"Johni..Johni!" teriak Seorang wanita muda yang cantik dan berpakaian seksi itu pada seorang pria bertopi dan memakai celana jeans belel itu.
Pria itu tampak tidak memperdulikan teriakan wanita muda itu.
"Johni,sialan kamu, Johni!" teriaknya lagi dengan penuh emosi kepada pria itu.
Lalu plakkkkk lemparan maut sepatu hak tinggi wanita itu tepat mengenai kepala pria bertopi itu yang memaksanya untuk berhenti berjalan.
Pria yang dipanggilnya Johni itu hanya meringis sambil memegangi kepalanya yang terasa agak memar.
"Ah , dasar wanita murahan selalu saja mengejar-ngejar diriku,bahkan ditengah keramaian seperti ini, memalukan." gumamnya.
"Johni, tunggu aku!" teriak Wanita itu mendekati Johni sambil berjalan berjinjit.
"Nih, ambil sepatumu!" Jawab Johni ketus kepada wanita muda itu. Lalu berjalan lagi kearah motor tua warisan bapaknya itu.
"Johniiiii !" Kali ini teriakan Wanita muda itu sangat kencang sehingga membuat orang yang sedang duduk menikmati minuman di senja itu menatapnya.
Wanita muda yang berjerit histeris itu lantas mengejar Johni.
Saat itu Johni sudah menaiki motor besar tua warisan bapaknya itu dan mencoba menghidupkannya.
jreennggg...jreng..jrenng, suara besar knalpotnya terdengar nyaring ditengah keramaian itu
Wanita itu merasa sangat frustrasi lalu berteriak, " Johni, aku akan bunuh diri, kalau kamu pergi meninggalkan aku..hik.hikk..hik," sambil mengambil pistol yang ada dalam tasnya itu.
lalu dorrrr Dia menembakkan pistol itu kearah atas untuk menarik perhatian si Johni.
"Lihatlah, Johni. Aku tidak main-main. Aku mencintaimu, Johni, " katanya sambil sesenggukan meneteskan airmatanya dan duduk di trotoar pusat keramaian itu.
Johni yang mendengar suara letusan itu segera mematikan mesin motor tuanya itu lalu berlari kearah wanita muda itu dan mendekatinya.
" Hei, jangan bodoh kamu, Anita. Masih banyak pria baik baik yang akan mencintaimu tapi itu bukanlah aku. Aku ini orang yang brengsek tidak cocok untukmu." ucap Johni.
"Mari kuantar kamu pulang nanti kita dikejar keamanan pusat perbelanjaan disini, kalau tidak segera pergi gara gara ulahmu itu." ucapnya lagi.
lalu Johni menarik tangan Wanita muda yang bernama Anita itu dengan rasa enggan.
"Tapi berjanjilah dulu, Johni!" kata Anita.
"Berjanji apa, Anita? Sudahlah kamu tidak usah banyak bicara lagi. Coba lihatlah dua orang berseragam itu sedang berjalan kesini, mereka pasti akan menangkapmu karena membawa senjata api itu, Cepatlah naik ke motorku!" perintah Johni.
Anita yang memang ingin bersama Johni merasa ada kesempatan untuk berduaan dengan pria maskulin itu.
"Mmm..mmmm." Anita pura-pura bingung.
"Ayo, cepat!" desak johni yang melihat pria itu berlari kearah mereka.
"Ah, gara gara wanita ini aku menjadi repot dan panik seperti ini, sial!" gerutu Johni.
jrenggg....jrenggg...jrenggg motor tua Johni mulai berjalan dengan cepat keluar dari areal parkiran menuju jalan raya yang sedang ramai- ramainya itu.
Sebaliknya dengan Anita dia sangat menikmati situasi itu dengan memeluk erat tubuh wangi Johni yang kekar itu.
Hati Anita merasa tenang dan bahagia walaupun hanya untuk sesaat.
Hati Johni sungguh tidak tenang saat memboncengkan Anita itu karena Anita membawa senjata yang bisa membuat mereka tertangkap dan terpenjara, si Johni paling malas kalau berhubungan dengan aparat, karena dia juga memiliki pistol yang tidak berizin.
Wah, jadi panjang nanti urusannya kalau tertangkap aku harus segera menurunkan wanita ini pikir johni.
Disepanjang jalan itu dia terus memikirkan darimana si Nita ini mendapatkan pistol itu wah psikopat juga dia ini pikirnya. Johni sebenarnya baru mengenal wanita itu semalam tadi itupun dikenalkan oleh salah satu rekannya yang juga pemburu harta karun saat mereka sedang berkumpul minum kopi di kafe semalam tadi. Dan dia tidak menyangka bakal ada kejadian seperti ini.
Setelah beberapa kali melewati lampu lalu lintas di jalan raya itu, terpaksa Johni menghentikan laju motornya di sebuah pom bensin karena si tua itu sudah hampir kekeringan isi tangkinya.
" Kita isi bensin dulu" ujar Johni.
"Setelah itu kita makan di sana perutku sudah terasa lapar" ucap Jhoni sambil menunjuk rumah makan padang yang bersebrangan dengan pom bensin itu.
Setelah bensin si tua itu terisi penuh. Mereka pun menuju rumah makan itu.
Dan Johni pun memarkirkan motornya didekat pintu rumah makan itu agar dia masih bisa melihatnya saat mereka makan nanti.
Mereka lalu masuk ke rumah makan padang itu, kebetulan rumah makan itu sedang tidak terlalu ramai jadi dengan leluasa mereka memilih tempat duduk yang enak sambil menikmati alunan musik dangdut yang berasal dari salon speker butut rumah makan itu. Tampaknya pemilik rumah makan yang sedang duduk di meja kasir itu sangat menikmati musik yang dibunyikannya dengan keras itu.
"Kita duduk disana saja, Anita" ujar Johni sambil menunjuk salah satu meja di dekat jendela.
Lalu Johni memanggil pelayan rumah makan itu " Mas, aku pesan ayam bakar satu, kamu mau makan apa Anita? " tanya Johni sambil menoleh kepada Anita.
"Sama" jawabnya malu malu.
Suasana masih canggung diantara mereka karena kejadian di pusat perbelanjaan tadi. Sambil mengunyah paha ayam bakar itu.
Johni yang merasa penasaran itu lalu bertanya kepada Anita,
"Dapat darimana kamu pistol itu, Nita? tolong serahkan padaku pistol itu Nita itu berbahaya!".
Tapi sebentar jangan jangan itu pistol kepunyaanku sendiri pikirnya dalam hati, sambil merogoh kantong sebelah dalam dari jaketnya dan memang pistolnya sudah tidak ada.
Tidak salah lagi ternyata pistol itu memang miliknya sendiri,
Lalu Johni berkata dengan sedikit marah kepada Nita, " Brengsek kamu ,Nita kembalikan padaku pistol itu !"
Anita hanya diam tidak menjawab pertanyaan Johni itu. Dia hanya terus menghabiskan sisa nasi yang tinggal sedikit dipiringnya itu.
"Hemm, sudahlah kalau kamu memang tidak mau mengembalikan pistol itu ya tanggung sendiri akibatnya," ucapJhoni.
Mereka pun menjadi terdiam hanya musik dangdut itu saja yang terdengar menghibur mereka.
"Nita sekali ini saja tolong dengarkan aku, tatap aku Nita!" Bentak jhoni dengan keras.
Nita masih diam seribu bahasa. Yang membuat Johni menjadi sangat kesal.
" Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai disini. Aku belum bisa menjalin hubungan dan terikat dengan wanita manapun saat ini.
"Semalam itu hanya nafsu Nita bukanlah cinta." kata Johni pelan tapi tegas.
Anita hanya menunduk dan diam, tidak bisa berkata apa apa untuk mejawab Johni, perasaannya menjadi sangat kacau balau.
Lalu suasana diantara merekapun menjadi lebih canggung dari pada yang sebelumnya.
Johni lalu berbicara lagi," Masih banyak pria yang lebih baik dariku. Pulanglah, cinta kita hanya untuk sesaat saja bukankah itu memang sudah pekerjaanmu sebagai gadis freelance Nita."
Anita hanya terdiam menunduk sambil meneteskan air matanya.
" Selamat tinggal, Anita," ucap Johni lalu bangkit berdiri dan membayar makanan ke Kasir gendut itu dan pergi menaiki motor tuanya itu entah kemana..
"Sudahlah, Mas! Aku sudah capek denganmu! Akui sajalah siapa wanita itu! hiks.hiks.hiks.," teriakkan histeris dan tangis wanita terdengar dari dalam handphone Johni.
Lalu braakkk! kembali terdengar suara keras dari dalam handphone Johni yang habis bercakap cakap dengan Randi yang menjadi salah satu koleganya dan juga sahabat baiknya itu dalam bisnis perburuan harta karun yang mereka kerjakan.
Randi adalah seorang kolektor lukisan yang kaya raya.
Mmmm, sepertinya Randi terlupa mematikan handphonenya pikir Jhoni sambil meminum kopi yang sudah dingin itu.
Lalu Jhoni pun menutup saluran handphonenya.
" Ah, pusing amat, itu urusan mereka ngapain aku mikirinnya," gumamnya.
Lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa empuknya itu sambil mengelus kepalanya yang masih saja terasa sakit karena terkena lemparan sepatu Anita dua hari yang lalu itu.
"Tapi kupikir-pikir aneh juga dengan si Randi ini. Kurangnya apa dengan istrinya itu. Cantik iya,bohai iya ,pintar pula, ah, bodohnya Randi itu masih saja selingkuh," gumam Jhoni sambil meminum kembali kopi dingin itu.
"Memang susah kalau sudah beristri mendingan seperti aku sekarang, bebas, he..he..he," gumamnya lagi sambil tersenyum sendiri.
Ah, mandi dulu deh terus manasin mobil aku kan ada janji sama Randi tadi pikir Johni.
"Semoga saja pelelangan lukisan itu berjalan lancar nanti," gumam Johni sambil berjalan menuju kamar mandinya.
Setelah Jhoni rapi berpakaian segera dia mengambil kunci mobilnya, dan memanasinya tiba tiba handphone yang ada di genggamannya berdering ini pasti Randi pikirnya.
"Uff ,Sudah tidak sabar lagi kayaknya mau pergi ke pelelangan itu si Randi ini," gumamnya.
"Halo Ran, halo," ujar Johni saat mencoba menghubungi Randi
tut..tut.tut..tut..tut..tut hanya itu yang terdengar dari handphonenya.
Sepertinya ada yang tidak beres ini sebaiknya aku segera pergi kerumahnya saja pikir si Jhoni.
citttttttt .....brummmm!
Mobil Johni sudah tiba di jalan raya yang menuju arah rumah Randi yang berada di perumahan elit itu.
Tampak dari luar mobil Randi masih terparkir di garasinya. Rumahnya pun sepi.
Lalu Jhoni mencoba menelpon Randi lagi didepan rumahnya namun sudah beberapa kali menelpon tidaklah diangkat angkat oleh Randi.
Dorrrr, pyarrrrr!
Kaca jendela lantai atas rumah Randi pecah berhamburan terkena tembakan pistol yang dilepaskan dari jarak dekat itu.
Menyusul suara teriakan keras wanita dari kamar itu," awwwwww!".
Itu kan suara Santi pikir Johni.
"Matilah saja kamu, perempuan cerewet!" bentakan keras Randi yang kembali terdengar oleh Jhoni.
Suara itu menjadi jelas terdengar karena kaca jendela besar itu sudah hancur.
Bagi Johni, Santi bukanlah orang asing lagi. Johni memang sudah lama mengenal Santi. bahkan mereka pernah menjalin hubungan yang dekat semasa masih satu kampus dulu, itu sudah lama sekali.
Karena melihat dan mendengar kejadian seperti itu spontan saja Johni berlari memasuki halaman rumah Randi dan langsung mendobrak pintunya yang memang tidak terkunci itu.
Dia pun langsung menuju lantai atas yang menjadi kamarnya Randi. Sesampainya di lantai atas terlihat olehnya pintu kamar Randi yang sudah terbuka.
"Sudah kubilang aku tidak selingkuh, kamu masih saja tidak percaya!, Dia itu hanya teman biasa Ma!" terdengar suara Randi yang masih saja tidak mau mengakui perselingkuhannya dengan Gadis pemandu karaoke itu dari dalam kamar itu.
Lalu Johni pun merasa ragu akan ikut masuk ke kamar itu karena itu adalah urusan pribadi mereka yang dikhawatirkan Johni adalah pistol yang ada di tangan Randi yang sedang sangat emosi itu.
"Sudahlah Mas. Aku bukanlah orang bodoh yang bisa kamu bohongi terus terusan.
Hiks.hiks..hiks. Aku sudah tidak tahan lagi Mas rasanya mau mati saja.
"Hikss..hikss..hikss." Santi bicara dengan suara terbata bata yang disertai isak tangis itu.
"Kalau itu maumu matilah saja kamu!" bentak Randi yang sudah lupa diri karena telah merasakan kenikmatan birahi dengan pemandu karaoke yang seksi itu.
Jantung Johni berdegup kencang mendengar ucapan randi yang emosi itu. Dia paham betul sifat Randi itu.
Karena telah lama mereka berbisnis bersama, Randi tidak segan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sekalipun harus membunuh seseorang.
"Bunuh saja aku ,Mas, bunuhlah saja! Aku ini seperti lukisan yang tidak berharga di matamu, Mas! "Santi berjerit jerit penuh emosi sambil memukul mukulkan tangannya kearah Randi.
Merasa dipojokkan seperti itu Randi pun bertambah kalap dan mendorong Santi hingga terjatuh di lantai kearah pintu yang terbuka itu.
Randi menjadi begitu tertekan dan frustrasi mengahadapi istrinya itu, kepalanya terasa mau pecah mendengar jeritan dan umpatan istrinya itu.
Dia pun mengambil kembali pistol yang jatuh terlempar dibawah tempat tidur long size itu saat Santi memukul mukul dirinya tadi.
Kesempatan itu segera digunakan Johni untuk menarik tangan Santi yang jatuh didekat pintu yang terbuka tadi dan mengajaknya pergi ke lantai bawah.
Santi yang masih terkejut dengan kehadiran Johni di rumahnya bicara padanya,
" Apa yang kamu lakukan disini ,Johni?"
" Ssst sudahlah cepat kita tinggalkan Randi. Sementara dia sedang sibuk mencari pistolnya itu, nyawamu taruhannya. Aku tadi mendengar semua keributan ini. Aku tahu siapa Randi," ucapnya pada Santi.Mereka bergegas keluar rumah.
Brumm!
Mobil Johny melaju kencang, meninggalkan perumahan elit itu bersama Santi yang masih dalam keadaan kacau itu.
Tak lama Randi pun mendapatkan pistolnya. Namun betapa terkagetnya dia saat melihat Santi istrinya sudah tidak ada lagi di kamar itu.
"Lha kemana perginya Santi tadi?",
"sial!" umpatnya.
"Ah , sudahlah biarlah pusing aku dibuatnya" gumamnya lalu melemparkan pistolnya ke lantai dan menghempaskan dirinya ke tempat tidurnya, lalu menenggak lagi minuman keras yang memang selalu ada disamping tempat tidurnya itu.
"Mmm mungkin ini yang bisa membuatku tenang sekarang," gumamnya lagi
Brummmmmmm!
Laju mobil Johni terus menderu kearah jalan yang mulai menanjak dan menurun lagi. Mobil itu berjalan melewati perbukitan dan akhirnya menuju pantai dimana Johni mempunyai vila pribadi miliknya itu.
Di sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya terdiam hanyut dalam pikiran mereka masing masing, ditemani musik band yang sedang populer saat ini.
Tak terasa sudah hampir satu jam perjalanan yang mereka tempuh dan sekarang sudah hampir sampai di pantai itu dan Johni pun membawa mobilnya langsung ke vila pribadinya yang terletak tidak jauh dari pantai yang indah itu.
"Kamu bawa aku kemana John?" tanya Santi sedikit agak marah memecah keheningan itu.
"Mmm ,maafkan aku Santi, aku tidak meminta izinmu tadi, hanya tempat ini yang terpikirkan olehku untuk menghindari Randi," jawab Johni memberi alasan.
Dan memang suatu kebetulan Santi yang saat itu sedang galau dan kacau tidak terlalu banyak memikirkan hal lainnya dia hanya ingin pergi menjauh dari Randi.
" Ya, Johni tidak apa apa," jawabnya singkat.
"Ok baiklah kalau begitu Santi kamu bisa beristirahat dulu untuk menenangkan dirimu malam ini di vilaku itu," kata Johni menunjuk vilanya dari dalam mobilnya.
"Johni, tolong ambilkan handukku," pinta Santi dari kamar mandi itu yang meminta Jhoni agar membawakan handuk untuknya.
Setelah kejadian yang menyiksa dirinya tadi. Santi menjadi begitu tertekan dan kehilangan arah, begitu banyak perasaan kecewa yang didapatnya dari suaminya Randi.
Lima tahun usia pernikahan mereka dan selama lima tahun itu suaminya seringkali membohonginya dan selingkuh dengan wanita lain.
Bahkan ada yang pernah dibawanya pulang kerumah, berulang kali Randi menyakiti hatinya. Namun dia selalu bertahan tapi kali ini begitu menyakitkan yang membuatnya serasa ingin mengakhiri hidupnya saja.
Lima tahun pernikahan mereka yang hampa, tanpa tangis bayi dan lari kecil buah hati membuat Santi menjadi depresi.
Dia merasa hanyalah seperti perhiasan bagi suaminya itu.
"Johni, mana handukku?" Dia mengulangi lagi ucapannya.
Johni yang sedang berada di teras vilanya bergegas masuk dan mengambil handuk yang selalu disiapkannya di villa itu.
Johni memang sering mengunjungi villa ini dalam sebulan paling tidak tiga kali dia datang kesini untuk menyegarkan pikirannya.
Villa yang menghadap pantai itu memang sangat cocok untuk me-refresh pikiran.
Johni pun lalu dengan cepat cepat membawakan handuk itu ke kamar tamu dari villa itu.
Terlihat Santi masih berendam dalam bathtub di kamar mandi yang ada dalam kamar tamu itu.
Langkahnya tertahan, saat Santi mulai berdiri menuju shower dan lalu menghidupkannya "curr...curr...currr" suara air dari shower itu mengalir di kamar mandi yang dibuat sengaja tanpa pintu itu hanya mengunakan gorden plastik sebagai pembatas tempat tidur dan tempat mandi.
Terlihat samar samar bentuk tubuh Santi yang sangat aduhai itu dari balik gorden plastik itu yang membuat Johni menahan napasnya.
"Johni, cepatlah mana handuknya nanti aku kedinginan!" ucap Santi yang menggoda Johni sambil berusaha menutupi bagian atasnya yang sedikit terlihat itu.
"Ini, San," kata Johni salah tingkah sambil tidak melepaskan pandangannya pada tubuh Santi.
"Terimakasih, kamu masih baik seperti dulu, John," ucap Santi.
"Kamu juga tidak berubah, masih sama seperti dulu" balas Johni sambil memandangi tubuh Santi yang kini sudah terbalut handuk putih itu.
Santi yang tahu jalan pikiran Johni pun menjawab "Aku tidak sama lagi,John. Aku sudah tua sekarang tubuhku tidaklah seindah dulu lagi,"
Lalu Santi duduk di meja rias yang ada di samping jendela kamar tamu itu sambil memainkan rambut pirangnya yang panjang itu.
Johni berjalan mendekatinya dan memegang pundaknya dengan lembut berkata, " lihat didalam cermin itu, San! Wajah dan tubuh itu tetaplah sama di mataku, hanya saja wajah itu dulu ceria dan penuh dengan semangat hidup."
" Mmmm, Jhoni kamu..." Santi tidak meneruskan kalimatnya karena merasa sangat tersentuh dengan apa yang dikatakan Jhoni barusan.
Memang beberapa bulan terakhir ini, kekuatan yang dibangunnya untuk terus bertahan berumah tangga bersama Randi sudah mulai runtuh.
Rasa cinta itu perlahan sirna karena kelakuan suaminya yang tidak pernah berubah, selalu menyakiti hatinya.
Santi menggengam tangan Jhoni yang ada di pundaknya itu. Santi begitu rapuh saat ini. Tiba-tiba Jhoni si pria masa lalu itu muncul bak pahlawan ditengah badai rumah tangganya ini membuatnya terhanyut dalam banyak kegalauan di hatinya. Dirinya sudah merasa sangat lelah.
" Jhon pijitin aku dong, pundakku yang kamu pegang itu, aku sangat lelah Jhon, dulu kan kamu ahli dalam memijat" ujar Santi setelah mereka berdua lama terdiam.
"Aku tidak hanya ahli dalam memijat, San," bisik Jhoni pelan.
" Mmmmm, enak sekali Jhon," desah Santi. Santi menjadi teringat kembali kenangan kenangan indah saat masih berpacaran dengan Jhoni dulu.
Salah satu kenangan yang tidak bisa dilupakannya adalah ketika mereka mendaki gunung bersama, dikarenakan cuaca hujan badai saat itu dirinya terkena Hipotermia, suatu keaadaan yang ditakuti oleh para pendaki gunung saat itu hampir saja dirinya kehilangan nyawanya tetapi Johni menyelamatkannya dengan terus memeluknya untuk memberi kehangatan tanpa memperdulikan air hujan yang terus mengguyur dan membuatnya kedinginan sampai matahari terbit dan Tim mereka datang memberikan pertolongan.
Ting tong.....ting tong.....ting tong!
Suara bel dari villa itu berbunyi beberapa kali.
" Mmmm sebentar, San. Sepertinya pesananku sudah datang aku ke depan dulu sebentar, ya," ujar Johni yang menghentikan pijatannya itu. Namun sepertinya Santi merasa enggan untuk mengizinkan Johni pergi meninggalkan dirinya. Dia masih ingin menikmati jemari Johni di tubuhnya itu.
Santi lalu berdiri dan memeluk Johni dari belakang dan berbisik lirih ditelinga Johni, bisiknya" Jangan lama lama ,John,"
Johni membalasnya hanya dengan senyuman dan menganggukan kepala.
Tak lama Johni pun muncul dikamar itu dengan membawa makanan dan pakaian baru agar bisa dipakai oleh Santi.
"Mmmm, pakailah, San! Pakaian itu untukmu, mudah mudahan pakaian yang kubeli itu pas ukurannya denganmu, setelah itu kita makan diteras ya, disana enak udaranya," ujar Johni dengan tersenyum.
Byuurrr...byuurrrrr...byuurrrrr!
Gemuruh ombak terdengar dari teras villa itu, udara pantai di malam itu cukup dingin. Sehingga membuat Johni memakai jaketnya dan menunggu Santi datang untuk makan malam bersamanya.
Santi tampak begitu memukau malam itu. Dengan memakai sweater coklat dan celana jeans yang dibelinya lewat kurir tadi.
"Cantik sekali kamu, San. Aku jadi teringat masa lalu, San" ucap Johni saat Santi sudah duduk bersamanya di teras villanya itu.
"Makasih ya, John. Buat makanannya juga rayuannya" ucapnya sambil tersenyum.
"Makanlah,San. Kamu masih suka makanan seafood kan?" tanya Johni.
"Aku sengaja pesankan itu untukmu," ucap Johni yang sudah terlebih dahulu memakan ayam bakar kesukaanya itu.
" Kamu masih hapal saja seleraku, Johni" ucap Santi lalu membuka pembungkus makanan itu.
Dalam hati Johni berkata, "Aku masih hapal semua tentangmu, San."
"Terima kasih, John. Telah menyelamatkanku dari amukan Randi hari ini, kalau kamu tidak ada, mungkin aku sudah tewas di tangannya siang tadi" ucapnya sambil menggenggam tangan Johni.
"Ah, Itu hanya kebetulan, San," ucap Johni lalu masuk kedalam villa mengambil satu gelas kopi panas untuknya dan satu gelas teh panas untuk Santi
"Minumlah,San," ujar Johni sambil memberikan segelas teh hangat kepada Santi.
"Kamu masih suka minum kopi ya, John? " Santi bertanya kepada Johni sambil meminum teh hangat bikinan Johni.
" Ya, San. Sangat cocok di udara yang dingin ini," lanjut Johni lagi.
Santi lalu mendekati Jhoni yang sedang duduk di ayunan sambil menikmati kopi sendirian yang letaknya tidak jauh dari teras itu.
" Disini dingin, Jhon" ucapnya sambil melingkarkan tangannya di tubuh Johni.
Jantung Johni tiba tiba berdegup sangat kencang, pelukan Santi itu membawa kenangannya akan masa lalu tapi dia kan istri temanku yang gila itu dan pikiran Johni pun menjadi campur aduk saat itu.
" Oh, my God," gumam Johni.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!