NovelToon NovelToon

Tragisnya Kisah Cintaku

Dia Membuatku Terpesona

Tidak terasa satu tahun telah berlalu, hari ini adalah hari Jumat bulan Juli tahun 2004. Aku hari ini bangun pagi karena harus berangkat ke kampus. Dan seperti biasa berangkat siang ke Kampus karena jadwal kuliah masuk siang. Pagi-pagi sekali aku bangun dengan ceria dan penuh semangat.

Dan aku akhirnya bergegas mandi, siap-siap ke Kampus seraya dandan dengan sedikit touch up di wajahku yg sedikit kumal karena kurang perawatan, maklum satu tahun memasuki perkuliahan sangat sibuk dan fokus dengan mata kuliah jadi membuatku sedikit stress karena harus mengejar SKS selama satu semester.

Setelah merasa sudah agak cantik, tidak lupa aku menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhku yang sangat langsing dan ideal untuk ukuran seorang gadis di usiaku.

Akhirnya aku keluar dari kamar kost dan berjalan menuju pintu kampusku. Sambil mendengar musik dari MP3 ku yang mungil ku genggam di tanganku.

Aku bernyanyi sambil sedikit bergoyang dengan alunan musik yg kusukai “paint my love you should paint my love…” ucapku bernyanyi-nyanyi kecil sambil tersenyum mengikuti lagu yang sedang ku putar dari grup band asal Denmark yang terkenal saat itu dari grup band MLTR.

Sampai tidak terasa aku sudah di pintu Perpustakaan. Aku masuk dari pintu timur menuju ke dalam Perpustakaan. Setelah sampai di dalam lift menuju ke lantai 3, aku berpapasan dengan seniorku.

“Hai Din…kamu lagi di sini juga?", tanya seorang cowok berperawakan tinggi, kulit putih dan wajah yg agak oriental dengan kumis tipis.

“Eh bang Niko!”, sahutku dengan sedikit malu dan wajahku seketika menunduk agak mulai memerah. Entah kenapa setiap bertemu dengan lelaki yg satu ini jantungku langsung berdebar-debar tidak karuan, dan tidak sanggup menatap matanya yang sendu itu

“Abang lagi mau minjam buku juga ya?” imbuhku bertanya seraya menatap wajahnya dengan sedikit gugup.

“Enggak.., abang cuma baca-baca aja di sini, ada sedikit tugas jadi kesini sambil ngerjain”, sahutnya dengan senyum lebar sehingga giginya yang putih nan rapi berjejer tampak jelas terlihat olehku.

“Dini lagi ngapain?", ujar bang Niko balik bertanya sambil menatapku dengan tatapan mata yang sendu.

“Oh… Aku lagi ada tugas juga jadi mau nyari-nyari buku”, sahutku dengan wajah sedikit menunduk dan tidak berani menatap wajah tampannya, apalagi bertatapan langsung dengan matanya yang sangat sendu.

“Aku masuk dulu ya bang!", ujarku sambil berjalan perlahan meninggalkan bang Niko dan berjalan menuju ke lantai atas Perpustakaan. Entah kenapa rasanya gak sanggup bertatapan lama-lama dengannya.

Aku langsung duduk di sebuah kursi dan mengeluarkan air mineral dari dalam tasku, dengan segera ku teguk airnya seraya menghela napas panjang.

"Huh gila! Kenapa aku jadi keringat dingin begini ya?" gumamku bertanya dalam hati sambil menyeka peluh di wajahku. Aku heran kenapa setiap bertemu dengan bang Niko jantungku rasanya mau copot saking tiba-tiba berdetak kencang bagaikan genderang mau perang.

Aku menatap ke bawah ke arah bang Niko, dan kulihat dia sudah pergi dan berjalan meninggalkan ruangan Perpustakaan. Aku pun hanya bisa memandangnya dari jauh, entah kenapa aku tidak kuasa bertatapan langsung dengannya.

Aku akhirnya bangkit dari tempat dudukku sambil berjalan ke arah rak buku yang sedang kucari. Dan tanpa kusadari seseorang sedang menepuk pundakku dari belakang.

“Hei dek! kamu sedang ngapain?" Tanya kak Yuli tiba-tiba muncul dari belakangku sambil mengagetkanku.

“Eh kak Yuli! Kakak lagi di sini juga?” Timpal ku balik bertanya seraya tersenyum menatap kak Yuli.

“Iya, kakak lagi sedang mencari buku juga, lagi banyak tugas kuliah.”Tandasnya dengan

sedikit mengernyitkan dahinya.

Lalu akhirnya kami berdua belajar bersama dengan menyelesaikan tugas kuliah masing-masing.

Setelah selesai tugas masing-masing, kira-kira 1 jam kami belajar di Perpustakaan sambil menulis, mencari buku dan akhirnya

minjam buku dari Perpustakaan.

Setelah itu kami mengantri di bagian konter peminjaman buku. Kami pun berpisah sambil masuk jurusan masing-masing.

“Oh ya Din, besok kita ada ibadah pemuda di Gereja jam 6 sore, kamu ikut ya!! Nanti kakak jemput deh ke kosanmu.” Tandas kak Yuli.

“Oh gitu, ya udah boleh kak!” Sahutku dengan tersenyum.  Akhirnya kami pun berpisah di persimpangan fakultas.

Besoknya kak Yuli pun datang ke kosanku menjemput ku untuk acara ibadah muda-mudi di Gereja. Kami pun berangkat dan naik angkot warna kuning jurusan P.Bulan- Sambu.

Setelah 30 menit kami pun tiba dan turun persis di depan Gereja. Dan alangkah terkejut nya aku, aku melihat bang Niko sedang berdiri di depan pintu Gereja sambil menyambut dan menyalami muda-mudi yang berdatangan.

Spontan jantungku berdegup kencang tidak karuan, aku pun gugup dan tidak sanggup rasanya berjalan melangkah apalagi berhadapan langsung dan bersalaman dengan nya.

Tapi aku tidak ingin menunjukkan rasa gugup ku di depannya, dan berusaha menenangkan jantungku yang berdetak gak karuan, perlahan aku tarik nafas panjang dang membuangnya pelan-pelan.

“Hai Dini, syalom..." Sapa bang Niko dengan ramah sambil menyunggingkan senyumnya yang manis bagaikan kembang gula kepada ku. Aku pun seketika tersenyum manis dan menyambut tangannya yang sedang disodorkan di depanku.

“Bang Niko, kenalkan ini Dini adikku!" Kata kak Yuli sembari menarik tanganku.

“Kami sudah saling kenal kok.” Tandas bang Niko sembari melirik wajahku. Aku pun jadi tambah grogi dengan lirikan matanya, dan sekejap mata kami saling beradu bertatapan.

“Oh Tuhanku!! Kenapa aku ini jadi gugup dan keringat dingin begini?” Jeritku dalam hati sembari menelan ludah. Dan tarikan tangan kak Yuli membuat tatapan mata  kami seketika buyar.

“Oh, jadi kalian sudah saling kenal ternyata?” Timpal kak Yuli sembari berjalan ke dalam Gereja dengan memegang pergelangan tanganku.

Kami berdua kemudian masuk dan duduk di kursi yang sudah berjejer rapi, sementara bang Niko masih menyambut muda-mudi yang berdatangan. Dia sedang bertugas jadi penerima tamu pada saat itu.

Setelah ibadah selesai, kami berdua tidak langsung pulang. Kak Yuli mengajakku untuk ikut fellowship sebentar dengan para pelayan muda-mudi Gereja.

“Din, kita fellowship sebentar ya!" Pinta kak Yuli sembari menyiapkan kursi-kursi. Aku yang baru ikut ibadah kala itu hanya manggut-manggut saja. Dan seketika aku melihat lelaki dengan postur tinggi dan tampan itu sedang berjalan ke arah kursi-kursi yang kosong.

Aku sontak terperanjat kaget melihat dia duduk persis di depan kursi yg sedang aku duduki yang dibentuk melingkar. Dia pun bicara dan sedang memimpin fellowship kami.

Aku semakin terpana melihat bang Niko yang

sangat karismatik ketika berbicara di depan

grup fellowship anak-anak muda. Dan

semakin terpesona saat melihat dia memimpin ibadah di acara muda-mudi tadi. Dia begitu bersahaja, sangat berwibawa dan penuh karisma.

Aku pun tanpa sadar dan tidak sengaja tiba-tiba senyum-senyum saat melihat bang Niko tengah berbicara, menatapnya dari kursiku penuh kekaguman.

“Ok… Fellowship kita sampai di sini!" Kata bang Niko sambil menutup dengan doa. Dan kami pun akhirnya pulang bersama. Karena sudah malam angkutan umum yang biasa kami naiki pun tidak lewat lagi depan Gereja, jadi kami harus jalan kaki ke persimpangan

yang masih banyak angkot lalu lalang di jalan umum.

Sepanjang perjalanan kami jalan kaki ramai-ramai Muda-mudi Gereja. Dan bang Niko berjalan persis di sebelahku, dan dia  pun banyak bertanya padaku.

“Kamu ngekos dimana dek?” Tanya bang Niko sembari menatap ke arahku.

“Oh... Aku ngekos di simpang kampus bang.” Jawabku seraya tersenyum simpul.

“Kalau abang ngekos di mana?” Tanyaku balik sembari menoleh ke bang Niko yang tengah berjalan di sampingku.

“Oh, abang ngontrak di pasar 5 sama orangtua.” Jawabnya sambil melirik jam tangannya dan mempercepat langkahnya.

“Ayok kita jalan lebih cepat! Sudah mau jam setengah 10 takutnya angkotnya tidak ada yang lewat lagi!” Kata bang Niko seraya mengajak yang lain yang berjalan di belakang kami untuk mempercepat langkah.

Kami pun akhirnya sampai di persimpangan

angkutan yang sering lalu-lalang. Dan angkot yang kami tunggu-tunggu pun akhirnya datang, dan kami semua pun naik ke dalam angkutan kosong itu bersama-sama.

Dan di sepanjang perjalanan kami banyak bercerita tentang kampus, keluarga dan saudara-saudara masing-masing. Dan tidak terasa angkot sudah tiba di dekat kosanku.

Akhirnya aku dan kak Yuli harus turun duluan dari angkot yang kami naiki, karena kosan kami lebih duluan daripada rumah bang Niko dan teman-teman yang lainnnya.

Kemudian aku bergegas turun dan sambil melirik dari celah kaca angkot ke arah bang Niko, dan bang Niko pun melambaikan tangannya seraya tersenyum manis padaku.

Aku pun langsung membalas lambaian tangan nya sembari tersenyum simpul kepada bang Niko.

Entah kenapa aku tersenyum-senyum sendiri dan rasanya seperti senang ketika berjumpa dan berbincang-bincang dengan bang Niko.

Tanpa kusadari sampai di kosan pun aku senyum-senyum sendiri, dan saat mau makan bahkan mau tidur pun aku selalu terbayang-bayang wajah bang Niko.

Aku seperti seorang fans berat yang sedang mengaguminya. Bang Niko adalah seorang lelaki yang baik hati, ramah dan parasnya tampan dan memiliki kulit yang putih dan postur badan yang tegap dan tinggi dan menjadi pusat perhatian para wanita di Gereja.

Aku merebahkan tubuhku di kasur sembari menatap langit-langit kamar dan sedang terbayang-bayang wajahnya saat di Gereja tadi.

“Yah… Bang Niko adalah lelaki tampan bahkan yang paling tampan di antara semua pria yang ada di Gereja itu. Orangnya ramah…, dan juga baik hati” gumamku dalam hati sembari senyum-senyum tipis.

“Tapi tunggu! Apakah pria setampan dan seramah dia itu sudah memiliki kekasih?” Tanyaku sembari gusar dalam hati.

“Ahh… Kenapa aku ini? Kenapa aku memikirkan itu? Apa aku suka sama dia?” Pekikku dalam hati sambil merasa terkejut

dan menarik selimut untuk menutupi

wajahku yang sepertinya memerah sendiri

karena merasa malu.

Dan malam itu aku pun tertidur dengan lelap dan bermimpi indah setelah begitu lama terbayang-bayang wajah manisnya bang Niko.

Getaran dan rasa itu semakin kuat

Keesokan harinya jam setengah 5 pagi, aku pun dibangunkan teman satu kosku untuk jogging dan olahraga keliling kampus. Kami pun bergegas dan lari-lari pagi sekitar kampus.

Setelah selesai jogging kami pun belanja ke Pajak Sore, kami membeli sayuran dan buah dll. Sampai di kosan kami pun masak bersama, dan makan bersama sambil bercanda-canda.

“Kamu masuk kuliah jam berapa Din?, tanya

temanku Lina.

“Seperti biasa kak masuk siang jam 1”, jawabku sambil mengunyah makanan yang ada di mulutku.

“Kalian tadi jogging ya?, kok aku tidak dibangunin sih?”,  ujar kak Yana sembari menghampiri kami yang sedang berkumpul.

“Kami tadi gedor-gedor pintu kamar kakak tapi gak nyahut-nyahut ya sudah kami tinggal aja",  jawab Riska dengan cepat.

“Si Dini lucu kali tahu tadi di kampus pas lagi jogging mules-mules nyari toilet ke sana ke mari gak ada yang buka hahaha!”, seloroh kak Lina sambil tertawa ngakak.

“Terus gimana akhirnya?” timpal kak Yana sambil ikut tertawa.

“Kami balik lagi lah ke kosan, yah mau kemana lagi?” timpal kak Lina seraya tertawa lagi. Kami semua pun jadi tertawa bersama sambil makan apa yang kami masak tadi.

Satu minggu telah berlalu, aku pun berencana mau ke Perpustakaan untuk meminjam buku dan mengerjakan tugas kuliah. Aku berangkat agak pagi dan berharap dapat buku yang diperlukan nanti untuk tugas kuliah.

Setelah mandi dan rapi-rapi, aku sedikit memberikan polesan di wajah dan bibirku.

Dengan berjalan kaki dari pintu I berjalan sampai ke arah Perpustakaan. Saat di persimpangan simpang Sumber dan fakultas Sastra tiba-tiba aku hampir berpapasan dengan bang Niko. Seketika itu juga jantungku berdegup kencang, entah kenapa aku jadi salah tingkah saat bertemu dengan bang Niko.

Aku melihatnya dari jauh dan bang Niko sepertinya tidak melihatku, aku pun berjalan dan belok ke arah fakultas Sastra. Aku akhirnya bisa menghindari pertemuanku secara langsung dengan bang Niko.

Aku akhirnya menarik nafas dengan lega

karena bisa menghindar, namun di satu sisi aku menyesal.

“Kenapa aku harus menghindar sih tadi?, bukankah aku seharusnya senang kalau ketemu dia?”, gerutuku kesal dalam hati.

“Tapi kenapa setiap ketemu dia jantungku

jadi lawanku oh ya ampun! kenapa aku malah jadi gugup tidak karuan begini? Oh Tuhanku!!, ada apa dengan diriku?" ucapku dalam hati bertanya-tanya.

Aku berjalan dengan lesu dengan pandangan kosong menuju Perpustakaan. Sampai di Perpustakaan aku duduk termenung sambil mengerjakan tugas mata kuliahku yang harus segera dikumpul.

Namun aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih banyak termenung membayangkan waktu pertama kali aku melihat bang Niko di Perpustakaan ini.

“Ahh…, kenapa aku jadi terbayang-bayang Niko terus?”, pekikku dalam hati sambil memukul-mukul keningku. Aku pun segera

memfokuskan pikiranku untuk belajar dan

menyelesaikan tugas kuliahku.

Saat aku lagi fokus belajar, tiba-tiba terlintas wajah dan senyum manisnya bang Niko, aku pun terbayang-bayang saat-saat pertemuanku dengannya. Seketika aku senyum-senyum sendiri seperti orang yang kurang waras.

"Ahh… ngapain sih aku mikirin dia terus?, apa aku suka sama dia?” tanyaku dalam hati seraya menepuk-nepuk kepalaku.

“Ahh tidak..tidak!!, aku bukan tipe wanita yang segampang itu jatuh hati,” ucapku bicara dalam hati.

Aku pun memfokuskan pikiranku yang mulai galau, namun tidak bisa. Akhirnya aku mencari buku yang sedang ku butuhkan, setelah ketemu aku bergegas keluar meninggalkan Perpustakaan dengan buru-buru dan segera masuk ruangan kelas karena mata kuliah akan dimulai.

**********************************************

Hari ini hari sabtu, waktu yang kutunggu-tunggu karena ada jadwal ibadah muda-mudi di Gereja. Tentunya aku akan berjumpa dengan bang Niko di sana.

Aku berdandan secantik mungkin dan berusaha tampil wangi, aku dengan wajah berseri-seri menyemprotkan parfum ke tubuhku. Setelah selesai dandan aku berangkat bersama kak Yuli.

Setelah sampai di Gereja aku pun melihat bang Niko sudah berdiri di pintu Gereja sedang bertugas jadi usher (penerima tamu).

“Oh my God!!, tampan sekali dia!” ucapku dalam hati sambil tersenyum lebar menatap bang Niko dengan terpana.

Bang Niko terlihat begitu tampan saat dia mengenakan kemeja merah marun dengan dasi hitam dan celana hitam.

Seketika itu juga aku makin terpana dengan kerapiannya dan penampilannya yang sangat eye cathing di mataku, membuat mataku tidak berkedip sedikit pun memandangnya.

Dia pun menyambut kami dengan senyuman manis yang tersungging di bibirnya. Dia terlihat sangat bersemangat menyalami semua muda-mudi yang hadir dengan ramah dan penuh senyuman.

Saat dia menyodorkan tangannya kepadaku saat itu juga jantungku berdegup dengan sangat kencang. Aku pun menyambut tangannya dan tersenyum manis kepadanya.

Dan aku melihat banyak juga cewek-cewek yang mendekat dan cari perhatian kepadanya. Seketika itu membuat Aku risih dan tidak suka dengan cewek-cewek itu.

Sepanjang ibadah berjalan aku selalu menatap ke arahnya, dan memperhatikan

setiap gerak-geriknya. Dan saat dia tampil ke depan membawakan sebuah acara, dia menyanyikan sebuah lagu sambil memainkan gitar, aku pun semakin terpukau dan terpesona kepada bang Niko.

Dilihat dari sudut manapun dia adalah tipe pria yang sangat sempurna, dari postur yang tinggi dengan badan yang tegap. Wajah yang maskulin dan sedikit kumis tipis, dan punya gigi yang sangat rapi berjejer membuat dia sangat manis dan tampan saat tersenyum. Apalagi bang Niko ternyata pintar bermain gitar.

Setelah acara ibadah selesai, tiba-tiba aku melihat dia dikerumuni para wanita. Aku

tidak tahu entah apa yang mereka bicarakan, ada yang hanya pura-pura bertanya atau ada yang hanya pura-pura minta tolong.

Dan aku berdecih melihat semua para gadis itu yang hanya beralasan, dan mereka semua hanya sekedar untuk cari perhatian kepada bang Niko. Aku pun mulai menyadari kalau banyak gadis yang suka sama bang Niko di Gereja.

Dalam hati aku merasa mulai cemburu dan agak khawatir akan hal itu dan merasa sangat tidak suka melihat dia dikerumuni para wanita itu.

Kami berdua akhirnya pulang duluan dengan kak Yuli dan meninggalkan bang Niko yang masih sibuk bicara dengan cewek-cewek itu.

Saat kami mau pulang tiba-tiba bang Roy ketua muda-mudi memanggil kak Yuli.

"Yuli! tunggu sebentar!!", teriak bang Roy sembari berjalan menghampiri kami.

Kami berdua serempak menoleh ke belakang, “Iya, ada apa bang?” sahut kak Yuli sembari

menatap pria yang brewokan tipis itu.

“Yuli dan Dini, nanti hari senin kita ada fellow ship di kampus ya khusus anak-anak USU, jadi kalian berdua harus datang ok!!” tandas bang Roy.

“Oh…ok bang, jam berapa bang Roy?” tanya kak Yuli.

“ Nanti jam 9 pagi di pendopo ya!”, sahut bang Roy sambil tersenyum menatap kami.

“Jangan lupa ajak yang lain juga ya!!” seru bang Roy sambil melihat kami yang sedang mau naik angkot. Kak Yuli pun memberi isyarat jempol ke bang Roy sambil naik angkot yang sudah menunggu.

Kami berdua pun berbicara panjang lebar di dalam angkot. Aku bertanya  banyak mengenai bang Niko dan bang Roy kepada kak Yuli yang sudah kenal lebih lama. Dia pun menceritakan kedua pria yang aku tanyakan, mulai dari keluarga dan asal mereka.

Kak Yuli memberi tahuku sifat mereka yang agak berbeda, "bang Roy orangnya sangat humoris dan supel dek.., sedangkan bang Niko orangnya sedikit pendiam dan cool", ucap kak Yuli sembari menatap ke arah jalan dari kaca angkot.

"Tapi sebenarnya Niko itu ramah dan sangat mudah tersenyum". Bang Niko itu akan bicara kalau kita bertanya saja, jadi harus kita yang

memancing supaya dia banyak bicara atau

bercerita, berbeda dengan bang Roy, kita tidak perlu bertanya banyak, nanti dia sendiri yang bercerita banyak dengan sendirinya gitu dek," ucap kak Yuli memperjelas perbedaan sifat dari mereka berdua.

Aku pun hanya manggut-manggut dan menganggukkan kepalaku tanda mengerti saat mendengar penjelasan kak Yuli.

"Niko itu pria yang banyak disukai sama cewek muda-mudi di Gereja", sambung kak Yuli sambil terdiam sejenak dan menatapku. Aku pun tiba-tiba terkejut mendengar penuturan kak Yuli.

"Terus, kakak tahu siapa-siapa saja perempuan yang suka sama bang Niko?", ujarku bertanya penasaran.

"Ya rata-rata semua cewek di muda-mudi mengidolakan Niko", sahut kak Yuli sambil tersenyum.

"Jadi kakak sendiri termasuk juga kah?", tandasku bertanya dan makin  penasaran.

"Aku? Gak lah, hahaha! Tipeku berbeda tahu, aku kurang tertarik dengan tipikal Niko. Aku justru lebih suka tipikal nya bang Roy, lebih hangat dan lebih enak diajak ngobrol", sahut kak Yuli memperjelas.

"Oh.., aku tahu sekarang, berarti kakak suka ya sama bang Roy? Hahaha!" timpal ku sambil tertawa lebar.

"Ya enggak jugalah, tipikal bukan berarti dia orangnya Din!" sahut kak Yuli sambil mencubit pipiku gemas.

"Hahaha!!, jadi cowok yang kakak sukai itu siapa?", tanyaku mengedipkan mata sambil menggoda kak Yuli.

"Apa sih?, kamu mau tau aja ihh!", ketus kak Yuli sembari mencubit pinggangku. Aku pun tertawa geli sambil mencubit pinggang kak Yuli gemas. Kami berdua pun akhirnya tertawa bersama  sambil cubit-cubitan di dalam angkot yang sepi penumpang itu.

Inikah Namanya Cinta?

Tiba saatnya kami fellow ship anak kampus USU, aku pun berangkat lebih awal. Aku berjalan ke arah Pendopo, aku lihat di sana sudah ada bang Niko dan juga bang Roy.

Mereka pun menyambut ku dengan ramah dan menanyakan yang lain yang belum hadir. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kak Yuli muncul dengan 2 orang temannya perempuan dan 1 laki-laki. Jadi kami semuanya yang hadir berjumlah 6 orang saja.

“Karena yang lain masuk jadwal kuliah tidak bisa hadir hanya kita saja yang ada saat ini, mungkin kita lebih baik pindah ke tenda itu yokk!, biar kita bisa pesan minum dan cemilan-cemilan", ucap bang Roy sambil menunjuk ke arah tenda yang dimaksud.

Kami pun berjalan ke arah tenda-tenda yang berjejer berdagang di sekitar Pendopo. Dan bang Roy pun memesan es teh manis dan beberapa gorengan untuk dihidangkan di meja.

Aku duduk pas persis berhadapan dengan bang Niko. Sontak aku jadi merasa kikuk dan tambah grogi karena kami berdua duduk begitu dekat dan saling berhadapan.

Tiba-tiba bunyi jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Dag Dig Dig dug, dugg dugg duggg butz beat dum!", bunyi irama jantungku berdegup semakin tidak beraturan. Semakin lama iramanya semakin cepat seperti irama beat box bunyinya.

Sesekali ku usap-usap dadaku untuk menenangkan bunyi detak jantungku.Aku sejenak melayangkan mataku ke arah samping kiri dan kanan untuk menghindari

kontak mata dengan bang Niko.

Bang roy mulai bicara tentang pelayanan muda-mudi Gereja untuk anak-anak kampus.

Kami duduk sambil menikmati cemilan dan minuman yang ada di atas meja. Dengan tenda biru yang dipasang pedagang di bawah pohon kelapa sawit yang tumbuh berjejer nan rindang di sekitar Pendopo kampus.

Kami duduk berhadapan dan berjejer di atas bangku panjang yang terbuat dari kayu. Aku

sesekali menunduk dan sedikit gusar di

tempat dudukku, entah kenapa suasana itu

membuatku sangat tidak nyaman dan tidak

bisa tenang.

Detak jantungku pun berdebar mulai tidak beraturan, berdetak seperti genderang mau perang. Aku menghela nafas panjang-panjang sambil memegangi leherku dengan tangan kiriku.

Tiba-tiba bang Niko menatapku dan aku pun menatapnya sehingga pandangan mata kami beradu. Saat itu juga aku makin kikuk gak karuan dan langsung mengalihkan mataku ke bawah.

“Oh Tuhanku!!, gimana ini? kenapa aku

jadi gemetar begini?”, jeritku dalam hati sambil duduk dengan gusar.

Aku seperti merasakan kepanasan dan merasakan dadaku mulai sesak dan aku mulai sulit bernafas, rasanya seperti orang yang sedang sakit asma.

Bang Roy pun mempersilahkan untuk sambil makan dan minum yang sudah disediakan di meja. Aku langsung mengangkat gelas yang ada di depanku dan tiba-tiba tanganku kurasakan gemetar dan saat aku meneguk

teh manis di dalamnya pun tumpah karena

rasa grogi ku yang tidak karuan.

Aku pun sontak terkejut sambil melap kemejaku yang tertumpah teh.

“Oh ya ampun…aku kenapa jadi begini?”,

jeritku dalam hati kesal.

Aku menarik nafas panjang-panjang berusaha menutupi rasa gugupku, dan agar tidak kelihatan gugup sama yang lain.

“Tenang Din…tenang…rileks aja!, jangan

tunjukkan rasa grogi mu di depan Niko!!”,

seruku bicara dalam hati.

Akhirnya aku berusaha bersikap rileks dan bisa mendengarkan apa yang disampaikan bang Roy.

Setelah bincang-bincang kami selesai dan berakhir, aku pun menarik nafas lega dan langsung pamit duluan dengan beralasan mau ke Perpustakaan.

"Bang Roy, aku izin cabut duluan ya bang mau ke Perpus soalnya", ujarku sambil menatap ke bang Roy yang tengah duduk.

"Loh kok buru-buru amat Din?", sahut bang Roy menatapku sambil tersenyum.

"Iya bang, aku masih ada tugas yang belum kelar soalnya", sahutku seraya tersenyum simpul.

"Kenapa Roy?, tanya bang Niko seraya menghampiri kami berdua. Sontak aku pun tambah grogi ketika bang Niko datang mendekat. Aku langsung deg-degan lalu kepalaku sedikit menunduk, aku berdiri dengan tegang sambil menggigit bibirku.

"Dini katanya mau pergi ke Perpus, jadi dia izin cabut duluan", sahut bang Roy.

"Oh, kamu mau ke Perpus Din?", ucap bang Niko bertanya seraya menatapku yang sedang menunduk. Aku pun langsung menganggukkan kepala dan mengangkat kepalaku lalu menoleh sejenak ke bang Niko.

Tiba-tiba bang Niko tersenyum lebar dengan begitu manisnya seperti kembang gula dan membuat hatiku meleleh dan ngelumer seperti lelehan coklat yang sedang dipanaskan.

Sontak aku tambah terkesima dan membuat detak jantungku makin cepat berirama seperti gendang.

"Ya udah ya bang, aku pamit duluan!", ujarku seraya membalikkan badan, dan berjalan membelakangi mereka. Aku tidak ingin mereka melihatku grogi dan gemetaran.

"Ya udah, hati-hati ya Din!", seru bang Roy dari belakang.

Aku menoleh ke belakang dan menatap mereka berdua yang sedang duduk. Kemudian bang Niko tersenyum dan melambaikan tangannya kepadaku. Aku pun sontak terkejut dan juga begitu senang melihat bang Niko melambaikan tangannya kepadaku, aku langsung membalas lambaian tangannya dan tersenyum lebar menatap mereka berdua.

Kemudian aku berjalan dan meninggalkan mereka yang masih duduk dan ngobrol. Aku benar-benar plong seperti baru lepas dari sebuah beban berat.

Aku benar-benar sangat tidak nyaman duduk berhadapan langsung dengan bang Niko, entah kenapa aku juga tidak tahu. Di satu sisi aku senang bertemu dia, namun duduk dekat dan berhadap-hadapan face to face aku sebenarnya begitu senang saat bang Niko ada di depanku.

Akan tetapi tiba-tiba suara detak jantungku membuatku sesak seakan tidak bisa bernafas dengan benar, yang kurasakan jantungku seakan mau copot karena berdetak-detak terus dengan kencang.

Aku dengan wajah berseri-seri berjalan perlahan-lahan menuju Perpustakaan, lalu aku masuk ke ruang “Pojok Baca” dan membaca beberapa buku disana.

Sepanjang aku masuk ruangan, aku hanya

terbayang-bayang bagaimana kejadian yang

terjadi tadi di dekat Pendopo. Seketika aku

menutup mata menahan rasa malu saat

membayangkan bagaimana tadi aku bisa

segugup itu di dekat bang Niko.

Aku berharap dia tidak mengetahui dan

menyadari kegugupanku saat duduk

berhadapan dengannya. Entah mengapa aku

selalu terbayang-bayang wajahnya akhir-akhir ini. Aku begitu susah menepis bayang-bayang wajahnya dari pikiranku yang selalu tersenyum, seakan-akan di memory otakku ini hanya terisi bayangan wajah dan senyumnya saja.

Sejenak aku menarik nafas dalam-dalam saat membayangkan yang sudah terjadi tadi. Aku juga tidak menyangka akan merasakan segugup itu saat bertemu  dengannya, ini adalah perasaan pertama yang ku alami sejak beranjak dewasa di umurku yang menginjak 20 tahun.

"Apa betul aku benar-benar lagi fall in love pada bang Niko?, entahlah aku juga tidak tahu apa aku benar-benar lagi jatuh cinta atau hanya sekedar suka saja." bisikku sambil duduk termenung di ruang pojok baca.

Setelah 1 jam berada di ruang baca, aku akhirnya keluar dari dalam untuk cari makan

siang di Pajak USU. Di sana aku bertemu

dengan teman-temanku satu jurusan yang

juga lagi mau makan siang. Aku pun

akhirnya bergabung dengan mereka dan

memesan soto ayam kesukaanku.

“Din…kamu tadi habis darimana.?” tanya

temanku yang bernama Tina.

“Ohhh.., aku habis dari perpus," jawabku singkat sambil menyantap pesananku yang sudah tersaji di depanku.

“Oh…kapan-kapan kita belajar bareng yokk di Perpus!” seru Lasmida sambil menyedot es kelapa yang ada di hadapannya.

“Iya, ayokk besok pagi gimana?” timpal Tina sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.

“ Ya udah, ayokk besok pagi kita ngumpul, kebetulan tugas yang dari bapak Nandi aku

belum selesai!” ujarku sambil menyedot

es teh manis yang ada di depanku.

“ Iya aku juga belum selesai tuh, agak susah ya!" ujar Winda sembari melahap makanannya.

“Ya udah ok, kalau gitu besok kita ngumpul bareng ya di lobby Perpus jam 9 ok?”, ujar Tina dengan semangat.

Aku dan teman-temanku akhirnya setuju, aku menganggukkan kepalaku karena sedang mengunyah soto ayam kesukaanku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!