Hello fanaka! [ Julukan Fans ]
Saraka sedang membuat karya utama dalam sebuah bidang penulisan. Kesekian kalinya, saya sebagai penulis pemula mengucapkan terimakasih kepada kalian, karena telah meluangkan waktu untuk membaca novel yang saya buat.
"Kamu akan mengenal duniaku, dimana semuanya akan terlihat bahagia. Namun masih menyisakan luka derita bagi duniaku yang jahat ini." -Saraka.
Klakson motor berbunyi sangat kencang. Bersuara keras dan menggelegar. Lampu motor yang tersorot menghadap kearah jalan. Roda motor yang meninggalkan bekas seretan di sepanjang jalan. Tampilan dengan model motor yang sangat mulus dan mengkilap.
Hitam merona dan bercahaya. Mesin dengan kekuatan terbaik yang pernah ada. Menyusuri dan bergerak di sepanjang jalan dengan gayanya. Memiliki suara klakson yang nyaring tanpa menggoyahkan indra pendengaran.
Dinaiki oleh seorang pemuda yang sangat tampan dengan jaket berwarna hitam mewah. Dengan aksesoris kalung rantai yang sangat menawan. Jaket hitam yang menjadi bagian luar dari kaos putih yang ada di dalamnya. Mengendarai motor dengan tangannya yang berurat dan kuat. Dengan helm hitam dan motif naga putih yang melingkar di pinggiran modif helm. Membuat segala sesuatu di dalamnya menjadi suatu perpaduan yang serasi.
Namanya Geando Geirandolf. Pemuda jurusan teknologi yang berusia 19 Tahun. Mahasiswa sekolah semester 3. Memiliki nama yang unik dengan kemampuan pengendara yang energik. Keluar sebagai pemuda berkelas, menaiki motor dengan otoritas. Berwibawa dengan postur badannya yang tinggi. Motor hitam kesayangan yang selalu dipakai dengan gaya dan keinginannya. Tak hanya sebagai pemuda bermotor, namun juga sebagai pemuda yang pintar.
Motor dijalankan dengan kencang namun tertatih-tatih. Tampilan canggih dengan kecepatan yang sangat cepat. Berputar sepanjang arah dengan kemampuan yang sempurna. Dijalankan dengan hasil yang terbaik.
Geando menyetir motor dengan cukup kecepatan. Berliku-liku namun mudah tertuju. Kondisi yang sepi, namun tetap dengan kecepatan yang stabil. Geando lakukan karena dirinya tidak ingin mencelakakan orang lain, bahkan dirinya seorang.
Tujuan yang ia tuju adalah sebuah cafe untuk bertemu dengan para teman-temannya. Hanya beberapa jarak yang perlu ditempuh untuk menuju ke lokasi. Melewati berbagai macam hutan liar yang gelap gulita. Sunyi dan hening mengikat sepanjang jalan yang telah ditelusuri Geando.
Tak lama dan dengan cepat. Dirinya bertemu dengan para teman-temannya di sebuah kafe milik teman perempuannya bernama Amel. Pemudi cantik jelita yang sering disukai oleh sekian banyak temannya. Dirinya juga satu kampus dengan Geando. Ia tampil lugu dan bekerja membantu orang tuanya di cafe miliknya. kafe yang sama dengan namanya yang cantik bernama pretty coffe. Berbagai macam manisan hingga kopi terbaik ada di dalamnya.
Tak hanya Amel yang berada disitu. Namun ada 6 orang yang berada di dalam kafe Amel. Diantaranya adalah Zan, Keira, Andra, Anggi, Adel, dan juga Amel. Mereka adalah teman seangkatan Geando. Keramaian ditentukan dengan berbagai macam kopi andalan yang telah disediakan sebelumnya oleh Amel.
Geando datang dengan gaya dan tampilan kerennya. Dengan postur tubuh yang tinggi, dan juga penampilan yang menarik. Hampir semua orang terpukau melihat dirinya.
Kehadirannya ia sambut dengan melepas helm yang ia pakai. Dan terlihatlah wajahnya yang manis dan menawan. Badan yang bagus dan terpampang keren. Turun dari motor dengan menyilahkan rambutnya. Sepatu hitam merona menampakkan kaki di sepanjang jalan menuju kafe. Menyisihkan belahan tampan dengan suara dentuman sepatu setiap ia berjalan.
"Itu beneran Geando!" kaget Amel.
"Bener itu dia cuy," Andra seorang pemuda sekaligus sahabat Geando yang keren. Menolak ketampanannya yang telah direbung oleh Geando malam hari ini.
"Bener itu dia! Gila beda banget dia hari ini," Zan seorang anak mantan geng motor, sekaligus anak pejabat kaya yang seolah-olah menjadi tahta terbesar. Menepuk Geando dengan matanya yang mendelik.
Ketajaman mata sekarang diuji melalui penampilan Geando malam hari ini. Berpenampilan modern namun terkesan simple. Geando membuka dua bilah pintu yang tertutup. Dan berjalan menuju kursi yang telah ditentukan.
"GEANDO!"
"Beneran itu elo? Keren banget!" Zan menampar pipi Geando. Dengan membuka mulutnya dan mencetuskan segala macam aspek pembicaraannya.
ARGH...
"Sakit Zan! Lagian memang gini kok penampilan gue dimana pun itu," jawab Geando.
"GAK!" gertak seorang gadis pemilik kafe bernama Amel. Dirinya yang sungguh tidak yakin akan segala sesuatu yang berada pada pandangannya sekarang.
"Lo gak sekeren ini! Malam ini elo kece parah, Do!" seorang gadis cantik bernama Keira. Gadis anak orang kaya, yang hidupnya elegan dan manarik. Dirinya adalah anak jurusan tata boga. Ia berdiri dari kursinya. Matanya yang mendelik, dengan tatapan tajamnya.
Geando menghela napas, "Terus biasanya gua gimana Kei? Lagian hari ini juga biasa aja, ngumpul-ngumpul bareng," ujar Geando.
"Betul!" Anggi, seorang gadis berambut pendek. Termasuk gadis tomboi. Tidak setuju dengan pendapat Geando yang merendahkan dirinya sendiri akan penampilannya. Dengan jurusan teknik teknologi.
"Ini gue mimpi apa enggak? Kok bisa sih, Geando, penampilannya menggetarkan hati gue!" Amel menapuk pipinya. Membatin segala macam perasaan dan segala pemikiran yang diluar nalar.
Mereka semua adalah anak satu angkatan sekaligus anak satu kampus. Memiliki beragam unik sifat dan perasaan yang berbeda-beda. Membuat mereka memiliki ikatan yang terkait diantaranya.
Lalu salah satu seorang temannya bernama Adel menghampiri Amel. Dengan menggengam tasnya sambil bergetar. Dan ingin mengutarakan apa yang ingin Adel bicarakan kepada Amel.
"MEL!"
"Sini bentar." Adel, teman Geando beserta yang lain. Dirinya adalah seorang mahasiswi terkece dan memiliki geng di sekolahnya. Ia cukup terkenal juga dikalangan berbagai siswa maupun siswi. Ia memanggil Amel dengan tangannya. Sambil memasang raut wajah yang bahagia.
"Kenapa Del? Pake acara teriak-teriak lagi," gertak Amel.
Adel menghela napas, "Geando cakep banget, gue gak tahan lihatnya! Gue pengen dandan biar ada effort dikit, toilet lu mana?" grusu Adel.
"Astaga! Perkara gitu doang lu sampe segitunya, toilet dari sini lu tinggal belok aja ke kanan! Awas pilih yang cewek entar malah ketuker lagi," ujar Amel kebinggungan.
"Makasih!" sahut Adel.
Ketampanan Geando kini menjadi bahan pertanyaan bagi mereka. Mengapa Geando sungguh berpenampilan jauh lebih berbeda malam ini. Dari poros tampannya membuat kaum wanita tercengang melihatnya.
Malam di cafe disambung dengan perbincangan dan lelucon. Dengan berbagai macam pertanyaan, bahkan kehebohan mereka.
"HAHAHAHA."
"Eh gue balik dulu ya!" Geando mengenakan helmnya. Dan keluar dari biliki kafe, dan mulai menyalakan mesin motornya.
"HAH!"
"Cepet banget, Do?" tanya teman-temannya.
"Ngantuk aja nih! Yaudah gue balik dulu ya, oh ya makasih banget Mel! Kopinya enak banget." ujar Geando sambil meninggalkan kafe.
Amel tersenyum, "Oh oke do! Hati-hati ya!" teriak Amel.
"Ganteng banget pacar orang," Adel mengibaskan rambutnya. Mencelentingkan bibirnya yang manis sambil mengelok.
"Bisa aja dong lo tikung dia," ucap Keira.
"Bisa si! Doain aja ya, gue sama temen-temen mau balik duluan, makasih banyak Mel! Kopinya." Teman-temannya pun salut akan kopi yang dibuat Amel. Mereka semua mulai meninggalkan kafe, karena ingin pulang.
"Bye Mel!" Teman-temannya mulai melambaikan tangan kearah Amel. Dan beberapa temannya mengecupkan mulutnya kearah Amel.
"Oh oke! Makasih semuanya udah pada dateng," Amel melambaikan tangannya kearah mereka. Membentuk jari jemarinya menjadi bentuk hati.
Tak selang berapa lama. Acara berbincang-bincang telah berakhir. Dan kini, mereka semua kembali ke rumah masing-masing.
...ONE CHAPTER UNTIL END CHAPTER...
Kembali kepada Geando. Perlahan-lahan motor mulai dijalankan. Rasa lelah karena kumpul dengan teman. Mata terasa cukup perih dan kasap. Berkali-kali Geando mengusap matanya, dan mencoba untuk fokus demi jalan pulang.
Mata terasa lelah, akibat pulang terlalu larut malam. Keselamatan selalu ia utamakan, oleh karena itu ia mencoba berhenti di sebuah persimpangan jalan. Badan Geando terlalu pegal untuk menyetir motornya, terasa berat dan membebankan. Dirinya hanya bisa menunggu waktu yang pas untuk melanjutkan perjalanan pulang.
ARGH...
"Lelah sekali, mataku gak kuat lagi."
Tak lama kemudian, Geando mencoba untuk memakan sebuah permen kopi yang kebetulan ada di sakunya. Hal tersebut adalah penemuan yang terbaik karena dapat mengobati rasa lelah pada mata sejenak.
"Permen kopi."
"Wah penemuan yang sangat bagus nih! Nah, kalau gini mah siap pulang," Geando melebarkan matanya. Karena sebuah permen kopi yang dengan seketika menajamkan matanya.
Sepeda motor dinyalakan kembali. Mata yang lelah sudah terasa cukup membaik. Walau badan terasa pegal dan tidak memadai. Geando tetap melanjutkan perjalanan pulang.
"Pegel banget nih badan!" Geando memegang pundaknya yang pegal. Sambil menekuk-nekuk lehernya yang sudah kelelahan.
Karena badan yang terasa berat dan pegal. Dan pakaian yang disangka terlalu ribet. Geando pun berhenti kembali dan membuka jaket beserta pakaian yang ada di dalamnya.
CAPEK!
"Buka aja deh, ribet soalnya," Geando pun mulai membuka pakaiannya. Rasa hangat yang ditawarkan sangatlah membuat Geando merasa nyaman.
Setelah segala permasalahan badan terbereskan. Ia melanjutkan perjalanan pulang yang sebentar lagi akan sampai tujuan. Mengendarai motor dengan gagah diselingi dengan kalung rantai yang menampilkan kesan yang menawan.
Keringat yang keluar dari tubuh gagahnya. Mengalir dan menjulur di bagian tubuhnya, bahkan sela-sela dadanya. Kecepatan yang diatur cukup kencang, melewati berbagai macam pepohonan rimba yang sunyi dan sepi.
Tak lama kemudian, tepat pada jam 12 malam. Geando berada di depan rumah sambil membawa pakaian yang ia taruh di pundaknya. Berjalan menuju rumah dan mengetuk pintu rumahnya.
"Tok."
"Tok."
"Tok."
"Sebentar!" teriak seseorang yang berada di dalam rumah.
Pintu rumah dibuka oleh seorang adik laki-laki Geando. Adik Geando yang bernama Renza, dengan nama panjangnya Renza Eirlondoft dirinya adalah adik satu-satunya dari Geando. Mereka tinggal di suatu kos yang sama. Karena kampus mereka yang cukup berdekatan.
Dirinya tinggal bersama dengan kakaknya, karena mereka yang sudah dewasa. membuat mereka terpisah dari kedua orang tuanya. Mereka juga dibekali dua buah motor, oleh karena itu mereka sudah bisa mandiri untuk pulang pergi kampus. Hal tersebut adalah hal yang sudah biasa, karena demi masa depan mereka juga yang membuat mereka harus hidup mandiri.
Geando yang memilih jurusan teknologi, karena keinginannya dalam bidang penguasaan tersebut. Dilalui oleh Renza sang adik, yang memilih jurusan nahkoda tepatnya di bidang pelayaran.
Sama seperti kakaknya, Renza juga tidak mengenakan pakaian. Karena gerah yang menyelimuti tubuh mereka di malam hari. Urat nadi mereka yang telah dirapuhkan oleh semilir angin yang mendesis.
"Baru pulang?"
"Iya nih, gerah banget mana udah capek lagi, yaudah Ren tolong masukin motor gue yak!" Geando masuk ke dalam rumah. Dengan lelah dan capeknya, ia merasakan kelengahan yang maksimal.
"Iya dah!"
Masuk ke dalam rumah, ruangan disambut dengan adanya ruang tamu. Dan berbagai macam foto yang terpapang di berbagai dinding-dinding ruangan.
"Ren! Gue masuk dulu ya," teriak Geando masuk ke kamarnya.
"Iya kak."
Kamar dimasuki oleh Geando yang sudah kelelahan dan kecapean. Kamar dengan modif motor kesayangannya. Dan berbagai macam kanvas yang tergantung di setiap dinding dan interior kamarnya. Membuat kesan menawan dan simple. Tak hanya itu, kamar Geando menampilkan tampilan yang Dark black karena dirinya suka dengan ketenangan.
"Panas banget! Nyalain AC dah."
Dirinya tertepar di kamar luasnya. Seketika rasa lelah dan penat menghilang. Geando mencoba untuk mengaktifkan alarm karena ia akan pergi ke kampus esok hari.
Tak lupa pengharum ruangan selalu ia nyalakan, agar kamar terasa lebih bersih dan nyaman. Kamar yang sangat sejuk dan wangi telah mengitari seisi ruangan. Begitupula berbagai macam peralatan lengkap telah ditata rapi oleh sang pemilik.
Renza, adik Geando. Mencoba untuk mengambil makanan yang ada di dalam kulkas. Karena tidak ingin menggangu waktu tidur kakaknya, Renza memasak dan juga makan sendiri di tengah malam.
"Laper!"
"Di kulkas ada apa yak?" Renza membuka kulkas. Mengambil beberapa bahan makanan, untuk dijadikannya makan malam. Akibat dari perut yang mengeluarkan derit bunyinya.
"Ceklek."
"Wih, ada telor nih! Bisa kali buat makan malem ini!"
"Huft."
"Jadi kangen masakan mama di rumah," batin Renza sambil menggengam sebutir telur.
Rasa rindu mengikat dan terulang kembali pada hati Renza. Berharap dirinya yang sering kali dimasakkan mama tercintanya yang selalu bersamanya. Renza juga melihat sebingkai foto kenangan bersama dengan keluarganya.
Rasa batin dan guncangan hati mengekang pada tubuh dan raga Renza. Tangisan keluar dari matanya, karena kata hati yang mengingat kejadian yang terulang kembali.
"Rindu keluarga kalau gini mah," tangis Renza sambil menyalakan kompor.
"Ketemu mama besok ya! Kalau Renza sudah sukses, Renza bakal menjadi anak yang terbaik buat keluarga kita! Doain yang terbaik buat Renza sama abang ya ma, Renza sayang mama," ujar Renza sambil terisak.
Tangisan yang cukup kencang. Membuat Geando terbangun dari tidurnya. Geando yang merasa penasaran akan suara tangisan itu, mulai mencari sumber suara dimana suara itu berasal.
"Siapa sih, malem-malem begini nangis?" Geando mengusap-usap matanya yang belum tersadar. Membuka selimut yang tengah ia pakai. Lalu ia pergi menuju sumber suara itu.
"Ceklek."
Geando yang merasa penasaran dan terganggu pun mulai keluar dan mencari sumber suara itu berasal. Dirinya menutup pintu kamar dan mengecek situasi sekitar.
Tak disangka ternyata Renza, adiknya sendiri menangis sambil menggoreng telur yang ia masak. Tangisan yang masih ditahan-tahan, namun harus ia keluarkan dengan sejujurnya.
Geando sebagai kakak yang melihat sang adik menangis. Mulai menanyakan tentang hal apa yang ia tangisi saat ini. Sampai-sampai Geando terbangun dari tidurnya.
"Ren, itu elo? Kenapa lo nangis?" tanya Geando.
Renza pun memutar tubuhnya dan mulai mematikan kompor yang menyala. Tanpa disangka, dirinya berlari ke pelukan kakaknya. Sambil bercerita tentang apa yang ia tangisi.
"HEI...HEI....HEI..."
"Don't cry my brother! Kamu kenapa cerita aja sama kakak," ujar Geando sambil memeluk pelukan adiknya
"Renza rindu mama, rindu rumah! Kak."
"Hei! Bukan cuman kamu aja Ren, kakak juga rindu sama papa sama mama! Lagian kamu kan juga hubungin mama lewat pesan."
"Tapi kita juga harus bisa buktiin Ren, bahwa kita adalah anak yang dipilih dan diberi kesempatan untuk meraih masa depan kita."
"Iya kak, Ren tau! Tapi Ren cuman rindu suara dan kebahagiaan kita," Renza kesekian kalinya merengek akan hal itu. Tanpa henti ia mengeluarkan air mata tanpa henti. Terisak dengan matanya yang memerah.
"Kalau memang kamu benar-benar rindu tatapan langsung dengan mama sama papa, kita harus bisa sarjana dulu! Untuk bisa tampil dihadapan orang tua kita dengan seragam kita masing-masing," Geando membelai belaian pelukan Renza. Dengan hangat dirinya berusaha mengumpulkan niat Renza, untuk bisa melakukan dengan apa yang ia katakan.
"Iya kak."
Berbagai macam cerita berkumpul menjadi satu kesatuan. Membuat jerit tangisan mereka semakin mempererat memori kerinduan. Pelukan hangat mereka membuat kenangan keluarga terulang kembali di kehidupan mereka.
Hanya bisa mendengar dari jarak jauh. Bukan melihatnya bahkan menggengamnya. Walaupun terbalut rasa luka, akibat rasa rindu. Namun mereka masih bisa menyatukan rasa kekeluargaan.
"Yaudah coba sekarang, kamu hubungin mama. Coba kamu kirim pesan ke dia," Geando menyuruh Renza untuk membuka ponselnya. Dan menyuruhnya untuk mengirimkan pesan rindunya kepada mama.
"Gausah deh kak. Renza malu masa anak laki-laki cengeng begini. Sewaktu-waktu aja kalau ada waktu renggang. Lagian mama sama papa juga masih sibuk sama pekerjaan, soalnya setiap Renza kirim pesan bilangnya sibuk mulu." Renza menjelaskan segala uraian etikadnya dalam memgirimkan pesan kepada orang tuanya. Namun hal tersebut, yang dimaklumi oleh Geando karena urusan pekerjaan.
"Ya mungkin urusan pekerjaannya menumpuk Ren. Lagian nih ya, kamu kan tau sendiri. Papa kerja jadi polisi yang harus dinas entah berapa hari. Dan mama kerja sebagai kantoran kan? Udahlah kita maklumi saja ya." Geando tak segan-segan memeluk erat sang adik. Sambil menenangkan perasaannya kembali akan suatu kejadian yang diutarakannya.
"Kapan-kapan, kita pulang ya! Ren," Geando yang ikut menangis. Membelai batin dirinya untuk menutupi segala keterpurukannya selama ini.
"Iya kak! Semoga kita semua bisa berkumpul kembali bersama dengan kenangan kita yang dulu," Renza terisak kencang. Dirinya menangis tanpa henti dan tidak bisa menahan rasa tangisannya.
Mereka pun saling menjanjikan segala macam gelombang cerita yang mengalir. Janji yang selalu terikat dengan solidnya persaudaraan diantara mereka. Dan kini hanya doa dan harapan pulang untuk keluarga mereka.
Dan kini waktunya mereka untuk meluapkan segala apa yang mereka tangisi dengan cara berdoa dan tidur. Agar segala apa yang mereka utarakan dan yang diharapkan dapat terjadi sesuai dengan perkataan dan janji mereka.
"Doa dulu yuk, habis itu langsung tidur ya," Geando membelai sang adik. Sambil mengusap air matanya yang tengah menetes deras.
"Iya kak."
Doa dan harapan mereka katakan kepada sang kuasa. Pengabulan segala ucapan dan perkataan yang diinginkan mereka. Diselingi dengan berbagai macam doa perlindungan bagi kedua orang tua mereka.
Lelah telah mereda. Ambisi dan ego telah mengelupas isi hati mereka. Terbangun dari ranjang dan memulai sesuatu yang baru. Untuk membuktikan bahwa suatu mimpi dan harapan bisa digapai dengan usaha.
Sepasang saudara akan mengawali hari yang baru. Hari dimana mereka akan pergi ke kampus kesayangan mereka. Alarm yang telah diaktifkan berbunyi sangat kencang. Membangunkan mereka untuk berjuang hari demi hari yang akan selalu dilalui.
KRING...KRING...KRING...
"Udah pagi! Waktunya bangun."
Gorden jendela dibuka lebar-lebar. Hembusan angin membuat semangat Geando tergugah. Ia mengambil sebuah buku untuk menenangkan diri. Karena bagi Geando, obat terbaik dari kerinduan adalah membaca sebuah buku apapun itu. Karena makna dan pesan terdapat dan menyatu didalamnya.
"Buku terbaikku kali ini, semoga aku akan sembuh akan semua rasa rinduku yang terulang semalam," batin Geando.
Kini terlihat seorang adik yang sehabis menangis semalam terbangun dari tidurnya. Sampai-sampai dirinya lupa memakan telur yang ia buat semalam. Rasa luka dan kangen telah terkupas dengan perlahan.
HOAH...
"Males ke kampus, tapi kalau enggak ke kampus aku lupa kalau aku berjanji untuk membuktikan kepada kedua orang tuaku," gumam Renza.
Renza pun terbangun dan mulai tergugah dari ranjangnya. Menyiapkan berbagai macam buku yang akan ia bawa ke kampus. Beberapa tahun kemudian, Renza akan sendiri kembali. Karena Geando yang akan lulus sarjana di beberapa tahun kedepan.
"Doain yang terbaik aja deh buat abang, aku ingin kita berdua menjadi anak kebanggaan papa," batin Renza.
Lalu Renza pun mulai mengambil sebuah handuk dan mulai membersihkan diri. Untuk bergegas pergi ke kampus. Membersihkan diri adalah hal terbaik bagi dirinya untuk mengeluarkan segala pikiran dan kecemasan.
Kembali lagi kepada Geando. Yang telah membaca sebuah buku mulai bergegas membersihkan diri juga. Sebelum itu, dirinya menyiapkan berbagai macam peralatan, karena akan ada tugas kelompok yang akan diadakan hari ini.
"Mandi dulu ah, habis itu nyiapin sarapan," ujar Geando.
Beres membersihkan badan dan menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan. Mereka mulai bergegas turun dan menuju ke dapur untuk sarapan pagi.
"Ren, tumben jam segini udah bangun." tanya Geando terheran-heran.
"Gapapa, cuman lagi kepengen aja," jawab Renza.
Tatapan Renza hanya menuju kearah makanannya saja tanpa memandang wajah sang kakak. Hal tersebut sudah biasa bagi Geando yang selama ini tinggal bersama dengan adiknya. Karena kelakuan adiknya setelah teringat maupun menangis pasti akan memasang wajah cemberut.
"Renza berangkat dulu ya kak, soalnya buru-buru takut telat ngampus," ujar Renza tanpa memandang kakaknya.
REN!
"Bisa sopan sedikit enggak? Kalau misalnya kamu mau pamit sama kakak! Apakah dengan cara berpamitanmu kayak gitu pantas?" Geando menghentakkan meja. Murka meluluri dirinya. Ego panas mulai masuk ke seluruh tubuhnya. Berakar dan menyayat seisi bagian dadanya.
Renza berhimpit, "Iya deh kak maaf, Renza gak mood aja hari ini. Maafin Renza ya kak."
"Yaudah, sana berangkat."
"Oke Renza berangkat dulu ya kak, kakak hati-hati dijalan." Renza meluluhkan hatinya. Mood yang sengaja dibuat-buat. Demi melancarkan posisi dirinya, dan agar tidak terlihat onar sedikit pun.
"Yaudah sana hati-hati."
Segala macam perdebatan dan permintamaafan telah usai. Kini waktunya, Geando memakai baju kampusnya. Tak ingin dipandang jauh lebih keren kembali, Geando berpenampilan hanya menggunakan kemeja putih dengan celana jeans. Dan kini dirinya siap berangkat menuju kampus.
"Tampil biasa aja deh, lagian ngampusnya juga gak lama-lama banget." batin Geando sambil mengenakan pakaiannya.
Tampil biasa namun masih terlihat keren. Dirinya mengenakan kalung yang berbeda yaitu kalung naga putih. Dengan tas hitam yang serasi dengan apa yang ia kenakan pagi ini.
Tak lupa Geando mengunci pintu dan bergegas pergi ke kampus. Karena Geando malas menggunakan motor kesayangannya. Kini yang ia gunakan adalah motor biasa agar terkesan biasa.
"Kali ini tampil biasa aja, males keren soalnya," canda Geando.
Motor dijalankan dengan cukup cepat. Waktu yang terus berjalan dengan cepat. Angin kencang menemani disetiap perjalanan. Jarak yang cukup jauh, membuat kecepatan motor dinaikkan sedikit lagi.
Tibalah Geando di sebuah kampus terbaiknya. Kampus yang menjadi dimana, dirinya dapat meraih cita-cita dan harapan bagi kedua orang tuanya. Kampus dengan jurusan komputer, karena sebuah keinginan yang terpacu. Nama kampus yang sesuai dengan gaya dan keunikannya.
Dirinya terpampang di semester 3. Menjadikan dirinya remaja yang pintar dan berprestasi. Berbudaya dan berpekerti luhur. Walau sedikit usil, namun selalu sigap dalam menghadapi segala macam masalah.
KAMPUS NIAGA AKSA.
Para mahasiswa berbondong-bondong dan berkeliaran diseisi kampus. Di tengah-tengah keramaian Geando datang dengan outfit yang biasa namun terkesan mewah. Memarkirkan motornya di tempat parkir kampus. Dan bertemulah dirinya dengan seorang teman yang biasa ia jumpai.
"GEANDO!"
"Eh? Andra tumben lu ngampus biasanya juga kagak masuk."
"Bisa ae lu, makin keren aja lu. Motor kesayangan lu mana?"
"Males aja gue, lagian gue pengen polosan aja hari ini."
"Polosan sih polosan, tapi gaya lo gak main-main bro! Effort nya kece parah."
"Alah, udah deh yok masuk kelas. Tinggal berapa menit lagi nih."
Mereka berdua pun pergi ke kelas. Sambil membawa berbagai macam barang bawaan yang akan digunakan saat kelas. Kampus dibuka dengan luasnya halaman dan berbagai macam kelas yang berjejer dan tertata rapi. Sehingga kesan menarik semangat mahasiswa sangatlah tinggi.
Disinilah Geando bertemu dengan para teman-temannya. Semua siswa selalu tergoda dengan setiap penampilan Geando. Karena dimata mereka, dirinya adalah mahasiswa paling pintar dan juga sempurna dimata mereka. Sehingga tak heran para kaum wanita ingin memiliki pria sepertinya.
"Geando! Hai."
"Hai juga."
"Singkat amat jawab lu Do, gue jadi pengen ketawa."
"Singkat darimana? Bukannya biasanya juga gitu kalau ketemu orang?" tanya Geando sambil menghentikan jalannya.
"Iya dah, yuk lanjut jalan."
Kelas pun akan segera dimulai. Mereka berdua berlari dari lorong ke lorong. Dosen pun dalam perjalanan menuju ke kelas. Karena hari ini adalah hari praktek kelas dan tidak boleh ada yang terlambat. Geando dan Andre harus bisa menuju kelas lebih dahulu dibandingkan dosen kelas.
"Tak."
"Tak."
"Tak."
"Waduh! Dosennya udah masuk, gimana nih?"
"Elu sih, kebanyakan drama jadi terlambat kan kita! Mana dosen kita Pak Arman lagi, bisa habis kita dihukum dia."
Andra memberi saran, "Yaudah deh pasrah aja, lagian cuman telat beberapa detik."
"Oke anak-anak mari kita mulai praktek kita, mohon disiapkan peralatan yang telah saya tulis minggu lalu," ujar Pak Arman menjelaskan.
"Baik Pak," jawab mahasol.
"Permisi pak, maaf kami telat." Geando dan Andra menunduk. Rasa bersalah dan menyerah. Hukuman sudah pasti berada diatas kepala dan pikiran mereka.
"Kebiasaan pasti, tumben juga nih Geando telat. Sudah kalian push up saja 20 kali."
"Baik pak."
HAHAHAHA...
Selesai melaksanakan hukuman yang diberikan dosen. Mereka pun duduk dan memulai praktek kelas. Dan menunggu hingga praktek yang diadakan telah usai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!