Angin landai menggebu menerpa pepohonan, beriringan dengan alunan kicauan burung di pagi hari. Semesta yang luas terhampar di hadapan mata seorang gadis berdarah Jawa dan Russia yang tengah berjalan setapak demi setapak menyusuri gunung Himalaya. Tas ransel yang ia gendong penuh dan berat, membuat langkahnya berat tak sanggup berjalan lagi.
"Abi, Gavi...Tungguin gue dong! Bawaan gue banyak banget nih, gak peka banget lo berdua jadi cowok!"
Gadis itu menggerutu sembari memanggil kedua temannya yang terlihat sudah cukup jauh meninggalkannya.
"Aduh Mil, gue kan udah bilang berkali kali, kalau kita gak bakal mendaki sampe ke atas puncak, cuma sampe bukit di depan itu aja. Lo si ngeyel bawa banyak bawaan gini jadi kan berat!!"
Abi berucap dengan kesal seraya berjalan turun menghampiri Milo yang sudah tak berdaya. Dibalik kekesalan lelaki tersebut, jauh di dalam lubuk hati nya yang paling dalam terselip rasa khawatir gadis yang tengah duduk itu terlalu kelelahan.
"Dih, gue bawa banyak barang gini juga isinya makanan buat kalian." sahut Milo seraya memutar bola mata dengan kesal.
Ketiga sahabat tersebut yaitu Miloin Van de Boran atau sering dipanggil Milo, Abimana Aryatama atau Abi dan Gavi Martadinata atau Gavi sudah saling mengenal sejak bangku SMP, mereka bertiga membuat sebuah janji saat mereka menyelesaikan kuliah akan pergi mendaki dan menghabiskan waktu bersama sama.
Dan kini mereka mewujudkannya, sekaligus bertepatan dengan perayaan hari persahabatan mereka yang ke 10 tahun.
"Ngomong ngomong Gavi mana? Masa dia ninggalin kita?" Milo menelisik pandangannya pada jalur atas, berusaha mencari keberadaan sosok Gavi.
"Ahh paling Gavi lagi duduk diatas nungguin kita. Udah belum istirahatnya? Ayo buruan bangun kita lanjutin." sahut Abi sembari mengulurkan tangannya pada Milo.
"Gila lo ya bi, gue duduk belum sampe semenit nih. Bisa gak sih sabar dikit, lagian bukit nya juga gak bakal lari kemana mana!" Milo berdecak kesal.
Gadis yang baru saja hendak duduk itu menghentikan gerakannya, menatap kesal terhadap Abi yang tengah berkacak pinggang memandangi nya sedari tadi.
"Ye bawel Lo, yaudah gue juga istirahat deh" tutur Abi seraya ikut duduk di samping Milo.
Milo dan Abi tenggelam dalam lamunan masing masing sembari merasakan terpaan angin sepoi sepoi yang menyapa tubuh penuh keringat mereka.
Pemandangan yang memanjakan mata membuat Abi menatap sekelilingnya dengan terkesima. Lelah hanyalah lelah, sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Hingga tatapan Abi berhenti pada Milo.
Gadis itu tengah menyeruput sebotol air dari akua yang ia keluarkan sedari tadi. Leher jenjangnya yang berkeringat terkena pantulan cahaya matahari terlihat sangat putih dan berkilauan. Abi tersenyum tipis seraya menatap Milo, betapa indahnya ciptaan tuhan.
Posisi Abi dan Milo saat ini duduk diatas sebuah batu petunjuk arah bagi para pendaki, dimana dibelakang mereka adalah hutan yang rimbun dengan pohon Pinus, sedangkan pemandangan di depan mereka adalah lembah dalam yang menghampar kan pemandangan kota sejauh mata memandang. Udara saat itu benar benar sejuk sekalipun tengah hari dan matahari bersinar terik.
Lagi lagi Abi hanya bisa berdecak kagum. Tuhan sangat memberkatinya dengan bisa merasakan dan melihat segala bentuk ciptaannya yang luar biasa indah.
......................
Tak terasa sekitar 10 lebih menit Abi dan Milo duduk beristirahat. Tiba tiba terdengar suara seseorang memanggil mereka dari atas.
"Abi, Milo kalian lagi ngapain? Ayo buruan kesini!" Rupanya itu adalah Gavi, ia berteriak dari atas sembari melambai lambaikan tangan.
Milo dan Abi terperanjat kaget, mereka terlalu santai menikmati alam hingga melupakan Gavi yang sendirian ntah sudah sampai mana.
"O-oke vi, tungguin Gue" Sahut Milo. Ia langsung berdiri semangat saat menyadari Gavi sudah menunggunya diatas.
"Lah lah woii mil, tungguin gue! Berat nih bawaan Lo, minimal bawain tas gue kek yang satunya." Abi berteriak memanggil Milo yang hampir menjauh, ia menyodorkan tas ranselnya yang terasa lebih ringan kepada Milo.
"Huftt, yaudah sini gue bawa." Milo berdecak kesal.
Namun gadis itu tetap berjalan kembali dan menghampiri Abi. Bagaimanapun ia juga tetap tidak tega melihat Abi membawa semua barang barang itu seorang diri.
Kini, Abi dan Milo pun kembali melanjutkan perjalanan bersama sama.
Setibanya di depan Gavi, Abi dan Milo beristirahat sejenak untuk Menghela nafas panjang. Mereka tiba di atas bukit yang tingginya seperempat dari gunung Himalaya. Menyuguhkan hamparan kota yang samar samar tertutup kabut dan awan.
Ketiganya berdiri di sebuah dataran yang cukup luas, muat untuk mendirikan beberapa tenda. Di belakang mereka adalah jalur pendakian hutan yang biasa di lewati untuk sampai ke puncak.
Milo dan Abi membentang tangan seraya tersenyum lebar merasakan terpaan angin menyapa tubuh lelah mereka. Namun lain hal dengan Gavi, tatapannya malah terfokus pada suatu objek bercahaya di sisi kanan tempat mereka berdiri.
"Cahaya apaan tuh, kayaknya terang banget." tutur Gavi sembari menunjuk kearah semak semak di sebelah kanan mereka berdiri.
Gavi pun berjalan menghampiri objek tersebut di ikuti Milo dan Abi yang juga sama sama penasaran.
Mereka ragu untuk menyingkap semak semak tersebut, takutnya hewan buas atau babi hutan yang muncul kan bisa berbahaya.
Namun karena penasaran, Gavi dengan berani menyingkap semak belukar tersebut. Betapa kagetnya mereka menemukan sebuah telaga dengan air yang sangat jernih hingga dasarnya dapat terlihat jelas.
Rupanya cahaya terang yang mereka lihat adalah pantulan cahaya matahari dari telaga biru tersebut.
Pemandangan tepat di hadapan mata ini benar benar membuat Gavi dan Milo terkesima, Milo menyentuh air telaga yang terasa segar.
Namun Abi merasakan ada sesuatu yang janggal dari danau tersebut. Tempat yang curam seperti itu sepertinya mustahil bisa ada danau atau genangan air yang bertahan lama.
Abi menelisik isi peta daerah tersebut dimana ia tidak menemukan adanya tanda telaga atau danau di daerah itu.
"Ehh kayanya ada yang aneh deh ini k-"
"MILO!"
Belum sempat Abi selesai bicara ia terperanjat kaget melihat Milo yang terpeleset dan hampir jatuh kedalam danau.
Untungnya Gavi segera menangkap lengan Milo.
Namun belum sempat menariknya, Gavi merasakan kakinya seperti dililit sesuatu yang terus berjalan hingga ke paha.
Saat ia mendelik rupanya itu adalah seekor ular. Kaget bukan kepalang sontak Gavi kehilangan keseimbangan dan jatuh kedalam telaga bersama dengan Milo.
Abi yang menyadari hal itu segera menghampiri mereka.
"MILO, GAVI KALIAN GAKPAPA KAN?"
Paniknya Abi sudah bukan main main lagi saat menyadari kedua temannya itu tidak segera muncul kepermukaan, padahal air telaga tampak sangat bening sampai dapat terlihat bagian dasarnya. Ntah mengapa abi tidak dapat melihat bayang bayang Gavi dan Milo sama sekali didalam telaga.
Tanpa pikir panjang segera Abi masuk kedalam telaga sampai lupa melepas tas ransel yang dia kenakan dan hanya meninggalkan handphone serta peta yang ia pegang sedari tadi di tepi telaga.
Tanpa mereka sadari, seorang pria berpakaian jas serba hitam dengan wajah tertutup topeng rubah tiba tiba muncul dipinggir telaga.
Pria itu mengayunkan tangannya dua kali dan berkomat Kamit seperti membacakan sebuah mantra.
"Brushh..."
Tiba tiba dalam sekejap mata danau tersebut hilang ntah kemana bagaikan ditelan bumi.
......................
"Hftttt....Lo gakpapa kan mil?" tutur Gavi terengah engah, hampir saja ia kehabisan nafas didalam air.
"Iya gue gakpapa" sahut Milo.
Mata Gavi dan Milo membulat sempurna saat menelisik lingkungan sekitar yang gelap. Mereka menyadari bahwa lingkungan disekitar mereka bukan lagi rimbunan hutan pohon Pinus, tetapi sebuah telaga di dalam gua yang gelap hanya bercahaya kan kunang kunang dan beberapa cahaya bulan yang menembus bebatuan diatas mereka.
Sejenak mereka bertatapan heran dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
"grbassss..."
"Woi apaan tuh." Milo yang kaget sontak memeluk Gavi.
Terdengar sesuatu keluar dari dalam air dan berenang mendekat kearah Milo dan Gavi.
"Huftt....Lo berdua gapapa kan?" Ucap Abi yang tiba tiba muncul dari bawah air.
"Iya kita gakpapa, Bi." sahut Gavi.
Tatapan Abi kini sama seperti tatapan Milo dan Gavi saat mengamati sekitaran yang berubah menjadi gelap dan berada di dalam gua.
"Airnya dingin, Ayo kita ketepian dulu." Ucapan gavi memecah keheningan.
Ketiganya berpegangan dan berenang dengan pencahayaan seadanya ke tepi telaga. berusaha naik untuk sekedar duduk dan menghangatkan diri dari basah air yang dingin.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Milo bertutur dengan bibir bergetar.
Abi dan Gavi saling bertatapan, berusaha menerawang kejadian sebelumnya.
"Gue nyebur buat nolongin Lo berdua. perasaan gue nyelam lurus terus ke bawah dan tiba tiba datang cahaya putih. Gue kaget berusaha balik lagi ke atas, remang remang gue liat kaki kalian dan akhirnya....kita ketemu." Ujar Abi
"Gue juga sama, liat cahaya putih!" Sahut Gavi.
Milo mengangguk, mengisyaratkan bahwa ia juga mengalami hal yang sama.
Ketiganya kembali larut dalam lamunan masing masing, Memikirkan kejanggalan dari kejadian yang baru saja terjadi, apakah nyata atau hanya halusinasi belaka.
Milo berusaha menghidupkan ponselnya namun mati karena kemasukan air, begitu pula dengan ponsel Gavi. Sementara Abi, ia baru ingat menjatuhkan ponselnya sebelumnya masuk kedalam air.
Abi malah mendelik jam di tangannya yang masih hidup dan menunjukkan pukul 20.30 padahal ia ingat betul saat sebelum jatuh kedalam telaga kondisinya masih tengah hari sekitar pukul 13.00.
"Ini pasti ada yang gak beres. gak mungkin tiba tiba jam segini." Spontan Abi mengungkapkan isi pikirannya.
"Hmm, kita coba masuk lagi aja kedalam air." ucap Gavi.
Abi dan Milo mengangguki ucapan Gavi.
Ketiganya kembali melompat masuk kedalam telaga, melakukan cara yang sama seperti sebelumnya. Berharap mereka bisa menemukan jalan keluar dari tempat tersebut.
Namun hasilnya nihil, Tak ada apapun yang bisa ditemukan oleh mereka.
Yang bisa mereka lakukan saat ini hanya berusaha bertahan hidup di tepian telaga seraya memikirkan jalan keluar dari permasalahan mereka yang janggal ini.
Suasana mulai hening, yang riuh hanyalah isi otak mereka memikirkan nasib hidup kedepannya akan seperti apa bila tak menemukan jalan keluar.
Sejujurnya jika mereka fokus dan mengamati pemandangan sekitar mungkin mereka akan bergetar takjub denga.n keindahan gua tersebut
Layaknya dalam dunia dongeng, dinding gua itu di rambati oleh tanaman yang hidup menjalar. Ada banyak bunga yang bermekaran menghiasi seluruh dinding gua.
Batu koral berwarna putih dan abu abu memenuhi pijakan tanah dipinggir telaga, ditambah air telaga berwarna biru kehijauan menyala sempurna terkena sinar rembulan dari celah bebatuan. Hanya pantulan sinar itulah yang menjadi cahaya penerangan dalam gua.
"Gue gak mau mati konyol ditempat kaya gini, gue masih belum nikah, belum punya pacar, belum ke Korea nemuin oppa oppa gue...gak, gak bisa gue harus keluar dari sini." Tutur Milo dengan mata berkaca kaca sembari membanting ranting yang ia pegang sedari tadi.
"Tenang mil, dalam keadaan kaya gini kita harus gunain logika dulu. Gue juga masih mau hidup kali, yakin aja kita bisa keluar dengan selamat dari sini." Sahut Abi dengan sorot mata penuh harapan.
Abi terus mengutak Atik tas ranselnya berharap menemukan sesuatu yang dapat membantu mereka.
"Ehh gue nemuin jalan keluar, ayo cepet beresin barang barang ini" teriak Gavi dari arah belakang sembari berlari menghampiri Abi dan Milo.
Mata Abi dan Milo kembali berbinar menandakan kesempatan untuk bertahan hidup akhirnya ditemukan. Dengan semangat mereka segera mengemasi barang barang dan bergegas mengikuti Gavi menuju kedalam sebuah lorong kecil yang sempit dan licin.
Sepanjang perjalanan menelusuri gua yang cukup panjang tersebut, mereka hanya bergantung pada lampu elektrik yang dibawa Abi sebagai sumber pencahayaan karena lampu elektrik yang dibawa Gavi sebelumnya sudah kehabisan baterai.
Bau lumut dan tanah basah menemani sepanjang perjalanan mereka menyusuri lorong gua tersebut.
10 menit berjalan lurus akhirnya mereka menemukan sebuah cahaya yang nampak terang di depan sana. Dengan penuh semangat mereka berlari menghampiri titik cahaya.
Kaget bukan main saat mereka sampai di titik cahaya yang rupanya jalan keluar dari gua tersebut menunjukkan letak gua yang berada didalam hutan rimbun. Mereka sedikit khawatir karena tak terlihat adanya tanda tanda kehidupan sama sekali.
"Menurut gue kita bermalam disini aja dulu nunggu besok pagi, Kalau kita maksa jalan sekarang juga percuma udah gelap. Takutnya malah makin nyasar atau ketemu hewan buas. Orang orang disini juga mungkin udah pada tidur" ujar Milo.
"Ya udah sini ransel Lo, gue mau bangun tenda. Bi, lo nyari kayu bakar. Mil, Lo bantuin gue." Gavi berucap layaknya seorang pemimpin.
Memang ketiga sahabat ini benar benar perpaduan yang lengkap. Gavi adalah sosok laki laki berbadan tegap, tinggi, dan berwajah tampan diimbangi sikap nya yang selalu tegas dalam mengambil keputusan benar benar sosok laki laki sempurna Dimata Milo.
Milo sendiri adalah gadis cantik dengan tubuh bak gitar spanyol, sikapnya yang tenang juga selalu menjadi penengah yang baik antara Gavi dan Abi.
Sementara Abi adalah laki laki tampan yang jenius, tubuhnya juga sempurna dengan sorot mata berwarna abu abu, kadang kejeniusan nya juga sudah seringkali membantu mereka memecahkan suatu masalah.
Malam itu suasana kembali hening, abi dan Gavi merebahkan tubuh diluar tenda beralaskan jaket tebal yang mereka gunakan untuk mendaki sebelumnya, meskipun agak sedikit basah karena belum kering sepenuhnya. Sedangkan Milo tidur didalam tenda bersama tas ransel milik Gavi dan Abi.
Menyadari Gavi belum tertidur, Abi tiba tiba berbalik menghadap Gavi.
"Vi, menurut Lo gue harus gimana sekarang? Perasaan gue buat Milo gak bisa di sembunyiin lagi. Ditambah kita yang terjebak di antah berantah kaya gini dengan bayang bayang besok masih bisa hidup apa ngga, gue jadi kepikiran terus" Abi memulai pembicaraan
"Hmm terserah Lo aja. Kita lagi kejebak di keadaan darurat gini masih sempet mikirin perasaan. Emang kalau Lo ungkapin, Lo yakin dia mau nerima lo? Gimana kalo nanti dia nolak? Hubungan Lo bakal canggung, cinta ga dapet, sahabat juga ilang. Mending kita berusaha bertahan dulu, kalo masa depan kita udah jelas hidup matinya baru lo ungkapin" Gavi berucap dengan bijak.
Mendengar saran dari Gavi sepertinya Abi mendapatkan sedikit pencerahan dan berusaha kembali menahan perasaannya.
Mereka berdua hanya bisa menatap gemerlap bintang diatas langit dan merasakan cahaya bulan yang menyapa tubuh di keheningan malam. Akhirnya mereka pun terlelap dalam sekejap, Mungkin karena perjalanan mereka kali ini benar benar melelahkan dan jauh diluar ekspektasi.
Tak terbayangkan sama sekali mereka akan menghabiskan waktu perayaan hari jadi persahabatan yang ke 10 tahun dalam keadaan seperti ini
......................
Gavi terbangun saat mentari sudah berada tepat diatas kepalanya, ia menyadari sosok Abi sudah tidak ada disampingnya.
Gavi menuju ketenda dan membukanya berniat menanyakan keberadaan Abi.
Gavi malah dibuat kaget, Matanya membulat sempurna saat melihat Milo yang sedang berganti pakaian menunjukkan dada dan perutnya yang putih mulus terpampang jelas didepan wajah Gavi.
"WOI STRES LO YA MIL? kalo mau ganti baju tu tenda di tutup! Itu ada resleting fungsinya apa?" ucap Gavi sambil menutup kembali tenda dengan kesal bercampur kaget.
"Loh kok nyalahin gue, harusnya lo sadar dong masuk kedalam tenda cewe minimal nanya dulu! Bilang aja lo mau nyari kesempatan dalam kesempitan... hahaha" ejek Milo dari dalam tenda.
"Dih gak nafsu gue.." gerutu Gavi.
Tak lama Gavi melihat Abi dari kejauhan sedang berjalan bersama seorang pemuda yang terlihat seumuran dengan mereka namun menggunakan pakaian yang aneh.
Jika diamati, pakaian pemuda tersebut benar benar terlihat kuno. Warnanya coklat seperti kemeja namun tanpa jahitan yang rapi. Bawahan diatas lutut yang nampak seperti rok dikepalanya terpasang sebuah bulu cendrawasih yang diikat dengan dedaunan, mirip seperti mahkota.
"Paulo kenalin, ini temanku namanya Gavi. Gavi kenalin ini Paulo, orang yang aku temuin saat tadi mau mandi di sungai" ucap Abi seraya saling memperkenalkan Gavi dengan pemuda bernama Paulo tersebut.
Dilain sisi Gavi malah terkekeh mendengar bahasa yang digunakan Abi menjadi sangat formal.
"Hahaha...gaya ngomong Lo kenapa bi, kaya mau rapat sama Presiden aja Lo."
Abi memutar bola matanya dengan kesal seraya berucap "Paulo berkata bahwa orang orang didesanya berbahasa formal, dan belum mengerti bahasa gaul yang biasa kita gunakan. Jadi aku juga terpaksa."
"Ohh gitu." sahut Gavi yang masih berusaha menahan tawa kecil nya.
Milo yang mendengar suasana sedikit ramai pun keluar dari tenda dan nampak sedikit kebingungan melihat Paulo.
"Mil kenalin ini Paulo, Paulo itu milo temanku juga." Lagi, Abi memperkenalkan Paulo.
"H-hallo gue Milo, Lo darimana?" Ucap Milo dengan ragu.
"Paulo dari desa sini, aku bertemu dengannya saat akan mandi. Lalu aku membawanya kesini berharap dia bisa memberikan petunjuk arah pada kita. Dan satu lagi, dia gak ngerti bahasa gaul, jadi harus menggunakan bahasa yang formal." ucap Abi saat melihat Paulo hanya diam saja.
"Ohh gitu, oke. Salam kenal ya, Paulo" tutur Milo seraya tersenyum tipis.
Ucapan tersebut disanggah dengan senyuman manis dari wajah Paulo yang nampak terpesona dengan kecantikan Milo.
Paulo sendiri adalah sosok laki laki berkulit kuning Langsat eksotik seperti kebanyakan orang Indonesia saat ini pada umumnya. Tingginya sekitar 175cm dengan tubuh berotot penuh, rambut pendek hitam dan tebal, mata berwarna hitam pekat, alis tegas dan tebal disertai bentuk bibir oval
"Aku akan membawa kalian kedesa ku, tidak jauh dari sini mungkin hanya beberapa menit saja dengan berjalan kaki. Nanti disana kalian bisa menjelaskan pada ketua suku apa yang sebenarnya terjadi."
Suara berat Paulo terdengar seperti perintah tegas, membuat ketiga sahabat itu langsung patuh dan segera mengemasi barang barang mereka.
Lama berjalan menyusuri jalan setapak yang diarahkan Paulo, mereka dibuat terpesona oleh keindahan didepan mata yang nampak benar benar seperti di negri dongeng.
Sepanjang jalan, disebelah kiri mereka adalah sebuah sungai yang mengalir deras dengan air nampak bersih dan bening. Disebelah kanan adalah hutan pinus yang masih asri belum tercemar polusi apapun.
Ditambah suasana langit pagi yang cerah dan kicauan beberapa burung cendrawasih membuat mereka kehabisan kata kata untuk mengungkapkan betapa indahnya pemandangan saat itu.
Dari kejauhan mereka melihat sebuah jembatan kayu diatas sungai. Diseberang jembatan tersebut nampak seperti ada banyak rumah panggung sederhana yang terbuat dari kayu jati dan rumput rumput kering sebagai atapnya.
Setelah menyebrangi jembatan, Mereka masuk kedalam desa yang cukup ramai dengan kegiatan masing masing. Para warga tampak memperhatikan ketiga sahabat tersebut dengan tatapan mata yang aneh, menelisik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mungkin karena gaya pakaian yang mereka gunakan berbeda dengan warga di sini.
Setelah menyusuri desa akhirnya mereka berempat sampai dirumah terbesar di desa. Rupanya rumah panggung tersebut merupakan rumah dari ketua suku.
"Permisi Tuan." ucap Paulo.
Tak lama seorang laki laki berbadan besar nan gagah keluar dari dalam rumah. Gaya pakaian nya sama seperti Paulo, hanya ditambahkan sebuah rompi dari kulit singa, dan headband dengan bulu elang berjejer diatas kepalanya.
Sontak saat laki laki itu keluar, Paulo duduk bersimpuh menatap lantai, kedua tangannya bersilang menyentuh pundak dan membungkuk seolah memberikan hormat.
Melihat tindakan Paulo, tentunya Gavi, Milo dan Abi segera mengikutinya. Mungkin inilah tradisi yang harus mereka ikuti di desa tersebut.
"Bangunlah Paulo, siapa mereka?" Ucap laki laki itu.
"Tuan, mereka adalah orang yang tersesat di dalam hutan, aku datang kesini membawa mereka supaya ketua bisa memberikan mereka petunjuk." ujar Paulo.
"Baiklah bawa mereka masuk!" perintah ketua suku.
Gavi, Milo dan Abi duduk disebuah kursi yang terbuat dari kayu jati beralaskan kulit harimau. Mereka sedikit takut dengan desain rumah tersebut yang terlihat benar benar kuno, ditambah banyak kepala hewan buas yang menjadi pajangan menambah kesan horor rumah tersebut.
"Baiklah, jelaskan padaku darimana kalian berasal dan apa yang membuat kalian bisa tersesat sampai kesini?" Ucap ketua suku.
Gavi memberanikan diri menceritakan semua kejadian dari mulai diatas puncak bukit sampai mereka bertemu dengan Paulo
...----------------...
Cerita Gavi terpotong saat dia menyebutkan tahun mereka merayakan hari jadi persahabatan yang kesepuluh, yaitu tahun 2023.
".... Sebentar. Apa maksudmu tahun 2023? Kita saat ini berada di tahun ke-500, masa kepemimpinan dinasti Hylva." ketua suku berucap seraya mengeriyatkan dahi.
Ketiga sahabat itu termangu, saling bertatapan dengan heran. Apakah mungkin mereka mengalami perjalanan waktu dan kembali ke 1.500 tahun yang lalu.
"Jangan main main dengan ku. Apalagi kalian saat ini sedang berada di dalam rumah ketua Suku Asmat, namaku Huda" imbuhnya
Huda merasa cerita Gavi tidak masuk akal. Pikirnya bisa saja ketiga orang dihadapannya itu bukanlah orang baik baik.
"Tidak tuan, kami tidak main main. Sepertinya kami memang berasal dari masa depan." Ujar Gavi dengan ragu.
"Seingat ku, dinasti Hylva memang ada dalam sejarah peradaban Nusantara. Dan dinasti itu memang hidup setengah abad yang lalu. Namun hanya berdiri selama 200 tahun, setelah itu dinasti Hylva runtuh akibat perang saudara." Abi berusaha mengingat pembelajaran sejarah saat di bangku kuliah.
"Siapa yang memimpin kerajaan Hylva sekarang tuan?" imbuh Abi.
"Raja Candrayana II. Beliau baru naik tahta 2 tahun lalu setelah raja Candrayana I pendiri dinasti Hylva wafat" sahut ketua suku.
"Apaa? Sial." Abi berdecak kesal. membuat Gavi dan Milo semakin resah.
"Jika benar kalian berasal dari masa depan. Beritahu aku siapa yang akan menjadi raja selanjutnya!" Huda terlihat sangat penasaran.
"Hmm itu pelajaran sudah lama, aku sedikit lupa." sahut Abi seraya memutar bola mata dengan gugup. seolah Abi berbohong dan menyembunyikan sesuatu.
Huda hanya terdiam mendengar jawaban yang diberikan Abi. Sementara Gavi dan Milo saling bertatapan seraya menghela nafas panjang.
Ditengah kebingungan itu ketua suku meminta mereka beristirahat dikamar tamu terlebih dahulu. Namun kamarnya hanya ada satu sehingga mereka bertiga terpaksa tidur satu kamar.
Saat Gavi dan Milo membereskan barang barang mereka dikamar, Abi yang haus dan lapar berinisiatif mencari minuman dan makanan di dapur.
Telinga Abi menajam saat hendak melewati sebuah ruangan dimana ia tak sengaja mendengar percakapan ketua suku dan Paulo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!