NovelToon NovelToon

NERAKA DI RUMAH SUAMI

Pernikahan

"Saya terima nikah dan kawinnya, Stefani Hartawan binti Raffi Hartawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.!"' Ryan melafalkan qabulnya dengan lantang dan lancar di depan penghulu dan Raffi, bos sekaligus sekarang menjadi mertuanya.

Stefani masih terus menitikkan air matanya, dia sungguh tak menyangka akan menikah secepat ini dengan asisten sang ayah.

"Nak Ryan, Papa percayakan putri papa yang manja ini menjadi istrimu dan semua tanggung jawab atasnya papa serahkan padamu! Tolong jaga dan bahagiakan, dia!" Raffi memberikan amanah yang besar pada Ryan hari itu.

''Iya, pa, Ryan tidak berani berjanji, tapi Ryan akan berusaha untuk membahagiakan putri Papa yang spesial ini."' Ryan berjanji akan membahagiakan Fani di depan Raffi, papa Fani.

Bu Diana sudah pulang duluan dan beralasan tidak enak badan. Acara berlangsung sederhana, karena sangat mendadak. Raffi berjanji pada putrinya suatu saat akan menyiapkan pesta yang meriah untuk pernikahan mereka berdua.

Setelah acara pesta usai, Ryan meminta izin pada mertuanya untuk membawa Fani pulang ke rumahnya hari itu juga.

''Pa, maaf hari ini Ryan akan langsung membawa Fani ke rumah! Ibu sedang tidak enak badan, Ryan takut ada apa- apa kalau membiarkan Ibu sendirian di rumah,'' kata Ryan dengan sopan.

'' Oh, jadi tidak menginap disini dulu," kata Raffi dengan sedikit kecewa tapi apalah daya dia. Ryan kini yang lebih berhak atas putrinya.

Raffi memanggil Fani dan menjelaskan semuanya, Fani mengajak Ryan ke kamarnya untuk menunggu dia bersiap-siap.

'' Tidak perlu banyak bawa barang! Nanti kita bisa diambil lain waktu," kata Ryan dengan lembut dan sopan. Fani hanya mengangguk menuruti apa yang Ryan katakan.

Fani hanya memasukkan beberapa set pakaian saja ke dalam kopernya. Dia juga mandi dan berganti pakaian, sementara Ryan menunggunya di sofa kamarnya.

Ryan memperhatikan suasana kamar yang di dominasi warna ungu muda, banyak hiasan bunga-bunga di kamar tersebut sengaja di ciptakan untuk sepasang pengantin, Ryan tersenyum miring.

'' Percuma kalian menghias kamar ini sedemikian rupa, karena aku akan menghiasnya sendiri dengan air mata putri kesayanganmu itu, Tuan Raffi," gumam Ryan.

Setelah semua beres, mereka menuju ke rumah Ryan, rumah yang dibeli dari hasil kerja keras Ryan selama ini. Rumah yang akan menjadi saksi bisu apa yang akan Fani alami selanjutnya.

Sesampainya di rumah, Ryan langsung masuk saja ke dalam rumah tanpa mempedulikan Fani yang kerepotan membawa kopernya. "Eh kok ditinggalin begitu saja, gimana sih!" kesal Fani, dia menyeret kopernya ke ruang tamu.

Naas nasib Fani, begitu masuk di sana dia sudah disambut oleh tampang sinis mertuanya. '' Selamat sore, Ma!" sapa Fani.

Fani mendekati Bu Diana dan mengulurkan tangannya seraya membungkuk, dia akan menyalami mertuanya tersebut, tapi tangannya ditepis dengan kasar oleh Bu Diana. Bahkan perempuan sepantaran ayahnya itu tidak mau melihat wajahnya, Bu Diana melengos kesamping.

''Sudah, Ibuku masih tidak enak badan, ayo masuk ke kamar!'' ajak Ryan dengan suara yang kasar, tidak seperti di rumah papa Raffi tadi.

Fani masih melongo dan menelaah sikap suaminya yang berubah 180 derajat itu. Ryan langsung menarik tangannya, menuju ke kamar mereka. Ryan mendorong tubuh Fani dengan kasar. Fani memperhatikan suasana kamar Ryan yang di dominasi warna hitam dan putih itu, tanpa ada hiasan apapun serta terkesan monoton, dingin dan kaku.

Ryan mendekati tubuh Fani lalu melihatnya dengan intens. Mata elang Ryan cukup membuat Fani tidak nyaman, ia seperti sedang dikuliti saja. Gadis cantik yang baru saja di nikahi Ryan ini mundur beberapa langkah, tapi Ryan terus maju mendekati tubuh Fani hingga sampai di dinding.

Ryan mengungkung tubuh Fani di dinding, tangannya yang besar itu meraih leher Fani dan mencekiknya. ''Jangan harap kau akan bahagia menjadi istriku! Selamat datang di neraka suamimu ini, Stefani! Aku akan menghias kamar ini dengan air matamu, kalau perlu darahmu...!" bisik Ryan dengan kasar, dan mengerikan.

"Apa maksud kamu? A-apa salah ku? " tanya Fani. Dia merasa nyawanya sudah di ujung tenggorokan dan sulit bernafas.

Ryan melepas tangan nya di leher Fani, tapi sekarang dia menjambak rambut hitam Fani.

"Kamu memang tidak bersalah, tapi Raffi papa mu. Dia adalah orang yang membuat aku dan ibuku menderita. Jadi kau juga harus merasakan itu, bahkan seratus kali lebih menderita, lalu si Raffi itu akan mati dengan perlahan melihat putri kesayangan nya menderita, hahaha." Ryan tertawa dengan puas.

Pemuda berstatus suami Fani tersebut mulai mencumbunya dengan kasar bahkan menggigit bibirnya sampai bengkak, Fani terus meronta ingin melepaskan diri, tapi tenaganya kalah kuat.

Fani tak kehabisan ide, dia menggigit Lidah Ryan yang masih asyik bermain di rongga mulutnya.

" Aargh sit!" Ryan merasa kesakitan, dia langsung menampar pipi Fani dengan keras.

Plak

" Dasar wanita jalank." Ryan mengangkat tubuh Fani dan membantingnya di kasur. Fani terus berusaha menghindar, dia lari ke arah pintu, tapi pintu tersebut di kunci rapat.

Setelah mengusap bibirnya yang berdarah itu, Ryan kembali meraih tubuh Fani dan melemparnya lagi ke kasur. Ryan mengambil sebuah tali dan mengikat kedua tangan Fani di atas, serta kedua kakinya.

Ryan membuka semua pakaian istrinya tersebut dengan kasar, lalu kembali mencumbunya dengan sangat rakus dan kasar. Ryan juga membuat banyak tanda merah di tubuh putih Fani. Ryan sungguh mirip seperti monster haus darah saja.

Saat ini Fani hanya bisa menangis dan menjerit, tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Sekeras apapun Fani berteriak, tidak akan ada yang menolongnya. Mertuanya bahkan tertawa puas mendengar suara jeritan bahkan suara Kesakitan yang berasa dari dalam kamar putranya.

"Wau tubuhmu sangat indah, Sayang. kita akan menikmati sore yang indah ini bersama, aku akan membuatmu melayang ke surga..!" Bisik Ryan tepat ditelinga Fani, keduanya sudah sama-sama polos.

" Cih, aku haramkan tubuhku dnikmati iblis sepertimu!" Fani meludahi Ryan yang tepat berada di atasnya itu.

Cui

Ryan mengusap air liur Fani yang tepat mengenai mukanya dan tersenyum miring. Kembali Ryan menampar wajah gadis cantik itu hingga memar.

Ryan membuka ikatan kaki Fani, lalu dia memposisikan dirinya di sela-sela paha yang tadinya putih bersih kini berubah merah-merah.

Ryan dengan kasar dan sekali hentak memasukkan ulekan batu itu ke dalam inti tubuh Fani. " Aaaa, ampun sakit , Ryaan...!"

Fani berteriak kencang, tubuhnya seperti terbelah dua, perih, panas dan sakit dia rasakan. Ryan tidak peduli dia terus menghujam dirinya dangan kasar dan keras bahkan semakin keras, tidak ada sedikitpun kenikmatan yang Fani rasakan. Gadis hanya bisa menangis tanpa suara.

" Bajingan, iblis kau, hiks hiks hiks." Tubuh Fani lunglai bagaikan tak bertulang, semua rasa ada padanya.

Setelah mencapai puncak pemainannya, Ryan segera mencabut nya, menjilat Mayonaise yang tumpah di sana. Ryan tersenyum tipis, tidak hanya mendapat kenikmatan yang luar biasa itu, tapi juga mendapat mahkota yang selama ini Fani jaga.

" Terimakasih, istri ku. Kau sungguh luar biasa, dan lihat itu darah keperawanan kamu! Ini adalah jackpot yang tidak aku sangka sebelumnya," kata Ryan dengan puas.

MERTUA KEJAM

Ryan beranjak dari ranjang setan tersebut, memunguti semua pakaiannya, lalu beranjak ke kamar mandi. Tanpa mempedulikan bagaimana keadaan Fani yang kacau dan hancur tersebut.

Tidak ada malam pertama yang romantis dan hangat, tidak ada suara ******* yang menggema di kamar pengantin mereka, yang ada hanya jeritan dan rintihan dari Fani.

Air mata terus mengalir dari matanya, bahkan tubuh polosnya masih dibiarkan saja, tangan Fani masih terikat di atas. "Pa, apakah ini yang papa bilang baik dan tanggung jawab, hiks hiks, aku hancur pa aku kotor, tolong Fani pa!" Fani bicara sendiri dirinya sudah hancur, dihancurkan oleh sebuah ikatan yang dinamakan pernikahan, tapi bukan ini yang Fani inginkan dari ikatan ini.

Di rumah mewah milik Raffi, pria paruh baya tersebut seperti merasakan apa yang saat ini putrinya rasakan, dia tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang dipegangnya.

Pyaar

Dadanya berdetak dengan keras, was-was, khawatir semua jadi satu. "Ada firasat apa ini?" Raffi mengelus dadanya berulang kali, tapi dia segera menepis semua yang dia pikirkan dan mendoakan anak-anaknya selamat.

Kembali di rumah Ryan, pemuda tersebut keluar dari kamar setelah membersihkan dirinya, soal Fani biar ibunya yang mengurus selanjutnya.

"Kemana dia? Seenaknya pergi begitu saja tanpa menolongku, setidaknya tutuplah tubuhku yang kotor ini, atau lepaskan ikatan tangan ini!" ujar Fani , dia hanya bisa memandang punggung suaminya yang keluar kamar.

Tak lama kemudian masuklah sosok perempuan paruh baya ke dalam, dia adalah Diana ibu dari Ryan. Perempuan itu tertawa sinis dan jijik melihat pemandangan di depannya tersebut.

"Dasar jalank, lihatlah dia sungguh tidak tahu malu! Mengumbar tubuh polosnya ini di sini, tak akan laku. Meski kau merayu Ryan dengan usahamu, dia tidak akan tertipu, dia hanya menganggap dirimu layaknya pe lacur yang memuaskan dirinya, hahaha," Kata Diana.

Seorang ibu apakah pantas mengucapkan kata kata-kata seperti itu terhadap menantunya. Seorang ibu seharusnya menasehati putranya yang tersesat, tapi tidak untuk Diana, dia malah mengompori anaknya.

Diana melempar sebuah daster lusuh ke atas tubuh polos Fani, lalu melepas ikatan tangan Fani dengan kasar. "Ternyata di jaman sekarang ini, ada juga ya perempuan yang masih di segel, untung anakku dapatnya yang bukan model bolongan," kata Diana, tersenyum tipis.

Diana kembali melihat Fani yang tergeletak lemah tanpa daya, dia tidak boleh iba atau kasihan. Tujuannya sudah bulat dan tidak boleh berhenti di tengah jalan.

" Bangun! Pakai baju itu lalu siapkan makan malam! " Perintah Diana dengan kasar.

" Tapi ma, badan Fani sakit semua ma, tidak bisa kah Fani istirahat, Ryan sudah memperlakukan Fani dengan kasar, Ma? '' Fani meminta waktu untuk istirahat sebentar walau hanya untuk membersihkan diri.

" Apa kamu bilang, Ma? dengar tidak ada kata istirahat, enak saja jam berapa ini sekarang mentang-mentang anak orang kaya lalu maunya manja, di ladeni begitu!"' bentak Diana.

" Ma, sebenarnya apa salah Fani dan papa ma, sehingga kalian melakukan ini padaku?" Tanya Fani. Dia benar benar-benar tidak tahu sama sekali dendam apa yang mereka simpan untuk dia dan papanya.

" Papamu sudah mengakibatkan suamiku meninggal, dan membuat anak berumur sepuluh tahun menjadi yatim. Di tengah himpitan ekonomi yang buruk, aku berjuang membesarkan anakku sendiri, sedang kalian bersenang-senang diatas penderitaan orang lain,'' jawab Diana dengan kasar.

" Tidak, papaku tidak mungkin membunuh orang, dia sangat baik bahkan suka menolong orang lain, dulu papa juga pernah menolong keluarga dari orang yang menabraknya, bahkan papa juga membiayai sekolah anak mereka." Fani tidak percaya kalau papanya tega menghabisi nyawa orang lain, ternyata keluarga yang di bantu ayah Fani itu adalah Bu Diana sendiri, bukan orang lain.

Deg, dada Diana bergetar mendengar kata-kata Fani, tapi Diana masih tidak Terima saja kalau suaminya meninggal secepat itu.

" Ah tidak usah banyak cingcong, bangun dan siapkan makan malam! " Diana menarik tangan Dani dengan kasar hingga dia terjatuh di bawah kakinya.

" Augh sakit, Ma.'' Fani meringis kesakitan.

" Ma, Fani tidak bisa memasak ma, Tolong ajari Fani!" Kata Fani dengan jujur. Selama ini dia memang belum pernah memasak, semua di lakukan oleh asisten rumah tangga, terutama memasak, jadi Fani kaget mendengar kalau mertuanya menyuruh dia memasak.

" Perempuan macam apa kamu ini? Memasak saja tidak bisa, apa suamimu harus kelaparan dulu baru bisa memasak?" Diana membentak Menantunya, dia sangat geram saat tahu kalau menantunya tidak bisa memasak, tapi dia tidak peduli, tujuan utamanya hanya satu, membuat Fani menderita.

Diana mengangkat tubuh polos Fira supaya berdiri, dia lalu memakaikan daster lusuh tersebut dengan kasar pada Fani. "Dasar tidak tahu malu, lihat dari tadi di suruh memakai baju malah diam saja, memang sudah kecantikan apa?"

Diana kemudian menarik tangan Fani keluar kamarnya, Fani hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah kaki mertuanya, dangan langkah terseok-seok, dan air mata masih terus membasahi pipinya yang bengkak tersebut.

Mereka sampai di dapur, lalu Diana mendorong tubuh Fani di dapur minimalis rumah itu."Cepat buatkan ayam kuning dan sambal terasi! Ryan sangat suka sambel, ayam kuningnya jangan di bumbu pedas, di buat opor saja,"ucap Diana.

Dia bahkan request makanan untuk menu makan malam hari ini. Meski hanya menu sederhana, tapi kalau tidak bisa memasak bagaimana lagi, yang namanya bawang saja dia tidak tahu.

" Tapi, Ma." Fani berusaha mengelak, tapi segera di hardik oleh Diana.

" Tidak ada tapi tapian, serta satu lagi, jangan panggil saya mama tapi nyonya ngerti!" Diana bahkan tidak mau di panggil mama oleh Fani.

Diana meninggalkan Fani sendirian di dapur.

" Ayam kuning, opor ayam, bumbunya apa?" Batin Fani. Fani tidak tahu sama sekali. Fani teringat ponselnya yang masih di ruang tamu.

Fani mengendap-endap kesana, kalau pintu tidak di kunci Fani akan kabur saja. Tapi ternyata Pintu di kunci dengan rapat, jadi Fani hanya mengambil ponsel dia saja.

Fani membuka aplikasi youtube, di sana dia mencari resep ayam bumbu kuning. Sebuah Vidio terpampang dengan jelas step bay step memasak menu tersebut.

Fani mulai menyalakan kompornya dan menjerit ketika api keluar dari kompor tersebut, Diana yang mendengarnya langsung ke dapur. " Kenapa teriak- teriak?" tanya Diana dengan kesal.

" Tidak nyonya, saya cuma kaget melihat api itu, ini menunya masih di siapkan, jawab Fani gemetar.

"Lebay, sama kompor saja takut bagaimana kau bisa memanjakan lidah suami kalau semua tidak bisa kau lakukan?" dengus Diana, lalu di pergi dari dapur tersebut, membiarkan Fani belajar sendiri.

Meenyuapi Fani makanan yang sudah kotor dan asin

Dengan berbagai perjuangan dan usaha keras, akhirnya Fani berhasil menciptakan menu tersebut, opor ayam kuning beserta sambalnya.

Fani segera membereskan semua kekacauan yang dia ciptakan, dia juga memecahkan beberapa peralatan saat mencuci piring. "Aduh pecah lagi, nyonya Diana pasti marah nih," gumam Fani sambil memungut pecahan kaca tersebut.

"Kau ini bisanya apa sih? mendesah di atas ranjang, shoping? semua tidak becus, bisa- bisa barang barang ku habis kau pecahkan," bentak Bu Diana. Diana menjambak kasar rambut kusut Fani.

"Argh, ampun nyonya, saya akan lebih hati hati lagi,," jawab Fani. Diana melepas rambut Fani dari cengkraman tangannya dan menoleh ke arah makanan yang sudah siap, tinggal membawanya ke ruang makan.

Sebuah tampilan yang menggugah selera dan sangat cantik, dia tersenyum tipis. " Bisa juga ternyata dia,," batin Diana.

''Setelah kau bereskan semua ini, cepat bawa ke ruang makan! jangan membuat suamimu menunggu lama! kalau mau hubungan rumah tangga romantis dan suami tidak memilih ke tempat istri muda," Sindir Diana.

Perempuan paruh baya tersebut berkacak pinggang dengan sombongnya.

Fani segera membawa hasil masakannya dan menata dengan cantik di meja makan, dia juga menyiapkan tiga piring di sana, lalu memanggil Diana dan Ryan yang masih mengobrol di ruang keluarga. Bodohnya Fani, dia tidak mencicipi makanan yang telah di buatnya.

Ryan dan Diana duduk di tempat masing masing, demikian juga Fani, tapi Ryan segera mencegah Fani.

"Siapa yang mengijinkan kamu makan semeja dengan aku dan ibu? jangan mimpi kau!" bentak Ryan.

Fani mengurungkan niatnya dan sekarang berdiri di samping mereka, mengambilkan nasi dan Sayur untuk suami dan mertuanya.

Begitu Diana mencicipi kuah ayam kuning tersebut, dia langsung meludah bahkan tepat di muka Fani. Ayam kuning tersebut terlalu asin, Diana juga memeriksa ayamnya, dalamnya masih mentah dan merah, nasinya juga kurang air.

"Cih makanan apa ini? kau ingin membunuhku dan Ryan, mau jadi seperti apa kau yang sombong itu ha?" bentak Diana.

"Bagus ma, tadi dia juga meludahiku, saat aku mengambil hakku, dia menolak melayani suaminya." Ryan juga memperkeruh suasana saja.

"Ampun nyonya, sa-saya lupa mencicipinya" jawab Fani dengan jujur. Diana mengambil satu paha ayam di meja, lalu memasukkan dengan kasar ayam itu ke mulut Fani. Rasa asin menyengat Fani rasakan, ditambah lagi ayam besar masuk paksa di mulutnya.

Fani melepeh ayam tersebut dari mulutnya dan jatuh mengenai kaki Diana. " Kurang ajar, berani beraninya kau mengotori kaki ibuku!" sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Fani, lagi dan lagi.

"Argh, sttt." Fani meringis kesakitan.

Sudah berapa kali mereka menampar Fani hari ini. Diana juga marah besar dan tidak terima, dia mengambil mangkok berisi ayam kuning yang masih panas itu ke kepala Fani.

''Aah panas, perih.'' Fani menangis dan mengibas ngibaskan rambutnya, dia meraih serbet yang ada di meja dan mengusap muka serta kepalanya yang perih dan panas, rasanya seperti terbakar.

Ryan dan ibunya malah tertawa mengejek. "Dasar iblis kalian, sebaiknya pulangkan aku pada papaku Ryan! kalau kalian mau harta ambil saja! aku tidak butuh, bebaskan aku dari neraka ini, hiks hiks!" Fani menangis tergugu, hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya.

Tidak terbayang dalam hidupnya selama ini. Fani terima jika harus menikah dengan orang yang tidak dia cinta bahkan dia kenal. Karena rasa sayang Fani pada ayahnya, akhirnya Fani menerima pernikahan ini.

Fani kira dengan berjalannya waktu , mereka akan saling terima , dan rasa itu akan muncul, tapi apa ini.

"Aku juga tidak butuh uangmu itu, karena aku akan segera mengambil alih semua aset keluargamu, hingga keluarga hartawan akan miskin dan terhina dari masyarakat, itu baru aku puas," jawab Ryan. Pemuda itu melotot ke rah Fani, dan menatap jijik perempuan yang baru tadi siang dia nikahi.

"Yan lihat dia sudah merusak makan malam kita dan menghamburkan uang kita, ayam ini di beli dengan uang, bukan daun, jadi dia harus memakannya sampai habis, baru itu adil," ucap Diana memprovokasi anaknya.

Wanita paruh baya itu mengompori anaknya untuk meminta Fani makan ayam-ayam asin yang sudah jatuh ke lantai tersebut.

"Sekarang ambil ayam-ayam itu dan makan semuanya! ini makanan mubasir kalau tidak di habiskan," perintah Ryan.

''Tahu apa kalian mubasir, kalau tahu kenapa membuangnya bahkan di kepalaku? aku bukan binatang dan budak kalian, sebaiknya makan sendiri saja,'' bantah Fani,

dia tidak boleh terlihat lemah.

Fani bertekad akan terus membantah dan melawan mereka, meski akan di bilang menantu durhaka, Fani akan terima.

''Lihat, istri macam apa itu yang berani melawan suaminya! haram surga bagimu,"' jawab Diana.

Wanita paruh baya ini sangat kesal karena Fani malah membantah mereka, yang Diana inginkan, Fani yang lemah dan akan terus di injak injaknya.

''Kalau jalan surgaku tidak disini maka masih banyak pintu yang lain, tapi untuk kalian, suami dan ibu macam apa yang memperlakukan istri dan anaknya seperti seekor An jing? sama juga menutup pintu surga sendiri, mengaca lah dulu sebelum berbicara nyonya!" jawab Fani dengan sangat berani.

Ryan kembali naik pitam, dia mencekal tangan Fani ke belakang, dia menjegal kaki belakang Fani hingga istrinya itu jatuh tersungkur di bawah kaki Diana.

Diana kembali menyuapi Fani dengan ayam ayam tersebut dan tercekat di tenggorokan Fani, tanpa di bantu dengan air minum.

Pusing, mual, eneg Fani rasakan. matanya berkunang-kunang, hingga akhirnya dia hilang kesadaran,

Fani pingsan di bawah kaki ibu mertuanya.

Mereka panik juga melihat keadaan Fani yang pucat dan diam saja."Ryan bagaimana ini? bagaimana kalau dia mati, Nak? kita bisa di penjara." Diana cukup kaget dan takut melihat semua ini, mereka sangat keterlaluan.

"Bu apakah kita sangat keterlaluan bu?" Ryan juga merasa takut, dia melepas tangan Fani dan Fani jatuh ke lantai dingin

"Kita periksa dulu nadinya!" Ryan memeriksa urat nadi Fani, walaupun lemah tapi istrinya itu masih hidup.

"Kita angkat dia ke sofa ya! kalau dia masih di lantai bisa bisa dia mati kedinginan, kita jangan keterlaluan ya ma, cukup buat dia menderita saja dan tidak membiarkan dia bertemu ayah dan orang luar, itu saja sudah cukup. " Ryan sepertinya masih punya hati nurani, karena sebenarnya Fani memang tidak tahu apa-apa dan tidak salah.

''Ah terserah kau, yang penting dia selamat dulu, dan jangan sampai orang luar tahu!" jawab Diana.

Ryan segera mengangkat tubuh lemah yang penuh luka itu ke sofa, tidak ada lagi wajah cerianya, kini hanya wajah pucat dan bengkak.

Diana membawa baskom berisi air hangat dan mengompres serta membersihkan bekas bekas kuah ayam dan menyeka tubuh Fani. Diana mengobati luka Fani lalu memberikan selimut pada menantunya tersebut.

Ryan dan Diana keluar rumah, tak lupa Ryan mengambil Ponsel Fani, dia takut kalau Fani akan melapor ke papanya, atau malah pihak polisi, Ryan mengunci semua pintu dan memastikan tidak ada jalan untuk Fani kabur, barulah mereka keluar rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!