Dulu sebelum iblis berkuasa dunia sangatlah tentram. Manusia, hantu dan siluman hidup saling berdampingan. Diceritakan bahwa suatu hari seorang Dewa turun dari Surga untuk membasmi Hantu Ganas. Hantu Ganas adalah Manusia mati yang berubah menjadi hantu karena saat hidup dipenuhi dengan dendam dan kebencian. Mereka jiwa yang tidak bisa turun ke dunia bawah dan berenkarnasi.
Dewa itu telah jatuh cinta kepada manusia dan berzina dengan gadis itu.
Dia melanggar aturan langit dan bumi dihukum dengan hukum ratusan petir dan diturunkan dari surga. Sedangkan gadis manusia itu dieksekusi, jiwanya dihancurkan, dicerai beraikan dan tidak bisa berenkarnasi di kehidupan berikutnya.
Ada juga rumor yang mengatakan bahwa Dewa itu telah menantang dan menuduh Dewa Laut memiliki rencana jahat untuk membalikan langit dan bumi kedalam lautan kosmik. Hal itu menjadi gempar di kalangan pejabat surgawi, kaisar surgawi yang mendengar tuduhan itu segera menyelidiki tuduhan itu tapi ternyata itu hanyalah omong kosong dan kebohongan belaka. Kaisar surgawi sangat marah dia menendang Nalendra dari Istana Surgawi dengan cara tidak terhormat.
Dewa itu menjadi gila dia membantai para pejabat surgawi dengan kejam. Abu mereka dijadikan Giok Tulang Dewa. Tidak ada yang tahu dimana keberadaan Giok Tulang Dewa. Dikatakan Giok itu memiliki kekuatan yang mengerikan. Kekuatannya bisa menghancurkan langit dan bumi. Dewa itu berubah menjadi iblis
Orang menyebutnya Iblis kegelapan.
Iblis Kegelapan adalah Raja para iblis, siluman dan hantu. Manusia dibawah kakinya hanyalah segerombol semut yang bisa diinjak dan dibunuh kapan saja.
Jika tidak ada perjanjian antara manusia dan iblis mungkin semua umat manusia di dunia sudah punah.
Perjanjian itu disebut Perjanjian Seribu Tahun. Dalam waktu Seribu Tahun. Salah satu pihak tidak boleh melanggar janji. Jika ada yang melanggar maka mimpi buruk yang mengerikan akan terjadi perang besar antara iblis dan manusia telah dimulai dan saat itulah dunia benar-benar telah berakhir.
Di Kota Hitam Berkabut.
Malam itu hujan deras disertai angin, kabut hitam menggantung, hawa dingin menusuk sekujur tubuh, petir bersahut-sahutan menyambar langit.
Pria berambut merah, berpakaian putih tengah asik membantai puluhan orang dari Kota Hitam Berkabut, baju putihnya telah berubah warna menjadi merah, rambut merah panjangnya tertiup angin seperti kobaran api yang menyala di kegelapan malam.
Iblis itu tertawa, wajahnya berlumuran darah, dia membunuh dengan cara kejam dan mengerikan, ada yang muda ada yang tua perempuan dan laki-laki mereka semua mati mengenaskan kepalanya hancur, tangan dan kakinya hilang, ada yang perutnya terbuka dan ususnya menyembul keluar. Bau anyir darah tercium sangat kuat, genangan darah dibawah kakinya seperti aliran sungai yang mengalir, dia memang Iblis Kejam yang merangkak keluar dari Neraka.
Nalendra menatap langit malam yang kelabu tetesan air hujan mengalir membasuh noda darah di wajah tampannya. Dia tertawa terbahak-bahak suara tawanya sangat mengerikan, menggema di seluruh penjuru kota.
Sekejap kemudian dia berhenti tertawa dan tersenyum sporadis. Menunduk dan memiringkan kepalanya, mengamati seorang pemuda berbadan kekar berjubah hitam yang baru saja datang, pelayan itu berlutut dan berkata dengan hati-hati, "Semua orang yang berkhianat telah dibereskan. "
Pemuda itu adalah Wayan, Pelayannya yang setia. Dia telah mengikuti Nalendra selama seratus tahun lebih. Nalendra mengganggap Wayan seperti adik laki-lakinya. Tapi tetap saja Wayan merasa tidak pantas dan tetap melayani Nalendra dengan sepenuh hati. Karena nyawanya adalah milik Nalendra.
Dengan acuh tak acuh Nalendra berkata,
"Bagus, awasi terus mereka jika ada yang berani bermain-main dengan Raja ini lagi potong-potong tubuhnya dan berikan kepada anjing. "
Wayan masih berlutut dan dengan patuh
berkata, "Baik tuan. "
Nalendra meletakkan kedua tangannya dibahu pemuda itu dan menyuruhnya berdiri. Setelah pemuda itu berdiri dengan baik Nalendra menyingkirkan tangannya.
Nalendra bertanya dengan datar, "Di mana Pandu?"tanya Nalendra dengan alis yang diturunkan dan disatukan.
Pandu adalah Bawahannya, dia telah menghianati Nalendra berasal dari Kota Hitam Berkabut. Pandu berhasil menyusup menjadi mata-mata di Istana Kegelapan dan berkolusi dengan Pejabat surgawi.
Wayan sudah tahu kalau Nalendra pasti akan menanyakan pertanyaan itu Jadi dengan panik dia menjawab dengan bibir bergetar. Pelipisnya mengeluarkan keringat dingin, "Pelayan rendahan ini tidak tahu dimana sekarang Pandu berada tapi pelayan ini akan segera mencarinya. "
"Jadi dia menghilang. "Kata Nalendra menggerakkan kepala keatas dan kebawah berulang kali seolah mengerti.
Wayan menunduk mengakui kesalahan, "Itu karna pelayan ini tidak cakap menangani masalah ini. "
Nalendra diam, kesunyian disekelilingnya langsung terasa mencekam dan menakutkan, badannya bergetar ketakutan. Dia siap jika akan dibunuh dan dikuliti saat itu juga tapi..
Siapa yang menyangka dia hanya berkata enteng, "Biarkan saja dia bermain-main dulu nanti setelah dia puas bermain. Raja ini yang akan membunuh penghianat itu, mengulitinya dan menjadikan kulitnya sebagai lampion dan sebelum dia mati Raja ini akan menyiksanya dulu bagaimana?" Nalendra tersenyum lebar memamerkan sederet gigi putihnya, pupil hitam dimatanya melebar.
Wayan beringsut mundur dan bergidik ngeri tiba-tiba hawa dingin menyebar di sekujur tubuh. Senyuman itu bukan senyuman yang cemerlang sebaliknya senyum itu mengerikan, membuat orang yang melihat bermimpi buruk. Pemuda itu dengan lidah kelu hanya bisa menjawab, "Baik. ."
Dan sesaat kemudian tuannya telah pergi dan menghilang di kegelapan malam. Wayan menghembuskan nafas lega. Selama seratus tahun dia telah menyaksikan kekejaman pria itu. Tuannya itu sangat menakutkan dipenuhi aura membunuh, tidak pernah tersenyum, berdarah dingin, bengis dan sadis. Orang yang berada didekatnya akan sulit bernafas, tidak betah berlama-lama.
Wayan sudah hafal, jika tuannya sudah berganti pakaian serba putih disitulah kematian akan datang menjemput.
Yah....jadi disinilah Wayan berada bersama puluhan mayat tragis dan mengerikan. Tanpa disuruh Wayan sudah tahu apa yang akan dia lakukan. Menumpuk mayat itu menjadi satu dan membakarnya.
Tujuh hari Setelah pembantaian mengerikan malam itu. Kota Berkabut hitam yang dulunya ramai disaat siang dan malam kini telah menjadi kota mati. Hiruk pikuk di kota itu menghilang bak ditelan bumi. Orang yang masih berada di kota mengasingkan diri didalam rumah, mereka takut kalau-kalau iblis itu datang kembali. Diujung Kota Berkabut Hitam di Bawah Kaki Gunung ada desa kecil. Desa itu dihuni dua puluh tiga keluarga mereka hidup bertani dan berkebun terkadang mereka pergi ke Gunung mencari kayu bakar dan tumbuhan untuk dijadikan obat.
Seorang gadis berusia delapan belas tahun berpakaian biru-putih berjalan pelan. Eleena bosan setengah mati. Sudah tujuh hari dia berada didalam rumah, jika dia terus didalam rumah mungkin dia akan mati muda karena bosan. Bayangkan saja didalam rumah selama tujuh hari tidak melakukan apa-apa hanya makan dan tidur seperti sapi ternak. Jadi dia iseng pergi sejenak untuk menghirup udara segar. Gadis itu berjinjit dengan hati-hati sebisa mungkin tidak menimbulkan suara sekecil apapun tapi sayang ketika gadis itu hampir mencapai ambang pintu.
Orang dibelakangnya mulai meneriaki namanya
dengan sangat keras dan lantang.
"Mau pergi kemana kamu. "
"Kamu tidak boleh pergi. "
Eleena tidak menjawab, kesal pria tua itu mulai melempari Eleena dengan jagung yang baru dipetikkan tadi pagi tapi dengan gesit Eleena menghindar dia meliuk-liuk tubuhnya ke kanan dan ke kiri dan mulai berlari.
"Eleena! "
"Jangan pergi. "
"Dasar bocah bau! bocah tengik!"
Tapi tetap saja setelah dimaki dan diteriaki si empunya nama tidak mengindahkan panggilan itu dan berlari sangat cepat seperti harimau yang mengejar mangsa.
Pria tua itu hanya menggelengkan kepala frustasi dan mengelus jenggot yang sudah memutih. Pria tua itu tahu kalau gadis liar itu sulit didisiplinkan jadi dia menghela nafas pasrah dan kembali kedalam rumah beratap jerami.
Eleena berhasil kabur dia sangat senang. Hanya dia yang berani keluar rumah jika ada lomba mengetes keberanian dia pasti akan menang dan mendapatkan penghargaan. Dia tidak takut dengan apapun di dunia ini sekalipun itu iblis dan hewan buas dia tidak akan lari.
Disepanjang jalan di kiri dan kanan bunga flamboyan mekar dengan indah kelopaknya besar berwarna merah tua atau oranye. Bunga itu hanya mekar pada saat musim peralihan atau pancaroba dari kemarau ke musim penghujan. Gadis itu berlutut dan mengambil bunga berwarna merah tua. Berdiri menepuk pakaian dan menyelipkan bunga ditelinga kanan dan tersenyum puas. Jalan yang semula datar mulai menanjak.
Sepanjang jalan pohon dengan daun lancip berwarna hijau berjejeran, menjulang tinggi. Hutan pinus berderet seperti hamparan hijau yang luas.
Eleena bersenandung lirih tidak lama kemudian dia sudah sampai diatas Gunung.
Di atas Gunung. Pemandangan sangat indah langit berwarna jingga ke merahan, matahari mulai terbenam di sebelah barat.
Merentangkan kedua tangan dan memejamkan mata Eleena menghirup udara dengan khusyuk. Rambut hitamnya tertiup angin. Dia terlihat sangat cantik dan menggemaskan
Eleena berteriak suaranya menggema di atas gunung, "Akhirnya aku bebas. "
Dibelakang ada pemuda berambut merah sedang bersandar di bawah Pohon Oak dia terkekeh pelan dan berkata, "Aku menemukanmu. "
"Siapa itu?"
Eleena membalikan tubuh. Mencari sumber suara. Tepat dibawah Pohon Oak ada seorang pemuda berjubah hitam-merah tengah asik duduk bersandar dengan santai.
Pemuda itu sangat tampan, rambut merah tergerai begitu indah, bulu mata panjang, dan lentik, mata phoenix tajam, dan dalam seakan ingin menarik seseorang untuk menatap sekali lagi, bibir tipis berwarna merah muda.
Eleena tidak sadar jika mulutnya telah terbuka membentuk huruf O. Dia terpesona oleh ketampanan dan kecantikan menyihir pemuda itu. Eleena pun dengan tidak tahu malu mulai mengoceh tanpa henti,
"Tuan yang apa yang kamu lakukan disini?"
"Apa kau tersesat?"
"Apa kau orang baru disini? "
"Aku Eleena."
"Siapa namamu tuan?"
"Dari mana kau berasal? "
"Aku dari desa kecil di kaki gunung."
"Aku sedang kabur dari rumah. "
"Kamu tampan. "
"Tapi mengapa tidak pernah tersenyum. "
"Membosankan. "
Rentetan pertanyaan itu ditanyakan kepada pemuda itu tanpa jeda. Kata-katanya cepat dan tidak dimengerti. Wajah lugunya seperti anak kecil yang penasaran. Mata persiknya melebar dan berbinar.
Nalendra menatap gadis aneh di depannya. Gadis ini tidak tahu diri. Tidak ada orang lain yang tenang dan santai seperti dia, jika gadis ini tahu siapa dia sebenarnya apakah dia akan tetap sesantai ini pikirnya.
Dia ingin membunuh gadis aneh bin ajaib ini tapi entah mengapa ketika melihat gadis ini ada perasaan aneh mencegah untuk tidak melakukan. Jadi dia hanya menghela nafas, "Karena kau tidak mau memberi tahu namamu jadi aku akan memanggilmu Kakak Es kutub bagaimana?
Sebelum Nalendra menjawab.
Gunung berguncang hebat bebatuan berjatuhan Eleena limbung kesana-kemari, meraih apa saja yang bisa diraih. Dia meraih jubah hitam pemuda itu, pemilik baju segera meraih tangan gadis yang terlihat bingung dan linglung itu tanah dibawah mulai longsor menggulung kedua orang itu seperti ombak yang ganas.
Pemuda itu menarik gadis itu di pelukannya. Eleena menatap pemuda itu sekilas. Tanpa sadar tangannya mencengkeram bahu pemuda itu
dan merekapun jatuh ke dasar jurang dengan cara yang memalukan dan tidak senonoh. Pemuda itu berada dibawah gadis itu jarak mereka sangat dekat. Gadis itu cantik dan menggemaskan. Kecantikannya berbeda dengan gadis lain,
Matanya bulat dan lebar, hidungnya kecil, dan bibirnya tipis berwarna merah. Rambut panjangnya acak-acakan terlihat sangat menggoda.
Hembusan nafas panas gadis itu menyentuh pipinya. Nalendra meneguk ludah, jakunnya bergulir. Tangannya masih memeluk pinggang gadis aneh itu. Nalendra lekas melepaskan pelukannya.
"Minggir".
Dengan kasar Nalendra mendorong gadis itu hingga terduduk dan berbunyi bruk pantatnya tidak dapat lagi diselamatkan. Rasa sakit di pantatnya menjalar ke sekujur tubuh.
Eleena memaki, "Dasar kau pria tampan sialan! Apakah kamu tidak bisa memperlakukan seorang gadis dengan lembut?!
Eleena menunjuk pria itu dengan kesal dan marah, wajahnya memerah bercampur malu dan marah.
Tapi pria itu hanya terdiam. Duduk menepuk-nepuk jubah hitamnya dan mendengus kesal. Gadis di depannya ini memang tidak tahu malu.
"Gadis aneh apa kamu tahu dimana kita sekarang?"
Pria itu bertanya dengan cara yang aneh.
Eleena menjawab dengan cara yang aneh pula. Eleena tidak tahu dimana dia berada sekarang. Mengamati sekitarnya yang sudah sepenuhnya gelap, ia menyipitkan matanya bingung dan bingung, bukanya menjawab Eleena bertanya balik kepada pemuda itu lagi, "Bukankah kita berada didasar jurang?"
Pemuda itu tidak menjawab. Hanya desir angin yang terdengar, "Tuan kamu ada dimana? "
Hening tidak ada suara
Eleena seperti orang yang buta, tangannya terulur kedepan, meraba-raba apapun yang dia temukan. Tapi sayangnya tidak ada apa-apa disana.
"Tuan jangan tinggalkan aku."
"Dimana kamu tuan? "
Sayup-sayup terdengar suara perempuan menyanyi pilu dan menyayat hati. Orang yang mendengar seakan merasakan kesedihan yang dirasakan orang itu. Eleena mencari dimana suara memilukan itu berasal. Tepat di belakang ada sebuah Gua. Gua itu tidak besar dan tidak juga kecil, terdapat hutan rindang dengan pohon yang menjulang tinggi, sungai mengalir nan deras. Eleena melangkah hati-hati dan rasa waspada yang tinggi ke arah Gua. Di mulut gua terdapat tanaman yang merambat memenuhi mulut Gua. Ada bongkahan tanah bercampur batu, mungkin dulunya gua ini pernah longsor.
Eleena menyibakan tanaman yang merambat itu dengan kedua tangan dan melangkah masuk.
Gua itu gelap, lembab, basah, dan pengap. Sepertinya gua ini pernah ditinggali seseorang dan kemudian dibiarkan terlantar begitu saja pikir Eleena kalau tidak kenapa ada obor yang belum dinyalakan di dinding gua ini?bukankah itu sangat aneh. Eleena meraih obor itu dan menyalakan dengan kekuatan sihir. Kemudian obor itu menyinari gua gelap ini.
Eleena menyusuri Selasar gua. Selasar ini terdapat banyak tulang belulang manusia berjejer dipinggir Gua, ada juga pecahan guci yang selebar kepalan tangan orang dewasa yang terbuka. Eleena menduga jika tempat ini adalah Secondary burial atau bisa dibilang Tempat pemakaman. Dimana mayat disimpan dan dibiarkan hingga mengering, lalu tulang belulang yang tercerai berai dimasukan didalam wadah. Menangkupkan kedua tangan Eleena berdoa, Eleena mendoakan pemilik tulang itu dengan sepenuh hati.
Terdapat Tiga lorong di dalam Gua. Eleena bingung memilih lorong yang akan dia lewati, dengan bodoh dia menghitung namanya dengan jari dan namanya menunjuk kata "Na" jadi dia memilih gua yang ada disebelah kiri. Eleena Melangkah tanpa keraguan ke lorong gua, akses jalan masuk lorong gua ini sempit. Sehingga hanya bisa dilalui satu orang saja. Lorong itu semakin lebar dan lebar. Eleena berhenti disebuah ruangan yang besar, ruangan ini dikeliling banyak obor yang menyala, terdapat pilar-pilar pada dinding gua.
Terdapat tiga peti mati. Peti itu berwarna merah, sangat mewah dan elegan, terbuat dari kayu berkualitas terlihat berat dan kokoh, dicat dengan emas, dan ukiran-ukirannya seperti telah dipesan khusus.
Di depan peti mati terdapat dupa yang baru dinyalakan.
Eleena mengingat kejadian yang membuatnya berakhir disini mengurutkan setiap kejadian demi kejadian.
Ini, ini bukankah sangat aneh kenapa ada dupa yang menyala disini sedangkan sedangkan bukankah hanya dia yang masuk kedalam gua, apa Kakak Es Kutub yang menyalakan dupa? Dan jika itu dia apa hubungannya dia dengan orang yang berada di dalam peti mati ini? Aneh sungguh aneh.
Gunung tiba-tiba longsor dan dia terjatuh ke dasar jurang dan mengikuti suara nyanyian yang menyayat hati dan berakhir disini, Bagaimana ini mungkin dan dimana Kakak es kutub tadi? Kenapa dia tiba-tiba menghilang? Apa itu sebuah kebetulan? Apa itu rencana Kakak es kutub itu? Apa ini jebakan?
Eleena berpikir sangat keras, tapi dia malah bingung dan bingung. Mungkin di atas kepalanya sekarang sudah keluar asap dan mungkin sebentar lagi kepalanya akan meledak.
Menggelengkan kepalanya mencoba menjernihkan pikiran. Tapi ternyata tidak bisa, dia harus tahu jawabannya jika tidak, mungkin dia akan benar-benar mati penasaran jadi dia mulai mendekati peti mati itu.
Eleena Mengangkat dan menggeser penutup peti mati itu dengan kedua tangannya dengan perlahan.
Eleena tercengang dan terkaget-kaget.
Kosong.
Peti mati ini kosong.
Tidak ada apa-apa disini.
Benar-benar kosong.
Eleena tidak tahu harus menangis atau tertawa. Bayangkan saja dia hanya gadis lemah dan baik hati mengangkat peti itu sendiri dengan tangan mungilnya tapi apa? ingin sekali dia memaki dan berteriak tapi..
Ah, sudahlah tidak usah dilanjutkan lagi.
Jadi Eleena memutuskan bersandar di sebelah peti mati setengah terbuka dengan santai dan tenang.
Dia teringat pria tampan berambut merah itu kalau dia bertemu dengannya lagi dia akan mencakar wajah tampan dan dingin itu.Beraninya dia meninggalkan seorang gadis sendirian apa dia benar-benar pria.
Tiba-tiba ketika dia akan membuka peti mati yang lain dia mendengar geraman binatang buas dari luar gua. Suara geraman itu menakutkan dan sekejap kemudian Eleena pergi meninggalkan Tiga peti mati itu dan berlari keluar gua.
Di luar gua dengan obor yang masih menyala.
Eleena mengarahkan obor ke sumber suara segera cahaya obor menerangi kegelapan hutan di malam hari. Suara itu berasal dari hutan yang berada disebelah gua. Tanpa basa basi Eleena berjalan menyusuri hutan gelap dan sesekali memotong tanaman yang menghalangi jalan menggunakan pedang.
Di bawah pohon yang sangat besar Eleena menyembunyikan dirinya. Tepat di depan seekor harimau berwarna putih berguling-guling berjuang mati-matian melepaskan lilitan seekor ular berwarna hitam dari tubuhnya. Harimau itu menggeram, meraung, melolong, dan seakan menangis karena tidak bisa melepaskan lilitan ular berwarna hitam itu.
Dan apakah kalian tahu?
Pria tampan sialan berambut merah berada diatasnya, dia sedang duduk di pohon dengan anggun dan elegan menonton pertandingan bunuh membunuh itu dengan santai seakan itu panggung hiburan yang mengasikkan. Sesekali dia memasukan biji kenari ke dalam mulut. Kulit biji kenari itu jatuh mengenai kepala Eleena. Eleena marah dan menendang pohon dengan kaki. Seketika itu juga pohon itu ambruk dan mengenai harimau putih dan ular berwarna hitam yang masih bertarung tadi.
BRAAAKKK! Mereka sudah ditekan ketanah oleh pohon besar itu.
Betapa malangnya mereka.
Pada suatu malam yang gelap di dalam hutan Seorang pemuda tampan memegang payung berwarna merah turun dari langit, dia bak dewa turun dari langit sangat anggun.
Dia berdiri ringan di depannya. Jubah hitamnya menari.
Di bawah payung sepasang mata acuh tak acuh menatapnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya pemuda tampan berambut merah suara pemuda itu sangat tajam dan menakutkan, seperti bilah pedang yang melukai lawan sekali tusuk dan mati.
Eleena tidak takut sama sekali dia hanya mendengus. Eleena sadar kalau dia tidak berhak untuk marah toh dia bukan siapa siapanya.
Eleena hanya kesal dan khawatir itu saja Jadi dia hanya menjawab seadanya saja.
"Tidak apa-apa, hanya saja aku khawatir dan mencarimu tapi ternyata kamu disini dan baik-baik saja."Jawab Eleena sambil tersenyum.
Gadis itu tidak berbohong dia mengucapkanya dengan tulus. Nalendra mencari gadis aneh ini sejak dari tadi tapi gadis ini tidak ada dimanapun dia bahkan mencari gadis ini sampai ke seberang sungai tapi dia tidak ada disana jadi dia berpikir bahwa gadis itu sudah pulang. Tadi saat didasar jurang Nalendra mendengar suara yang aneh jadi dia mengikuti suara itu tapi kemudian suara aneh itu hilang dan dia sudah berpisah dari gadis aneh ini.
"Apa kamu baik-baik saja? "tanya Nalendra dengan acuh tak acuh.
"Aku baik-baik saja tadi aku mendengar suara wanita bernyanyi dan mengikuti suara itu.
Suara itu berasal dari gua tapi ketika aku masuk suara itu hilang dan ada tiga peti mati berwarna merah, ketika aku membuka peti mati itu kosong tidak ada mayat disana. "Kata Eleena.
Dua hewan yang pingsan tertimpa pohon besar itu menggerakkan tubuh mereka, membuka mata.
Dan secepat kilat telah mengangkat pohon besar itu dengan satu tangan dan membuangnya, hewan menakutkan itu berubah menjadi pemuda tampan satu berpakaian serba putih dan satunya berpakaian hitam.
Eleena melongo menatap kedua orang itu.
Jadi hewan itu siluman.
Siluman harimau dan ular itu mendekat. Mereka berlutut kepada pemuda berjubah hitam-merah yang tidak lain dan tidak bukan adalah Nalendra. Nalendra menyuruh mereka berdiri.
Mereka adalah Banyu dan Guntur bawahan Nalendra dari Ras Siluman, satu rambutnya seputih salju dan satu rambutnya hitam seperti tinta.
Siluman hitam putih itu tampan, ketampanannya mendekati cantik. Sangat berbeda dengan pria berambut merah di depannya, dia tidak hanya tampan ada
aura nakal di dalamnya seakan menarik seseorang untuk bermain di taman kejahatan. Menggoda dan memabukkan.
Pemuda berpakaian putih menatap Eleena sedikit jijik. Gadis ini seperti Preman pasar, tidak bermoral dan tidak tahu malu. Bagaimana dia bisa bertemu dengan tuannya?kenapa tuannya tidak segera membunuh gadis ini?
"Tuan siapa gadis tidak bermoral ini?"
tanya pemuda berjubah putih yang tak lain adalah Si harimau putih.
Eleena hanya memandangi Siluman putih itu dengan heran. Eleena tidak marah jika ada yang mengatainya tidak bermoral, tidak tahu diri, tidak tahu malu toh memang dia tidak punya rasa malu, jika dia malu dia tidak akan hidup sampai sekarang. Saat Eleena berusia enam belas tahun dia diusir dari rumah oleh ibu tirinya jadi dia mau tidak mau harus bertahan hidup bagaimanapun caranya. Eleena bahkan pernah mengemis di jalanan, mencuri dagangan para pedagang di pasar, makan makanan basi bahkan pernah berebut makanan dengan anjing liar di jalan. Jika dia malu dia akan mati kelaparan. Untungnya dewa maha baik dia bertemu dengan kakek tua baik hati yang mengajaknya pulang ke rumah dan mengganggap seperti cucu.
Nalendra hanya diam saja dan mengabaikan Banyu.
Banyu tahu jika tuannya akan mengabaikannya jadi dia tidak bertanya lagi dan memilih diam.
Eleena menjulur lidah dan mengejek siluman putih itu, "Harimau bodoh, harimau bodoh kenapa kau bodoh sekali kau bahkan kalah bertarung dengan ular itu. "
Pemandangan tadi sangat lucu, ia mengingat saat Harimau itu melolong kesakitan. Seakan menangis karena telah dikalahkan oleh ular kecil dan meminta pertolongan kepada pemuda berambut merah. Dia seperti anak kecil yang mengadu kepada ibunya tapi sayang dia hanya diabaikan oleh pemuda itu.
Banyu sangat kesal dan marah bagaimana mungkin seorang manusia rendahan bisa menghinanya sesuka dengkulnya. Wajah Banyu memerah karena marah dengan tersungut-sungut Banyu mengatakan,
"Kau hanyalah manusia rendahan tidak tahu diri!"
"Lihat saja aku akan menghancurkan mu berkeping-keping. "Eleena beringsut mundur dan bersembunyi di belakang pria berambut merah, baginya hanya punggung pria berambut merah ini yang aman.
Banyu mengeluarkan Kuku-kuku yang tajam dan panjang. Dia hendak mencakar gadis itu menjadi berkeping-keping
tapi dihalangi oleh pemuda berambut merah, "Banyu, sudah cukup bermain-mainnya. "
Kata Nalendra dingin saking dinginnya seolah olah Eleena berada di tengah laut yang membeku. Yang siap menenggelamkan kapan saja. Eleena tanpa sadar sudah menggosok tangannya, mencoba menghilangkan hawa dingin disekitarnya.
Banyu menarik kedua tangannya dan menghilangkan cakar tajam itu dari tangannya seketika itu juga tangannya berubah menjadi ramping dan mulus.
Siluman ular yang tadinya hanya diam seperti patung mulai membuka mulutnya, "Tuan menurut cerita nona ini tadi saya mendengar bahwa di dalam gua itu ada tiga peti mati berwarna merah bukankah itu adalah Hantu Pengantin Putih Pembawa Petaka. "
"Hantu Putih Pembawa apa?"Eleena mengulangi ucapan Siluman hitam itu dan menggantungkan pertanyaan dibelakangnya.
"Petaka. "Jawab Siluman Putih yang tak lain dan tak bukan adalah pemuda yang hendak membunuhnya tadi.
"Apa kamu tidak tahu tentang itu?"
tanya pemuda berambut merah. Nalendra menatap wajah Eleena mencari jawaban di wajah gadis aneh itu tapi disana tidak ada jawaban, "Tidak,memangnya apa itu?"Eleena bertanya balik kearah pemuda berambut merah, "Pantas saja kau dengan ceroboh memasuki gua itu tanpa tahu cerita dibaliknya ternyata kamu memang benar-benar bodoh."
Eleena menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan.
dan berkata lagi, "Ceritakan apa itu sebenarnya. "
Nalendra menatap gadis itu dan mulai bercerita, "Dulu ada seorang pria dan wanita yang saling mencintai, mereka hampir menikah tapi sayangnya seminggu sebelum menikah mereka bertengkar hebat gadis itu bunuh diri dengan memotong nadinya. Pria itu sedih karena kehilangan orang yang dicintainya, karena rasa bersalah pria itu juga menikam tubuhnya dengan pedang. Mereka berdua mati dengan cara yang menyedihkan dan memilukan. Orang tuanya belum menguburkan mayatnya. Mereka berencana menguburkan disaat hari pernikahannya jadi dia mencari pelayan khusus untuk merawat kedua mayat itu. Pelayan itu seorang pria muda setiap hari pelayan itu memasak makanan kesukaan mereka berdua dan menyalakan dupa. Pria itu terpesona oleh kecantikan gadis itu jadi dia setiap hari berada di ruangan itu mengajaknya berbicara, mendandani gadis itu, menganti bajunya setiap hari, bercerita, benyanyi. Pelayan itu menganggap mayat itu seolah-olah masih hidup. Hingga suatu malam pemuda itu bermimpi sangat menyeramkan..
Nalendra berhenti sejenak dan mulai melanjutkan.
Gadis itu meminta tolong kepadanya. Dibelakangnya pengantin pria membawa sebuah pedang hendak membunuh gadis itu tapi gadis itu tertawa, tawanya sangat mengerikan dan menakutkan, dia mengenakan pakaian pengantin berwarna putih wajahnya terbalik dagu diatas dahi dibawah dan mulutnya selalu mengeluarkan darah memenuhi wajahnya..
Ternyata gadis itu sedikit gila jadi dia membunuh pengantin pria dan membunuh diri nya sendiri. Pelayan itu sangat ketakutan karena ternyata yang membunuh pengantin pria adalah gadis itu. Pemuda itupun terbangun di samping peti mayat gadis itu. Karena ketakutan pemuda ini meninggalkan ruangan tapi pintu tiba-tiba tertutup, dia terkunci di ruangan dan di belakangnya ada seorang wanita berpakaian putih sedang duduk di atas peti mati wajahnya terbalik dan dipenuhi darah dia menyeringai ke arah pemuda itu
"Wanita itu adalah. "Kata Nalendra menatap gadis didepannya.
"Pengantin wanita. "Eleena menjawab.
"Benar, itu adalah dia. "Kata Nalendra.
Nalendra melanjutkan, "Kemudian hantu wanita itu menyeret pemuda itu ke dalam peti mati. Oleh karena itu peti mati itu berjumlah tiga, tapi jika salah satu peti mati itu kosong berarti dia berada di peti mati lain. Hantu Pengantin Putih Petaka itu tidak bisa keluar gua. "
"Kau benar, ada satu peti mati kosong."Kata Eleena bergidik ngeri, Eleena menatap kegelapan malam dengan was-was takut kalau hantu itu muncul secara tiba-tiba. Eleena yang biasanya berani entah mengapa kini dia merasa sedikit ketakutan, pria itu menceritaan dengan bersungguh-sungguh dan ekspresinya saat dia bercerita sangat menjiwai. Eleena seolah-olah berada di dalam cerita dan menjadi Pelayan itu.
Eleena ingat dia tidak menutup peti mati itu, "Itu tadi aku membuka peti mati itu dan lupa menutupnya peti mati itu. "
Kata Eleena malu dan takut.
"Kau sudah membuka peti mati?"Kata Banyu dan Guntur secara bersamaan, kemudian mereka saling menatap satu sama lain.
"Bagaimana kamu bisa masuk kedalam gua itu?"tanya Nalendra ada sedikit rasa marah di ucapannya.
"Eh...itu, aku juga tidak tahu yang aku tahu sebelum aku masuk gua ada seorang wanita bernyanyi, aku pikir orang itu sangat kasihan jadi aku mencari suara itu dan mengikutinya. "Celoteh Eleena panjang.
"Wanita itu sengaja memancing mu untuk memasuki gua. "Kata Nalendra datar.
"Kita harus segera pergi."Kata Nalendra ada kilatan aneh dimatanya.
"Kemana kita harus pergi?"Tanya Eleena penasaran.
"Kita kembali ke dalam gua kalau tidak dia akan bergentayangan dan membahayakan orang banyak. "
"Banyu..Guntur. "Panggil Nalendra kepada kedua siluman itu.
"Baik tuan. "Jawab pemuda berpakaian hitam dan putih itu.
Eleena dengan patuh mengikuti ketiga pemuda itu menuju gua.
Di gelap malam Nalendra merasa hatinya menghangat. Perasaan aneh ini belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Di mulut gua, gua itu telah tertutup sepenuhnya tidak ada jalan masuk disini,ini aneh tadi dengan mudahnya dia masuk tapi sekarang kenapa gua ini tertutup seolah olah gua ini sudah tertimbun ribuan tahun lalu.
"Preman pasar apa benar kamu tadi lewat sini?" Kata pemuda berpakaian serba putih itu dengan nada sedikit mencemooh.
"Apa kau gila?tentu saja aku lewat sini kau pikir aku lewat dari bawah tanah. "Kata gadis itu sedikit kesal.
Eleena menatap gua itu untuk sekian kalinya tidak percaya, jelas jelas tadi gua itu terbuka lebar tapi tapi kenapa jalan masuknya tertutup.
"Tuan apa kita perlu cari jalan masuk lain?"Tanya Guntur dengan hati-hati.
"Tidak perlu,dia sudah pergi. "Jawab Nalendra dengan enteng.
"Kabur?bagaimana bisa?"tanya Eleena dengan bingung.
"Hantu ganas itu pasti sudah bergentayangan di suatu tempat. "Kata Nalendra datar.
"Tapi didekat sini ada desaku. "
Eleena takut jika hantu ganas itu berkeliaran di desanya dan membunuh orang didesanya Eleena tidak bisa membayangkan itu semua, semua itu salahnya dia sudah ceroboh, bagaimana jika hantu itu ada disana. Pandangan Eleena buram tiba-tiba kepalanya pening. Pada malam itu Eleena yang tidak takut apapun tiba-tiba menjadi sangat ketakutan. Dia takut jika orang-orang dikenalinya akan mati satu persatu karena tindakan cerobohnya. Tanpa berpikir panjang lagi Eleena segera berlari menyusuri hutan di gelapnya malam, Matanya berkabut dan setetes air mata mulai jatuh di kedua matanya, mengalir dengan derasnya.
Nalendra menghela nafas, dia tidak bisa berkata-kata. Nalendra memandangi punggung gadis itu dia berlari dengan tergesa-gesa sesekali dia terjungkal ketanah dan sekejap kemudian berdiri lagi dia tidak peduli sekitarnya, yang dia tahu dia hanya maju lurus ke depan. Entah mengapa melihat gadis itu ada perasaan kasihan dihatinya.
Tak lama kemudian Eleena sudah sampai di desanya, Benar saja pemandangan di desa sangat mengerikan. Dia meraung menangis sejadi-jadinya semua orang yang dikenalnya telah mati dengan mengenaskan tubuhnya hancur berantakan menjadi berkeping-keping, hampir semua rumah-rumah beratap jerami terbakar hebat.
darah merah segar mewarnai tanah ini menjadi merah. Ini pasti mimpi ini semua tidak nyata ini tidak nyata.
Eleena ambruk tergeletak di tanah kakinya lemas tidak sanggup menopang tubuhnya, tangannya bergetar hebat.
Eleena merangkak mencari pria tua itu.
Dia ingat pria tua itu selalu menyambutnya pulang dengan senyum diwajahnya tapi kini tidak ada lagi pria tua yang menyambutnya pulang semua ini salahnya. Jika saja dia tidak kabur dari rumah, jika saja dia tidak pergi ke gunung itu, jika saja dia tidak masuk dengan ceroboh ke dalam gua itu dan membuka peti mati itu.Membangunkan iblis itu dengan kedua tangannya.
Semua salahnya dari awal hingga akhir itu salahnya. Kepalanya semakin berat, air mata di kedua matanya mengalir dengan keras, dia terisak dengan sangat menyayat hati siapapun yang mendengarkannya. Kemudian Eleena pingsan dengan air mata yang menggenang dipelupuk mata.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!