Bab 1
Pelarian
Seorang gadis memaksakan tubuhnya yang terluka untuk lari menyelamatkan diri.
Ia terus berlari sambil bersembunyi dari kejaran orang-orang yang berusaha untuk membunuhnya.
Drap... Drap... Drap...
Hanya suara langkah kaki yang terdengar di keheningan malam itu. Ia berusaha keluar dari komplek pergudangan menuju jalan raya yang sedikit ramai.
Saat sedang berlari dari jauh ia melihat terowongan air di depan sana. Dengan cepat ia menghampiri lalu mencoba membuka besi bulat penutup saluran pembuangan air.
"Uugghh!" Suara rintih menggunakan seluruh kekuatan yang ada.
Usahanya tidak sia-sia. Ia berhasil membuka penutup itu lalu segera masuk dan menutup kembali tepat ketika orang-orang yang mengejarnya memasuki jalan yang ia lalui tadi.
Hosh... Hosh...Hosh...
Dalam lubang besar tempat pembuangan air itu, sang gadis terus berlari mencari jalan keluar yang lain. Untung saja tidak sedang hujan hingga terowongan itu tidak di penuhi dengan air.
Sang gadis melihat GPS dari jam tangan yang ia pakai. Ia segera mencari arah untuk bisa kembali ke markasnya.
***
"Brakk!!" Suara pintu yang di buka dan dorong dengan paksa.
"Astaga Lysaa! Kau terluka lagi?"
Seorang pria segera menghampiri sang gadis yang tiba-tiba muncul dari bilik pintu sebuah peti kemas. Ia berusaha memapahnya dan membawa gadis yang di panggil Lysaa itu ke sebuah ranjang besi yang sudah di lapisi busa serta beberapa kain tebal untuk kenyamanan penggunanya.
"Haish, banyak sekali luka mu. Seberapa banyak kau menghabisi orang-orang di luar sana?!"
"Kau mau menolong ku apa tidak? Aku tidak butuh ocehanmu!"
"Baiklah..., baiklah aku tolong. Tapi Lysaa, apa kau tidak sayang dengan tubuh mu? Kau sudah memiliki banyak bekas luka. Sayang sekali rasanya kulit putih yang harusnya mulus jadi terlihat beberapa bekas luka." Oceh lelaki itu sambil tangannya terus bekerja membersihkan luka Lysaa dan mengobatinya.
"Bukankah ada kau yang bisa menutupi jejak itu?"
"Hei kepala batu! Aku ini hacker, bukan dokter oplas!" (Operasi plastik).
"Aww!! Kau mau mati hah?!!" Sarkas Lysaa yang merasa kesakitan ketika pria yang berdebat dengannya itu menekan luka yang agak dalam dengan kasa yang sudah di beri alkohol (ethanol).
"Kenapa baru sekarang kau merasa kesakitan? Diam lah! Kau mau sembuh tidak?!" Kata lelaki itu menggerutu terhadap Lysaa.
"Dojun, aku sudah berhasil membunuh Park Ji Saeng."
"Haah?! Kau serius?!" Tanya pria yang di panggil Dojun ternganga dan menghentikan pengobatannya terhadap luka Lysaa.
"Besok kau bisa lihat beritanya." Ujar Lysaa sambi merebahkan dirinya.
Wajah Lysaa terlihat cukup puas, hingga ia begitu santi berbaring menunggu pengobatan lanjutan yang akan di berikan oleh pria yang bernama Dojun itu.
Dojun meletakkan obat dan alat pembersih luka Lysaa. Ia segera menghampiri meja yang terdapat beberapa komputer jenis terbaru serta laptop yang sedang menyala.
Dengan cepat Dojun menggerakkan jarinya. Dan berhenti ketika sesuatu yang ia cari telah berhasil ia temukan.
"Kau gila Lysaa! Kau buronan sekarang!" Kata Dojun masih tidak percaya menatap Lysaa yang tetap santai berbaring sambil memejamkan mata.
"Jadi aku harus bilang wow gitu?!" Jawab Lysaa dengan mata terpejam.
Dojun melangkahkan kakinya mendekat kembali ke arah Lysaa. Ia kembali mengambil obat-obatan dan segera menyelesaikan tugasnya.
"Jadi setelah membunuh Park Ji Saeng. Informasi apa yang kau dapatkan?"
"Dia mengatakan bukan dia pembunuhnya, dia hanya di suruh. Oleh siapa aku tidak tahu, karena sampai akhir dia tetap bungkam."
"Bagaimana dengan bukti-bukti itu?"
"Aku sudah meletakkan di tempat pribadinya seperti yang kau suruh."
"Bagus! Setidaknya orang-orang akan berpikir dia pantas mati dengan kasus korupsi sebanyak itu."
Selesai membersihkan dan mengobati luka Lysaa, Dojun kembali menghampiri dan fokus menatap layar komputernya.
Lysaa membuka matanya lalu beranjak perlahan menarik gorden pembatas sebagai pembatas untuk menutup sedikit ruang yang di buat seperti kamar. Lysaa menuju lemari besi yang tidak berada jauh darinya. Ia membuka softlen berwarna abu-abu yang sedang ia gunakan, kemudian menaruhnya di wadahnya.
Topi kopluk serta wig berwarna pirang ia lepaskan hingga rambut hitam panjangnya tergerai dengan indah. Ia pun letakkan topi dan wig itu ke dalam lemari besi tempat menyimpan barang-barang bila ia melakukan misinya. Lalu ia melepas sepatu bootnya yang masih ia kenakan. Dengan perlahan-lahan Lysaa mencoba melepas hodie hitamnya serta celana ketat hitam panjang. Luka yang baru dia dapat tentu saja belum sembuh dan itu membuat Lysaa sedikit meringis kesakitan saat melepas semua pakaiannya dan menyisakan tanktop hitam serta celana boxer bernuansa hawai.
"Sreekk...!" Suara gorden ketika di geser ke pinggir.
Dengan perlahan Lysaa mendekati Dojun untuk melihat bagaimana perkembangan hasil dari misi yang baru saja selesai ia kerjakan.
"Bagaimana?" Tanya Lysaa
"Apa?" Jawab Dojun dan mengalihkan pandangannya sesaat dari komputer untuk melirik Lysaa.
"Yaaa! Lysaa!! Kenapa kau memakai boxer ku lagi?!".
"Ini nyaman." Jawab Lysaa dengan santainya dan terkesan cuek.
"Kau kan sudah aku belikan pakaian dalam wanita kenapa masih memakai boxer ku?!"
"Kau saja yang memakainya."
"Yaaa! Kau sudah gila?!"
"Sudah lah, lanjukan pekerjaan mu. Jangan sampai Paman Dave tahu aku yang membunuh Park Ji Saeng. Kau tahu, terakhir kali aku membunuh Ketua Choi dia menghukum ku 3 bulan tidak boleh melakukan aktifitas di luar sana. Dan itu membuatku gila."
"Hehehe, itu wajar karena kau kepala batu."
"Triiiing... ! Triiing....!"
Suara dering telpon selular milik Lysaa menghentikan pembicaraan mereka. Lysaa melihat sebuah nama yang tertera di layar handphonenya. Ada nama Uncle tertera di sana dan itu membuat Lysaa sedikit panik.
"Siapa?" Tanya Dojun setelah melihat Lysaa terdiam dan seperti ragu untuk mengangkat panggilan itu.
"Paman Dave katakan aku sudah tidur." Ujar Lysaa dan langsung memberikan handphonenya ke tangan Dojun.
"Apa?! Dasar gila!"
"Siapa yang kau katakan gila Dojun?!!"
Suara barito Paman Dave terdengar membunuh walau bernada tenang. Rupanya saat memberikan handphonenya tadi Lysaa terlebih dahulu sudah menyentuh tombol hijau untuk terhubung dengan sang Paman.
"Aa...eh Paman? Bukan.. bukan. Aku sedang menonton film dan itu membuat ku terpancing emosi."
Dojun berkilah sambil menatap tajam Lysaa dan meremas rambutnya sendiri dengan kesal. Ia tak menyangka Lysaa akan mengerjainya dengan menjebak dirinya untuk menghadapi panggilan telepon dari Paman Dave mereka.
Lysaa terkekeh tak bersuara. Dengan langkah pelan dan gontai ia menuju ranjang besi miliknya dan merebahkan diri disana dengan nyaman. Lysaa dapat mendengar percakapan mereka karena sebelumnya telah mengaktifkan mode speaker pada panggilan itu.
"Kau sudah melihat berita itu?" Tanya Paman Dave.
"Berita apa Paman? Aku sedang asik menonton film dari komputer ku."
"Apa Paman mu ini seorang anak kecil hingga kau coba untuk berbohong?"
Mendadak bulu di tubuh Dojun meremang mendengar ucapan Pamannya.
"Oh berita! Apa benar ini Paman? Park Ji saeng pengusaha real estate itu mati malam ini? Ya Tuhan... " Tanya Dojun pura-pura antusias seolah-olah dia baru saja mengetahui kabar itu.
"Dimana Lysaa?"
"Dia..." Ucapan Dojun menggantung. Sekilas ia melirik ke arah Lysaa yang menatapnya tajam sambil menggerakkan tangannya ke lehernya sendiri persis seperti orang yang mengancam seseorang untuk membunuhnya.
"... sudah tidur Paman." Ucap Dojun setelah melihat ancaman dari Lysaa.
"Katakan padanya, ini yang terakhir kali dia bertindak sendiri. Jangan sampai Paman menutup seluruh aksesnya jika dia terus keras kepala."
Dojun menelan salivanya dengan susah payah mendengar ancaman Paman Dave. Lysaa yang mendengarnya pun menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.
Sebaik apapun mereka mencoba membohongi Paman Dave, usaha mereka selalu sia-sia karena lelaki yang sudah menginjak usia kepala empat itu pasti tahu apa yang mereka perbuat.
Ya, itu tidak lah mengherankan karena Paman Dave sendiri juga bekerja sebagai intelejen seperti Ayah dan Ibu Lysaa. Gerak gerik yang di lakukan Lysaa sudah mirip anggota intelejen dalam menjalankan misinya. Paman Dave tentu saja tahu pergerakan itu karena dia dan Ayah Lysaa serta Ibunya telah mengajarkan banyak hal kepada Lysaa di usianya yang masih kecil.
Lysaa kecil didik untuk bisa bertahan hidup. Agar bisa bertahan hidup ia di ajarkan beberapa jenis bela diri serta cara menggunakan senjata tajam termasuk juga pistol.
Kehidupan masa kanak-kanak Lysaa di lalui dengan keras. Ia melewati masa bermain dan bercanda dengan teman-teman seumurannya. Bahkan sekolah Lysaa pun harus di adakan di rumahnya.
Kehidupan sebagai intelejen memiliki kewaspadaan tinggi karena nyawa mereka sewaktu-waktu bisa terancam mengingat misi yang mereka lakukan sangat berbahaya. Hal itu tidak terlepas dari kecemasan mereka terhadap keluarga seperti anak-anak mereka. Mereka bisa saja bertemu musuh kapan saja. Dan untuk bertahan hidup mereka harus bisa melindungi diri. Untuk itu lah Lysaa di didik walau ia masih sangat kecil.
Bersambung...
Note : jangan lupa untuk selalu like dan komen setiap bab ya, karena jejak kalian sangat berharga bagi Author. Terima kasih 🙏😊
Bab 2
Rencana
Berita kematian pengusaha Park Ji Saeng menggemparkan seluruh stasiun televisi di Korea Selatan di pagi itu. Ada yang ikut berduka namun ada juga yang menghujat kematian pengusaha itu sebagai karmanya yang telah melakukan tindak korupsi.
Berkat bukti-bukti yang di tinggalkan oleh Lysaa, pihak kejaksaan dan kepolisian segera mencari kebenaran tentang dugaan korupsi yang di lakukan oleh Park Ji Saeng.
Ya, Park Ji Saeng melakukan korupsi di beberapa proyek milik pemerintah. Dan hal itu merugikan banyak buruh serta karyawan yang bekerja dalam proyek yang di tangani pengusaha itu.
Tidak ada yang menduga kematian Park Ji Saeng di lakukan oleh Lysaa. Berkat penyamaran yang Lysaa lakukan ia terhindar dari daftar pencarian orang yang membunuh pengusaha itu.
"Kau sudah bangun?" Tanya Dojun kepada Lysaa ketika melihat gadis itu sudah duduk menghadap komputer yang menyala.
"Apa aku kelihatan sedang tidur?" Tanya Lysaa tanpa melihat ke arah Dojun. Ia masih fokus menatap layar komputer sambil mengetik sesuatu disana.
"Hehehe, tidak. Tapi kau terlihat seperti zombie dengan tubuh penuh luka seperti itu. Apalagi maskara hitam yang kau kenakan mulai luntur. Apa kau tidak membersihkan wajah mu sebelum kau tidur?"
"Tidak." Singkat padat dan jelas Lysaa menjawab pertanyaan Dojun.
"Ck kau ini! Mau sampai kapan kau tidak menyayangi tubuh mu itu. Padahal kau itu cantik, dan suatu hari tentu kau harus mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunanmu."
"Apa sekarang kau mulai naksir padaku?" Tanya Lysaa tetap tak melihat ke arah Dojun.
"Hiiy...! Kau jangan membuat ku muntah. Kau tahu aku belum sarapan dan jika aku muntah pagi ini pasti cairan kuning yang keluar dan itu sangatlah pahit."
"Kau banyak bicara. Cepat bantu aku mencari alamat orang-orang yang bekerja sama dengan Park Ji Saeng. Cari yang kedudukan dan statusnya setara bahkan di atas Park Ji Saeng. Aku yakin di antara mereka pasti ada yang terlibat dalam pembunuhan kedua orang tua ku."
"Dasar kepala batu! Apa kau lupa pesan Paman Dave tadi malam. Bahkan kau sendiri mendengarnya dengan baik."
Lysaa memutar bola matanya jengah.
"Jangan pedulikan. Aku harus bisa menemukan pembunuh kedua orang tua ku. Apa kau lupa tujuan hidupku?!" Lysaa menatap tajam ke arah Dojun.
"Haah, terserah kau saja!"
Dojun beranjak dari ranjang besi nya dan mendekati wastafel. Ia mencuci muka kemudian menggosok giginya. Lalu setelah bersih dia mengambil roti yang ada di lemari persediaan makanan serta air mineral botol untuk sarapannya pagi itu. Walau banyak protesnya namun Dojun selalu menuruti permintaan Lysaa.
Dojun mulai teringat masa-masa iya pertama kali mengenal Lysaa. Dojun mengenal Lysaa di sebuah panti asuhan ketika ia baru berusia 9 tahun. Mereka berdua besar bersama di sebuah panti asuhan yang jauh dari ibu kota.
Saat itu Lysaa adalah gadis kecil yang tercantik di panti asuhan itu. Namun karena sikapnya yang pendiam dan dingin tidak ada yang mau bermain dan mencoba dekat dengan Lysaa. Terlebih lagi Lysaa pernah membanting salah seorang anak panti yang memaksa Lysaa untuk menuruti perintahnya.
Tetapi Dojun tidak takut terhadap Lysaa. Justru ia kagum dengan tubuh kecil yang berparas cantik itu bisa menggunakan bela diri di usia mereka.
Diam-diam Dojun selalu mengikuti Lysaa walau dalam jarak tertentu. Kemana pun Lysaa pergi dan apa yang Lysaa lakukan ia selalu mengamati dalam diam. Sampai suatu hari langkah kakinya di cekal hingga ia terjatuh. Dan orang yang melakukan itu tak lain adalah Lysaa.
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" Tanya Lysaa ketika Dojun sudah duduk disebelahnya.
Pertanyaan Lysaa membuyarkan lamunan Dojun tentang masa kecilnya bersama Lysaa.
"Aku teringat masa kecil kita saat mengenalmu dulu."
"Untuk apa kau mengenang masa lalu. Masa sulit seperti itu jangan sering di ingat. Hanya membuat sesak saja." Gerutu Lysaa.
"Hei Lysaa! Di masa lalu itu ada kenangan manis yang selalu saja bisa membuatku tersenyum mengingatnya."
"Sudah, aku sedang tidak ingin bernostalgia. Cepat cari informasi yang aku butuhkan!"
Sambil mengunyah rotinya Dojun melakukan apa yang di perintahkan oleh Lysaa.
"Ada beberapa konglomerat yang bekerjasama dengannya. Tapi akses untuk infomasi pribadi mereka di tutup."
"Apa kau tidak bisa meretasnya? Jangan-jangan julukan Hacker hanya isapan jempol saja." Ejek Lysaa.
"Ish, ini cukup sulit. Mereka pasti memiliki sistem canggih untuk menjaga infomasi penting tentang mereka beserta keluarga mereka."
"Apa sama sekali tidak ada informasi yang berguna? Kau payah sekali!" Gerutu Lysaa.
"Ck! Kau ini tidak sabaran sekali!"
Beberapa menit pun berlalu Dojun masih berkutat dengan laptopnya untuk mencari informasi Yang dibutuhkan oleh Lysaa. Beberapa komputer dia gunakan secara bersamaan untuk mempermudah dirinya menemukan apa yang bisa di jadikan bahan informasi untuk Lysaa.
"Ketemu!"
Satu kata dari Dojun membuat Lysaa menghentikan Lysaa yang tadi beranjak untuk membasuh wajahnya.
"Apa?" Tanya Lysaa penasaran.
"Aku menemukan informasi sekolah anak-anak dari orang-orang yang berhubungan itu. Bagaimana kalau kau menyelidiki di sekolah itu?"
"Kau ingin aku melukai bocah-bocah itu?"
"Mereka bukan bocah, mereka seusiamu. Dan kau tidak perlu melukai mereka. Kau bisa mendapatkan informasi tentang orang tua mereka dari anak-anaknya. Sekaligus kau bisa bersekolah lagi. Bukankah pendidikan mu dulu sempat terhenti?"
"Yaaa! Kau menyuruhku sekolah lagi? Kau mau mati hah?!" Lysaa berteriak.
"Dasar kelapa batu! Dengar dulu penjelasanku!"
"Apa? Apa yang mau kau jelaskan?! Kau hanya ingin aku bersekolah lagi kan? Aku tak perlu melakukannya. Tanpa melanjutkan sekolah pun aku tak kalah pintar dari anak genius." Cerocos Lysaa dengan raut wajah kesal.
"Kau ini benar-benar.....! Hah sudah lah. Sekarang ku tanya, kau mau menemukan pembunuh orang tua mu apa tidak?!"
"Tentu saja aku mau!" Lysaa menjawab dengan cepat.
"Makanya dengarkan dulu ide ku ini! Tidak mudah mengakses informasi para pengusaha dan penjabat itu. Aku tidak bisa meretas data milik mereka karena mereka memiliki sistem pengamanan yang canggih. Tapi aku menemukan infomasi kalau ada anak-anak dari pengusaha atau pejabat itu bersekolah di sekolah elit di Chungdam High School. Meski belum terungkap siapa saja mereka, maka tugasmu lah mencari tahu latar belakang mereka."
"Hei uban, kau sudah gila huh?! Kau kira murid di sekolah itu hanya satu atau dua orang saja? Di sana pasti banyak, dan bahkan mencapai ratusan murid, bagaimana aku bisa mencari mereka?!" Tanya Lysaa dengan penuh emosi sampai -sampai memanggil Dojun dengan sebutan uban karena warna rambutnya yang di cat perak.
"Gunakan insting berburumu! Kau pasti bisa menemukan mereka. Anak-anak berstatus tinggi itu pasti memiliki perbedaan di antara anak-anak lainnya."
Lysaa membuang napas kasar sambil menatap tajam Dojun yang juga menatap serius padanya. Sesaat mereka saling diam dalam tatapan masing-masing.
"Hanya setahun saja. Kau juga bisa sekalian menyelesaikan sekolahmu yang tertunda." Bujuk Dojun.
"Aku bisa menggunakan Home Schooling."
"Dan memudahkan mu untuk kabur kapan saja?! Aku bukan tidak tahu akal licik mu."
"Ck!"
Lysaa berdecak. Gadis itu kehabisan pembelaan karena apa yang di katakan Dojun adalah benar.
Lysaa merupakan anak akselerasi saat ia masih berada di panti. Akselerasi adalah program atau strategi yang memungkinkan siswa untuk menjalani dan menyelesaikan masa sekolah lebih cepat dari biasanya, dan memulai belajar lebih muda dari usia umumnya.
Namun Lysaa sering membolos saat-saat kelas akhirnya. Bahkan sering kabur ketika guru Home Schooling datang ke panti.
Demi keamanan Lysaa saat di panti Paman Dave sampai mengadakan Home Schooling untuknya. Namun tetap saja, gadis itu enggan melanjutkan pendidikannya.
"Minggir! Akan aku cari sendiri mereka!"
Lysaa memerintahkan Dojun untuk beranjak dari kursi yang di gunakan untuk menghadap laptop. Lysaa bertekad untuk mencari data-data orang-orang yang berhubungan dengan Pak Ji Saeng.
Setelah beberapa menit berkutat dengan laptopnya Lysaa tidak menemukan informasi yang ia harapkan. Seperti kata Dojun, infomasi pribadi tidak memiliki akses. Hanya infomasi umum seperti nama isterinya, nama perusahaannya, hobinya, serta kegiatan lainnya. Tidak di cantumkan dengan jelas alamat rumah, serta wajah anak-anak mereka. Bahkan sumber itu hanya menyebutkan jika sekolah terbaik di Korea adalah pilihan pasti anak-anak konglomerat itu menempatkan putra putri mereka untuk mengeyam pendidikan.
Lysaa membuang napas kasar dan melirik Dojun yang terkekeh membalas tatapannya pertanda lelaki itu menang atas perdebatan mereka.
Lysaa memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari ide Dojun yang baru saja mereka perdebatkan.
"Ini gila!" Kata Lysaa sambil mengusap wajahnya dengan kasar. "Kau mati kalau ide mu ini tidak berhasil!" Ancam Lysaa kepada Dojun dengan tatapan membunuh.
Dojun terkekeh, meski bulu kuduknya merinding mendengar ancaman macan betina itu. Walau Lysaa berkata akan membunuhnya walau itu tidak mungkin terjadi, tapi Lysaa pasti akan mengerjai dirinya hingga ia merasakan ingin mati saat itu juga.
Tapi setidaknya idenya sudah di setujui oleh Lysaa. Dan itu berarti secara tidak langsung Lysaa bisa melanjutkan jenjang pendidikannya.
"Berarti, kau harus bersiap dari sekarang. Bulan depan kau akan masuk ke sekolah elit itu." Ujar Dojun.
"Aku tidak butuh persiapan apa pun." Tolak Lysaa.
"Tidak... tidak. Kau butuh itu! Sembuhkan dan hilangkan dulu luka-luka mu itu. Apa kau pikir mereka mau menerima murid yang terlihat seperti Mafia? Aku akan menyuruh seseorang yang ahli mengobatinya hingga tak berbekas. Tapi kau tahu kan ada biaya yang sepadan untuk itu?"
"Ck, menyebalkan!"
Dojun berdiri sambil berkata, "Makanya jaga tubuhmu jangan sampai terluka. Kau itu wanita, tubuhmu adalah aset berhargamu." Ujar Dojun menepuk pundak Lysaa kemudian berjalan berlalu meninggalkan Lysaa yang masih dengan pikiran-pikirannya.
Bersambung...
Bab 3
Murid Baru
Lysaa menatap bangunan besar yang terlihat elit di hadapannya. Wajahnya di tekuk seribu sambil menatap beberapa siswa yang melewati dirinya. Bukan tanpa alasan wajah Lysaa masam seperti itu. Karena ide Dojun kali ini, ia terpaksa menjalankan misinya di sekolah dan sekalian melanjutkan pendidikannya di sana.
Kira-kira sebulan yang lalu, setelah menghabisi nyawa Park Ji Saeng dan mengorek infomasi darinya, Lysaa mengetahui ada orang lain yang terlibat dalam pembunuhan ke dua orang tuanya. Namun, siapa saja yang terlibat itu? Lysaa harus mencari tahu lebih detail di sekolah ini melalui anak-anak yang orang tuanya di curigai terlibat dalam kasus itu.
Rok span di atas lutut dengan baju kemeja putih lengan pendek serta rompi berciri khaskan sekolah itu membalut sempurna di tubuh Lysaa yang tinggi dan cukup berisi. Rambut hitam lurus panjang yang tergerai dengan indah, serta bola mata yang berwarna sedikit kebiruan mengundang setiap mata untuk menikmati keindahan wajahnya yang tidak pernah ia sadari.
Lysaa yang cuek dan selalu melakukan apapun sesuka hatinya tidak pernah peduli akan tanggapan dan pandangan orang lain terhadapnya. Baginya, selama orang itu tidak mengusik dirinya maka ia pun tidak perlu membuang tenaga cuma-cuma untuk urusan sepele seperti hujatan.
Paman Dave sebagai wali Lysaa yang mengurus gadis itu agar bisa masuk ke sekolah elit ternama di kota itu. Setelah mendapat telpon dari Dojun yang mengatakan kalau otak Lysaa konslet karena meminta untuk melanjutkan sekolah, tentu saja tidak di tolak oleh Paman Dave. Lelaki itu langsung setuju dan mengurus segala keperluan Lysaa.
Paman Dave sudah lama membujuk Lysaa untuk melanjutkan sekolahnya. Namun karena sifat Lysaa yang lebih suka melakukannya apa yang dia suka, Paman Dave tidak dapat memaksakan harapannya kepada gadis itu.
***
Lysaa mengikuti langkah kaki seorang guru yang mengantarnya ke sebuah kelas yang akan menjadi tempat belajarnya setahun ini. Suasana yang tadinya riuh menjadi hening seketika saat dirinya berdiri di depan kelas untuk memperkenalkan diri.
"Ayo perkenalan dirimu dulu kepada teman-temanmu." Ajak wali kelas.
Lysaa menatap satu persatu siswa-siswi yang ada di kelas itu.
"Perkenalkan aku Lysaa."
Semua terdiam menunggu kelanjutan dari ucapan Lysaa. Namun Lysaa yang cuek tidak ingin menambah kata apa pun lagi karena saat itu ia hanya ingin segera duduk di kursi yang telah di tentukan.
"Ada lagi Lysaa?" Tanya Wali kelasnya yang juga tampak menunggu sesuatu yang keluar dari mulut Lysaa.
"Tidak." Jawab Lysaa dengan santainya.
"Baiklah kau boleh duduk. Ternyata teman baru kalian sedikit irit bicara dan pendiam jadi Ibu harap kalian mau mengajaknya berteman agar dia tidak bosan." Kata Wali kelas ketika Lysaa mulai melangkah menuju satu-satunya kursi kosong di sudut belakang.
"Baiklah kita mulai lagi pelajaran hari ini..."
Tanpa banyak bicara Lysaa duduk dan mendengarkan penjelasan dari Wali kelasnya yang mengajarkan pelajaran hari itu. Sesekali murid lain melirik ke arah Lysaa. Entah itu terpesona atau iri dengan penampilan Lysaa yang jelas Lysaa tidak peduli. Di mengabaikan lirikan-lirikan itu seolah mereka semua hanya sebuah patung hidup.
Tanpa terasa waktu bergulir hingga jam istirahat pun tiba. Satu persatu murid kelas itu meninggalkan kelas dengan tujuan masing-masing. Namun ada beberapa juga yang masih berada di kelas dan lagi-lagi Lysaa tidak peduli.
Yang ia butuhkan saat ini adalah tidur sesaat agar kepalanya tidak terlalu pusing. Ia menjadi kurang tidur karena tadi malam mencoba mencari informasi di sekolah itu. Ia menjalankan aksinya seorang diri namun pada akhirnya tidak menemukan apa yang ia cari.
Begitu sedikit informasi yang ada tentang murid-murid di sekolah itu. Mungkin karena mereka adalah anak-anak beratus tinggi hingga data informasi mereka sengaja di tutup untuk keamanan mereka.
"Hei bangun!!"
Suara seorang gadis setengah berteriak memaksa Lysaa membuka matanya. Dengan malas Lysaa menatap gadis itu tanpa berkata apa-apa.
"Kau harus patuh pada perintahku! Di kelas ini akulah yang paling berkuasa!" Ucap gadis itu sinis dengan percaya diri.
Lysaa hanya menyunggingkan senyum remeh atas apa yang dia dengar, dengan acuh ia kembali meletakkan kepalanya di meja untuk melanjutkan tidurnya.
"Brakk!!" Suara meja di gebrak.
"Berani kau mengacuhkan aku?! Kau dengar tidak huh?!"
Lysaa merasa kepalanya semakin cenat cenut setelah telinganya berdesing mendengarkan gebrakan meja tepat di samping kepalanya.
Lysaa terpaksa membuka matanya kembali dan melihat keadaan sekitar yang hanya terdapat beberapa siswa perempuan saja yang sedang mengelilinginya sambil menatapnya dengan sinis dan senyum merendahkan.
Lysaa bangun dari duduknya. Dan dengan satu gerakan cepat ia mencekik leher gadis tadi hingga gadis itu terdorong kebelakang dan terbaring di atas meja dengan raut wajah pucat pasi dan tubuh yang gemetar.
Gadis itu mengerang kesakitan dan memukul sebelah tangan Lysaa yang masih mencekik lehernya dengan kuat.
Beberapa gadis yang melihat itu semua kabur terbirit-birit. Sedangkan yang di cekik oleh Lysaa sangat ketakutan menatap mata tajam Lysaa hingga tanpa sadar ia sudah membasahi meja belajar dengan air kenci*ngnya.
"Jangan pernah menggangguku ketika aku sedang tidur. Paham?!!" Ancam Lysaa.
Gadis itu mengangguk cepat dengan tubuh gemetar. Lysaa lalu melepaskan tangannya dari leher gadis tadi dan melangkah pergi meninggalkan kelasnya.
Gadis itu terduduk lemas dengan tubuh yang masih gemetar.
(Siapa dia? Beraninya dia mempermalukan aku Shin Yeri seperti ini! Apa status orang tuanya lebih tinggi dari orang tuaku? Ini bahaya jika itu benar. Tidak, aku harus memastikannya lebih dulu. Sebaiknya aku menjaga jarak darinya dulu. Batin Gadis bernama Shin Yeri).
Gadis bernama Shin Yeri itu merasa teramat malu. Ia pun segera membersihkan dirinya ke toilet dan menelpon pelayan rumahnya untuk mengantarkannya baju ganti.
"Apa yang terjadi Nona, anda baik-baik saja?" Tanya Kepala Pelayan melalui sambungan telepon.
"Aku baik-baik saja. Tadi aku hanya tergelincir hingga pakaianku sedikit kotor."
"Dimana Nona tergelincir. Saya akan meminta pihak sekolah untuk lebih teliti menyediakan fasilitas sekolah."
"Tidak... tidak, itu tidak perlu. Aku baik-baik saja
Aku hanya tidak suka rok ku sedikit kotor."
Gadis itu terpaksa berbohong. Ia tidak mau memperbesar urusannya dengan Lysaa karena ia masih belum tahu pasti pangkat dan kedudukan orang tua Lysaa. Bisa-bisa ia mempermalukan nama baik keluarganya. Dan itu pasti bukanlah sesuatu yang patut di banggakan.
"Baiklah Nona. Saya akan menyuruh orang untuk mengantarkan seragam baru Nona."
"Ya, cepatlah!"
"Tut!"
Panggilan pun di akhiri.
Shin Yeri menatap dirinya di cermin toilet. Ia begitu malu dengan apa yang sudah terjadi pada dirinya hari ini.
"Brakk.. Brakk.. Brakk!!
Suara gedoran pintu toilet membuat Shin Yeri terlonjak karena terkejut. Ia ragu untuk membuka pintu itu karena dirinya sedang dalam keadaan kotor dan memalukan.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!