NovelToon NovelToon

Putri Kegelapan

Earnest Lee

Sudut Pandang Jade

Aku mengenal wajah itu.

Siapa yang tidak mengenalnya?

Earnest Lee adalah seorang selebriti terkenal dan pengusaha sukses. Karier nya di bidang musik sebagai composer, penyanyi --dia adalah mantan idol K-Pop-- dan juga model sejak sepuluh tahun lalu, mungkin lebih, membuat dia memiliki begitu banyak penggemar dari berbagai kalangan. Wajar saja. Dia seperti sebuah paket lengkap yang pada umumnya diharapkan oleh wanita dari seorang pria. Tidak hanya mengandalkan wajah tampan dan bentuk tubuh yang sempurna --karena itu dia bisa terjun ke dunia model-- dia juga punya suara yang khas dan sangat laki. Kalau dia nyanyi, siapa pun tau kalau itu adalah suaranya dan mabuk kepayang dibuatnya, termasuk aku. Hebatnya lagi, semua lagu yang dinyanyikan adalah hasil ciptaannya. Makanya aku bilang wajar jika dia punya banyak penggemar. Dia dikagumi oleh wanita dari semua kalangan. Berita tentang wanita terkenal mulai dari kalangan selebritis dan konglomerat yang berlomba-lomba merebut hatinya selalu berseliweran di media.

Ketika dia memutuskan untuk membangun bisnis fashion, saat itu juga brand fashion yang di produksinya langsung booming. Banyak jajaran selebriti Asia dan dunia yang dengan bangga mengenakan brand miliknya. Para selebriti juga berlomba-lomba membuat video review tentang pakaian dari brand itu di sosial media. Dan ciri khas Earnest Lee, dia dengan bangga memakai dan membawa setiap piece produk fashion-nya ke mana dan dimanapun dia berada. Di atas panggung, di atas catwalk, di bandara, setiap kali menghadiri acara di program TV... Pokoknya di setiap kesempatan. Terlihat dari foto-foto yang selalu di posting di media sosialnya. Tidak perlu bertahun-tahun, brand Earnest Fashion menjadi terkenal secara global.

Siapa yang tidak mengenalnya?

Aku mengenalnya dengan baik. Sebagai seorang penggemar tentunya. Aku mendengar lagu-lagunya. Aku menguliti pribadinya melalui semua berita yang ada di internet. Aku menonton setiap program TV atau Youtube yang dihadirinya. Aku mengikuti perkembangan bisnis fashion yang dikembangkannya. Aku adalah seorang fan akut dari Earnest Lee.

Tapi aku tau batas antara hidup nyata dan hidup mereka sebagai selebriti. Ada saat-saat di mana mereka ingin bebas menjalani hidup dan melakukan apa pun yang mereka mau tanpa harus dibayang-bayangi oleh fans. Karena itu, aku memilih untuk pura-pura tidak kenal. Sejak berkecimpung dalam pekerjaanku di bawah Gaia Wear, mau tidak mau harus sering bersentuhan dengan dunia mereka, aku menerapkan prinsip ini dalam hidup. Tidak peduli seberapa terkenal seseorang dan tidak peduli seberapa besar aku meng-idola-kan mereka, aku akan menutup mata, bersikap dingin, bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli sama sekali ketika kami bertemu dalam konteks di luar pekerjaan. Aku tidak ingin menunjukkan kepada dunia bahwa aku adalah seorang penggemar. Meskipun di dalam hati, aku ingin berteriak senang ketika melihat mereka secara langsung, berinteraksi dengan mereka karena tuntutan pekerjaan. Cukup mengagumi mereka dari jauh saja dan menikmati karya-karya mereka dari platform yang resmi berbayar serta membeli produk bisnis mereka, agar uang mereka mengalir terus tidak henti-henti. Toh itulah yang mereka harapkan.

Itu adalah bagian dari diriku yang profesional. Seorang karyawan Gaia Wear, yang sering bertemu dan berinteraksi dengan selebriti terkenal. Berdasarkan pengalaman, satu dua kali mereka keceplosan bercerita, mereka juga sangat menghargai ketika orang pura-pura tidak memperhatikan keberadaan mereka dalam situasi tertentu.

...

Masih dengan sikap tenang, aku mengamatinya diam-diam. Mulai dari ruang tunggu di bandara sampai kami diijinkan untuk boarding ke dalam pesawat.

Dia sangat tampan. Jika aku diijinkan merevisi arti kata tampan di kamus bahasa, aku akan artikan, sangat tampan adalah Earnest Lee.

Dia tersenyum padaku dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyapa dengan ramah sebelum dia duduk. Tepat di samping ku! Jantung-ku tidak aman. Aku menganggukkan kepala dengan sopan untuk membalas sapaan nya, berjuang untuk tenang dan fokus pada urusanku sendiri. Berusaha untuk tidak ge-er. Mungkin dari sudut pandangnya aku kelihatan tenang dan tidak peduli dengan keberadaannya --itulah yang ku harapkan--. Namun aku sangat sibuk. Menata detak jantung-ku agar normal. Menenangkan hati dan pikiran-ku yang sangat sibuk.

Aku berusaha menjawab semua pertanyaan yang ku ciptakan sendiri dalam kepalaku. Apakah aku terus terang saja bahwa aku adalah seorang fans dari Earnest Lee? Apa ku minta saja tanda tangannya? Berusaha ramah kemudian selfie bersama? Aku tawar-menawar dengan diriku sendiri. Dan jawabanku adalah tidak. Ayo Jade, konsisten. Anggap saja tidak kenal. Aku pun fokus untuk menata degup jantung-ku dan... argh! Ada debar-debar halus! Sembari berusaha untuk tetap anggun. Aku harus bertahan untuk acuh tak acuh.

Dan pesawat pun lepas landas, berangkat menuju Singapura, dari Incheon airport.

Kami duduk di kelas bisnis. Tadinya aku sangat senang karena Gaia mengambilkan tempat duduk itu karena itu adalah tempat duduk terakhir yang tersedia untuk perjalanan ke Singapura pada waktu yang dijadwalkan. Biasanya, aku lebih suka mengambil salah satu kursi ekonomi untuk menghemat biaya. Aku kembali bertanya pada diriku. Apakah aku harus menyesal atau justru lebih senang? Harusnya sih senang, aku duduk persis di sebelah pria paling tampan di dunia. Tapi menyesal. Karena aku tidak bisa dengan bebas berekspresi dan jatuhnya jadi merasa tertekan. Ku hitung lagi di kepalaku, berapa jam dari Incheon ke Singapura? OMG! Kurang lebih 7 jam! Itu bukan waktu yang singkat. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan.

Gaia Kim mengirim aku ke markas Earnest Corps di Singapura untuk membicarakan proposal proyek kolaborasi antara Gaia Wear dan Earnest Fashion. Seharusnya Gaia sendiri yang akan menghadiri pertemuan tersebut, namun karena kejadian tak terduga di kantor kami, dia mengutus aku. Iya, aku sedang menuju ke Earnest Corps headquarters di Singapura, perusahaan milik pria itu. Dan aku pun masih bertanya jawab dalam hati, memastikan jika aku sedang bertindak wajar dan tidak menjerumuskan diriku sendiri ke dalam jurang. Mengapa aku berani se-kurang ajar itu, dengan mengabaikannya, pura-pura tidak kenal. Bukankah seharusnya aku bersikap ramah untuk membuat kesan yang baik di matanya agar proses perjanjian kontrak itu berjalan lancar?

Tapi tidak, berdasarkan pengalaman-ku setelah beberapa kali melaksanakan tugas serupa, aku tidak akan bertemu dengannya di sana. Dia adalah CEO Earnest Corps, orang nomor satu di perusahaan itu. Aku sangat yakin aku tidak akan bertemu dengannya. Tidak mungkin orang nomor satu perusahaan itu akan menyambut aku di sana. Maksudku, aku memang penting karena aku dikirim oleh Gaia Kim, CEO Gaia Wear, sahabat dekat dari Earnest Lee. Tapi tetap saja, kemungkinan besar, bawahannya lah yang akan menangani kunjungan ku dan semua hal mengenai kontrak. Jadi, mengapa repot-repot bersikap baik dan sok ramah? Aku lebih baik diam dalam damai sampai aku tiba di sana, kemudian menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin dan pulang ke rumah.

Itu dia. Aku telah memutuskan. Aku pun mengambil posisi nyaman di kursi.

Pertemuan Yang Konyol I

Namun tidak bisa. Tidak peduli sekeras apa aku berusaha untuk diam dalam damai, keadaan di sekelilingku terlalu heboh dan mau nggak mau aku ikut dalam suasana itu.

Aku menjadi pengamat. Melihat bagaimana para pramugari memberinya perhatian yang lebih khusus. Mereka bolak balik datang ke arahnya dan bertanya jika dia membutuhkan sesuatu. Beberapa dari mereka bahkan berani meminta tanda tangan dan berfoto bersama. Satu atau dua orang dari mereka bersikap berlebihan, mengarah kepada genit. Aku berulang kali bilang dalam hati, masuk akal, wajar saja. Pria itu adalah Earnest Lee. Pria tampan sejagat raya dan kaya raya. Apalagi dia terkenal memiliki image yang positif. Siapa yang tidak ingin mendekatinya?

Dengan tubuh menjulang tinggi, sekitar 185cm, kulit putih, perawakan tubuh yang proporsional dan kuat dengan bisep di mana-mana, lengannya, lehernya... --apakah aku sedang ngiler?-- dengan gaya rambut undercut yang membuat wajah tampannya tambah keren tidak karuan. Dia mengenakan body-fit jeans warna hitam dipadukan dengan kaos hitam dan jaket bomber warna cokelat, serta memakai sepatu boots. Aku tau, itu semua dari Earnest Fashion. Style baju yang kelihatan simpel namun meneriakkan aura swag dan sangat laki.

Setelah duduk di pesawat, dia melepas topi dan masker yang menutupi wajahnya. Namun meskipun dia berusaha menutupi dirinya dengan samaran, tetap saja dia bisa dikenali dengan mudah. Bahkan, bagi sebagian penggemar, dengan melihat siluetnya saja, mungkin masih bisa menginformasikan dengan baik bahwa dia adalah Earnest Lee.

Dia benar-benar seorang pria yang sempurna! Pantas menjadi idaman semua wanita di dunia. Jadi, ya gitu. Aku maklum ketika mereka berusaha mencari perhatiannya dengan cara apa pun. Aku pun berterima kasih pada nyaliku untuk mengabaikannya sejak awal. Setidaknya ada satu orang di sekitar tempat itu yang membuatnya merasa tidak terganggu.

Aku menenggelamkan diri dalam duniaku, dengan bekerja, sibuk memandangi layar iPad. Aku membuka kembali file presentasi yang sudah ku siapkan dari jauh hari dan membaca lagi berulang-ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan. Presentasi itu sangat penting. Meskipun Earnest dan Gaia adalah teman baik... Tunggu, justru itu menjadi alasan paling kuat bahwa aku harus melakukan tugas itu dengan yang baik. Aku tidak ingin mempermalukan gaian dan menempatkan dia di posisi yang sulit. Sahabatnya harus tahu bahwa kami berada di liga yang sama, dalam hal kualitas, untuk dapat bekerja sama dengan mereka.

"Permisi..." Aku mendengar suara berbisik ke arahku. Jantungku berdegup kencang. Apakah dia berbicara padaku? Aku bertanya-tanya. Tapi aku mencoba mengabaikannya. Mungkin dia meminta bantuan dari pramugari. Mungkin aku salah mendengar.

Tapi lagi …

"Permisi ..." Suara yang sama, berbisik ke arahku dan bahkan lebih dekat terasa di telingaku. Aku tidak punya pilihan, aku berbalik dan mata kami bertemu. Aku diam terpana. Mungkin bisa disebut membatu. Mata kami saling memandang selama beberapa detik. Sudahkah ku bilang bahwa dia sangat tampan? Harus ku ulangi lagi, dia sangat tampan! Sorot matanya yang tajam menusuk tepat di jantungku. Selain itu, kedua bola mata itu berbicara sesuatu yang aku tidak tahu apa, tetapi dia mampu menyihirku. Aku kelu beberapa saat.

“Eh… Iya?” Aku berkata terbata, mencoba memecahkan diam kami. Dia tergagap kemudian diam, kelihatan berpikir. Mungkin dia kehilangan kata-kata. Masih melihat dia dalam keadaan diam, aku mencoba menebak apa yang  sedang terjadi. Tetapi dia hanya mematung. Kemudian ku putuskan untuk kembali duduk ke posisi semula, duduk tegak dan melihat layar iPad. Aku menenangkan diri, dia pasti akan memanggil kembali jika itu adalah sesuatu yang penting kan? Aku membela diri jika kau berpikir bahwa tindakan cuek itu sedikit mengarah pada sikap tidak santun. Sambil berusaha menormalkan detak jantungku.

Lalu aku bangkit dari tempat duduk menuju kamar kecil. Aku membutuhkan ruang untuk menenangkan diri dan menarik nafas panjang membebaskan jantungku yang sudah bekerja lebih keras selama kurang lebih satu jam sejak duduk di sebelahnya. Jade, sadar dong. Konsisten lah, bersikap saja seolah-olah kamu tidak mengenalnya. Tolong Jade! Aku memarahi diriku sendiri selama berada di dalam kamar kecil sambil menatap wajahku di cermin. Masih tersisa semburat merah di pipiku. Kemudian berusaha ku dinginkan, ku basuh wajahku dengan air.

Harus ku akui, aku cantik. Jika diukur berdasarkan perspektif orang pada umumnya tentang kecantikan. Aku sangatlah cantik. Jika aku diminta untuk membandingkan diri dengan dia, secara fisik, dia tidak berada di level  yang sama denganku. Aku sudah terkenal sejak SMP karena kecantikanku. Namun karena sikapku yang dingin, aku disebut sebagai tuan putri es.

Aku hidup sendirian. Tidak punya keluarga dan teman. Karena itu, aku sibuk memperjuangkan nasib. Aku memang dikaruniai penampilan fisik yang sempurna. Tapi itu sama sekali tidak menolong untuk bisa hidup enak. Sehingga kecantikan itu tidak ku anggap sebagai sebuah keberuntungan. Malah seringkali, justru menjadi sumber celaka.

Siapa pun tau, termasuk aku, untuk membebaskan diri dari kelaparan, aku harus sukses. Dan untuk menjadi sukses, harus mampu bersaing secara akademis. Itu sebabnya aku sibuk belajar dan mengejar prestasi selama duduk di bangku sekolah sampai kuliah. Sampai aku bisa mencapai posisi yang sedang ku geluti saat ini. Aku tidak pernah ingin meraih kesuksesan menggunakan penampilan fisik yang ku miliki. Entah kenapa, sikap yang seperti itu bagi ku menjijikkan. Meskipun aku sering diperhadapakan pada banyak kesempatan untuk melakukannya, aku menghindar. Berusaha mengabaikan pria atau siapa pun yang menginginkan hubungan romantis denganku. Itulah alasannya sehingga aku mendapatkan nama 'Icy Cold Princess'.

Ketika kuliah, orang-orang bahkan beranggapan bahwa aku tidak tertarik pada laki-laki. Tapi aku tidak peduli. Saking sibuknya untuk bisa hidup wajar. Mengapa harus peduli dengan apa yang orang lain katakan? Mereka tidak membayar tagihan bulananku atau pun memberi makan. Iya kan?

Ku lihat wajahku di cermin dan menyeka wajahku dengan tisu.

Rambutku yang hitam legam jatuh dengan indah mencapai pinggangku. Aspek lain pada tubuhku yang meneriakkan keindahan dalam bentuk yang langka. Aku sudah jarang melihat orang memiliki rambut sepanjang itu. Aku tidak ingin menyombongkan diri lagi, tetapi aku tahu bahwa aku cantik. Kadang-kadang, aku mengerti mengapa orang melihat ke arahku atau mengapa mereka kehilangan kata-kata ketika mencoba bicara padaku atau mengapa mereka tergagap ketika hendak mengucapkan kata-kata. Sebuah senyuman tersungging di bibirku. Aku menikmatinya, jujur saja, tapi tidak selalu. Karena itu berarti kecantikanku masih bekerja laksana sihir.

Belum lagi, bentuk tubuh yang sempurna. Aku memiliki pinggang berbentuk jam pasir. Ukuran dadaku melebihi ukuran normal dan bentuknya sempurna. Kakiku jenjang dengan bentuk yang sempurna. Sudah kubilang, sekali lagi, Earnest Lee tidak setara denganku, dalam penampilan fisik. Tapi jangan menyebutkan aspek kehidupan lainnya, aku tidak punya apa-apa. Aku bisa bilang, Earnest memiliki semua yang tidak ku miliki.

Tapi kemudian aku bertanya-tanya, kenapa aku harus memikirkan semua itu seolah-olah seseorang sedang tertarik padaku? Aku menyeringai pada diriku sendiri di depan cermin dan geleng-geleng kepala. Sadar Jade. Dia cuman bilang permisi loh. Tidak ada hal yang lain-lain. Jangan halu terlalu jauh sayang. Aku menghela nafas dalam-dalam. Oke lah.

Setelah memastikan bahwa aku sudah sadar sepenuhnya, aku keluar dari kamar kecil kembali ke tempat duduk.

Catatan Penulis:

Percayalah. Jade bukan seorang yang narsis.

Pertemuan Yang Konyol II

Aku kembali ke tempat duduk dan berusaha sebisa mungkin untuk menghindar menatapnya. Aku memalingkan wajah ke arah mana pun asalkan tidak melihat dia. Namun aku masih saja bisa melihat dia dengan jelas. Dia tampak fokus memandang ke layar iPad, yang membuatku merasa lega. Artinya tidak akan ada lagi interaksi di antara kami. Aku pun melakukan hal yang sama, sibuk dengan file yang sebelumnya ku buka. Berjuang untuk fokus, karena jujur, pikiranku  masih sepenuhnya teralihkan padanya. Aku gelisah di dalam diam.

Perjalanan singkatku ke kamar kecil tidak menolong sama sekali.

"Permisi..." Aku mendengar suara itu lagi. Aku memutuskan untuk menanggapinya dengan cepat. Aku memutar kepalaku ke arahnya dan menatapnya. Mata kami saling menatap namun keadaan lebih tenang, tidak sebergumuruh yang pertama.

"Iya?" Aku menjawabnya. Dia berpikir selama beberapa detik.

"Saya butuh bantuan. Jika Anda tidak keberatan?" Dia sangat sopan, meminta izin sebelum meminta bantuan. Aku merasa agak aneh, tapi ya... Sikap sopannya harus diacungi jempol.

"Jika saya bisa bantu, boleh, kenapa tidak?"

"Nama kamu?" Dia bertanya. Aku tertegun, menatap matanya untuk memastikan bahwa dia sedang tidak bercanda. Itu adalah pertanyaan yang konyol. Namaku? Tapi dia kelihatan sangat serius.

"Nama saya?" Aku memastikan.

"Iya, nama kamu..."

"Kenapa saya harus memberitahu anda nama saya?" Aku tidak terima. Ada secuil perasaan tertipu dalam hatiku. Harusnya jika dia hendak kenalan, bisa bilang terus terang dari awal kan? Aku sedikit kesal. Dia agak terkejut menerima responku. Dia mungkin tidak menduga bahwa urusan tentang nama denganku tidak semudah yang dia duga. Mungkin.

Setelah beberapa detik hening, dia melanjutkan omong kosong lainnya dan aku sudah terlanjur kesal.

"Kamu bilang akan membantu saya..." Ada nada menuntut dalam perkataannya.

"Iya, saya akan lakukan. Tapi tidak ada hubungannya dengan nama saya." Ucapku tegas. Dia mengangguk-angguk ringan, sambil mengelus-elus dagunya. Jujur, ekspresinya lucu. Tapi aku menahan rasa geli. Aku harus berhasil terlihat serius.

"Kamu benar. Tapi bantuan yang saya inginkan adalah, saya ingin tahu nama kamu." Dia menegaskan lagi. Giliranku yang terkejut. Dia benar-benar ingin tau namaku. Untuk apa?

"Ah... Begitu. Mengetahui nama saya akan membantu anda dalam sesuatu... Apakah begitu maksudnya?" Aku pura-pura paham maksudnya dengan manggut-manggut.

"Betul. Itulah mengapa mengetahui nama kamu adalah hal yang sangat penting." Dia mengiyakan dengan segera. Baiklah, aku tahu bahwa kami harus melakukan percakapan konyol itu untuk beberapa saat.

"Bolehkah saya bertanya? Karena ini tentang nama saya, sejauh mana nama itu bisa berguna untuk menolong anda?" Aku memutuskan untuk ikut bersikap konyol. Bahkan lebih konyol dari dia. Dia menarik bibirnya ke salah satu sudut, tersenyum simpul, kemudian memainkan bibirnya, menjilat dan menggigitnya. Apakah aku kelihatan lucu?

"Well... Untuk membantu saya merasa damai selama sisa hari ini. Kamu tahu kan? Ketika seseorang kehilangan rasa damainya, tidak akan baik untuk kesehatannya. Secara fisik mau pun mental..." Dia mencoba membuat alasan yang masuk akal. Di sana ada kejujuran dan sedikit rasa putus asa. Raut wajahnya sedikit memelas, membantu menyampaikan perasaannya. Aku masih berjuang menahan geli dalam hati. Apakah aku merasa senang? Iya, sedikit.

"Ah, iya juga. Ini memang tidak baik. Jika nama saya menimbulkan efek negatif pada anda. Dan sebagai  sesama manusia, saya harus berbaik hati untuk membantu kan?"

"Nah. Itu maksud saya. Wow! Saya bertemu dengan seorang wanita yang sangat baik tepat di samping saya. Saya sangat beruntung hari ini..." Aku sampai ragu, apakah dia benar-benar sedang senang atau sedang merasa apes? Aku mendesah pelan. Bisa-bisanya kami masuk dalam omong kosong itu.

"Kalau begitu, senang bisa membantu anda. Nama saya adalah Jade Moon. Saya sangat berharap anda akan memiliki rasa damai sepanjang sisa hari ini." Aku mengucapkan kalimatku dengan sopan dan selembut mungkin, memandang tepat ke matanya. Ekspresinya sangat tak ternilai harganya. Dia kelihatan sangat bahagia, senyum  sumringah dan matanya berbinar-binar. Aku sampai heran, kenapa namaku bisa membantu dia menjadi terlihat bahagia.

"Oh, begitu. Terima kasih nona Jade Moon. Tapi tunggu, haruskah saya menyebutnya Jade seperti yang tertulis dalam huruf J-A-D-E atau /Jeid/ yang artinya adalah batu mulia?" Oh, dia mencoba membuat percakapan itu lebih panjang. Dengan cara yang sopan. Memang sih, citra seorang Earnest Lee terkenal sebagai pria yang sopan santun. Aku melihat bagaimana dia bisa mendapatkan julukan itu dan diakui oleh seluruh dunia.

"Yang kedua, /Jeid/, batu mulia." Jawabku pendek.

"Oh begitu..." Dia manggut-manggut.

"Terima kasih nona Jade Moon. Dan dari nama belakang kamu, apakah kamu adalah orang Korea?" Dia masih kelihatan berniat melanjutkan percakapan itu. Aku kembali kesal.

"Apakah masih ada kaitannya dengan rasa damai dan kesehatan fisik mental yang anda sebutkan sebelumnya?" Aku menatap tepat di matanya. Dia terkejut lagi, untuk kedua kalinya, tapi dia tampak menikmati percakapan itu. Dalam hitungan detik, ekspresi wajahnya kembali sumringah.

"Ya betul. Saya kira begitu. Maksud saya begini. Ketika kita makan, biasanya kita tidak hanya memiliki 1 jenis hidangan. Maksud saya, untuk membuat sebuah jamuan makan menjadi sempurna, kita perlu memiliki satu paket hidangan lengkap yang terdiri dari beberapa jenis makanan. Benar?" Dari kesal, aku sampai kegelian mendengar argumennya yang sebenarnya tidak penting. Seolah-olah dia sedang bicara dengan anak kecil.

"Masuk akal. Kalau begitu, berdasarkan alasan itu, sepertinya saya harus tetap berbaik hati, menambahkan satu hidangan lagi ke seluruh paket hidangan ini kan? Iya, saya adalah orang Korea." Akhirnya aku memberikan jawaban yang dia mau. Dia manggut-manggut.

Aku berharap bisa membuatnya berhenti dengan mempersulit dia mendapatkan jawaban dariku, dan tampaknya berhasil. Dia terdiam selama beberapa detik. Tapi kemudian dia melanjutkan.

"Terima kasih Nona Jade Moon, atas kebaikan Anda. Tapi, apakah Anda tidak ingin tahu nama saya juga? Maksud saya, orang biasanya suka berbagi. Anda membagikan nama Anda dan saya akan membagikan nama saya pada anda? Bagaimana menurut Anda?" Dia masih berusaha memperpanjang percakapan itu. Bukankah itu bodoh? Aku menggerutu dalam hati.

“Iya. Biasanya begitu. Tapi untuk saat ini, saya memilih untuk berbagi tanpa menerima imbalan apa pun. Hidup tidak selalu tentang memberi dan menerima, bukan? Terkadang, kita perlu berbagi apa yang orang lain butuhkan dari kita tanpa mengambil sesuatu sebagai balasan. Saya pikir kita cukup bijaksana untuk memahami hal ini. Bukan begitu?" Aku benar-benar ingin menghentikan percakapan itu. Dia terkejut. Dia menggigit bibir bawahnya. Mungkin berpikir hendak berkata apa. Bagus! Dia kehilangan kata-kata untuk sesaat.

"Wah, saya sangat beruntung. Saya duduk di samping seorang wanita yang baik hati dan bijaksana. Saya tidak inginkan apa pun lagi. Saya benar-benar beruntung. Terima kasih nona Jade Moon, atas kebijaksanaan anda. Saya belajar sesuatu hari ini..." Akhirnya, dia mengucapkan pidato penutupan. Baguslah. Aku berpaling, tidak ingin melihat ekspresi wajahnya yang berusaha dibuat kelihatan bahagia padahal tidak. Lebih tepatnya, dia kelihatan kesal. Namun aku memilih cuek saja.

"Dengan senang hati." Aku menjawab dengan singkat dan kembali ke posisi awal, duduk tegak dan melihat ke depan. Aku berharap dia tidak akan melanjutkan percakapan bodoh itu lagi. Tidak ada gunanya. Aku tidak pernah ingin membagi perhatianku pada aspek yang tidak penting dalam hidup. Duniaku hanya tentang dua hal; ketika aku pulang ke apartemenku yang mungil untuk beristirahat dan ketika aku sedang bekerja. Sisanya hanyalah pelengkap dan aku tidak ingin menguras energi untuk hal-hal yang tidak penting.

Itu adalah akhir dari percakapan kami. Aku merasa sedikit bersalah karena menyia-nyiakan kesempatan berharga itu untuk dekat dengan lelaki idamanku. Namun di sisi lain, aku merasa bangga pada diriku sendiri karena bisa tetap dengan anggun menyikapi interaksi konyol itu dan tidak terkecoh untuk tergoda sampai akhir.

Untuk itu, aku mencoba untuk bahagia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!