"Sah ... ! " Ucap Pak penghulu saat dirinya merasa yakin jika ikrar pernikahan sudah benar di ucapkan.
"Sah ... ! "
"Sah ... ! " Lalu di ikuti oleh beberapa tamu undangan yang menyaksikan acara sakral itu.
Pernikahan Zahrana dan Faisal pun terselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Ucapan selamat memberondong kedua mempelai yang sedang menjadi raja dan ratu dalam satu hari itu, baik dari teman dekat ataupun kerabat dekat dari keduanya.
Hari itupun acara selesai sesuai waktu yang di tetapkan sebelumnya.
Namun kebahagiaan dari raut wajah Faisal kini berubah menjadi datar dan dingin saat keduanya berada di kamar pengantin.
Zahrana yang sering disapa Zahra, memancarkan senyuman teduh nan menenangkan.
"Kenapa Mas membawa bantal dan selimut itu ? " Ucap Zahra lembut saat melihat Faisal membawa bantal dan selimut di atas kasur yang masih di hiasi bunga segar di sekelilingnya.
"Aku tidur di sofa, silahkan kamu nikmati ranjang ini sendirian ! " Jawab Faisal seperti memendung kekesalan begitu besar.
Seketika wajah Zahrana mendadak mendung.
"Sudah ku duga ini akan terjadi. " Gumam Zahrana dalam hatinya.
Pernikahan antara Zahrana dan Faisal memang di dasari atas paksaan kedua orangtua Faisal.
Zahrana adalah seorang guru SD dan guru mengaji di sebuah desa, ia berpenampilan layaknya muslimah dengan cadar menutupi sebagian wajahnya.
Di desa ia di juluki sebagai bunga desa.
Karna hanya Zahrana lah yang mempunyai paras cantik, baik hati, dan sopan di kampung itu.
Meskipun kecantikannya ia tutupi saat usianya menginjak 17 tahun.
Zahrana anak dari mendiang ustadz dan ustadzah pendiri pondok pesantren di desa itu, jadi sudah semestinya ia mewarisi ilmu agama dari keluarganya.
Zahrana mempunyai jiwa kuat dan tegas dalam menjalani hidupnya, apalagi saat kedua orangtua nya pergi meninggalkan ia untuk selama-lamanya.
Usia Zahrana kini terbilang sudah dewasa, sudah cukup baginya untuk menjajaki sebuah hubungan yang di sebut pernikahan.
Sehingga pada saat ada lamaran datang dari kota pada pamannya, Zahrana memberikan keputusan pada laki-laki yang akan menikahinya.
Setuju atau tidak Zahrana akan menerimanya, bukan tanpa pemikiran yang tegas untuk ia memutuskan semuanya. Zahra sudah memikirkan semuanya dengan baik-baik.
Hingga Faisal pun setuju tanpa melihat jelas wajah Zahrana yang tertutupi cadar itu.
Zahrana bersikap baik-baik saja saat suaminya memperlakukan ia seperti itu, karna ia sudah tahu jika Faisal sebenarnya menolak perjodohan itu.
Karna paksaan dari kedua orangtuanya Faisal mau menikahi Zahrana.
Malam pertama yang semestinya menjadi penyatuan antara sepasang suami-isteri yang baru saja menikah, tentunya malam itu adalah malam yang di nantikan oleh siapapun. Namun tidak bagi Zahrana, malam pertama itu Zahrana lalui dengan seorang diri dan terus mendekatkan diri pada sang maha kuasa.
Sementara Faisal kini sedang keluar dari kamar itu, entah kemana ia akan pergi meninggalkan kamar pengantinnya itu.
"Mah sudahlah, apa lagi ? Aku sudah menuruti Mamah dan Papah untuk menikahi wanita yang tidak jelas itu ! Sekarang apa lagi yang Papah dan mamah paksa dari aku ? " Teriak Faisal menggelegar di dalam rumah mewah itu.
Zahrana mendengar teriakan itu dan langsung memegang lembut dadanya dengan tasbih yang melekat kuat di tangannya.
"Kecilkan suaramu Faisal ! " Bentak Sarita, Ibu dari Faisal.
Faisal menjatuhkan tubuhnya dengan keras di atas sofa yang ada di belakangnya.
"Dengar Nak ! dia itu bukan wanita tidak jelas. Semua silsilah keluarganya jelas, dia wanita berpendidikan, wanita tahu agama, dan dia bisa jadi panutan untuk anak-anak mu kelak. " Ucap Ibu Sarita lembut, berharap Faisal mau mendengarkannya.
"Masuk kembali ke kamarmu ! jangan buat Papah malu dengan sikapmu yang egois itu. " Ucap tegas Burhan ayah dari Faisal.
"Apa untungnya menikahi wanita itu, entah apa yang ada di pikiran orangtua ku itu Padahal wanita kaya di luar sana masih banyak yang mau dinikahi. " Dengus Faisal kembali ke kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar ia melihat wanita yang baru ia nikahi sedang tertidur pulas di alasi karpet dan juga selimut tebal.
"Ya baguslah dia cukup tau diri rupanya. " Ucap kecil Faisal yang terdengar oleh Zahrana.
"Ya Alloh, akan sesulit ini kah perjalanan ku sebagai seorang istri ? akan seberat ini kah cobaan yang harus aku lalui untuk menjadi seorang istri yang baik di mata engkau dan suami ? " Zahrana bertanya pada Tuhan nya, seraya menghapus tetasan air mata yang menetes begitu saja di sudut mata Zahrana.
Faisal tak perduli dengan istrinya yang tidur di bawah tempat tidur yang ia duduki saat ini.
Suasana romantis nyatanya tak bisa membawa atau pun membujuk Faisal menjadi suami seutuhnya di malam pertama bersama Zahrana.
Malam itu mereka lalui dengan suasana hati yang berbeda.
Di dalam tidurnya yang lelap Zahrana bermimpi. Di sebuah kursi taman, Zahrana melihat begitu indahnya bunga yang menjadi penghuni di setiap sudut taman itu. Seketika pundak nya di tepuk halus oleh seseorang yang kemudian duduk bersamanya di kursi taman itu.
"Umi ? " Sapa Zahra di dalam mimpinya.
"Qodarulloh Nak ! Ini semua keinginan Alloh. " Ucap almarhumah Ibu Zahra yang ia sebut umi di dalam mimpinya.
Seketika Zahra terbangun di tengah mimpinya, ia menarik nafas panjang lalu melirik ke arah kiri dimana suami nya sedang tertidur lelap.
Entah itu keringat ataupun air mata yang ada di pipinya, ia menyekanya lalu bergegas pergi untuk sembahyang malam.
Malam pun sudah berganti menjadi pagi hari, aroma nasi goreng bertopingkan telur menelusuk masuk ke rongga hidung siapapun yang ada di rumah itu.
Kedua orangtua Faisal bangun karna terganggu oleh aroma harum dari nasi goreng itu.
"Sepagi ini, kamu mau kemana Nak ? " Tanya Ibu Sarita yang kini sudah menjadi Ibu mertua Zahra.
"Aku sudah terbiasa bangun sebelum Adzan subuh Bu, setelah sembahyang subuh aku pun tidak terbiasa untuk tidur kembali. Jadi ya ini yang aku lakukan setiap harinya, menyiapkan makanan di pagi hari. " Jelas Zahra masih memainkan spatula di atas wajan yang berisi beberapa porsi nasi goreng.
Ibu Sarita mengangguk paham, semakin yakin jika Zahra adalah wanita baik-baik. Tidak seperti beberapa wanita yang sudah Faisal kenalkan padanya.
Lalu Pak Burhan pun tiba menyusul Ibu Sarita yang lebih dulu sampai di meja makan.
"Syukurlah Ibu dan Ayah sudah ada di sini, nasi goreng pun sudah siap. Sebentar ya Bu, nunggu Mas Faisal bangun. Jadi kita bisa menikmati rezeki di pagi hari bersama-sama. " Ucap Zahra menata beberapa piring di atas meja makan.
Keringat menetes di pelipis Zahra, semua Zahra nikmati itu. Semua ia lakukan di dasari oleh ibadah, karna ia beranggapan jika apa yang ia taman itulah yang akan ia petik nantinya.
Faisal tak juga bangun dari tidurnya, sementara orang yang menunggunya sudah hampir setengah kelaparan.
"Biar Ibu bangunkan. " Ibu Sarita bangun dari duduknya.
"Tidak usah Bu, biar aku yang membangunkan Mas Faisal. Ibu duduk saja. " Cegah Zahra membuka kain penutup saat ia masak di tubuhnya lalu bergegas menaiki anak tangga menuju kamar Faisal yang kini juga sudah menjadi miliknya.
Sejenak Zahra menghentikan langkahnya untuk membuka pintu kamar itu.
"Apa Mas Faisal akan terima jika aku yang membangunkannya ? " Ucap kecil Zahra merasa tidak yakin.
Dan akhirnya ia mencoba membuka kamar itu dan mencoba membangunkan Faisal sebisanya.
Ia menggoyahkan lengan Faisal dengan lembut, dan itu ia lakukan beberapa kali.
"Apaan sih ? Ganggu tau gak ? " Bentak Faisal dengan wajah bantal menatap tajam Zahra.
Bentakan itu membuat Zahra mundur satu langkah dari tempat ia berasal.
"Sarapan dulu Mas, Ayah dan Ibu sudah menunggu. " Jawab lembut Zahra pada Faisal.
"Iya ... Iya ... Sanah-sanah, aku belum lapar ! " Timpal Faisal menutupi wajahnya dengan bantal yang ia dekap.
"Ya sudah, jika Mas ingin Ibu yang memanggilkan nya aku turun. " Ancam Zahra lalu pergi meninggalkan Faisal.
Seketika mata kantuk Faisal terbuka dan membulat sempurna.
"Sepagi ini ribet, jika harus berurusan dengan Mamah. " Batin Faisal merasa malas.
Tak di sangka jika ancamannya kali itu berhasil, Zahra menyunggingkan senyuman di balik cadarnya.
Faisal masuk ke dalam kamar mandi, sementara Zahra sibuk membersihkan tempat tidur bekas suaminya.
Saat Faisal sudah selesai, Faisal merasa kaku karna melihat Zahra masih di dalam kamar. Karna sekarang ia dalam keadaan telanjang dada selepas mandi.
Zahra melihat dengan sudut matanya, jika Faisal sudah selesai dan ia melihat tubuh Faisal dengan sudut matanya. Ia pura-pura tidak melihat, dan Faisal pun beranggapan bahwa Zahra memang tidak melihatnya.
Sebuah pakaian santai sudah Zahra siapkan di dekat meja yang tak jauh dari pintu kamar mandi.
Ia tahu bahwa Faisal masih cuti bekerja.
"Sebentar Mas ! " Cegah Zahra pada Faisal yang sudah selesai berpakaian dan hendak keluar dari kamar itu.
"Apa lagi ? " Ketus Faisal enggan untuk menoleh ke arah Zahra.
Hanya mata Zahra yang mampu Faisal lihat, itupun ia malas untuk melihatnya.
Zahra melingkarkan tangannya ke lengan Faisal.
"Apa apaan ? Aku tidak meminta kamu untuk turun bersama-sama ! " Faisal mencoba menjauhkan sentuhan tangan Zahra dari tangannya.
Zahra merasa tidak ada harga diri untuk itu, tapi ia harus menyelamatkan harga diri suaminya, di hadapan kedua orangtuanya.
Zahra mendongakkan wajah nya ke arah Faisal yang lebih tinggi darinya.
Tatapan mata Faisal dan Zahra kini terpaut sangat dekat.
Binar ketenangan terlihat jelas oleh mata Faisal, Faisal melihat mata itu seolah ia sedang melihat mata bayi yang masih bersih dan putih. Tapi ia tak mau memujinya, karna ia tetap tidak suka semua hal yang berhubungan dengan Zahra.
"Aku tahu kita sedang ada dalam keadaaan tidak baik-baik saja. Tapi jangan perlihatkan itu pada orang lain, sekali pun itu ibu kamu Mas. " Jawab teduh Zahra seperti tak merasakan sakit akibat sikap buruk Faisal padanya.
Kini Faisal dan Zahra berjalan beriringan, sepintas mereka terlihat seperti sepasang suami-isteri yang berbahagia setelah ikrar pernikahannya, meskipun Faisal terus membuang mukanya dari Zahra.
Namun jika ada yang bisa melihat isi hati keduanya, bak minyak dan air yang tak bisa menyatu.
Keduanya beriringan turun melewati satu persatu anak tangga menuju meja makan yang sudah terlihat dari atas.
Tatapan demi tatapan tercurah dari kedua mata orangtua Faisal, pikiran mereka berdua mengacu tentang malam pertama yang di lalui anak dan menantunya itu.
Setibanya di meja makan, Zahra menyiapkan kursi yang akan di duduki suaminya, tak lupa piring yang masih kosong ia isi dengan nasi goreng yang nampak lezat itu.
"Silahkan Mas dimakan ! Ibu, Ayah Ayo silahkan dimakan. "
Begitu lembutnya seorang Zahra melayani Suami, Ayah dan Ibu mertuanya.
Mata kedua mertua Zahra, terpukau saat melihat cara makan menantunya. Terlihat ribet dengan cadar yang ia kenakan, namun ada kesan memukau saat melihatnya.
Pagi hari itu mereka lalui dengan hangat, sepiring nasi goreng yang sangat enak itu membuat anggota keluarga yang ada di rumah itu merasa kenyang.
Beberapa hari setelah itu, Zahra mendapati Faisal sedang duduk santai di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Menikmati hari terakhir cuti pasca acara pernikahannya bersama wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Zahra berinisiatif untuk membuatkan segelas kopi hangat untuk ia berikan pada suaminya itu.
Segelas kopi hangat kini sudah ada di tangannya.
"Mas ... Kopi ! " Ucap Zahra meletakkan kopi itu di meja kecil berwarna senada dengan kursi yang di duduki oleh Faisal.
"Boleh saya duduk ? " Tanya Zahra meminta ijin pada Faisal.
Faisal tidak merespon ia kini malah asyik dengan ponselnya.
Tapi Zahra membalasnya dengan senyuman.
"Mas boleh kita bicara sebentar ? Sudah beberapa hari menikah kita tidak pernah mengobrol. " Ungkap Zahra mencoba menyentuh hati suaminya.
Faisal masih terdiam. " Ni cewe tidak ada harga diri sama sekali, sudah aku diamkan masih saja berusaha mendekat padaku. Sesuka itu dia akan perjodohan ini. " Gumam Faisal menilai ucapan dari Zahra.
Tapi jika saja Zahra tahu tentang isi hati Faisal padanya, Zahra akan beranggapan jika ini bukanlah tentang harga diri. Melainkan kewajiban ia pada suaminya.
"Mas, sebenarnya aku bingung untuk menyiapkan makanan untuk mu. Aku tidak tahu makanan kesukaan kamu apa ? Emm ... Jadi, hari ini Mas mau aku buatkan makanan apa ? " Tanya Zahra lembut membuka perbincangannya dengan hal yang sepele.
Seketika wajah Faisal berubah seperti lelah, " Kamu itu jika tidak ada bahan untuk di bicarakan, mending gak usah deh. Jangan harap aku mau terbuka pada dirimu, sekali pun itu tentang makanan. Sudahlah bibi lebih paham apa yang aku inginkan. "
Ternyata usaha Zahra untuk mendekatkan diri pada Faisal gagal lagi.
"Iya Mas, aku paham ! Tapi kan aku istrimu. Jadi biar tugas Bibi untuk menyiapkan makanan biar aku yang mengerjakannya. " Zahra masih berucap lembut.
Faisal berdecak kesal. " Ya sudah kalau begitu tanya Bibi. "
Mental Zahra kuat, ia terus bersikap baik-baik saja.
Hari ke hari Zahra lakukan penuh dengan kesabaran, tak jarang ia meneteskan air mata dari rasa sakit yang ia rasakan.
Namun keyakinannya yang kuat membuat ia berhasil menyingkirkan rasa untuk mundur dari rana pertarungan yang sedang ia hadapi.
Ia harus tetap berada di dalam kapal, meskipun ia tidak tahu kemana arah nahkoda kapal itu akan membawanya pergi.
Itulah keyakinan Zahra akan mahligai rumahtangganya.
"Mas ? " Panggil Zahra pada Faisal yang baru saya masuk ke dalam kamarnya.
Faisal hanya menoleh samar ke arah Zahra.
"Bisa tolong ambilkan itu di atas lemari ? " Ucap Zahra meminta bantuan Faisal karna ia tidak bisa mengambil barang itu.
"Jangan manja deh. " Jawab Faisal ketus.
"Ya sudah kalau tidak bisa. " Timpal Zahra tidak mau memaksakan kehendak Faisal.
Zahra pun berusaha mengambil barang itu, sudut mata Faisal memperhatikan Zahra ia sudah menduga kursi yang di naiki Zahra akan tergeser sehingga Zahra pasti akan terjatuh.
Benar saja dugaan Faisal, dengan sigap Faisal berlari dan menangkap tubuh Zahra. Mata Zahra terpejam karna ia sadar akan terjatuh, namun saat dirinya sadar bahwa di selamatkan oleh Faisal mata Zahra pun langsung terbuka.
Mata Zahra dan juga Faisal saling berpaut, Zahra semakin menyukai suaminya itu tapi Faisal tetap tidak mau menganggap Zahra sebagai istri sahnya.
"Lain kali kalau tidak bisa jangan memaksakan diri ! " Bentak kecil Faisal.
"I-iya maaf Mas. " Jawab Zahra.
Faisal pun kembali ke tempat asalnya, sementara Zahra hanya mampu tersenyum di balik cadarnya saat merasakan getaran di dalam hatinya.
Hari itu adalah hari dimana Faisal sudah habis masa cutinya, Faisal sudah tidak sabar untuk beraktivitas di luar rumah lagi. Terlebih kini ia harus satu atap dengan wanita yang sangat tidak ia inginkan keberadaannya.
Pagi hari Zahra sudah bersemangat mempersiapkan semua kebutuhan Faisal saat bekerja, ia kini tahu banyak tentang suaminya itu. Karna Zahra mempunyai Ibu mertua yang begitu baik dan selalu mendukungnya.
Faisal merasa kaku, karna semua perlengkapannya sudah ada di depan matanya tanpa harus mengeluarkan tenaga mencarinya, ataupun berteriak menanyakan pakaiannya pada pembantu yang biasa mengurusi pakaian kotornya.
Faisal masih belum mau merasakan keberuntungan karna sudah memperistri wanita seperti Zahra.
Saat langah cepat yang sedang Faisal lakukan saat menuruni anak tangga Tiba-tiba langkah cepat itu terhenti tat kala Zahra berbicara, Zahra memperhatikan Faisal di bawah tangga. " Mas jalannya jangan terlalu cepat ! Bahaya itu turunan anak tangga Loh. "
Faisal berdecak kesal saat langkahnya begitu saja di hentikan dengan sengaja oleh Zahra. " Jangan mengubah kebiasaan diriku, dan jangan harap saya mau menuruti apa yang kamu ucapkan atau perintahkan. "
Zahra hanya mengelus dadanya lembut padahal ia hanya memperingatkan nya saja bahwa itu sangatlah berbahaya, namun meski begitu Zahra tao menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya dengan penuh kasih sayang.
Faisal menatap menu makanan yang di ada di atas meja makan itu, menu makanan itu menu makanan yang selalu di siapkan oleh Ibunya kala ia masih serumah dengan Ibunya.
"Bi ... Apahkah Ibu ada di sini ? " tanya Faisal tanpa ingin menanyakan hal itu pada Zahra yang posisinya lebih dekat dengan dirinya.
"Tidak Den, Ibu tidak ada di sini. " Jawab cepat BI Ijah pada Faisal.
Faisal tidak ingin lebih lama lagi berada di dalam rumah itu. Setelah Faisal sudah cukup memberikan makanan pada perutnya yang kosong itu ia pun langsung pergi tanpa mau berpamitan terlebih dahulu pada istri yang bari ia nikahi itu.
"Mas ... " Panggil Zahra.
Faisal mengehentikan langkahnya lagi tanpa mau menoleh ke belakang. " Apa ? "
Zahra menghampiri Faisal, ia meraih tangan Faisal dengan tulus ia mencium telapak tangan dan punggung tangan Faisal seraya mendoakan keselamatan Faisal dalam hatinya.
Faisal baru merasakan di perlakukan seperti itu oleh seorang wanita, Faisal langsung sadar dalam lamunannya. Ia bersikap biasa saja saat perlakuan lembut ia dapatkan dari Zahra.
Dalam perjalanan menuju kantornya, Faisal sangat merindukan seseorang yang beberapa hari ini tidak ia temui. Sosok wanita yang begitu sempurna di mata Faisal.
Tidak di pungkiri lagi, dalam rumah tangga Faisal dan juga Zahra akan ada sosok ketiga yang akan menjadi duri dalam perjalanan Zahra saat menjadi istri Faisal.
"Aku tidak mungkin bisa menemui Vio dalam waktu dekat ini. Bokap-nyokap pasti masih menyuruh orang untuk terus mengawasi ku saat ini. " cetus Faisal kesal dalam mobilnya.
Vio dan Zahra adalah dua wanita yang berbeda, bukan saja rupa nya yang berbeda tapi kepribadian dan juga sifatnya sangat berbeda jauh.
Zahra yang notabennya adalah seorang wanita yang di didik keras dalam ilmu agama sementara Vio adalah wanita yang kurang didikan dari orangtuanya karna kedua orangtuanya Vio adalah orang yang sangat berambisi untuk menjadi orang sukses dengan cara apapun itu.
Untuk itu orang tua Faisal tidak menyetujui hubungan Faisal dan juga Viona.
Saat tiba di kantor milik kedua orangtuanya Faisal selaku orang penting dalam perusahaan itu di sambut hangat oleh semua karyawan dari mulai petugas keamanan sampai O.B sekali pun.
Mereka menyambut hangat Faisal, wajah mereka sangat bersemangat saat memberi ucapan pada Faisal. Tanpa mereka ketahui bahwa ucapan selamat itu sangat tidak di harapkan sama sekali oleh Faisal.
Faisal hanya membalas ucapan selamat itu dengan senyuman tipis di sudut bibirnya tanpa menghentikan langkahnya Faisal terus berjalan menuju ruangan kerjanya.
Faisal melempar kasar tas kerjanya. " Sial ... Mungkin mulai hari ini aku harus menebalkan kupingku di kantor. "
Faisal duduk dengan sangat kesal, hari pertama ia kerja sangat membuatnya tidak semangat sama sekali. Wajah Faisal seharian itu sangat berantakan karna rasa kesal yang menghinggapi dirinya.
Faisal mengutak-atik handphone'nya berharap kekasih hatinya mau mengangkat sambungan telponnya, namun Vio benar-benar tidak mengangkat sambungan telpon itu.
"Vio pasti marah. " cetus Faisal ingin sekali pergi dari ruangannya untuk menemui Viona, namun ia merasa itu bukan waktu yang tepat.
Faisal berpikir bahwa Viona marah padanya, namun kenyataannya Viona kini sedang bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Sementara Zahra kini sedang sibuk mempersiapkan makanan untuk makan malam Suami'nya, Zahra tidak mau berpikir bahwa nanti'nya Faisal mau memakan'nya atau tidak itu tidak masalah bagi Zahra.
Ibadah adalah faktor utama dalam tujuan hidup Zahra.
Sampai tiba waktunya Zahra mendengar sebuah mobil terparkir di halaman rumah'nya itu.
"Mas Faisal sudah datang rupa'nya. " ucap Zahra membuka apron yang menutupi pakaian depannya saat memasak.
Faisal keluar dari dalam mobil dengan sangat malas padahal seseorang dari tadi sudah menunggu'nya.
Zahra menyambut kedatangan Faisal di ambang pintu rumah'nya, ia tak memperdulikan raut wajah Suami'nya itu. Zahra meraih tas Faisal dan meraih telapak tangan Faisal ia mencium telapak dan punggung tangan Faisal.
Senyuman merekah di balik cadar Zahra, sapaan hangat dari Zahra tak begitu di gubris oleh Faisal.
"Sabar Za ... ! " Zahra menguatkan dirinya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!