******
"Ma, Arthur pamit yaa."
Anak laki-laki dengan membawa tas punggung yang mungil, berusia enam tahun baru saja turun dari kursi makan, berlari kecil dengan langka pendeknya menghampiri sang ibu.
"Iya, hati-hati ya sayang, jangan bandel, ikuti arahan dari gurunya, karna di sekolah guru itu pengganti orang tua. Oh iya, bekal sama air minumnya dihabisin yaa." Nasihat sang mama lembut sembari mengusap kepala sang anak.
"Iya Ma, Arthur bakal rajin biar bisa banggain mama di masa depan." Timpalnya, mencium tangan sang mama lembut.
"Oh cuma mau banggain mama doang? Papanya enggak nih?" Suara berat yang terdengar hangat baru saja ingin ikut masuk ke dalam percakapan, itu adalah suara sang Papa.
"Iya, Papa juga dong pastinya. Ayo Pa, berangkat, anterin Arthur!" Rengekan manja sang anak yang selalu terdengar setiap pagi, ia terus menarik tangan sang ayah untuk segera berangkat.
"Iya iya ayo. Sayang, aku berangkat dulu ya, kamu hati-hati di rumah, jangan terlalu banyak ngerjain pekerjaan rumah, biar bibi aja yang ngerjain yaa." Sang suami mencium hangat kening sang istri, tak lupa sang istri pun mencium hangat tangan sang suami.
"Iya, sana berangkat sebelum terlambat." Sang istri melambaikan tangannya, mengantar kepergian sang anak dan suaminya. Pun dengan sang anak, selagi ia masih bisa melihat sang ibu, ia terus melambaikan tangannya dari jendela mobil.
Sheila Nozellen adalah nama sang istri, dia mantan seorang detektif yang cukup terkenal pada masanya, namun ia berhenti menjadi detektif setelah menikah, karna dia lebih memilih fokus untuk mengurus suami dan anaknya. Sementara sang suami adalah Haren Jayandra, seorang pengusaha yang lumayan terkenal di kota ini, dan sang anak namanya Arthur Fii Jayandra, anak kecil mungil yang berusia enam tahun, mewarisi gen ketampanan sang ayah dan kecerdasan sang ibu.
Keluarga mereka adalah keluarga sederhana yang bahagia, keluarga Cemara pada umumnya, Sheila merasa sangat senang karna dia mendapat suami yang memperlakukannya dengan sangat baik, tanpa kekerasan, memberi nafkah lahir dan batin, tidak suka main wanita, dan cukup mencintainya.
Ah, kenapa Sheila bilang cukup mencintainya? Karna cinta luar biasa sang suami sudah habis di masa lalunya. Cinta menggebu-gebu yang tiada tara itu sudah Haren habiskan untuk mantan kekasihnya--Kayna yang meninggal sepuluh tahun yang lalu.
Karna itu, Sheila tau dengan jelas bahwa sampai sekarang suaminya masih sangat mencintai Kayna, sementara dengan Sheila, dia hanya melanjutkan hidup layaknya manusia lainnya.
Tapi tidak apa-apa, Sheila mewajarkannya, memang perasaan itu sulit di ubah kan. Tapi tujuh tahun waktu yang mereka habiskan bersama tentu sudah mengukir posisi yang kokoh di hati Haren, karna Sheila adalah istri yang menemaninya, dan dia ibu dari anaknya Haren. Tentu posisi Sheila juga tidak bisa digeser sembarangan kan?
Meski pernikahan mereka dulunya adalah pernikahan paksaan, perjodohan atas persetujuan kedua orang tua mereka, tapi Sheila dan Haren mampu menjalani rumah tangga ini dengan baik selama tujuh tahun belakangan, tanpa adanya badai prahara besar yang mampu merobohkan rumah tangga mereka yang kuat.
Itu karna, jauh di dalam hatinya Haren masih mencintai sang mantan kekasih yang sudah meninggal.
Tidak ingin munafik, sejujurnya Sheila merasa sedikit kasihan namun juga lega karna mantan kekasih yang sangat dicintai oleh suaminya itu sudah meninggal, kalau dia masih hidup? Mungkin saja badai besar akan datang.
Sheila keluar menuju halaman, dia ingin sedikit merapikan bunga-bunga yang ada di depan. Sheila cukup menyukai bunga, tapi dia jarang mengurusnya, sekedar suka memandangnya saja, namun sesekali dia tetap turun tangan.
Tiba-tiba dari arah kanan, tampak satpam depan yang menjaga gerbang rumah datang berlari kecil menghampiri Shei. Wajah tegang dan tidak nyaman Pak Satpam cukup menyita perhatiannya Shei.
"Permisi Nyonya, di luar sana ada ibu-ibu dengan satu anak perempuan ngotot mau ketemu Pak Haren, saya udah usir tapi dia kekeuh maksa pengen masuk." Ucapnya sedikit terburu-buru dengan raut wajah aneh yang tak berubah.
"Mau minta sumbangan kah? Kasih aja, makanan tadi pagi masih ada kan? ini uang--" Kata Shei ramah dan lembut.
"B-bukan gitu nyonya, tapi masalahnya yang ada di depan sana ngaku sebagai Kayna, mantan pacar Tuan Haren, dan anak perempuan itu anak mereka, dia ngotot mau masuk dan maksa mau ketemu Pak Haren buat jelasin semuanya."
Deg
Detik itu juga Sheila terdiam di tempatnya, namun sepersekian detik kemudian dia sadar, bahwa yang mati tidak mungkin hidup kembali? Bisa saja yang datang adalah palsu untuk sekedar harta atau usil pada kehidupan rumah tangganya yang harmonis.
"Biar saya yang cek sendiri."
Sheila berjalan dengan anggun dan elegan menuju gerbang, dia tetap menunjukkan ekspresi wajah yang tenang, tanpa kaget atau sakit sedikitpun.
Sampai akhirnya satu alis Shei harus terangkat ketika melihat wajah perempuan di depan sana yang mengaku sebagai Kayna, mantan kekasih yang paling dicintai oleh suaminya.
Wajahnya sungguh mirip dengan Kayna yang selama ini Shei kenal, bahkan wajah mereka serupa, hanya usia saja tampak lebih tua, dan wajahnya lebih lesu dan kusam dari foto yang pernah Shei lihat di ponsel suaminya Haren.
"Maaf Mbak, siapa ya?" Tanya Shei ramah dan lembut, dengan ekspresi wajah yang sudah dia atur kembali, agar tampak biasa saja. Ah, Sheila kan mantan detektif, mengatur ekspresi bukan hal yang sulit untuknya.
"Saya Kayna Mbak, saya pacarnya Mas Haren! Mbak, saya mohon, biarin saya ketemu Mas Haren, sebentar aja, ketemu sebentar, saya mau kasih tau kalau dia punya anak, Ayrena! Dia putri kami, setidaknya saya mau anak saya bisa ketemu ayah kandungnya."
Kayna langsung berlutut memohon dengan begitu memilukan, penampilannya mengenaskan, wajahnya lebih kusam, pakaiannya tampak lusuh. Kayna menangis, menyatukan tangannya sembari sesegukan mengusap air matanya.
Shei melirik ke arah anak kecil, berusia sekitar sepuluh tahun, cukup tinggi, dan yang lebih mengejutkan lagi, wajahnya mirip sekali dengan suaminya Haren, mendukung argumen Kayna bahwa anak kecil itu adalah putrinya dengan Haren.
Shei cukup terkejut, hatinya seperti tersambar petir di siang bolong, sakit sekali, perasaan menusuk itu benar-benar mengoyak rabak isi hatinya.
Tapi, sekacau apapun jiwa Shei di dalam tubuh itu, ekspresi dan gerak tubuh Shei tampak tetap tenang. Dia masih ingin mempertahankan kehormatannya di depan para pembantu.
"Ayo masuk dulu, sepertinya pembicaraan kita akan panjang kan?" Shei membantu Kayna bangkit berdiri, meski perih yang memuncak dia rasa.
Kalau begini ceritanya, mungkin saja dia benar-benar Kayna yang dirumorkan sudah meninggal, dan putri cantik itu benar-benar anak Kayna dan Haren?
Lantas, bagaimana nasib Sheila dan Arthur setelah ini?
................
Kayna dan putrinya duduk di ruang tamu, dengan disuguhi banyak makanan dan buah.
Sementara di tempatnya, Shei mencoba tenang, meski hatinya getir. Dia mulai bertanya-tanya bagaimana respon suaminya kalau dia melihat ini?
Bagaimana suaminya menanggapinya? Soal kekasih dan anak yang datang kembali.
Belum lagi dirinya dan Kayna yang kini menjadi pusat perhatian para pembantu di sudut rumah. Ada enam pembantu di rumah ini termasuk tukang kebun, empat diantaranya adalah orang-orang yang Shei pilih yang masuk ke rumah ini semenjak menikah, dan yang dua lagi adalah asisten rumah tangga yang memang sudah ada disini sejak lama, bahkan sudah ada di rumah ini sejak Haren dan Kayna masih berpacaran.
Tentu, dua Art itu juga pasti kaget melihat kedatangan Kayna kesini dengan putrinya, apalagi setelah rumor ia meninggal.
Ayrena?
Ia tampak duduk memakan makanan yang Shei sajikan, dia tampak baik, sejak tadi dia hanya diam dan menunduk, seperti gadis polos yang tidak tau apa-apa.
"Mbak ini siapa?" Tanya Kayna membuka pembicaraan. "Mbak ini asistennya Mas Haren ya?" Tambahnya lagi sebelum Shei menjawab pertanyaan pertama.
Shei menggeleng lembut dengan wajah yang tenang. "Saya ini istrinya Mas Haren, sudah tujuh tahun menikah, dan Alhamdulillah sudah dikaruniai satu orang anak laki-laki berumur enam tahun. Mas Haren baru aja pergi buat nganterin anak kami sekolah." Jelas Shei dengan senyuman yang percaya diri, tidak ada yang tau dia sedang menyembunyikan hatinya yang getir.
"Ya Ampun! Astaga maafin aku Mbak! Aku ga tau kalau Mas Haren udah punya keluarga! Aku bener-bener gak tau! Aku pikir Mas Haren masih sendiri aja, soalnya dulu pas masih pacaran Mas Haren cinta banget sama aku! Makanya aku gak tau kalau dia bisa nikah setelah aku pergi!" Kayna tampak kaget, dia langsung turun dari kursinya dan berlutut meminta maaf pada Shei. Dia menangis sejadi-jadinya hingga sesegukan memohon di bawah kaki Shei.
"Oh, tunggu dulu, ayo duduk dulu kita omongin semua ini baik-baik." Shei membantu Kayna bangkit berdiri dengan senyuman yang tak pudar dari wajahnya.
Kayna sudah kembali duduk di tempatnya, di sebelah Ayrana putrinya.
"Tenangin diri dulu Mba, Tarik nafas yang panjang." Kata Shei mencoba menenangkan, meskipun perih hatinya mendengar kata cinta dari suaminya untuk perempuan lain.
"Mbak aku bener-bener minta maaf!!"
Astaga! Lagi? Lagi-lagi Kayna berlutut di hadapan Shei, padahal Shei meminta untuk berbicara baik-baik dengan posisi tubuh tegak yang sejajar.
"Ka--Kayn?!"
Suara berat pria itu mengalihkan perhatian Shei. Shei melihat, dari tak jauh dari mereka sudah berdiri sang suami dengan keadaan mematung, sepenuhnya menatap perempuan yang kini berlutut di hadapan Shei.
Ah ...?
Detik itu juga tampaknya Shei patah hati berat, tatapan suaminya? Tatapan dalam yang tak pernah Shei rasakan, tatapan yang tak pernah ia perlihatkan, tatapan dengan rasa kerinduan yang amat sangat dalam. Shei tidak pernah mendapatkan tatapan seperti itu dari Haren. Tapi tatapan itu sepenuhnya tertuju hanya pada Kayna seorang.
"Ren?" Suara Kayna lembut, dia juga melihat ke arah Haren, tatapan yang seolah-olah penuh cinta membara diantara mereka, tatapan penuh kerinduan yang tak tersampaikan.
"Kayn?!" Haren langsung berlari dengan begitu cepat, sialnya saat Haren berlari menuju Kayna itu, dia lewat tepat di depan mata Shei, dan menyebalkannya tanpa sengaja Haren menyenggol kaki Shei, membuat kaki perempuan itu terkena sudut meja yang sedikit lancip.
She berharap Haren akan memperhatikannya, langsung melihat lukanya, melakukan apapun agar luka itu bisa segera sembuh, entah meniupnya atau mengelusnya lalu di perban seperti biasanya ketika tanpa sengaja Shei terkena pisau dapur, itu adalah hal yang selalu Haren lakukan ketika Shei terluka.
Tapi sayangnya, itu hanya harapan Shei, karna saat itu yang ada di pikiran Haren hanya Kayna dan Kayna, fokus dan perhatian Haren hanya untuk perempuan itu. Shei bisa melihat, mata Haren yang berfokus pada perempuan itu, bahkan tidak sedikitpun melirik ke arah lain, apalagi untuk mempertanyakan keadaan dirinya.
Haren memeluk Kayna, tepat di depan Shei yang sedang terluka. Kini bukan hanya lututnya yang sakit, hatinya juga ikut menjerit.
...wah, sesuai dengan ekspektasi ternyata sesakit ini....
Shei terdiam di tempatnya, dadanya sesak, denyut nadinya terasa perih.
"Itu beneran kamu sayang?! Kayn!! Aku ga mimpi kan? Kayna? Kayna ini beneran kamu?!" Lagi, Haren tampak mengucek matanya, dia menatap Kayna dalam, sembari beberapa kali kembali memeluknya erat dengan beberapa kali pula menggemakan kata sayang.
Shei diam.
Benar, Shei hanya bisa diam memperhatikan tingkah kedua orang itu, badannya kaku.
Dia adalah korban, mungkin? Shei merasa dia adalah orang ketiga diantara sepasang kekasih yang mencintai sehidup dan mati, ah tunggu, atau jangan-jangan Shei memang orang ketiga? Karna Shei adalah pihak yang mencintai dan bukan yang dicintai.
Keberadaan Shei benar-benar seperti angin lalu untuk Haren dan Kayna saat ini, sepasang kekasih itu sibuk beradu rindu di depan mata Shei. Ingin berteriak menyela pun rasanya Shei sudah kehilangan tenaga.
"Ren ... Aku rindu kamu, aku bener-bener takut! Aku rindu kamu! Aku mau kamu Ren!" Suara Kayna lirih dan sendu, dengan tubuh mungilnya yang sedikit gemetar, ia masuk ke dalam pelukan hangat Ren. Pelukan hangat yang pernah hilang darinya, yang kini ia temukan kembali.
Haren mana mungkin menolaknya.
*Cup!
Dan sialnya itu terjadi begitu saja.
Suasana hening, haru biru yang menggebu, cinta lama yang datang kembali, perasaan rindu yang selama ini Haren tahan, dia sangat mencintai Kayna, pun sangat merindukannya, merindukan pelukannya, suaranya, wajahnya, sentuhannya, dan ciuman hangat dari kekasihnya itu.
Dan Haren baru saja mendapatkannya, merasakan kembali ciuman hangat dari Kayna, perempuan yang sangat dia cintai melebihi cintanya pada diri sendiri.
Drrttt
Seketika dering telpon Shei berbunyi, suara nyaring itu berhasil membuyarkan suasana haru penuh cinta yang sudah Haren dan Kayna bangun sejak tadi.
Haren tersentak halus, dia sepertinya baru sadar sekarang, sepertinya logika dan kewarasannya sudah kembali ke tempatnya setelah mendengar bunyi itu. Dia langsung sadar bahwa di tempat itu juga berdiri Sheila, istri sahnya yang cantik.
"Shei, ak--"
Sheila tidak mengatakan apa-apa, dia langsung pergi dengan mengangkat teleponnya. Setengah mati ia tahan rasa perih yang ada, di depan matanya sendiri suami yang sudah ia nikahi tujuh tahun bercumbu kembali dengan sang mantan kekasih, saling berucap rindu seperti tak kenal malu.
"Shei, mama di diagnosa terkena kanker, umur mama gak lama lagi." Satu kalimat yang ia dengar barusan dari telpon, mampu benar-benar meruntuhkan dunianya detik itu juga.
......
"Iya, kalo gitu jaga diri mama ya, nanti malam kami akan berkunjung kesana, iyaa Shei bakal bawa Arthur juga."
Shei segera menutup telponnya, setelah sekitar lima belas menit bertelepon dengan sang ibu.
Setitik air mata jatuh dari ekor matanya, tapi hanya satu titik itu, setelahnya Shei menarik napasnya dalam-dalam, mencoba kuat setengah mati menghadapi ujian hari ini yang datang bertubi-tubi.
Shei harus kuat, ia harus kembali menegakkan bahu dan mengokohkan hatinya, karna di ruang tamu saat ini, ada masalah besar yang juga harus ia hadapi.
Shei melangkah perlahan, sebelum ia benar-benar sampai, matanya menatap perlakuan manis Haren kepada dia--Ayren, putrinya dan Kayna yang masih berusia 9 tahun.
...Oh? Sepertinya Mas Haren udah tau kalau itu putrinya, persis seperti dia natap Arthur....
Shei menarik napasnya kembali, ia hembuskan perlahan, sebagai seorang ibu, sebagai seorang wanita dan manusia yang memiliki hati dan empati, mana mungkin dia marah saat seorang ayah bertemu dengan putrinya setelah sembilan tahun lamanya berpisah, apalagi seorang ayah itu tidak tau bahwa selama ini dia memiliki putri yang begitu cantik.
Wajah Ayren dan Haren itu mirip.
"Jadi, gimana keputusan Mas Haren?" Shei langsung duduk, dan to the poin saja. Dia menatap Haren dan Kayna bergantian, memasang wajah biasa saja, seolah tidak terluka, sungguh Shei yang terbaik di bidang itu. Dia adalah detektif yang dulunya dikenal paling misterius, tidak ada yang bisa menebak isi hati dan pikirannya hanya melalui ekspresinya saja.
"Maafin Mas sebelumnya, untuk yang barusan, kar--"
"Engga perlu diperjelas, aku udah liat sendiri, sekarang yang kita bahas untuk ke depannya."
Haren tampak diam sebentar, dia menggenggam tangan Kayna dan juga putrinya, menatap ke arah Shei tegas tanpa kelembutan seolah ingin pergi berperang.
Ah, ditatap seperti itu saja sungguh membuat Shei merasa sangat sakit, apalagi jika Shei melihat tangan mereka yang saling menggenggam. Seolah disini Shei lah penjahatnya?
"Sudah Mas putuskan, Mas akan tanggung jawab, Mas sama Kayna masih saling mencintai, dan tolong mengerti itu, lalu kami juga memiliki seorang putri yang berusia 9 tahun." Ucapnya, sambil terus menatap tegas ke arah Shei.
"Maafin saya Mbak! Padahal saya sudah bilang sama Ren, kalo hubungan ini ga usah dilanjut, cukup beri nafkah secukupnya putri saya aja, nafkah saya bisa saya cari sendiri, yang penting itu cuma nafkah, uang sekolah dan kebutuhan Ayren aja! Ren, aku gak--" Sela Kayna, dia menggenggam erat tangan Haren, tapi tatapannya sedih, ia menangis dengan suara tinggi di depan Sheila, untuk membela Haren.
"Gak bisa Kayn! Gak bisa! Mau gimana pun, tapi faktanya aku masih cinta banget sama kamu! Kamu masih dunia aku, Kayn! Aku juga bakal menuhin tanggung jawab aku ke Ayren selama sembilan tahun ini yang udah aku lewatkan! Aku--"
"Aku ngerti. Mas, kamu masih mencintai Kayna kan? Gak apa-apa, aku bisa pergi. Tapi barusan aku denger mama aku sakit keras, jadi aku harap kita semua bisa sembunyiin ini semua sampai mama aku sembuh, paling lama satu tahun, aku janji." Shei langsung memotong ucapan Haren, semakin di dengarkan, semakin sakit untuk Shei, dia tidak mau mendengarnya lagi, mendengarkan pengakuan cinta yang bertubi-tubi dari sang suami untuk mantan kekasihnya yang masih ia cintai setengah mati.
"Setelah mama aku lebih sehat, aku setuju buat cerai, lalu selama satu tahun ini, kamu bisa bawa Kayna dan Ayren tinggal di rumah yang lain, kamu kan punya banyak rumah, tolong mengerti aku gak mau Arthur sedih. Kamu mau tanggung jawab atas mereka kan? Tolong jangan disini, ada Arthur." Tambah Shei lagi memperjelas semuanya.
"Kalau sudah paham, aku permisi."
Shei langsung bangkit berdiri setelah menyampaikan apa yang ingin dia katakan, soalnya jika satu detik lebih lama ia tetap disana, dia khawatir tidak bisa menahan air matanya yang tumpah ruah nantinya.
Belum lagi Haren pasti akan mengucapkan kata-kata manis, dan janji-janji lainnya pada Kayna dan Haren, Shei pasti tidak akan tahan mendengarkannya. Mendengarkan sejauh ini saja sudah membuat hatinya sepanas ini, apalagi kalau lebih dari ini? Mungkin bisa meledak, dan emosinya benar-benar tidak terkontrol.
................
Klek
Tepat setelah Shei menutup pintu kamarnya, dia menangis sejadi-jadinya tanpa suara, lututnya langsung lemas, ia langsung terduduk tepat di balik pintu. Ia memeluk dirinya sendiri se-erat mungkin.
Kayn? Kamu?
Aku mencintai mu Kayn!
Aku masih sangat mencintai mu!
Maafin aku Mbak!
Dia putri kami!
Dia putri ku Shei!
Aku masih mencintai Kayn!
Kayna adalah dunia ku!
Suara-suara itu terus bergema di kepala Shei, terus saja begitu, Shei terus menangis tanpa suara, hatinya sesak, jiwanya tidak baik-baik saja, air matanya sulit terkontrol, badannya masih gemetar.
Sang mantan kekasih yang begitu dicintai datang kembali, telah sukses besar mengobrak-abrik rumah tangga Shei yang tenang selama ini.
Rumah tangga tujuh tahun yang sudah Shei pertahankan, sudah luluh lantah dihantam topan besar berupa Kayna yang hadir kembali.
Perlakuan Haren berubah 360 derajat, kondisi rumah juga sangat berubah.
Aku ga pernah secape ini di pagi ini .
Tanpa Shei sadari, dia sudah terlelap dibalik pintu, setelah puas hampir satu jam menangis meraung tanpa suara, tanpa ada yang menemani, tanpa bahu untuk bersandar, tanpa seseorang untuk dijadikan tempat cerita.
Menangis sendirian tanpa ada yang mendengarkan itu sangat melelahkan, sungguh itu benar-benar nyata.
*****
Kali ini Shei ada di mobil, sendirian, dengan pakaian yang berbeda dari tadi pagi, bersiap menuju ke sekolah Arthur untuk menjemputnya. Untuk hari ini, Haren sibuk menimang putrinya yang baru dia temui, dibanding menjemput putranya yang sudah setiap hari ia lihat.
Setelah cukup menenangkan diri tadi pagi, Shei mendengar cerita yang terjadi kepada Kayna sepuluh tahun terakhir, kemana dia pergi, kemana dia menghilang. Ah, cerita ini Shei dengar dari asisten rumah tangganya, setelah Shei cukup bisa mengatur hati dan ekspresinya untuk tetap tampak tenang.
Kayna ternyata hilang ingatan sepuluh tahun terakhir, dia diisukan jatuh ke jurang, itu tidak benar, dari cerita Kayna dia hanya terpleset hingga tenggelam di sungai, lalu saat ia sadar dia sudah lupa ingatan, jadi warga desa setempat mengurusnya.
Hingga akhirnya sepuluh tahun berlalu, dan tiba-tiba saja Kayna mengingat segalanya, mengingat soal siapa dirinya sebenarnya, dan siapa ayah kandung dari putrinya--Ayren.
Setelah Kayna mengingat segalanya, dia langsung mencari informasi soal Haren, dan akhirnya tau rumah Haren ada disini, jadi dia langsung datang kemari.
Ah, itu adalah cerita singkat yang Kayna ceritakan soal dirinya selama ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!