pelukannya kemudian dia berdiri mengambil kopernya, waktu sudah menunjukkan pukul 10 siang sudah waktunya Bram untuk pergi. Violetta menatap nanar kearah Bram, setelah mobil yang ditumpangi ayahnya pergi ibunya yaitu Bilqis langsung menyeret Violetta masuk ke dalam rumah.
"Ayo masuk!" seret Bilqis.
"Mommy cakiit." ringis Violetta.
"Jangan lebay, ayo pergi ke kamar." sentak Bilqis.
Bilqis menyeret Violetta ke dalam kamarnya, dia mengunci pintu kamar anaknya dari luar. Selama menikah Bram sering bepergian keluar kota bersama pamannya, disana ia belajar dan merintis usaha dari nol dibantu oleh paman dan juga kerabatnya yang lain. Tanpa diketahui oleh Bram selama ia berpergian Violetta selalu disiksa dan dijadikan pembantu oleh istrinya, Bram dan Bilqis hanya mempekerjakan satu pembantu dan satu penjaga dirumahnya yang sederhana dan tidak begitu luas. Violetta meringkuk diatas kasur setiap kali ayahnya pergi saat itulah penderitaannya dimulai, dikamarnya Bilqis berdandan cantik dan seksi sambil menelpon seseorang di sebrang telponnya.
"Sayang kau masih dimana?" tanya Bilqis dengan manja.
"Sebentar lagi aku sampai." jawab seseorang dari sebrang.
"Aku tunggu ya, bye emuaahh." ucap Bilqis.
Bilqis menutup telponnya, dia keluar dari kamarnya lalu ia berjalan membuka pintu kamar Violetta.
"Enak ya malah tidur." ucap Bilqis tidak suka.
"Maaf mommy, Vio ketidulan." ucap Violetta ketakutan.
"Cepat bersihin piring di dapur! Awas kalau daddy mu pulang kau mengadu padanya, aku akan buat perhitungan padamu mengerti!!" Ancam Bilqis.
"Iya mommy." ucap Violetta.
Violetta langsung turun dari kasurnya, dia segera pergi ke dapur dimana ada pembantu yang sedang memasak disana. Melihat Violetta datang bik Marni langsung menghampirinya, hati bik Marni begitu teriris melihat nasib Violetta namun dia hanya seorang pembantu yang pada akhirnya tak bisa melakukan apapun. Bik Marni sering memergoki Bilqis bersama seorang pria dikamarnya selama Bram pergi, dia juga yang mengobati luka memar yang ada di punggung, tangan dan kaki Violetta atas perlakuan ibu kandungnya.
"Non kenapa ke dapur?" tanya bik Marni.
"Aku mau tuti piling mbok." jawab Violetta.
"Sudah non duduk saja biar bibi yang bereskan semuanya, kalau nanti mommy non datang non pura-pura berdiri saja di wastafel kita bertukar tempat." ucap bik Marni memberi saran.
"Tidak mbok, nanti mommy malah cama Vio, Vio dak mau mbok di malahin mommy gala-gala aku." ucap Violetta.
Violetta mengambil bangku lalu dia naik ke bangku tersebut, bik Marni meneteskan air matanya melihat Violetta dia segera menyelesaikan masakannya kemudian ia pergi ke kamar khusus pembantu mengambil hp nya. Bik Marni memberanikan diri untuk menelpon Bram, dia menjelaskan semuanya kepada Bram sampai suaranya tertahan karena ia tak ingin Bilqis mendengarnya.
Suara mobil sudah terdengar dihalaman rumah, Bilqis keluar dari kamarnya membukakan pintu untuk pacar gelapnya. Seorang pria seumuran Bram keluar dari mobil mewah, dia membawa seikat bunga untuk Bilqis yang tentunya disambut dengan begitu hangat dan lembut oleh Bilqis. Keduanya masuk kedalam rumah, mereka bercengkrama sampai waktu menunjukkan sore hari pun keduanya masih betah menghabiskan waktunya bersama.
Prang..
"Aaahhh." teriak Violetta.
Bilqis mendengar suara Violetta yang berteriak, dia langsung bangkit dari duduknya menghampiri Violetta. Betapa terkejutnya Bilqis melihat parfum yang ia simpan di meja pecah akibat ulah Violetta, dia menatap tajam anaknya kemudian ia menyeret Violetta kedalam kamarnya.
"Dasar anak tidak berguna! Kau tahu itu adalah parfum mahal bahkan gaji ayahmu saja gak akan cukup paham kau!!" bentak Bilqis.
Sreett..
Bilqis membuka ikat pinggangnya, dia mencambuk punggung Violetta sampai menguarkan darah segar bahkan bajunya pun robek karena saking kerasnya.
"Mommy cakiitt..hikss..mommy maaf..huhu.."tangis Violetta begitu keras daking sakitnya.
"Itu hukuman buat anak tidak berguna sepertimu!" amuk Bilqis.
Bik Marni langsung masuk ke kamar Violetta, dia meraih tubuh Violetta masuk ke dalam dekapannya. Bilqis semakin meradang melihat bik Marni dengan beraninya melindungi Violetta, dia pun mencambuk bik Marni.
Bram mendapat telpon dari pembantunya yaitu bik Marni, dia memutuskan untuk kembali pulang karena firasatnya pun sudah tak tenang. Bram terus menatap jam di pergelangan tangannya, sepupunya yang bernama Yandi mengantar Bram pulang menggunakan motornya.
"Yan lebih cepat lagi." ucap Bram.
Yandi menambah kecepatan motornya. Tak berselang lama motor Yandi sudah sampai di pekarangan rumah, Bram langsung turun dan masuk ke dalam rumahnya. Bram melihat seorang laki-laki yang sedang duduk di ruang tamu, ia ingin menghampirinya namun Bram mendengar sura Violetta yang kesakitan akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kamar sang anak.
Brakk..
"BILQIS APA YANG KAU LAKUKAN HAH?!" teriak Bram.
"Mas Bram." gumam Bilqis.
Bram langsung meraih tubuh anaknya yang menangis sesenggukkan, dia memerikasa seluruh tubuh Violetta dimana ada banyak memar dan bekas cambukkan yang merah bercampur darah. Hati Bram begitu tersayat melihat kondisi sang anak, dia tak menyangka Bilqis selaku ibu kandungnya dengan begitu tega menyiksa anaknya sendiri.
"Vio jangat takut ada daddy disini." ucap Bram.
"Bik, bibi tolong bibik pegang Vio sebentar." ucap Bram pada bik Marni.
Bram menyerahkan Vio kepada bik Marni, dia berdiri lalu menatap tajam kearah Bilqis. Bilqis sama sekali tidak merasa bersalah maupun takut melihat tatapan Bram, dia malah tersenyum puas karena sudah puas melampiaskan semua amarahnya.
"APA SELAMA INI KAU SELALU MEMPERLAKUKAN VIOLETTA DENGAN KASAR? JAWAB BILQIS!" tanya Bram dengan nada tinggi.
"Iya memangnya kenapa? Dia adalah anak yang tidak berguna, karena kehadirannya membuat semua impianku terkubur!" jawab Bilqis.
"LALU SIAPA PRIA YANG ADA DIRUANG TAMU?APAKAH DIA JUGA SELINGKUHANMU?!" tanya Bram semakin geram.
"iya, Dia KEKASIHKU, DIA LEBIH KAYA DARIMU KAU MAU APA HAH?! AKU CAPEK HIDUP PAS-PASAN DENGANMU." teriak Bilqis.
Deg!!
Hati Bram begitu hancur mendengarnya, selama ini dia bekerja banting tulang sampai lupa makan dan lupa untuk beristirahat agar semua kebutuhan anak istrinya tercukupi, bahkan dia menyewa seorang pembantu agar istrinya tidak capek tapi apa balasannya? Istrinya malah menyiksa anaknya sendiri dan juga berselingkuh di belakangnya.
Bram mengepalkan tangannya, dia menahan amarah yang memuncak sampai urat tangannya pun terlihat. Yandi berdiri di depan pintu menyaksikan semuanya, karena geram dia maju dan menarik rambut Bilqis sampai terjatuh.
"Awhh..lepaskan rambutku bodoh." sentak Bilqis.
"Bahkan aku bisa membunuhmu saat ini juga!" ucap Yandi dengan geram.
"Yan lepaskan dia, jangan lakukan semua itu di hadapan anakku!" ucap Bram.
Bram meminta Yandi untuk membawa bik Marni dan Violetta ke runah sakit sementara ia akan menyelesaikan masalahnya dengan Bilqis.
PLAK! PLAK! PLAK!
Setah Yandi mebawa bik Marni dan Violetta pergi Bram langsung menampar wajah Bilqis sampai mengeluarkan darah segar dari sudut bibirnya, pria yang menjadi kekasih gelap Bilqis pun datang menolong Bilqis.
"Berani sekali kau menyakiti seorang perempuan!" sentak kekasih Bilqis.
"Dia tidak pantas di sebut sebagai perempuan, dia lebih pantas di sebut iblis bahkan hewan pun lebih mulia daripada dia!" ucap Bram dengan dingin.
Bilqis memegang pipinya yang terasa panas, dia menatap sengit kearah Bram.
"Apa?! Jika kau sudah lelah hidup bersamaku maka silahkan kau angkat kaki dari rumah ini, mulai sekarang kau BILQIS CANTIKA BUKAN ISTRIKU LAGI, AKU TALAK ENGKAU LANGSUNG TALAK TIGA!" ucap Bram dengan begitu lantangnya.
Bilqis menatap tak percaya kearah Bram, dia tak menyangka Bram akan menceraikannya. Jauh dari dalam lubuk hatinya Bilqis masih memiliki perasaan cinta kepada suaminya, namun egonya begitu kuat bahkan tindakannya sudah tidak bisa diampuni dan tidak bisa dimaafkan.
"Baguslah, inilah yang aku tunggu selama ini. Aku sudah muak hidup serba kekurangan ini, lebih baik aku pergi bersama Regan yang jauh lebih baik dan lebih kaya daripada dirimu!" tekan Bilqis.
"Aku akan mengurus semua surat perceraian kita, aku tidak akan membiarkan Violetta berada ditanganmu! Kau angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!!" usir Bram.
Regan kekasih Bilqis membawanya keluar, dia membawa Bilqis pergi dari rumah Bram. Bram masuk ke kamarnya, dia mengeluarkan semua barang Bilqis lalu memasukannya kedalam tong sampah, dia mengambil korek kemudian membakar seluruh pakaian Bilqis.
Yandi menghubungi Bram karena Violetta terus memanggil namanya, Bram langsung memesan taxi lalu pergi ke rumah sakit dimana Violetta dan bik Marni dirawat.
Bram menatap iba kepada anaknya yang sedang tertidur diatas ranjang setelah semua lukanya ditangani oleh dokter, rasa bersalah menyeruak ke dalam hatinya dia begitu merasa tidak berguna dan tidak pantas dipanggil ayah.
"Yan aku merasa gagal menjadi suami dan ayah untuk mereka berdua, lihatlah anakku kini menjadi korban ibunya sendiri." ucap Bram dengan berkaca-kaca.
"Kau tidak gagal, disini kau sudah melakukan yang terbaik untuk mereka, Bilqis lah yang salah bukan kau dia tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya dan juga tidak bisa menjadi istri yang taat kepada suaminya." ucap Yandi.
Euughhh..
Bik Mirna melenguh kemudian ia membuka matanya, dia melihat sekelilingnya lalu berusaha bangun dari tidurnya. Yandi dan Bram langsung membantu bi Mirna untuk duduk, bik Mirna menahan perih yang ada di punggungnya usai ikut tercambuk oleh Bilqis.
"Bibik butuh sesuatu?" tanya Bram.
"Tidak den, bagaimana keadaan non Vio den?" tanya bik Mirna.
"Vio masih belum bangun bik, terimakasih bibik udah lindungin Vio dari Bilqis kalau gak ada bibik aku gak tahu bagaimana nasib Vio nantinya." ucap Bram.
"Sama-sama den, sudah jadi tugas saya melindungi non Vio dia masih kecil, saya gak bisa tinggal diam lagi sudah lama non Bilqis melakukan semua itu dan dia mengancam saya kalau saya mengadu pada aden dia akan menyilsa non Vio lebih kejam lagi bahkan sampai mati sekalipun dia tidak peduli, maka dari itu bibik selalu diam." ucap bik Marni jujur.
"Ya Allah, kenapa Vio juga menyembunyikan semua ini dari saya bik?" ucap Bram sedih.
"Mungkin dia juga takut den." jawab bik Mirna.
Mata Violetta masih terpejam namun keringat bercucuran di wajahnya, tangannya memegang selimut dengan erat kemudian Violetta tiba-tiba berteriak histeris.
"Aaarrggghhh..cakkiittt..maaf mommy..Vio dak cengaja.." teriak Violetta.
"Sayang hey bangun nak, daddy disini sayang buka matamu." ucap Bram menepuk pipi Violetta agar membuka matanya.
"Huaaa...Cakiiitt..mommy cakiiittt.." Violetta semakin histeris.
"DOKTER..DOKTER.." teriak Yandi.
Dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Violetta, semakin lama Violetta semakin histeris sampai Bram dan dokter pun kewalahan. Akhirnya dokter menyuntikan obat penenang kepada Violetta, beberapa menit kemudian Violetta mulai tenang dan kembali tak sadarkan diri.
"Ada apa dengan anak saya dok? Kenapa dia histeris?" tanya Bram.
"Apakah luka yang ada pada tubuh pasien itu di sebabkan oleh kekerasan?" tanya dokter.
"Benar dokter." jawab Bram.
"Sepertinya pasien mengalami trauma yang membuatnya histeris, untuk mengetahui lebih jauh lagi saya sarankan pasien dibawa ke psikiater agar diperiksa secara keseluruhan dan mendapat penanganan yang tepat." ucap dokter memberi saran.
"Ya Allah, terimakasih sarannya dokter." ucap Bram.
Bram memeluk tubuh Violetta dan menumpahkan air matanya, hati ayah mana yang tidak sakit melihat kondisi anaknya seperti ini. Yandi menepuk pundak Bram seolah memberi kekuatan padanya, bik Marni ikut menangis dan ia pun menyalahkan dirinya sendiri karena terlambat mengambil keputusan untuk memberitahu Bram.
"Maafkan saya den, kalau saja saya langsung beritahu aden mungkin non Vio gak akan seperti ini." ucap bik Marni merasa bersalah.
"Tidak bik, ini bukan salah bibik semua ini salah saya karena selalu meninggalkan Vio di rumah, saya yang harusnya berterimakasih pada bik Marni kalau bukan karena bibik mungkin saya tidak akan tau kebenarannya dan Vio mungkin tidak selamat dari siksaan iblis itu." ucap Bram.
Bram menunggu Violetta di rumah sakit sampai ia sadar, bik Marni ikut menemani bersama Yandi. Bram adalah anak yatim piatu, selama ini pamannya lah yang mengurusnya sejak kepergian kedua orangtuanya. Paman Bram adalah seorang karyawan dari salah satu perusahaan, dia adalah ayah Yandi mereka membantu Bram memulai bisnis dari nol dengan biaya seadanya, kedua orangtua Yandi menganggap Bram sebagai anaknya sendiri mereka tak membedakan antara Yandi, Bram dan anaknya yang lain keduanya tulus merawatnya sepenuh hati. Bram adalah anak yang cerdas berkat kecerdasannya dia bisa kuliah tanpa menyusahkan paman dan bibinya, alhasil sekarang ia mulai merintis bisnis bersama Yandi.
Satu tahun kemudian.
Selama satu tahun Bram mengurus semua keperluannya sendiri, dia mnjaga Violetta dibantu oleh bibinya dan juga bik Marni. Bram pun sudah lama resmi bercerai dengan Bilqis, sekarang Bram berbeda dengan Bram yang sebelumnya.
"Bik Marni, Violetta masih dikamar?" tanya Bram.
"Seperti biasanya den, non Vio tidak mau keluar dari kamarnya." jawab bik Marni.
Bram menghela nafasnya panjang, setelah keluar dari rumah sakit akibat disiksa oleh ibunya kini Violetta sering mengurung dirinya sendiri dikamar, tidak mau keluar hanya untuk makan ataupun bermain bersamanya. Violetta seringkali histeris, tantrum bahkan sampai mencelakai dirinya sendiri dan itu terjadi sudah beberapa kali sampai Bram tidak tahu harus berbuat apa. Setiap kali dibawa ke psikiater Violetta tak pernah membuka suaranya, dia hanya diam dan menatap kosong kearah depan.
Selama satu tahun Bram terus bekerja dan selalu menyempatkan waktunya untuk Violetta, kini Bram berhasil menjadi pengusaha sukses di negaranya. Rumah Bram kini jauh lebih besar daripada rumah sebelumnya, banyak pelayan dan penjaga di sekitaran rumahnya. Sekarang Bram adalah raja bisnis, pengusaha terkenal di negaranya.
Ceklek.
"Sayang." panggil Bram.
Bram membuka pintu lalu berjalan masuk menghampiri Violetta yang sedang meringkuk diatas kasur, ia duduk disamping Violetta mengusap rambutnya dengan lembut. Violetta membuka matanya kemudian dengan gerakan cepat dia mendudukkan tubuhnya, tubuhnya begetar ketakutan namun setelah melihat siapa yang duduk disampingnya akhirnya ia bisa bernafas lega.
"Kenapa nak? Kau seperti ketakutan?" tanya Bram.
Violetta menggelengkan kepalanya pelan, dia sama sekali tak bersuara tetapi Bram tetap sabar. Bram terkejut melihat reaksi Violetta tetapi ia berusaha untuk terlihat biasa saja, dia menarik tubuh Violetta kedalam pelukannya.
"Jangan takut, ada daddy disini." ucap Bram.
"Sekarang daddy akan menghabiskan waktu bersamamu, kita pergi ke mall yuk sekalian ke time zone." ajak Bram.
Violetta menganggukkan kepakanya dan tersenyum kecil, Bram menggendong tubuh Violetta turun ke lantai bawah. Bram sengaja mengajak Violetta jalan-jalan keluar agar ia tak selalu mengurung dirinya sendiri di dalam kamar, Psikiater mengatakan kalau Violetta mengalami Depresi/ trauma berat, jadi dokter menyarankan kapada Bram untuk selalu mengajak Violetta berkomunikasi agar Violetta bisa sembuh dari penyakitnya.
"Bik, ayo kita ke mall." ajak Bram pada bik Marni.
"Iya den, tunggu sebentar saya harus membawa obat non Vio takutnya nanti non histeris." ucap bik Marni.
Bram menganggukkan kepalanya, selama ini bik Marni lah yang mengurus Violetta karena anaknya tak mau dengan orang lain Violetta merasa aman jika bersama bik Marni.
Seorang gadis cantik sedang membereskan pakaiannya ke dalam tas sambil menangis, sedangkan wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu kamarnya tersenyum puas kearahnya.
"Sok-sok'an mau pergi, hellehh nanti juga balik lagi." cibirnya.
"Diam! Dasar wanita tak tahu diri." sentaknya.
"Berani kau bicara seperti itu padaku hah?! Anak sama ibu sama aja, sama-sama seorang sampah." hinanya.
Gadis yang bernama Renata tak terima ibunya di hina oleh nenek sihir di depannya, dia maju lalu menarik rambut wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu tirinya.
"Lepaskan, dasar anak sampah." ucapnya sambil memberontak.
Seorang pria paruh baya tiba-tiba datang bersama seorang gadis di belakangnya, dia adalah ayah Renata dan juga adik tirinya yang bernama Andin.
"Apa yang kau lakukan Renata?!" tanya Fadlan.
"Lepaskan ibuku!" sentak Andin.
"Aku melakukan apa yang emang seharusnya aku lakukan, dia berani menghina ibuku. Siapapun yang menghina ibuku maka dia akan berhadapan denganku, jika sampai kau membela nenek sihir ini maka aku tidak akan mau tinggal di rumah ini." amuk Renata.
"Mas itu gak bener mas, dia mau aku pisah sama kamu dia gak mau aku sama Andin tinggal dirumah ini, dia tampar aku dan dia juga menghina aku. Kamu jangan marah sama dia mas, kalau emang dia gak mau aku tinggal disini lebih baik aku pergi sama Andin dan angkat kaki dari rumah ini hiks..hiks.." ucap Namira membuat drama di hadapan Fadlan.
Fadlan termakan oleh ucapan Namira, dia menatap tajam Renata kemudian ia menampar dan menyeret Renata keluar dari kamarnya.
Plakk..
"Dasar anak tidak tahu diri! Masih untung aku mau mengurusmu, Namira adalah istriku jadi dia berhak tinggal di rumah ini. Kalau kau mau pergi silahkan angkat kakimu dari rumah ini, aku tidak mau punya anak kurang ajar sepertimu!" berang Fadlan.
"Teganya papa bicara seperti itu dan lebih membela dia daripada aku anak kandungmu sendiri!! Kau pikir selama kau menikah lagi hidupku bahagia hah?! Tidak sama sekali, pekerjaan rumah semua aku yang mengerjakannya, nenek sihir itu tidak memberiku makan dia hanya memberi makanan sisa kepadaku, aku dipukul sampai badanku lebam apa kau peduli semua itu? Ayah macam apa kau ini! Kau bahkan lebih menyayangi anak tirimu daripada anak kandungmu sendiri, aku bekerja sendiri gajipun aku tak menikmatinya mereka mengambil semuanya, APA KAU TAHU SEMUA PENDERITAANKU TUAN FADLAN! MULAI SAAT INI AKU TIDAK AKAN MENGINJAKKAN KAKIKU DIRUMAH INI!!" Renata mengeluarkan semua uneg-unegnya yang selama ini ia pendam sendiri.
Renata menyeret tasnya pergi meninggalkan rumah yang dianggapnya sebagai neraka, sejak ia ditinggalkan oleh ibunya Renata berusaha mandiri namun ayahnya memutuskan menikah lagi dengan wanita yang pernah menjadi selingkuhannya.
"Renata." panggil Fadlan.
Namira langsung mencekal tangan Fadlan, Renata sama sekali tak menggubris panggilan Fadlan dia tetap berjalan keluar tanpa tahu tujuannya kemana. Namira dan Andin tersenyum penuh kemenangan sedangkan Fadlan merasa menyesal telah mengusir Renata, namun penyesalan itu tak berlangsung lama setelah Namira kembali mempengaruhi otak Fadlan.
"Biarkan saja Renata pergi, dia masih labil nanti juga dia bakal balik lagi kesini. Kamu jangan percaya dengan ucapan Renata, walau bagaimanapun dia masih anak-anak mana mungkin aku mamberinya makanan sisa sedangkan kau sendiri seringkali melihatnya kita makan satu meja. Aku mengerti dia berbicara seperti itu karena dia emosi dan wajar saja jika dia menjelekkanku karena dia tidak suka dengan kehadiranku." ucap Namira memasang wajah sedihnya.
"Maafkan Renata ya sayang atas apa yang dia lakukan padamu , jangan dimasukkan kehati ucapan Renata ya lebih baik kau masuk ke kamar dan beritirahatlah, nanti jika dia kembali aku akan menasehatinya." ucap Fadlan.
Namira menganggukkan kepalanya, Fadlan mengajak Namira masuk ke dalam kamarnya kemudian ia juga memberikan sebuah hadiah yang dibelinya saat pulang dari kantor. Andin mendapatkan hp baru sedangkan Fadlan tak pernah membelikan atau memberikan hadiah kepada Renata, jikapun di belikan Andin pasti merebutnya.
Renata menghubungi temannya tetapi temannya sedang berada diluar rumah, jadi terpaksa Renata pergi menyusul temannya.
Bram dan Violetta sudah sampai di mall terbesar di kota B, bik Marni mengekor di belakang Bram mereka berjalan menuju time zone. Bram menggendong Violetta sepanjang jalan, namun di tengah perjalanan Bram merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi ke toilet lalu menyerahkan Violetta kepada bik Marni.
"Bik, aku titip Violetta dulu ya sebentar, jangan kemana-mana Bram mau ke toilet dulu udah gak tahan." ucap Bram.
"Yasudah, sini non Vio sama mbok dulu ya." ucap bik Marni pada Violetta.
Bram langsung pergi terbirit-birit menuju toilet, Violetta di gendong oleh bik Marni namun tatapan Violetta mengarah ke salah satu perempuan yang lewat di depannya. Tubuh Violetta langsung bergetar, keringat mulai bercucuran di wajahnya, wajahnya mulai ketakutan dan akhirnya ia menutup telinganya kemudian berteriak histeris.
"Aaarggghh.. Daddyy...aaaaa..." teriak Violetta.
Bik Marni kewalahan memegangi tubuh Violetta yang mulai berontak, para pengunjung datang mengerumuni Violetta namun tak ada satupun yang membantunya malah merekam aksi Violetta yang berteriak histeris.
Renata sudah sampai di mall, dia mengedarkan pandangannya mencari temannya yang bernama Nurul namun tak menemukannya. Renata mendengar suara anak kecil yang histeris, namun saat ia mencari sumber suara tenyata suaranya berasal dari kerumunan banyak orang. Karena penasaran akhirnya Renata menerobos masuk, dia melihat anak kecil yang histeris dan memberontak dengan tatapannya yang tertuju pada satu arah. Renata mengikuti arah tatapan Violetta yang mengarah pada perempuan yang memakai ikat pinggang, namun fokusnya bukan pada orangnya namun pada ikat pinggang yang dipakainya.
Renata tak tega melihatnya, tanpa berfikir panjang Renata langsung memeluk Violetta dan menenangkannya. Tubuh Renata dicakar dan dipukul oleh Violetta yang terus memberontak namun Renata diam saja tanpa melakukan perlawanan, Bram langsung datang dengan langkah tergesa menghampiri anaknya kemudian dia membubarkan kerumunan orang-orang. Setelah semua orang bubar Violetta berangsur-angsur tenang, Bram mengambil alih Violetta dari tangan Renata namun Violetta tak ingin melepaskan tangan Renata
"Vio maafkan daddy." ucap Bram merasa bersalah karena telah meninggalkan Violetta.
"Kenapa ini bisa tejadi bik? Bukannya bik Marni juga bawa obat?" cecar Bram.
"Tadi non Vio langsung berontak den, dia langsung histeris jadi bibik panik den." ucap bik Marni.
"Mohon maaf tuan sepertinya anak anda trauma dengan sesuatu." ucap Renata.
" Maksudmu?" tanya Bram.
"Tadi pas saya datang, anak anda fokus melihat kearah seseorang dan fokusnya bukan pada orangnya namun pada ikat pinggang yang dipakainya, mungkinkah dia trauma dengan ikat pinggang?" tebak Renata.
Bik Marni dan juga Bram saling menatap satu sama lain, keduanya tidak kepikiran dengan ikat pinggang karena mereka terlalu fokus dan seringkali panik jika Violetta histeris. Ingatan Bram kembali berputar ke masa lalu, dimana ia melihat langsung ikat pinggang yang digunakan oleh Bilqis dijadikan cambuk sampai membuat punggung Violetta robek dan mengeluarkan darah.
"Terimakasih, berkatmu anakku jadi tenang. Mungkin dugaan kamu benar, anakku dulu mendapat perlakuan kasar dari ibunya sendiri sampai akhirnya dia depresi/trauma berat." ucap Bram.
"Sama-sama tuan, ya Allah kenapa tega sekali." ucap Renata.
Violetta memegang erat tangan Renata, dia mendapatkan ketenangan saat berada di pelukan gadis yang sudah menolongnya.
"Sayang lepaskan tangan kakaknya, kita pulang ya." ajak Bram.
Violetta menggelengkan kepalanya pelan, dia terus menatap kearah Renata.
"Tuan, maaf jika saya lancang. Apa boleh saya menggendong anak tuan sebentar saja? Sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu." ucap Renata dengan ragu kepada Bram.
Bram menyerahkan Violetta kepada Renata. Renata menggendong Violetta kemudian mengajaknya duduk dibangku yang tak jauh dari tempatnya berdiri, dia mengusap wajah Violetta yang basah oleh air mata .
"Jangan takut ada kakak disini, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya Renata.
"Namaku Vio." jawab Violetta.
"Wahh namanya bagus ya," puji Renata.
Violetta menyunggingkan senyumnya, Bram menatap tak percaya Violetta mau berbicara dan juga tersenyum kepada orang yang sama sekali tak dikenalnya.
"Nama tatak ciapa?" tanya Violetta dengan cadelnya.
"Nama kakak Renata, panggil saja kak Rena." jawab Renata.
"Aku mau panggiy tatak baik boyeh?" tanya Violetta.
"Boleh dong, kakak baik mau tanya boleh?" ucap Renata balik bertanya.
"Boyeh." jawab Violetta.
"Kamu tadi ketakutan kenapa? Apa kamu takut pada sesuatu? Kalau kamu tidak keberatan cerita sama kakak, siapa tahu kakak bisa bantu kamu anak cantik." tanya Renata.
Violetta menundukkan kepalanya, wajahnya langsung berubah murung. Renata bingung melihat perubahan ekspresi Violetta, dia menangkup wajah Violetta kemudian tersenyum padanya.
"Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau cerita, maaf kakak baik terlalu banyak bertanya, kamu lupain aja ya pertanyaan kakak baik. Emm kamu suka es krim enggak?" Ucap Renata mengalihkan pembicaraannya agar Violetta tidak sedih lagi.
"Tatak baik, Vio tatut cama mommy..hiks..dia jahat cama Vio dia dak cayang cama Vio, tatana Vio anak dak berduna hikss.." ucap Vio menangis.
Mendengar ucapan Vio hati Renata seakan ikut sakit, nasib Violetta hampir sama persis dengannya namun bedanya Renata sering di perlakukan kasar oleh ibu tirinya sedangkan Violetta oleh ibu kandungnya sendiri. Renata memeluk Violetta dengan erat, dia mengusap punnggung Violetta dengan begitu lembut. Dari jarak yang agak jauh Bram melihat Violetta menangis, dia bergegas menghampiri anaknya.
"Kau apakan puteriku? Kenapa dia menangis?" tanya Bram dingin.
"Aku tidak melakukan apapun padanya, kami sedang berbincang saja saat aku bertanya kenapa dia ketakutan tadi, terus Vio bilang ibunya jahat sama dia." jawab Renata jujur.
"Jangan malahin kakak baik." ucap Violetta disela tangisnya.
"Sayang kau bicara?" tanya Bram.
Violetta menganggukkan kepalanya, Bram langsung menggendongnya kemudian mengecupi seluruh wajah Violetta. Mata Bram berkaca-kaca untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir Violetta mau berbicara lagi dengannya, Bram mengucap syukur dalam hatinya dia sangat senang sampai air matanya pun tak terasa mengalir di pipinya.
"Jangan takut sayang, tidak ada yang menyakitimu selama daddy masih hidup. Daddy janji daddy akan selalu berada disisimu, daddy tidak mau mengulangi kesalahan yang sama lagi sayang." ucap Bram.
"Vio mau tama tatak baik." pinta Violetta.
"Nanti kakak baik nya kerepotan, Vio sama daddy saja ya." ucap Bram.
"Vio mau tatak baik!" tekan Violetta.
"Oh, oke-oke daddy minta izin dulu sama kakak baiknya ya." ucap Bram.
Violetta menganggukkan kepalanya, mau tidak mau Bram harus menuruti kemauan Violetta, jika tidak maka bisa dipastikan Violetta akan mengamuk kemudian tantrum kembali.
"Maaf nona, bolehkah aku menitipkan anakku padamu? Emm maksudku dia kekeh ingin bersamamu meskipun aku sudah melarangnya." ucap Bram tidak enak hati pada Renata.
Renata membalas ucapan Bram dengan senyum manisnya, dia merentangkan tangannya kepada Violetta. Violetta tentu saja bahagia, dia langsung mengalungkan tangannya di leher Renata.
'Cantik' batin Bram.
"Maaf sudah merepotkanmu." ucap Bram.
"Tidak masalah tuan." ucap Renata.
"Mau es tim stocelli." ucap Violetta.
"Es krim Stocelli? Es krim jenis apa itu Vio?"tanya Renata bingung.
"Iya es tim laca Stocelli, enat itu." jawab Violetta.
"Gini nih kalo gak ngerti bahasa planet bocil, jadi bingung sendiri?." gumam Renata pelan.
Bram terkekeh melihat ekspresi bingung Renata, sedangkan Renata semakin bingung melihat Bram yang sedang menertawakannya.
"Vio bilang dia mau ek krim rasa stroberi." ucap Bram.
"Oalaaahh.. Kenapa gak ngeuh ya, maafin kakak ya Vio habisnya kakak gak ngerti otak kakak gak nyampe kesana." ucap Renata.
Renata meminta izin kepada Bram membawa Violetta membeli es krim, Bram tentu saja mengizinkannya dia juga memberikan beberapa lembar uang pada Renata namun Renata menolaknya.
Violetta terlihat ceria tidak seperti biasanya, Bram merekam moment kebersamaan Renata dan juga Violetta. Ponsel Renata berdering, dia membuka tasnya lalu mengambil hp nya dilihatnya Nurul menghubunginya.
"Hallo."
"Ren loe dimana?" tanya Nurul.
"Loe yang dimana, gue dari tadi nyariin loe." protes Renata.
"Ohh sorry Ren, gue tadinya nemenin bokap dulu belanja kalo sekarang mah udah pulang. Sekarang loe dimana? Entar gue susulin." ucap Nurul.
"Gue ada di toko es krim viral Nur." ucap Renata.
"Tunggu disana jangan kemana-mana, gue otw kesana." ucap Nurul.
"Oke" Sahut Renata.
Renata menunggu Nurul datang sambil menemani Violetta bermain. Dari kejauhan seseorang melihat Violetta duduk bersama orang asing disampingnya , karena penasaran dia melangkahkan kakinya menghampiri Violetta.
"Vio." panggilnya.
Tubuh Violetta langsung menegang mendengar suara yang begitu dikenalnya, dia langsung bersembunyi dibalik punggung Renata. Renata tidak mengerti kenapa Violetta seperti ketakutan melihat seseorang yang datang dan memanggil namanya, bik Marni langsung datang menghampiri Renata dan Violetta.
"Widdihhh, pahlawan kesiangan dateng." ucapnya.
"Mau apalagi kamu hah?! Pergi jangan ganggu non Vio." usir bik Marni.
"Suka-suka gue dong, orang dia anak gue." sentaknya.
"Non Vio ayo ikut mbok, kita pergi dari sini jangan ladeni nenek sihir ini." ajak bik Marni pada Violetta namun bukannya pergi Violetta malah mengeratkan pelukannya pada Renata.
Renata melihat perempuan yang berdiri di depannya, dia bisa menebak perempuan tersebut adalah ibu yang diceritakan oleh Violetta yang mana membuatnya langsung bersembunyi ketakutan.
"Mohon maaf, anda siapa ya?" tanya Renata basa-basi.
"Gue ibunya anak yang ada di belakang loe." jawab Bilqis dengan angkuhnya.
"Oh ini ternyata ibu yang tega nyiksa anaknya sampai trauma? Cihh, tempramental sekali." ucap Renata berdecih.
"Hei siapa loe? Ngapain sibuk ngurusin urusan orang lain, punya nyali loe udah penampilan jelek kayak gini aja sok-sok'an." cibir Bilqis.
"Dasar iblis berkedok seorang ibu, masih ngaku-ngaku ibunya? Ckck, belum puas loe rusakin mental ni anak hah?!" sentak Renata.
Renata sangat paham bagaimana perasaan Violetta karena dia pernah berada diposisi yang sama, dia tidak mau orang lain sampai bernasib sama dengannya untuk itu dia akan melindungi Violetta dari ibunya Iblis eh Bilqis maksudnya.
"Apa peduli gue? Mau mati juga gak ada urusannya sama gue." ucap Bilqis.
Renata mengepalkan tangannya, sungguh dia sangat tidak suka dengan ucapan yang keluar dari mulut Bilqis yang seharusnya tidak keluar dari mulut seorang ibu. Violetta mulai menangis ketakutan tetapi Renata langsung menenangkannya, setelah Violetta tenang Renata menyerahkan Violetta kepada bik Marni.
"Bawa Vio pergi." titah Renata.
PLAK!
"Kurang ajar!" geram Bilqis.
Renata dengan beraninya menampar wajah Bilqis dengan keras, Bilqis hendak membalas Renata namun pergerakannya terbaca oleh Renata.
Krekk.
Renata menangkap tangan Bilqis kemudian memutarnya sampai berbunyi, dia paling benci kepada orang yang suka menindas apalagi sampai berlaku kasar.
"Segitukah kemampuanmu? Mana nyalimu hah? bagaimana rasanya sakitkah? Kau tahu, Bio bahkan merasakan sakit yang berkali lipat dsri apa yang kau rasakan!." ucap Renata.
"Aawwhh.. Lepaskan tanganku brengsek!" sentak Bilqis.
"Aku memang tidak tahu cerita yang sebenarnya tentang Vio, tapi aku bisa merasakan apa yang dia rasakan." ucap Renata seraya menghe.paskan tangan Bilqis.
Tubuh Bilqis sampai terjatuh keatas lantai, Bram datang menghampiri Renata namun ia tak melihat anaknya disana.
"Apa yang terjadi? Kemana Vio?" tanya Bram cemas.
"Mas tolong aku." ucap Bilqis meminta pertolongan pada Bram.
"Vio dibawa pergi sama bibik, tadi wanita ini nyamperin Vio sampai Vio ketakutan jadi aku menyerahkan Vio pada bibik." jawab Renata.
"Mau apalagi kau hah?! Belun puaskah kau menyakitiku dan juga anakmu sendiri?!" berang Bram.
"Mas tolong maafkan aku, aku khilaf mas." ucap Bilqis.
"Heh, khilaf katamu? Sudah satu tahun berlalu kau baru mengatakan khilaf?" Cibir Bram.
Bilqis langsung terdiam. Bram pergi meninggalkan Bilqis yang masih tetap duduk dibawah, tanpa disadari dia menarik tangan Renata agar ikut bersamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!