NovelToon NovelToon

Broken Sword

Ch. 01: Pemindahan Jiwa

Langkah kaki terseok-seok melewati jalanan berlumpur yang ditutupi kabut. Fang mengeluarkan kata-kata kasar. Darah tidak berhenti menyembur dari mulut dan hidung Fang. Luka dalam telah menggerogoti akar ilahinya, membuat dia tidak dapat menggunakan sihir untuk bersembunyi atau melawan balik musuh.

Siulan menggema, kepakkan sayap terdengar tajam dan makin menambah kesuraman di dalam hutan.

Guntur memecahkan kesunyian langit. Kabut putih tebal dan suhu pegunungan membekukan tiap ujung jemari Fang. Dari kejauhan dibelakang, suara langkah kaki terburu-buru dan suara burung elang mengejar Fang.

"Celakalah aku."

Fang berkeringat dingin. Matanya yang tajam mencari kesana kemari lalu berhasil menemukan sebuah goa kecil yang cukup bagi satu orang bersembunyi. Menarik beberapa semak belukar untuk menutupi pintu goa, Fang yang bibirnya mulai gemetar mempunyai aura mematikan.

Seteguk darah hitam dimuntahkan. Energi di tubuh tidak dapat mengobati luka-luka yang diderita. Bersandar pada dinding goa yang lembab, Fang menajamkan indera pendengaran.

Orang-orang yang dibayar itu semakin dekat.

Bajingan yang telah mencoba mencelakainya, Fang bersumpah akan membalaskan dendam! Namun akar ilahi pada tubuhnya makin melemah sedikit demi sedikit, berpikir keras, Fang mengambil seteguk darah yang dia muntahkan dan menggambar segel pada dinding goa. Pemindahan jiwa. Dirinya harus melakukan pemindahan jiwa sebelum mati atau semua usahanya untuk lepas dari musuh akan sia-sia.

Teknik ini sangat berbahaya. Perlu membayar banyak bagi penggunanya. Fang yang telah menempati posisi puncak di dataran atas negeri Gollum berdecak penuh kebencian.

Membalasnya.

Akan aku balaskan semua keluhan hari ini. Meminum darah mereka saja tidak cukup. Memotong tubuh mereka juga tidak cukup. Akan aku buat mereka mati dengan cara paling keji.

Lantunan mantra keluar dari mulut Fang. Tidak terlalu keras sehingga burung elang yang terbang di atas goa tidak mengetahuinya. Sedikit demi sedikit percikan mirip kembang api muncul dari segel darah yang dibuat oleh Fang.

"Api suci, bakar tubuh ini. Bakar hingga menjadi abu pahit."

Mengangkat tangan. Fang mengoleskan darah di antara alisnya. Matanya terpejam erat. Percikan api barusan menyebar dan mulai membakar pakaian Fang. Hawa panas kini menyentuh kulitnya akan tetapi tubuhnya tetap duduk tegak.

Kembali Fang menengadahkan tangan ke atas, membungkuk sedikit seolah mempersembahkan diri, lalu api barusan sepenuhnya membakar dirinya.

"Pindahkan lah jiwa ini ke tubuh yang lemah dan ringkih"

Semakin lama api panas berubah dari merah menjadi biru, lalu makin lama menjadi ungu. Walau tubuh Fang terbakar, tidak ada asap. Hanya saja dalam kabut tebal, cahaya dari api adalah satu-satunya cahaya.

Burung elang yang terbang di atas akhirnya sadar akan keanehan di dalam goa. Berteriak memanggil tuannya dan tidak lama tiga orang pendekar yang berbaju gelap berdiri di depan pintu goa.

"Dia benar-benar menjual jiwanya?!!"

"Tidak bisa dibiarkan. Ayo hentikan."

Sebelum mereka sempat mendekat, semburan api keluar dari pintu goa. Ketiganya terbang meloncat untuk menghindar. Api pembakar berwarna ungu terang. Setiap kali ketiga pendekar ingin menarik Fang untuk keluar dari area segel, tentakel api akan melibas mereka untuk menghalau.

"Sial. Kita sudah terlambat."

"Habis sudah. Rencana kita telah gagal total untuk membunuh Fang! Orang itu terkenal gila akan dendam. Kita pasti akan kena batunya."

"Jangan terus berdiri disini. Mari kembali dulu untuk membicarakan kelanjutan permasalahan kali ini."

Tiga orang yang gagal membunuh Fang secara langsung pergi dari tempat itu dan membawa serta burung elang yang menjadi mata-mata.

Fang yang belum sepenuhnya melepaskan jiwa mendengar suara-suara diluar. Senyum jahat terpatri pada wajah hangusnya. Kulit tubuh terkelupas dan daging merah menjadi santapan api ungu. "Makan dan lahap raga ini!"

Sedetik setelah mengatakan kalimat itu ruh Fan terlepas dari tubuhnya. Melayang seperti benda tak kasat mata, Fang tidak dapat menyentuh atau mengambil pedang yang tergeletak tidak jauh dari abu tubuhnya.

Ternyata bayaran atas pemindahan jiwa adalah kehilangan semua teknik bertarung dan ilmu sihirnya. Dia tidak bisa menggunakan keduanya! Mata Fang melotot terpana.

Arwah Fang berjongkok di depan pedang yang telah dia bawa sejak naik ke tingkat tujuh aura ilahi. Lalu mondar mandir memikirkan cara. Menghitung waktu, ruhnya akan berteleportasi dalam setengah jam setelah raganya hangus.

Keluar menembus dinding goa, Fang yang tidak kasat menemukan seorang binatang roh. Sedikit berjongkok, Fang memanggil pimpinan kera hutan. "Aku perlu bantuan. Bisakah kamu membantu menimbun batu di depan pintu goa dibelakang?"

Pimpinan kera hutan membuang muka. Mengabaikan Fang dan terus menyuruh kawanan untuk cepat mengambil makanan sebelum hujan turun dan membuat tanah dan dahan ranting licin.

"Sepuluh tahun. Aku akan datang dalam waktu sepuluh tahun dan membantu membuat segel penutupan di area ini sehingga tidak akan ada makhluk lain yang menggangu."

Pimpinan kera menyerukan sebuah isyarat. Sekelompok kera berhenti mengumpulkan makanan dan mengelilingi pimpinan mereka. Segerombolan kera muda tidak melihat keberadaan arwah Fang. Pimpinan kera satu-satunya makhluk sakral memberi perintah pada kawan kera untuk membawa batu besar dan meminta mereka menutup mulut goa.

"Terimakasih. Sesuai kesepakatan, aku akan datang dalam waktu sepuluh tahun."

Ruh Fang mulai terangkat dan mengapur bergabung bersama hembusan angin. Pimpinan kera melirik sekilas pada Fang, kalau manusia ini gagal memenuhi janji, goa itu akan digali kembali dan memotong semua tanaman rimbun agar lebih mudah ditemukan!

***

Fang berdiri diantara ambang batas dunia dan langit. Tekad bulatnya ditunjukkan dengan langkah kaki yang tegas, menyebrangi garis, Fang ditarik kekuatan aneh dan tenggelam dalam pusaran tak berbentuk.

"Bayinya baru saja menendang."

"Pasti sekuat aku nantinya. Dokter tua bilang anak kita laki-laki."

"Perempuan juga tidak masalah. Semua harus kita cintai sama besarnya"

"Ya, ya. Aku akan mendengar apapun yang kamu katakan. Anak kita sendiri, pasti kucintai."

Fang mendengar suara-suara namun terlalu jauh jadi tidak terdengar jelas. Mencoba duduk, Fang yang kesulitan bergerak tidak sadar telah menendang organ lain.

"Aduhh."

Kehilangan kata-kata. Fang yang membuka mata sebentar melihat bahwa dirinya berada disebuah kantung tipis kecil penuh air berwarna merah. Kakinya?! Dua kakinya yang kuat sekarang menjadi kerdil!

Oh.

Sebentar.

Dia bayi yang belum lahir!!!

Semua energi terakhir yang dimiliki Fang hilang seketika. Fang kembali menutup mata, tubuhnya tidak dipaksakan untuk duduk. Jangankan sepuluh tahun, dua puluh tahun juga belum tentu dirinya bisa kembali ke tingkat tujuh aura ilahi.

Selain lemah, tubuh yang dirinya ambil bahkan tidak punya akar ilahi sama sekali!

Fang ingin menangis tanpa air mata.

Lupakan tentang dendam. Dapat kembali kepuncak tinggi saja sudah bagus (⁠个⁠_⁠个⁠)

Ch. 02: Kelahiran Putra

Pria paruh baya lari tergopoh-gopoh ke arah dapur reyot yang terletak dibelakang rumah. Keringat sebesar butir jagung telah membasahi seluruh wajah hingga mengalir ke leher dan merembes ke pakaiannya yang lusuh.

Suara lirih wanita yang mencoba mengatur pernapasan dibantu bidan desa membuat pria itu cemas. Istrinya tidak muda lagi. Pernikahan selama lima belas tahun selalu hanya ada dirinya dan sang istri yang tinggal di dalam rumah tua ini. Namun, delapan bulan lalu, Aira yang baru kembali selepas membajak lahan pertanian berwajah pucat dan merasakan sakit pada bagian perut. Memanggil dokter tua, kabar yang telah ditunggu belasan tahun akhirnya tiba. Aira mengandung anak mereka.

Mematikan tungku api, Gana yang bertubuh tinggi besar menuang seluruh panci air ke dalam baskom kayu. Mengetuk pintu kamar, suara beratnya terdengar. "Manda, airnya sudah matang. Ku taruh di depan pintu."

Manda, bidan desa yang juga istri dari dokter desa membuka pintu. Wajah keriput nya terlihat jelek. Melahirkan anak sangatlah berbahaya, lengah sedikit maka akan ada dua nyawa yang hilang. "Apa kamu punya kain bersih? Bawakan juga kemari."

Gana mengangguk dan mencari kain bersih yang dibeli istrinya beberapa hari lalu. Mata galak Gana terlihat sedih, berpikir, tanpa anak pun keluarga berisikan dua orang juga sudah cukup. Kalau ada sesuatu yang terjadi pada istrinya, Gana yang bodoh sesaat memukuli kepalanya untuk berhenti membayangkan hal buruk.

"Ini. Ini kain bersihnya." Manda mengambil kain dan menutup rapat pintu kamar yang dijadikan ruang bersalin dadakan.

Gana linglung sebentar. Menatap pintu kamar lekat. Menggabungkan dua tangan, Gana berlutut bersimpuh, berdoa pada sang Maha Agung agar tidak mengambil orang tercintanya. "Ya Yang Maha Agung, hanya padamu lah aku meminta dan bersujud. Tolong dengarkan doaku ini. Selamatkan istri dan juga calon anak kami. Aku tahu kamu mendengar harapanku, maka mohon kabulkanlah!"

Persalinan berjalan lama. Hampir di penghujung hari namun bayinya masih belum mau lahir. Manda yang kelelahan meneguk beberapa suap air minum, "anakmu sangat jago melempar orang! Aira, mungkin saja anakmu besar nanti jadi anak nakal."

Aira yang tiduran dengan dua kaki terangkat mengelus perutnya lemah. Dibantu Manda, dia juga minum beberapa suap air. Meski lelah, dua bola matanya sangat teguh. Bayi ini telah sangat dinantikan. Memori ketika almarhum ibu mertuanya mengatai dirinya ayam yang tidak bisa bertelur telah menorehkan luka dalam.

Gana yang tidak dapat membantu apapun selain memasak air dan makanan terus berjongkok di depan tungku api. Matahari telah tenggelam, gelap gulita di dalam dapur karena satu-satunya lampu minyak diletakkan di kamar bersalin sang istri. Menepuk nyamuk, bibir bawah Gana turun sedikit demi sedikit. Ketakutan kehilangan belahan jiwa makin menjadi.

Pukul delapan malam kurang bayi belum berhasil dilahirkan. Hujan besar disertai angin menjadi latar belakang suara jeritan Aira yang penuh kesakitan. Kilat menyahut satu persatu. Gana mengencangkan kepalan tangan. Pertanda apa ini?!

Manda yang mendengar suara badai diluar mengurutkan alis. Berusaha terus fokus, kepala bayi akhirnya terlihat. Bayi laki-laki yang lahir hanya seberat tiga kati, Manda mencuci bayi dan menggulung kain untuk menutupi tubuh kecilnya.

Beralih melihat Aira, Manda membantu wanita itu membersihkan sisa darah dan berganti pakaian. Meletakkan bayi di atas tubuh Aira untuk di sapih. "Anakmu sangat tampan. Selamat untukmu."

Aira memeluk ringan bagian belakang tubuh bayi agar tidak jatuh. "Yah, terimakasih atas bantuan mu."

***

Gana seperti semut merah. Terus berjalan berputar di trek yang sama. Pintu kamar terbuka, Manda membuat isyarat agar Gana jangan membuat keributan. "Anak dan Ibu selamat. Bayi laki-laki, seberat tiga kati dan seluruh anggota tubuh lengkap tanpa cacat."

Mendengar kabar baik, Gana yang ingin masuk ke dalam ditahan. "Mau kemana?! Antarkan aku pulang dulu."

Menepuk jidat malu, Gana mengambil payung bambu. Hujan sangatlah deras, dan rumah Manda dan dokter tua terletak di sudut desa yang lebih dekat dengan hutan.

"Istri, aku, aku akan pergi sebentar mengantarkan Manda. Kamu tunggu aku sebentar."

Gana membuka payung untuk meneduhkan tubuh Manda. Berjalan menyusuri jalan setapak yang berlumpur, Gana terus memaksa Manda berjalan cepat.

Dokter tua yang cemas menantikan istrinya yang belum kembali membuka pintu pagar sebelum mereka memanggil. "Bayinya sudah lahir?"

"Ya, sudah. Juan, Manda besok aku akan membayar dan mengirim hadiah. Sampai jumpa lagi." Kata Gana dengan cepat lalu berlari kencang.

Manda tertawa. "Menjadi ayah diusia tua membuat dia kehilangan akal"

Juan tidak mengatakan apapun, menarik istrinya untuk cepat masuk ke rumah lalu menutup pagar dengan grendel besi.

"Dingin di luar. Cepat ganti pakaian lain."

Sekembalinya dari mengantar Manda, Gana membersihkan kaki berlumpur dan mengganti pakaian kering. Di dalam kamar Aira berbaring menyamping, menatap tanpa berkedip pada bayi.

"Kamu kembali begitu cepat? Apakah hujan sudah berhenti?"

Gana berjalan mendekat. Duduk dilantai dan menatap wajah asing yang telah dia sayangi sebelum kelahiran. "Hujan. Aku kembali dengan berlari."

Tangan kasar Gana mencolek wajah lembut bayi. "Sangat lembut!"

Menepuk tangan Gana, "Berhenti menganggu. bayinya akan menangis." Baru berkata itu dan bayi memang menangis. Tangisnya tidak keras namun sukses membuat sepasang ayah dan ibu baru merasa kesusahan.

"Cup, cup. Ayah minta maaf ya." Gana mencoba menggendong, mungkin karena tidak terbiasa mengendong benda lembut, dua tangan Gana yang sekeras batu makin memperparah tangisan bayi. Aira yang mencoba duduk bersandar dengan bantuan bantal mengambil alih, dan tangisan segera berhenti. Dua pasang mata saling menatap lalu senyum lebar memenuhi wajah mereka.

***

Kabar Gana mempunyai anak tersebar. Orang-orang di desa penasaran, sudah lebih dari lima tahun sejak bayi terakhir terlahir. Karena pekerjaan di sawah dan ladang tidak sibuk, beberapa warga yang rumahnya dekat dengan rumah Gana telah berdiri di depan pagar rumah Gana. Kepala desa yang juga mendapat kabar datang dengan membawa gelang kaki sebagai simbol keamanan bagi bayi yang baru lahir.

Gana yang telah bangun sejak subuh membuka pintu pagar. Menyapa semua orang yang dia kenali. "Pagi. Terimakasih atas antusiasme kalian. Bayinya sehat, dia sangat mirip aku. hahahaha."

"Manda datang sejak siang, dan aku tidak melihatnya keluar. Apakah anakmu lahir dimalam hari?" Tanya seorang wanita yang baru menikah.

Gana mengangguk. "Bayiku baru lahir tepat pukul delapan malam. Hari ini aku akan ke rumah Manda untuk membayar biaya perawatan dan mengantarkan hadiah."

"Gana, Gana.. Bayinya, jenis kelamin apa yang lahir?" Kepala desa yang baru datang mencoba membelah lautan manusia yang berdesakan di depan rumah Gana.

Gana yang berbadan besar membantu, dan menarik tubuh kepala desa agar lebih cepat sampai. "Laki-laki!"

Seruan terdengar. Bayi laki-laki?! Ini kabar baik.

Ch. 03: Bayinya Bernama Fang

Bukan hal aneh apabila semua orang terkejut. Desa mereka sangat kekurangan laki-laki!

Terhitung sensus tahunan yang baru keluar tahun lalu, desa mereka hanya mempunyai laki-laki sejumlah 80 orang yang mana semua tercampur dari yang tua, paruh baya, dewasa, remaja dan anak-anak. Dalam perbandingan 1 : 3 orang antara laki-laki dan perempuan.

Gana juga sengaja tidak memberitahu siapapun tentang jenis kelamin bayinya saat masih dikandung. Dokter tua di desa telah mengingatkan, bayi laki-laki mudah meninggal dalam kandungan. Maka dari itu banyak wanita hamil tidak akan sesumbar menyebutkan jenis kelamin yang mereka kandung. Itu dilakukan sebagai bentuk perlindungan.

Ini dimulai ketika negeri Gollum dibagi menjadi tiga wilayah. Atas, menengah dan bawah. Dua yang pertama mempunyai sumber daya alam mineral dan aura khusus untuk diresapi oleh akar spritual ditubuh yang dipunyai oleh laki-laki. Menyebabkan angka kelahiran anak laki-laki di sana sangat tinggi.

Selain minim aura khusus untuk diserap akar spritual, wilayah bawah Gollum juga tidak punya sumber mineral. Besi dan sejenisnya sangat mahal karena dibeli di perbatasan antara wilayah bawah dan menengah. Bahkan untuk memasak dan menggoreng semua rakyat disini menggunakan semacam batu pipih tipis atau wadah yang terbuat dari tanah liat.

Syukurlah, Yang Maha Agung telah merahmati kami. Walau tidak ada sumber daya alam mumpuni, tanah-tanah di wilayah bawah sangatlah subur. Apapun jenis tanaman yang ditanam akan tumbuh rimbun. Sayangnya makanan-makanan yang mereka hasilkan hanya dapat dimakan atau dijual sesama rakyat wilayah bawah.

Manusia yang tinggal di wilayah menengah atau atas hanya memakan elixir yang membuat mereka kenyang dalam kurun waktu tertentu. Tidak perlu repot masak atau bolak-balik ke kamar mandi, sisa waktu itu dipakai untuk berlatih meningkatkan akar spritual ilahi mereka.

Bukan tidak mungkin bayi laki-laki di wilayah bawah Gollum untuk lahir, hanya saja persentase nya sangat kecil. Lalu melahirkan jenis kelamin perempuan juga sama tidak mudahnya. Walau tidak akan gugur, kehamilan sangat langka di benua Gollum bagian wilayah bawah.

Disebutkan dalam catatan kuno, masyarakat yang terlahir di dalam wilayah bawah negeri Gollum merupakan kasta terendah yang mudah terancam punah. Tubuh mereka tidak memiliki akar spritual, menyebabkan tidak dapat meminum elixir atau menyerap aura untuk meningkatkan kekuatan akar spritual.

Demi menjaga tatanan keamanan, orang-orang terkuat yang tinggal di wilayah atas berkumpul dan menciptakan arai pembatas yang melingkupi wilayah bawah. Siapapun itu, mau pendekar, penyihir, ras elf/ iblis bahkan makhluk roh yang masuk ke dalam tidak dapat menggunakan sihir atau kekuatan tubuh, arai yang dilewati sebelum memasuki wilayah bawah diciptakan untuk menyegel dan baru bisa dilepaskan ketika pergi.

Orang-orang yang tinggal di wilayah bawah pun tidak duduk diam dan menunggu. Agar manusia tidak punah, para perempuan di wilayah bawah Gollum mencari akal. Akhirnya ditemukan sebuah bahan obat yang dapat membuat mereka tidak menopause. Meski beresiko merusak tubuh atau nyawa, setiap wanita paruh baya atau tua akan mempertahankan kandungan mereka.

Kepala desa sangat senang. Ini kabar baik.

Sudah delapan bulan sejak bayi laki-laki terakhir lahir di desa mereka. Semua membuat barisan ke arah tertentu dan bersujud. Ini sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih pada sang pencipta.

Selama ada anak laki-laki yang lahir di desa mereka, itu menunjukkan bahwa desa mereka akan mempunyai hasil panen dan terhindar kemarau panjang.

Batuk. Kepala desa bertanya, "sudahkah kamu menentukan nama? Aku punya banyak referensi buku kalau kamu memerlukan."

Gana melambaikan tangan menolak. "Sudah ditentukan sebelum anak kami lahir. Fang. Nama nya adalah Fang!"

Setelah beberapa percakapan singkat, Gana mengambil sekeranjang telur rebus yang semalaman dirinya buat. Membagi satu persatu pada tetangga yang datang dan tersisa lima butir untuk diberikan kepada kepala desa.

"Kepala desa, aku akan merepotkan dirimu. Anakku perlu dibuatkan akta kelahiran, tolong temani aku ke kota besok atau lusa. Bisakah?"

"Besok saja. Kamu datang ke rumahku sebelum jam sepuluh pagi. Kita pergi dengan gerobak sapi ku." Kata kepala desa. Lima butir telur rebus yang dirinya dapatkan dibungkus dalam lipatan daun, dan dia pergi dengan langkah ringan.

Mengantar semua orang pergi satu-persatu, Gana ingat tugas penting yang harus dikerjakan. "Sayang, aku akan ke tempat Manda sekarang!"

"Hmm. Hati-hati membawa semua barang itu." Ucap Aira dari dalam kamar dengan suara pelan.

Gana membawa seekor ayam, dua puluh lima butir telur dan juga beberapa koin tembaga untuk diberikan pada Manda. Bayarannya sangat tinggi, itu wajar bagi para dokter atau bidan yang berhasil menyelamatkan nyawa.

Sebagai anggota keluarga yang istrinya telah dibantu dan melahirkan secara selamat, Gana juga menambahkan sekantung besar beras. "Manda!"

Panggilan Gana terdengar sampai beberapa tetangga keluar untuk mengintip. Manda yang dipanggil baru saja menjemur pakaian, membuka grendel kunci pada pintu pagar.

"Ini masih begitu pagi. Untuk apa datang awal begini?"

Gana menggeleng tidak setuju. "Aku terlalu bersemangat. Ini bayaran untuk bantuan mu kemarin, aku ucapkan terimakasih lagi."

Manda yang melihat ayam dilepas di pekarangan rumahnya melongo. "Gana, Ka, kamu cukup bayar dengan uang saja."

"Aku tidak kekurangan ini. Ambil untuk dirawat. Telurnya bisa dimasak tiap dua hari sekali dan membantu meremajakan kesehatan. Aku pulang ya."

Tetangga yang mengintip menggelengkan kepala. Si Gana terlalu menghamburkan banyak hal. Walau membayar bidan harus tinggi, lima puluh koin tembaga sudah cukup! Ditambah ayam, telur dan juga kantung beras, laki-laki itu sangat boros.

Kabar bahwa Gana membayar banyak hal jadi perbincangan di desa. Istri kepala desa yang mendengar gosip juga merasa tidak puas. Ada anak-anak dirumah, mengapa tidak menyimpannya sendiri.

Kepala desa adalah pria yang seumuran dengan Gana. Diusia awal empat puluhan dirinya telah menjabat sebagai kepala desa selama dua tahun terakhir.

"Berhenti berkomentar. Gana memberi itu semua pasti juga setelah banyak pertimbangan. Jangan pedulikan kekayaan orang lain!"

Dimarahi oleh suaminya, istri kepala desa menunduk malu lalu membawa putrinya yang baru berumur sepuluh tahun untuk membantu masak di dapur.

***

Aira tidak bosan mencium wajah putranya yang kini berusia seminggu. "Fang."

Merasa namanya dipanggil, Fang yang belum leluasa menggerakkan tulang leher melirik dengan sudut mata. Tawa wanita aneh membuat dia sedikit kesal.

"Putraku sangat lucu."

Fang. Nama aslinya kembali dipakai untuk tubuh baru ini. Cara pengucapan bahkan penulisan nya pun sama. Mencirikan kalau dirinya mempunyai ikatan dengan masa lalu.

Hanya saja Fang sedikit terganggu. Bahasa yang digunakan orang-orang disini sangat berbeda dari bahasa asal tempat dirinya pernah tinggal.

Dan semakin dirinya bertanya-tanya, perkataan Gana tentang mencatat tanggal lahirnya dan melapor pada pejabat pemerintahan membuat Fang menangis. Aira yang belum mendengar bayinya menangis kencang kebingungan.

Menggendong tidak membantu.

Memberi susu juga tidak membantu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!