Hai para pembaca, salam kenal gw Sherly . Perempuan yang begitu rendah di mata lelaki terutama hidung belang, yang Nggak mampu menahan kerling mata, gigitan bibir, dan rayuan.
gw mulai terbiasa berpacu dengan peluh, desah dan detak jantung. Kalian hanya bisa melihat sisi luar hidupku, diskriminasi, disudutkan, sumpah serapah, perebut laki orang, dan segudang kata cacian yang mereka atau kalian sematkan untuk gw.
Thats no problem, sudah biasa! gw hanya pejuang senyum, dan mencoba bertahan dengan hidup. gw mulai nggak lagi percaya apa itu harapan.
Cinta? Apa itu cinta?! Hanya polesan gincu saja yang ujung-ujungnya tak lepas diantara pusar dan pangkal paha bukan? Terlalu letih rasanya bagiku untuk mendengarkan bujuk rayuan dan janji manis,bagiku semua lelaki sama saja.
Lalu dimana salahnya gw? Memilih profesi sebagai peramunikmat, bukankah semata-mata gw hanya menawarkan jasa kehangatan bukan berlindung dari kemunafikan.
Sorry, mungkin bahasa gw terlalu kasar, maklum gw hanya belajar dari kerasnya hidup, setidaknya nggak berlaga sok suci dengan sejuta dalil, dan gw nggak pandai beretorika macem pejabat, yang gw tahu bagaimana caranya bibir ini dapat menghasilkan pundi rupiah, menjual tubuh bukan menjual ayat dan firman Tuhan, demi rupiah.
Hehehehe...
Sekali lagi maaf yah? Bahasa gw kasar dan nggak tersusun rapih, sering menyinggung perasaan orang. Tapi setidaknya gw nggak bergunjing di belakang kalian.
Mungkin kalian sudah paham dengan profesi yang gw pilih, tak lain yang menjadi latar belakang gw memilih profesi ini adalah karena terlalu sakit menjadi orang miskin, ditengah kehidupan yang materi menjadi tolak ukur semata bukan?
Kalau hidup kita miskin, jangankan teman, saudara saja nggak mengakui kita. Kalau kita miskin, hadirnya kita pasti dicurigai," Aaah ujung-ujungnya minta tolong, minjem uang," begitu yang ada di hati orang yang dengki.
Tak ada pilihan lain, pasti kalian bertanya mengapa nggak mencari profesi lain? Yang sarjana saja susah mendapat kerjaan, apa lagi gw yang terpaksa putus sekolah dan mengalah demi perut ibu, dan adiku.
Anggaplah hadirnya gw menjadi penguji kesetiaan dan keimanan pasangan hidup kalian. Ingat! Jangan sekali-kali menghakimi seseorang lantaran profesi atau strata hidupnya. Bukankah syurga dan neraka menjadi hak Tuhan? Jadi pliiiis, jangan menganggap diri kita paling suci.
Mungkin kalian pernah mendengar kisah hidup wanita yang berprofesi sama seperti gw, hingga akhirnya ia diberikan kesempatan Tuhan untuk masuk ke dalam surga, hanya karena memberikan minum seekor anak anjing yang kehausan.
Yang jelas jangan sekali-kali mengusik kehidupan orang, kalau mau mengurusi hidup orang jangan tanggung-tanggung jika menceritakan profesi dan jalan hidupnya, sekalian saja memberikan ia makan serta penuhi kehidupannya.
gw memilih jalan hidup seperti ini, karena telinga manusia hanya bisa mendengar aib orang lain tetapi nggak peka dengan suara perut seseorang.
Kalau ditanya, banyak mana suka dan duka menggeluti profesi seperti ini. Yang pasti lebih banyak dukanya dibandingkan sukanya, yang pasti gw adalah wanita yang menjadi bagian ujian kaum hawa, Harta, tahta dan yang ketiga adalah gw? Wanita penggoda dan kaum yang paling banyak menghuni neraka bukan? Sekali lagi, biarlah itu menjadi urusanku dan Tuhan.
gw yakin, Tuhan lebih dahulu maafnya dibandingkan murkahnya. Biarlah ini menjadi naskah hidup yang gw sendiri akan menelan resikonya. Semoga ada setitik hidayah dalam hidup karena Dia lah yang Maha membolak balikan hati seseorang.
Untuk para wanita yang merasa suami mu lebih memilih jatuh ke dalam pelukanku dan merasa nyaman, seharusnya menjadi koreksi diri apa yang membuat pasangan hidup mu memilih menikmati tubuh wanita lain di luar?
Mengapa meraka merasa nyaman dengan wanita lain. Karena mereka merasa, kamu hanya butuh dengan materi yang ada dalam dirinya, atau kamu nggak bisa melayani dan memuaskan batinnya.
Pandailah berbenah diri dan jangan terlalu menghakimi kaum yang sama dengan mu, meraka pun memiliki air mata, hati dan perasaan yang sama dengan kamu.
Dari mana gw tahu itu semua? gw tahu itu semua dari curhatan mereka baik setelah gw melayaninya atau sebelum kami pergi ke langit imajinasi dan meraskan hangatnya pelukan dan berpacu dengan desiran darah yang mengalir.
Bagiku di dunia ini nggak ada orang yang setia, yang jelas hanya mempertahankan komitmen yang sudah terucap, dan berpura-pura menjaga hubungannya. Apa setelah ia melangkah ke luar rumah kamu bisa mengawasi tingkah lakunya di luar?
Lucu terkadang memandang dunia yang katanya hanya panggung sandiwara, lalu bukankah gw dan kamu sedang memainkan perananannya masing-masing? Dan bersandiwara di atas panggung dunia.
Ok, gw akan menuangkan naskah hidup ini dalam rangkain kata yang hanya penulis dapat mengulang kembali kisah hidup ini, setiap kata adalah air mata, dan pembelajaran hidup yang bisa kita petik hikmah serta membuat kita semakin hati-hati dalam menilai seseorang, terlebih dia yang mengaku sebagai kekasih dan pasangan hidupmu, belajarlah menjadi wanita pemaaf serta pendengar yang baik bagi pasanganmu, jadikan ia merasa nyaman dengan hadirnya kita sebagai wanita, jangan biarkan suami atau pasangan hidup mu merasa nyaman dengan wanita yang lain. Sebab lelaki mu itu punya air mata dan hati serta perasaan juga.
Dan teruntuk ibu ku tersayang, " Maafkan anakmu dan izinkan gw menjadi pramunikmat." Inilah jalan hidup yang Sherly pilih demi menopang hidup. Ibu jangan menangis biar Sherly saja yang merasakan kerasnya hidup, tutuplah telinga ibu ketika ada mereka yang lisan dan kata-katanya menyakiti ibu.
Disini Sherly baik-baik saja, semoga kita bisa lewati masa-masa sulit dalam hidup. Sudahlah jangan menangis lagi, terlalu berharga air mata ibu kalau hanya untuk meratapi kerasnya hidup.
Sekali lagi maafkan Sherly , biar lah gw yang menanggung dosa diri ini sendiri, biar Sherly nanti bicara sama Tuhan, bahwa ibu nggak salah dan gw yang salah memilih jalan hidup. gw sudah dewasa dan cukuplah pendidikan agama dan nasehat, yang ibu berikan menjadi bekal untuk gw, disaat nanti ada waktunya Sherly kembali kepada Tuhan.
Jaga si dede dengan baik, dan kita urus dia sampai ke perguruan tinggi agar nggak memilih profesi seperti gw. Percayalah bu, Tuhan itu Maha Baik dari sekedar pandangan manusia semata. Yang hanya bisa menilai dari satu sisi saja tanpa memberi kesempatan orang lain untuk meberikan argumentasi. Orang hanya bisa memandang, menghakimi dan cendrung dengan mudahnya menyematkan kata yang belum tentu valid kebenarannya.
Bagi Sherly , hanya Tuhan menjadi sahabat dan pendengar yang baik, ia akan setia menunggu kita untuk kembali. Kok jadi seperti orang suci begini ya Sherly .
"Sherly ...Sherly , kamu itu pendosa nggak layak ngomongin agama."
Semoga naskah hidup ini, dapat diterima dan benar-benar dijadikan sebuah pembelajaran hidup, ketika mereka berkata gw salah jalan tetapi belum juga Sherly temukan lelaki yang lisan dan hatinya seragam.
Mohon maaf jika kata-kata Sherly mengusik perasaan semua, semua ini semata-mata hanya karya literasi saja. Dan jauh dari kenyataan yang sebenarnya.
Wassalam
Sherly
Entah kepada siapa lagi gw bercerita, pada manusia? Hem, manusia yang gw sendiri Nggak pernah tahu apakah antara lisan dan hatinya sama?
Bahkan apa yang ia dengar, apa yang dikatakan, dan apa yang ada disi kepalanya saja Nggak pernah seragam bukan?
Sudahlah-sudah, untuk membantu dan sabarnya saja masih ada batas katanya, apa lagi bicara isi hati. Sampai detik ini belum juga gw temukan dan Nggak pernah ada alat ukur yang mampu menerka itu semua.
Nggak ada tempat yang gw rasa pantas untuk dijadikan tempat bercerita, kalau bukan kepada hati nurani. Yah, kata hati kita yang terkadang kita ingkari sendiri, dialah sebenar-benarnya penjaga rahasia kita terbaik.
Tuhan? Sudah mutlak untuk gw bercerita, mengeluh dan mungkin Tuhan sudah tahu jutaan kata sudah gw rangkai dalam doa. Yang semoga saja Nggak terhalang untuk sampai kepada-Nya, lantaran kedengkian dan kotornya hatiku.
Hari ini, untuk kesekian kali melihat ibu yang melahirkan gw , dengan kecemasan yang teramat, harus meneteskan air matanya kembali.
Gila! Entah sampai kapan ia berhenti menangis, mungkin saja ini lah yang menjadi dalil bahwa menangis dan air mata itu adalah bahasa ibu.
gw merasakan bagaimana sakitnya ia saat meminta bantuan ke tetangga atau yang dinilai pantas untuk dimintai dan bersedia menampung air mata dan orang yang telinganya peka dengan suara perut orang. Manusia, ada kalanya memiliki kejenuhan sendiri untuk menolong.
Apa lagi keluarga gw yang setiap hari, setiap pagi ibu harus keliling mencari seperak, dua perak uang sebagai bekal kami ke sekolah. Mulai dari jualan baju bekas, bahkan baju yang cicilannya saja belum ia bayar, harus dijual, hanya demi bertahan hidup.
Dan hanya demi mengisi perut kami, yang kita sendiri Nggak tahu, apakah yang kita makan pagi ini sarapankah? Atau sekaligus makan siang?! Telor ceplok yang ia campur dengan bekas nasi kemarin, lalu ibu goreng. Nggak pantas kalau gw sebut itu nasi goreng, karena kurang kecap dengan sisa minyak goreng sisa masak yang entah kemarin atau dua, tiga hari lalu.
Uang jajan yang ibu berikan terkadang gw simpan baik-baik, karena gw khawatir ada saja yang nanti guru perintahkan, dan gaji yang mereka dapatkan Nggak cukup, hingga mereka mencari sampingan dengan fhotocopy ulanganlah, ujian ini dan itu, artikel ini dan itu, yang kita harus ganti uang fhotocopy tersebut. Nggak memperdulikan seberapa sulitnya kami mendapatkan uang itu.
Walau terkadang ada saja teman sebang gw atau sekelas yang baik hati, tapi bukan tanpa pamrih, pasti ada ujung-ujungnya.
"Ser, gw bayarin fotocopy-annya, tapi bantuin gw ngisi soal ya?"
Biasa! si Nita, anak juragan domba yang uangnya Nggak pernah ada serinya. gw hanya melempar senyum dan sudah tahu apa yang akan ia pinta.
gw sembunyikan cerita tadi pagi, saat mau berangkat ke sekolah, yang mereka tahu gw baik-baik saja dan melempar senyum untuk menutupi air mata yang selalu terulang di setiap pagi dan setiap harinya.
Huft! Entah sampai kapan cerita pagi hari ini akan gw dapatkan senyuman layaknya anak gadis lain yang perutnya terisi dengan sarapan bergizi, bibir yang merah dengan lips glosh, dan wangi parfum membuka pagi.
Sedangkan gw ? Masih bisa nafas, dan Tuhan berikan kesempatan hidup saja sudah bersyukur. Sudah lama gw mengubur jauh-jauh harapan, dan untuk bercita-cita layaknya pelajar saja sudah Nggak berani.Setelah lulus mau kuliah di sinilah, ambil jurusan ini dan itu, sudah Nggak terbesit sedikit pun.
Yang gw tahu, bagaimana gw bisa melanjutkan untuk bisa naik dari kelas satu ke tingkatan selanjutnya. Syukur-Syukur bisa lulus SMA dengan mulus, untuk bisa sampai sekolah saja sudah berat dan harus melihat sandiwara air mata, pembagian ongkso yang gw sendiri lebih banyak mengalah agar Ibu bisa masak yang seadanya dan adik gw jajan.
Sungguh berat pagi ini, sunggu berat langkah kaki ini. Sudah Nggak kebayang bagaimana gw harus menyusun drama dan alasan setiap kali teman kelas mengajak gw ke kantin.
"Sorry gw bawa bekel, nggak enak sama nyokap kalo nggak di makan." Alasan seperti ini? Sudah pernah gw jadikan alasan.
Bahkan gw sendiri pernah kehabisan alasan, dan lupa hari.
"Gw puasa cuy!"
"Gila lu, puasa apa hari Sabtu? Ngaco aja ngarangnya, lain kali dipikirin kalau mau buat alasan cuy!"
Hahaha, sindiran si Cindy dalem juga. Mungkin dia lah teman sekelas yang sering banget nawarkan traktiran dan sudah mengerti keadaan gw , lagi-lagi manusia ada batas jenuh untuk terus menolong.
Dan gw sebagai orang susah harus kuat mental dan tebal telinga, biasanya orang miskin itu sering baper atau bawa perasaan dengan sindirian dan candaan yang menyinggung sesuatu yang menurutnya sensitif. Padahal itu niatnya bercanda, tetapi perasaan gw saja yang agak terusik dengan candaan mereka.
Bahkan kalau gw sendiri kehilangan kepercayaan jika ada cowok yang berusah mendekati, atau benar-benar mengutarakan perasaannya. gw anggap itu lelucon, bagaimana jika mereka tahu keadaan gw yang sebenarnya, bisa-bisa ilfil. Itu yang menjadi alasan gw menutup hati. Yaaah, walau kata orang cinta akan menerima kita apa adanya.
Nggak pantas orang susah seperti gw mengenal cinta, dengar film romantis saja, gw sendiri pura-pura pernah menonton film yang mereka bicarakan agar Nggak terkesan kurang update. Padahal? Boro-boro nonton film, lewat pasar malam saja sudah menjadi hiburan tersendiri untuk gw .
Pasar malam? Itu loh, yang ada wahana hiburan yang di kelilingi pedagang, biasanya di tempat gw itu adanya hari Sabtu dan Minggu pagi setiap minggunya. Untuk gadis kampung seperti gw , hanya pada hari itu saja gw merasa menemukan hiburan dalam hidup, walau hanya mampu membeli makanan ringan saja, cukup bagi kami merasakan kebahagiaan.
"Yah, bahagia itu sederhana bukan?" sesederhana kita melamun untuk bisa membeli tiket permainan pasar malam.
Ok, lupakan pasar malam. Kita kembali lagi ke kehidupan nyata. Sudah cukup rasanya berkhayal untuk bisa naik kora-kora atau menikmati manisnya gulali pasar malam. Yang gw tahu, hidup itu pahit seperti kita makan daun samiloto, atau asam seperti cuka.
Hidup gw Nggak seindah warna lampu pasar malam, yang gw rasakan hanya ada lampu lima watt dalam hidup.
Mimpi terindah dalam hidup gw , adalah mampu melewati pagi dengan melihat senyum ibu, perut terisi dengan sarapan bergizi, dan Nggak ada lagi alasan untuk menolak teman sekelas yang mengajak gw makan di kantin. Satu minggu itu, hanya hari Rabu saja, karena ada mata pelajaran olahraga untuk memberanikan diri ke Kantin, hanya untuk membeli es kelapa muda yang sudah gw bisa perkirakan Nggak lebih dari Lima Ribu Rupiah.
Tuhan, hanya itu saja mimpi kecilku dan berharap Nggak lagi aku melihat air mata ibu memulai pagi yang bagiku,lebih indah dari mimpi saat tidur malam ku.
Bersambung >>>
________________😘😘😘_______________
Hai pembaca yang baik hati, jangan lupa agar Serly lebih semangat lagi menuturkan kisah hidupnya dalam Novel ini, jangan lupa :
👉 Tinggalkan kesan mu dalam komentar
👉 Jadikan Novel ini bacaan favorit kamu
dengan menekan ❤, dan jangan lupa VOTE
👉 Dan baca terus novel ini.
Terimakasih
Serly Perempuan Penggoda
Selembut embun pagi, begitu membelai. Masuk ke dalam vestibulum, mengisi seluruh ruang Olfaktori, menembus memberan mukosa, tepat menusuk pada sfenoidal hingga memenuhi rongga dada, teramat sejuknya.
Mengapa daun membiarkan ia terjatuh? Dan betapa tega hangatnya mentari merampas itu semua? Apa sih maunya mentari? Apa ia merasa raja semesta? Hingga tidak memperkenankan embun berlama-lama hanya untuk sekedar menjamu ku di pagi hari. Rasanya tidak adil, pagi ku terusik dan pagi ku berlalu tanpa makna, dan pagiku.....
"Sudahlah Bu, jangan menangis terus. Terlalu sesak dada ibu hanya meratapi kemalangan. Hentikan tangis ibu, dan izinkan rahmat Tuhan masuk ke rumah ini! Tak kuat Serly mendengar setiap pagi ibu meneteskan air mata, meratapi kemalangan hidup. Tak bisa Bu, air mata merubah takdir ini."
Jujur sudah sesak rasanya hati ini, setiap pagi mendengar ibu menangis. Gelap! Seisi rumah menjadi kosong tanpa warna. Entah harus bagaimana lagi dan entah sampai kapan semua ini berakhir Tuhaaan?!!
"Ibu sudah nggak kuat lagi, rasanya capek setiap pagi harus begini. Manusia ada batasnya menolongnya Naaak! Pedasnya ucapan sudah ibu tak rasa lagi. Jika seperti ini cara Tuhan membilas dosa-dosa, ibu ikhlas. Tapi bagaimana anak-anak ibu? Maafkan ibu yang tak amanah dan tak sanggup membesarkan mu dengan baik."
"Bu, Serly pun sudah besar dan tahu seberapa besar tanggung jawab yang sudah ibu berikan. Ibu sudah menjaga amanah Tuhan dengan baik. Biar nanti Serly bicara sama Tuhan, dan aku yakini Tuhan bahwa ibu sudah benar-benar membesarkan kami dengan baik." Hanya itu yang bisa aku ucapkan, sebagai penawar sedihnya.
Pecah sudah air mata kami di pagi itu, lagi-lagi hanya pelukan yang bisa menenangkan ibu. Apa mungkin hanya diriku saja yang mengalami suasana seperti ini setiap pagi?
Ah, diluar sana masih banyak yang lebih perih dari apa yang aku alami. Di luar sana, masih banyak mereka yang usianya jauh di bawahku dan lebih sakit dari apa yang aku alami. Di belahaaaaan dunia sana! Masih ada yang mengalami takdir hidup lebih pahit dari apa yang aku rasakan hari ini!!
Teriak ku membatin,tanpa suara. Sebagai penawar sedih, berusaha menghadirkan rasa syukur dalam hidup. Aku tak berani menceritakan apa yang aku rasakan pada Tuhan. Nyaris! Nyali ku menciut hanya untuk sekedar mengangat kedua tangan dan mengemis kasih saja sudah tak sanggup.
Waktu begitu lamban berganti, detak jarum jam terseok, setiap detiknya harapan itu selalu berusaha masuk ke dalam hati, tapi mengapa nurani menolaknya, seakan tidak pantas aku menikmati hidup barang sejam saja.
Katanya hidup ini seperti roda pedati Tuhan? Yang selalu berputar dan silih berganti! Tetapi aku merasakan mengapa putarannya begitu lamban. Apakah rodanya terlalu besar? Hingga tidak dapat memberikan kesempatan untuk bergulir berganti?! Atau jangan-jangan Tuhan sengaja membiarkan aku menikmati pesakitan ini? Menikmati perih dan pahitnya hidup?! Hanya ingin mendengarkan nama-Nya aku sebut?
Yah, hanya nurani tempat aku berdiskusi, walau nurani tidak pernah tahu, kapan semua ini berakhir? Jangan sampai kamu pun bosan mendengar keluh dan kesah hidupku, hanya kamu sahabatku, nurani!
Seperti biasa setiap pagi, aku bingung dan berat untuk melangkah kaki ke sekolah, seperti ada dosa yang aku titipkan di pundak ibu, jika setiap hari harus membebani wanita yang tubuhnya kini menua dan rambutnya sudah tidak hitam lagi.
Ingin, rasanya aku sudahi pendidikan yang aku rasa hanya formalitas hidup saja. Apa lagi perempuan, sekolah tinggi-tinggi dan ujung-ujungnya dipinang lelaki, lalu hanya berdiam diri di rumah. Mungkin saja nasibku akan seperti itu.
Dengan menghela nafas panjang, dan menguatkan hati untuk melangkah ke sekolah. Semoga saja hari ini, menjadi peruntungan yang baik untukku.
"Bu, Sherly berangkat dulu ya? Sudah jangan banyak pikiran." Aku pamit setelah menghapus kelopak mata ibu dan mencium tangannya.
"Hati-hati nak." Ia begitu berat melepasku, karena hari ini tak ada sarapan pagi.
Aku menperhatikan langkah kaki, sudah berapa juta kali ia melangkah. Tak pernah kaki ini protes kepada mata, yang kerjaanya begitu ringan, dibandingan dirinya yang harus menopang tubuh.
Dan aku sudah lalui jalan ini, yah kurang lebih tujuh ratus dua puluh delapan hari hanya untuk menuntut ilmu. Hati bertanya, " Apa iya, kalo aku lulus sekolah nanti, di dunia kerja akan diterapkan ilmu biologi? Alaaah, kalau ilmu biologi itu, akan diterapkan hanya dalam rumah tangga saja, mana mungkin diterapkan dalam dunia kerja ku nanti.
Selagi asiknya aku memperhatikan aspal jalan dan melihat kanan-kiri, ada suara yang mengejutkanku dari belakang.
"Serly, bareng bapak ayo!"
Ternyata suara itu, suara Pak Irawan guru Biologi dan ia menghentikan laju kendaraannya. Aslinya aku tidak ada keberanian untuk bisa duduk dalam satu kendaraan dengan cowok lain, walau sering juga teman sekelas atau satu sekolah menawarkan ku tumpangan, dan aku tetap memilih jalan kaki.
Bukan tanpa alasan, selain sehat aku pun bisa menikmati pagi, yang sebantar lagi sejuknya dirampas hangatnya pagi.
"Terimakasih pak, biar Serly jalan kaki saja. Lagi pula, sudah deket kok!"
Jadi wanita itu harus sedikit jual mahal, agar tidak mudah pria menerka bahwa sebanarnya kita pun butuh. Pasti deh, ia akan berkata," Ayolah, jangan menolak tawaran Bapak."
"Tuhkan kamu suka nolak niat baik orang sih. Ayo sini bareng Bapak!"
Betulkan? Pasti ia akan bicara seperti itu. Sebenarnya canggung dan malu jika bareng dengan guru, takut dikira ada apa-apanya pula. Namanya orang, mudah banget menyimpulkan tanpa mau tahu prosesnya.
"Ayolaaaah! Malu yaaah bareng guru?!" mulai memaksa.
"Ii..iya deh Pak!"
Namanya ditawarin, dan memaksa aku pun akhirnya menerima tawaran itu. Gila! Wangi banget badanya, entah berapa botol parfum yang dipakai guru muda itu.
Sesampainya di gerbang sekolah, puluhan pasang mata menerka-nerka, pasti di dalam hati mereka akan berkata dan menduga yang macem-macem.
"Cieeee Serly ada maen nih sama mister hensem." Apa aku bilang, bukan hanya hati yang berucap tetapi sudah keluar dari mulut Nita yang melihat Pak Irawan menurunkanku dari motor sportnya.
Dasaaar anak juragan domba! Ratu gosip, pasti rame deh di kelas.
"Pantesaaan nolak tawaran gw, rupanya lebih suka motor gede yaah Ser?!" mulut si Doni memang tidak bisa dijaga.
"Apaaan siih! Orang dipaksa, yaah aku terimalah."
"Curiga nilai biologinya tinggi niih!" ini lagi si Nengsih, apa hubungannya numpang motor guru dengan nilai Biologi.
Dua tangan ini tidak bisa menutup mulut mereka, tetapi setidaknya mampu menutup telingaku.
Bersambung >>>
____________________________________
Aku berharap pembaca tidak sama menilai ku seperti apa yang lain katakan. Sherly hanya minta kamu, untuk terus dukung novel ini, dengan menekan ❤ agar bisa dapatkan terus episode terbaru dari cerita Sherly, dan 👍 bukti kamu suka dengan apa yang Serly ungkapkan, serta ⭐⭐⭐⭐⭐ apresiasi kalian dengan Novel ini, agar aku terus semangat berbagi cerita, suka, duka dan senyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!