Bulan...
Bintang...
Dan itu seperti...
Burung?
Mata emas yang jernih mengedipkan matanya berulang kali dan memejamkan matanya sebentar.
Ia membuka matanya, lalu menatap lekat mainan dengan bentuk baru di atasnya.
Ia menghela nafas, "Huuh ..."
Tatapannya terlihat tertarik tapi berganti lagi dengan rasa bosan yang tak dapat diungkapkan.
Pemilik mata emas itu hanya diam dan menatap langit-langit yang sama untuk kesekian kalinya.
Setelah itu, ia menggenggam tangannya dan mengangkatnya ke atas.
Dan kemudian...
"Hoeekkkkk!!! Hoeekkkk!!!"
Bantingan pintu yang terbuka membuat suasana ruangan itu sejenak hening dan mulai dipenuhi dengan suara tangisan kembali.
"Cup, cup, putriku sayang... Apa kau lapar?"
Wanita yang baru saja masuk ke ruangan tersebut dengan sigap menggendong tubuh kecil dan ringkih ke dalam pelukannya.
Wanita itu mengayunkan dan bernada untuk menenangkan.
"Putriku sayang? Ada apa? Mengapa kau menangis?"
Wanita itu memasang wajah khawatir dan menatap lekat wajah pemilik tubuh kecil tersebut.
"Hoeekkkk!!!"
Wanita itu membaringkan tubuh kecil kembali kedalam ranjang kayu dengan mainan tergantung di atasnya.
Wanita itu mulai membuka celana sembari berkata, "Putriku, bahkan celanamu juga tidak kotor,"
Wanita membenarkan pakaiannya dan menggendongkan kembali tubuh yang ia panggil putrinya tersebut.
"Hoeekkkkk! Hoeek!!"
Tetapi, putrinya itu tidak berhenti menangis.
Wajah wanita itu semakin khawatir, ia terus bersenandung untuk menghibur putrinya.
Wanita itu mulai mengayunkan tangannya keatas dan muncul sekilat cahaya melintasi mata putrinya.
Kedua mata emas milik putri wanita tersebut melebar, menandakan bahwa ia sangat tertarik.
Wanita itu tersenyum kecil, "Hehe... Sepertinya putriku sangat menyukainya?"
Wanita itu mulai mengayunkan tangannya dengan ujung-ujung jarinya yang terus mengeluarkan cahaya.
Mata emas putrinya berbinar-binar penuh dengan semangat.
Suara gelak tawa khas bayi keluar dari mulutnya yang kecil dengan pipinya yang gembul naik turun bersemangat.
Cahaya yang menyilaukan dan suara tawa memenuhi ruangan sederhana tersebut.
Putri wanita itu tertidur dalam pelukan sang ibu.
Wanita itu membaringkan bayinya di atas ranjang lagi dan terus bersenandung.
Ia juga menepuk-nepuk perlahan tubuh putrinya, hingga putrinya itu tertidur pulas.
"Aku mendengar bahwa putri kita menangis? Apakah benar?"
Wanita itu terdiam sejenak, lalu ia mengalihkan pandangan kepada seorang pria tegap yang berdiri di depan ruangan tersebut.
Wanita itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya yang mengerucut, "Ssttttt... Tolong jangan berisik, Cathy,"
Pria itu menatap dengan khawatir, "Tapi, Demy... Putri kita... Putri kita..."
Wanita itu menatap tajam dan mengucapkan hal yang sama seperti sebelumnya, "Sttttt! Aku kan sudah bilang padamu untuk jangan berisik..."
Wanita itu kembali menatap putrinya dengan senyum kecil, tapi tidak dengan matanya yang mendung.
Pria itu entah mengapa meneteskan air mata dan wanita itu hanya mengabaikannya dan tetap menatap putri kecilnya itu di dalam pelukannya.
"Ia baru saja tertidur..."
***
Suara bisik-bisik yang terdengar asing terus mengganggu saat terlelap.
Ditempat yang seperti ini, suara-suara yang semakin lama semakin terdengar jauh seperti menyanyikan lagu tidur.
Itu gelap.
Tapi di dalam kegelapan itu, seseorang meringkukan tubuhnya seperti sebuah perlindungan.
'Apakah hangat?'
"..."
Tidak ada jawaban yang terdengar.
'Hmmm... Apakah kau merasa nyaman?'
"..."
Tetap tidak ada jawaban yang terdengar.
Suara itu tidak menyerah tetapi menjadi hening sejenak.
Dan akhirnya berbicara untuk waktu yang lama.
'Apa kau yakin bahwa kau tak mau keluar?'
"..."
'Atau kau akan terus seperti ini? Mengapa?'
"..."
'Meskipun begitu, aku sudah memberikanmu sebuah kesempatan,'
"..."
"Kesempatan yang baik bukankah harus di gunakan dengan baik?"
"..."
Tapi suara itu tidak terlihat jengkel, ia terus berbicara hingga akhirnya seseorang yang meringkuk itu menggerakkan jarinya.
Ia perlahan membuka matanya dan berkata dengan suara yang serak, "Bukankah disini lebih baik?"
Suara itu berkata, 'Kenapa tidak mencobanya untuk keluar sekali?'
Seseorang yang meringkuk itu menatap kegelapan di depannya dan berkata dengan murung, "Apakah anda ingin saya menghadapi sesuatu yang disebut 'kehidupan' lagi? Itu menyakitkan,"
Suara terkekeh dan mulai melembutkan suaranya, 'Oh, anakku... Di tempat yang tidak apa-apanya ini apa yang kau harapkan?'
Seseorang yang meringkuk itu berkata, "Memang tidak ada apapun, tapi... Bukankah ada anda disini?"
"..."
Suara itu tidak menjawab.
Mungkin suara itu bingung ingin menanggapi seperti apa.
Tempat tersebut sangat gelap dimana tidak ada cahaya yang menebus.
Ditambah dengan keheningan panjang di antara dua mahkluk tersebut.
Entah, apakah mereka bisa disebut sebagai mahkluk?
Tidak ada sedikitpun perasaan kehidupan di antara mereka.
Seperti mereka sudah dari awal tak memilikinya di sini.
Itu hening untuk sementara waktu.
Dan untuk waktu yang lama, suara itu terdengar lagi lalu berkata, 'Anakku... Kenapa kau tak mencobanya sekali? Aku... Tidak! Kau harus mencoba lagi, mungkin 'kehidupan' kali ini akan berbeda!'
Seseorang yang meringkuk itu menghela napas dengan berat, "Entah mengapa, saya merasa bahwa anda sedang mengusir saya,"
"Apa ini hanya perasaan saya?"
Suara itu berkata dengan suara yang lebih berat, 'Anakku... Kurasa kau harus...'
Seseorang yang meringkuk itu memaksakan tubuhnya untuk berdiri.
Ia sudah sangat lama meringkuk di dalam kegelapan ini.
Dan sudah sangat lama juga mendengar ocehan dari suara yang entah dari mana asalnya, yang terus memintanya untuk mencoba kembali 'kehidupan' lain.
Seseorang yang meringkuk itu mulai menjawab dengan tegas, ia menatap kegelapan yang tak tersentuh di depannya, "Baiklah, saya akan pergi..."
Suara itu terdengar girang, ia berteriak dan mulai mengeluarkan suara yang jauh lebih aneh yang memenuhi tempat tersebut.
Seseorang yang meringkuk tersebut tidak mendengar suara lain selain suara heboh di sekitarnya.
'Anakku...'
Saat mendengar suara itu, seketika cahaya menyelimuti seseorang yang meringkuk tersebut.
Karena baru melihat cahaya sejak lama, mata seseorang yang meringkuk tersebut seketika sakit.
'Hiduplah...'
Seseorang yang meringkuk itu memegangi matanya dan ia dapat merasakan bahwa ia mulai menangis.
'Kumohon...'
Seseorang yang meringkuk merasakan bahwa tubuhnya seperti terangkat.
'Nak, Hiduplah dengan...'
Tubuhnya merasakan rasa dingin yang luar biasa dan perlahan berubah menjadi panas.
'Bahagia!"
Seseorang yang meringkuk itu mulai terangkat sangat tinggi. Ia juga mendengar beberapa bisikan dengan suara yang berbeda-beda.
Setelah mendengar suara-suara itu, seseorang yang meringkuk itu mengalami penyusutan.
Air mata mengalir deras di kedua pipinya.
Ia tidak merasakan sakit tetapi entah mengapa ia merasa sangat sedih.
Seseorang yang meringkuk itu kembali meringkuk dan seperti berada di tempat yang hangat.
Tapi kehangatan yang ia rasakan berbeda saat berada di tempat sebelumnya.
Tidak ada lagi suara yang menggangunya dan terus memintanya untuk mencoba 'kehidupan' lagi.
Entah kenapa...
"Aku mulai merindukannya..."
Seseorang yang meringkuk itu mulai memejamkan matanya kembali.
****
Hoowweeekkkk!!!
Tangisan bayi terdengar di seluruh ruangan.
"Bayi perempuan telah lahir, nyonya..."
Senyum merekah di wajah merah wanita dengan rambut hitam bergelombang.
Ia menatap bayi yang sedang di gendong oleh seorang wanita paruh baya di depannya dengan wajah penuh keringat.
"Be... Berikan padaku..."
Wanita itu mengelus pipi bayinya saat ia mulai menggendong bayi yang masih menangis.
"Cantiknya... Putriku sangatlah cantik..."
Wanita paruh baya itu tersenyum penuh haru dan berkata, "Anda benar, nyonya. Ia sangatlah mirip dengan anda... Sangat cantik,"
"Demetria?!"
Suara bantingan pintu dan teriakan seorang pria membuat tiga wanita paruh baya yang membatu proses persalinan terkejut.
Tidak hanya mereka yang terkejut tapi bayi yang baru lahir pun mulai menangis lebih keras.
"Apa yang?!"
"Bagaimana anda sangat tidak sopan begitu, tuan!"
"Tuan! Tolong sopan santunnya!!"
Protes demi protes di lontarkan para wanita paruh baya kepada pria yang baru saja memasuki ruangan persalinan.
Bayi itu terkejut dan mulai menangis, "Hoeekkkkk!!! Hoeekkkk!"
Tapi pria tersebut menghiraukannya dan mulai mendekat ke ranjang dimana seorang wanita sedang menggendong bayi yang menangis.
"Chatty... Kau membuatnya menangis..."
Demetria, nama wanita dengan rambut hitam legam bergelombang menatap mata suaminya penuh dengan kekesalan.
Pria itu mendekatkan tubuhnya dengan perlahan untuk dapat melihat wajah putrinya yang baru lahir.
"Ahhh... Dia... Dia sangat mirip denganmu, Demy,"
Demetria yang kesal mulai terkekeh melihat tingkah suaminya yang mulai kikuk.
Mata Demetria sedikit merah saat ia berkata kepada suaminya, "Chatty, bagaimana jika kau menggendongnya... Mungkin ia ingin merasakan detak jantung ayahnya..."
Cathan melebarkan matanya sejenak dan mulai meraih bayi perempuan yang di balut kain dengan tangan gemetar.
"Aahhh... Cantiknya... Sangat sehat..."
Bayi itu masih menangis, tapi saat melihat wajah ayahnya dengan senyum merekah ia mulai perlahan berhenti.
Cathan yang menggendongnya sembari terus mengayunkannya dengan perlahan, membuat bayi perempuan itu menunjukkan tawa kecil.
"Lihat ia, Demy... Ia tersenyum padaku..."
Demetria hanya bisa terkekeh kecil sambil menahan sakit di bagian bawahnya.
"Tuan Cathan... Tolong berikan pada saya..."
Salah satu wanita paruh baya membuyarkan keromantisan pasangan suami istri itu tanpa rasa bersalah.
Cathan mulai merenggut dan memberikan bayinya yang baru saja lahir kepada para wanita paruh baya.
Mereka berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya ketiga wanita paruh baya itu membawa bayinya keluar.
Di ruangan itu hanya ada sepasang suami istri yang saling menatap dalam hening.
Cathan mendekati istrinya yang setengah berbaring di ranjang.
Karena setelah melahirkan, para wanita paruh baya itu dengan gesit membersihkan ranjang dan juga darah persalinan, Demetria dapat merasa sedikit nyaman.
Cathan meraih tangan istrinya dan menciumnya pelan.
"Terimakasih, Demy. Kau... Kau sangat kesakitan pastinya..."
Mata Cathan sembap, ia bisa saja menangis saat itu juga.
Tapi Demetria tersenyum lembut dan berkata, "Aku baik-baik saja sekarang, Chatty..."
Cathan menggenggam lebih keras tangan istrinya, "Terimakasih, karena kau selamat... Terimakasih masih hidup dan terus berada di sisiku, Demy..."
Demetria hanya menghela napas di saat suaminya itu mulai meneteskan air mata dan terus terisak saat berbicara.
Cathan terus berbicara tanpa membiarkan Demetria mengucapkan sepatah kata pun.
"Oh, Demy... Terimakasih karena..."
"Sampai kapan kau akan terus begini, Chatty? Apa kau tak malu menangis di umur segini?"
Salah satu wanita paruh baya itu menggendong bayi yang tertidur dan sudah bersih.
Demetria terkekeh, "Madam Noe... Apakah anda sudah membersihkan bayiku..."
Noe mengangguk dan menatap sinis Cathan yang sedang membersihkan air mata dan juga ingus yang menempel di wajahnya.
Noe memberikannya pada Demetria dengan sangat berhati-hati.
"Ia tidak menangis lagi setelah dimandikan... Dia juga hanya diam saat terus melihat kami tadi,"
Demetria tersenyum sembari menggendong bayinya, "Kupikir ia sedang mencoba melihat siapa para nenek yang membantunya membersihkan diri,"
Noe terbatuk dan memaksa wajahnya untuk tidak membentuk senyum.
Demetria menatap Noe dan berkata, "Terimakasih, madam..."
"Ehemm... Kau harus makan bubur untuk beberapa hari ini. Jangan memaksakan diri memakan makanan yang berat,"
Demetria mengangguk menandakan bahwa ia mengerti.
Noe tersenyum puas melihat Demetria dan mulai kembali sinis saat menatap Cathan yang hanya diam di samping ranjang sambil melihat bayinya yang juga menatap ayahnya.
"Ehemmm... Dan untukmu, Tuan Cathan. Tolong jangan mengganggu istrimu, biarkan ia istirahat,"
Cathan mengangguk tanpa memalingkan wajahnya dari tatapan bayinya, "Baiklah, madam..."
Noe hanya menghela napas dan berkata lagi kepada pasangan suami istri itu.
"Ahhh... Nama apa yang akan kau berikan pada bayimu? Aku... Ehem... Aku penasaran,"
Demetria terkekeh dan menatap suaminya, "Apa kau sudah punya ide, Chatty?"
Cathan hanya terdiam dan terus menatap mata bayinya.
"Avy..."
"Apa?"
"Tadi apa yang anda katakan, Tuan Cathan?"
Cathan mengelus lembut pipi bayinya itu dan berkata, "Avy. Avyanna Syvonne,"
Demetria menatap suaminya yang dengan percaya diri menyebutkan nama bayi mereka.
"Avyanna... Avy..."
Cathan tersenyum cerah, "Putriku, namamu adalah Avyanna Syvonne,"
"Selamat datang, Avyanna..."
Noe terkejut dan mulai berlari keluar dari ruangan tersebut.
Demetria dan Cathan hanya bisa saling memandang saat melihat kelakuan dari Noe.
"Bagaimana bisa kamu memikirkan nama itu?"
Cathan tersenyum dan mengecup kening istrinya, "Hanya terlintas saja..."
Demetria mengerutkan keningnya dan berkata, "Indah..."
Demetria menatap wajah bayi perempuannya yang baru saja di beri nama dengan senyum.
"Namamu sangat indah, putriku..."
Avyanna...
Cathan dan Demetria tersenyum sambil terus berbincang hal-hal lainnya dengan Avy di dalam pelukan ibunya.
Mungkin mereka tidak tahu bahwa putri mereka akan sedikit berbeda?
***
Tempat ini gelap.
Tidak ada cahaya sedikitpun di dalamnya.
Sama seperti tempat sebelumnya, hanya saja kehangatan di tempat ini benar-benar berbeda.
Ada suara bisik-bisik samar.
Dan pada suatu waktu suara itu terdengar jelas.
Suara ketukan yang terdengar jelas, suara yang seperti aliran air sungai, dan mungkin suara orang berbicara.
Elusan yang tak terlalu berasa pada awalnya menjadi terasa setelah beberapa waktu berada di tempat ini.
Kadang marah, kadang kesal, kadang bahagia, dan juga kadang sedih.
Emosi ini sering muncul tanpa diketahui penyebabnya.
Hanya gelap dan hangat yang dirasakan.
Tapi terasa seperti hidup.
Entah berapa lama berada di dalam tempat ini dan akhirnya untuk pertama kalinya dapat melihat cahaya.
Awalnya samar dan itu menyakitkan.
Ada banyak suara dalam satu waktu setelah keluar dari tempat gelap itu.
Yang membuat sangat terkejut adalah suara keras yang entah dari mana.
Ayunan pelan dan juga belaian penuh hangat membuat ini sedikit menyenangkan.
Sudah lama tak merasakannya.
Perasaan ini.
"Avyanna..."
Wajah seseorang terpantul, dibutuhkan banyak usaha untuk dapat melihatnya dengan jelas.
"Avyanna..."
Suara lainnya menyebut kata itu bergantian.
Membuat sebuah perasaan terbentuk saat itu.
"Putri kami yang berharga..."
***
Itu sangat melelahkan saat harus mulai menangis untuk hal-hal kecil sekalipun.
Saat mulai merasa kotor di bagian bawah.
Di saat tidak ada yang mengajak berbicara.
Saat merasa sangat haus dan lapar.
Punggung yang sakit karena terus menerus berbaring tanpa melakukan apapun.
Agar diperhatikan, hanya ada satu jawaban.
Yaitu menangis.
Entah apa yang harus dilakukan selain hal tersebut.
Membalikkan badan saja tidak mampu.
Mata bewarna emas yang jernih mengedipkan matanya berulang kali.
Ia sudah mulai terbiasa sekarang.
Matanya menatap mainan baru di atasnya.
Dia sudah lelah menangis dan juga sudah tertidur lelap tadi.
Kini ia terbangun dan mendapati bahwa mainannya telah berubah.
"Haah..."
Sudah seminggu lebih ia telah berada di tempat ini.
Tidak tahu tepatnya berapa lama, tapi ia menghitung berapa kali malam berganti.
Dengan cahaya lentera yang menghiasi ruangannya.
Dengan berapa kali orang lain masuk hanya untuk melihatnya.
Ia dapat menghitung berapa waktu yang ia habiskan di sini.
Setelah keluar dari tempat gelap tapi tempat itu terasa sangat hangat.
"Abaaa..."
Saat ia mulai berbicara hanya suara bayi yang keluar.
'Ck. Tentu saja suara bayi yang keluar,'
Pemilik mata emas itu mengangkat tangannya mencoba untuk meraih mainan barunya.
Ia mulai mencoba untuk menyebutkan sesuatu di dalam pikirannya.
'Avyanna...'
Ia menggumamkan nama miliknya di dalam hatinya.
'Nama yang indah...'
Pemilik mata emas itu bernama Avyanna.
Nama yang indah itu di berikan oleh orangtuanya di dunia ini.
Saat ia mulai merasakan bahwa tangannya terasa sakit.
Akhirnya ia mulai menyerah untuk meraih mainan baru di atasnya dan mulai terbaring pasrah.
Saat tiba-tiba...
"Hoeekkkkk!!!!"
'Menjadi bayi sangat tidak seru!'
Dimana tiba-tiba saja bagian bawahnya terasa basah dan lembap tanpa sadar.
Avyanna mulai menangis dengan sangat keras.
Tenggorokannya sakit tapi jika dia tidak menangis mungkin saja bagian bawahnya akan di hinggapi hewan-hewan penyuka bau amis.
'Hahaha... Sebenarnya tidak mungkin juga sih,'
Avyanna mulai menaikan oktaf suaranya, "Hooekkkk! Hoeekkkk!!"
"Avyku? Ada apa sayang?"
Pintu terbuka bersamaan dengan wanita yang memegang keranjang di tangannya.
"Waaa... Bwaaa...bbwaawa..."
'Celanaku basah... Celanaku basah!!'
Melihat Demetria masuk, mata Avyanna mulai berbinar terang dan mulai berhenti menangis.
Dan akhirnya mulai mengoceh.
Avyanna ingin memberitahukan bahwa di bagian bawahnya sepertinya ia membuang kotoran tanpa sadar lagi.
Tetapi tidak tahu bagaimana caranya untuk memberitahukannya dengan baik dan benar di tubuh bayi.
Demetria tersenyum saat melihat Avyanna mengangkat kedua tangannya untuk meraih tangan Demetria, "Avyku selalu bersemangat ya,"
Demetria memasang wajah yang ceria dan hangat setiap harinya meskipun Avyanna selalu menangis.
Avyanna pasti merasa bahwa itu sangat menjengkelkan untuk mendengar suara tangis bayi setiap waktu.
Dalam hati Avyanna tersenyum penuh haru.
'Inilah cinta seorang ibu!'
Demetria mulai dengan cekatan mengangkat tubuh Avyanna yang kecil dan mengganti celananya.
Avyanna memasukkan jari mungilnya ke dalam mulut sambil memperhatikan wajah sang ibu.
'Cantik dan juga...'
"Sudah selesai! Avyku, bagaimana jika kita berkeliling sebentar?"
Demetria juga memasukkan susu dalam botol dot lalu memberikannya kepada Avyanna.
Avyanna menerimanya dengan senang hati.
Menatap senyum Demetria membuat Avyanna tersipu dalam wajah bentuk bayi sambil terus menghisap susu dalam botol dot.
'Elegan sekali!!'
Demetria mengangkat tubuh Avyanna dan membawanya dalam pelukan hangat.
Demetria menggendongnya dan menepuk-nepuk punggung Avyanna dengan lembut.
"Ibu rasa Avy sangat bosan di dalam kamar terus kan? Karena itu ibu harus membawa Avy untuk melihat sinar matahari pagi,"
Avyanna hanya diam-diam mengamati sekitar dengan pengelihatannya yang masih kurang leluasa.
"Ayahmu dan kakakmu masih berada di menara, mungkin karena itu mereka akan kembali terlambat,"
Demetria membawa Avyanna berkeliling di sekitar rumah saja.
Hari itu matahari bersinar terang tapi rasanya hangat dengan tiupan angin kecil-kecil disekitar Demetria dan juga Avyanna.
Suara kicauan burung-burung di dahan pepohonan yang hijau dan dedaunan yang menari-nari tertiup oleh angin.
Dan Demetria yang bersenandung sambil mengayunkan pelan tubuh Avyanna.
"Baaabaa... Bwaababa... Ababa..."
'Perasaan ini sangat menyenangkan...'
Demetria terkekeh, "Heh? Avyku, apakah kamu mencoba menirukan ibu bernyanyi?"
Avyanna awalnya bingung tapi hanya tertawa kecil untuk menanggapi perkataan Demetria.
Dan Demetria membalas dengan senyum kecil dan mulai bersenandung lagi.
Senandungnya yang membuat perasaan Avyanna menjadi sangat nyaman.
Demetria hanya mengelilingi rumah beberapa kali.
Demetria juga menunjukkan pohon, bunga, dan burung-burung yang sedang mematuk biji-bijian di tanah.
Ia berbicara kepada Avyanna yang terlihat takjub dengan semuanya.
"Baaaa... Bwaababa... Abaa!"
'Sudah lama tidak melihat burung!'
Beberapa orang banyak yang menyapa Demetria dan mendekatinya untuk sekedar menyapa si kecil di dalam pelukannya.
"Bwawawa.... Baaa... Bwaaa,"
'Ternyata banyak juga ya orang-orangnya,'
Entah berapa kali Demetria mengelilingi rumah, sambil terus berbicara hal-hal yang kami temui di sepanjang berkeliling.
Ia akhirnya duduk di sebuah kursi kayu di dekat pohon dan terdiam sejenak.
Avyanna yang berada dalam pelukannya menatap ke arah mata biru ibunya dalam diam.
Mata itu sangat teduh.
Demetria tersenyum dan berbicara, "Ibumu ini merasa hidupnya sudah sangat bahagia..."
Avyanna hanya menatap Demetria yang berbicara tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ibu juga akan berusaha untuk membuat Avy bahagia..."
Demetria menatap bayi yang ada dalam pelukannya, "Ibu ingin menciptakan rumah untuk Avy, Zeffy, dan juga Ayah..."
"Sebuah tempat dimana ibu akan selalu di sebut sebagai rumah untuk kalian bertiga,"
Avyanna terkejut sejenak saat merasakan aliran hangat yang mengalir dari hatinya.
Demetria tersenyum dan mengelus pipi Avyanna.
Demetria mulai bersenandung kembali di temani dengan burung-burung yang berkicau.
Dan Avyanna hanya bisa terdiam menikmati semua itu dengan perasaan hangat.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!