Tengah sibuk memindahkan beberapa barangnya dari kamar Riko tiba tiba ponsel yang berada di saku celana Rahma bergetar tanda notifikasi pesan baru saja masuk.
"Pukul berapa nak Riko akan mengantar kamu ke rumah ayah sayang??." kening Rahma nampak berkerut bingung saat ia membaca pesan dari ayahnya.
"Pagi tadi ayah menghubungi nak Riko." Mungkin karena Rahma tak urung membalas pesan darinya sehingga ayah Roland kembali mengirimkan pesan.
Rahma memilih bertanya lebih dulu pada Riko sebelum membalas pesan dari ayahnya. Ia pun menuju ruang tengah di mana nampak Riko tengah duduk bersandar di bahu sofa sembari memejamkan matanya.
"Ehem." Rahma sengaja berdehem agar Riko menyadari keberadaannya.
Menyadari keberadaan Rahma yang kini duduk di hadapannya, Riko nampak membuka mata.
"Apa tadi pagi ayahku menghubungi mas??."
"Hemt."
"Malam ini ayah meminta kita untuk menginap di sana, tetapi sepertinya saya tidak bisa karena masih banyak pekerjaan yang harus segera saya selesaikan." Sejak menikahi Rahma tiga bulan yang lalu, Riko selalu saja memiliki alasan untuk menolak permintaan ayah mertuanya untuk menginap.
"Bersiaplah!! saya akan mengantarmu ke sana." lanjut ucap Riko sebelum pria itu bangkit dari duduknya, hendak menuju kamarnya untuk membersihkan diri karena sejak kembali dari danau sore tadi ia belum juga membersihkan tubuhnya.
Rahma nampak menghela berat saat melihat kepergian Riko.
Jika beberapa hari kemarin ia harus bersandiwara layaknya pengantin baru yang begitu harmonis di hadapan ayah mertuanya, kini ia kembali harus memainkan sandiwara itu di hadapan kedua orang tuanya.
Tidak ingin membuat nanti kepalanya malah sakit akibat terlalu banyak pikiran, Rahma pun memilih berlalu ke kamarnya untuk segera bersiap menuju kediaman orang tuanya.
Sebelum berlalu ke kamar mandi, Rahma lebih dulu membalas pesan dari ayahnya.
Tepat pukul tujuh malam mobil Riko berangkat menuju kediaman mertuanya.
Seperti biasanya Riko lebih banyak diam ketika bersama sang istri.
"Mas, apa tidak bisa malam ini kamu ikut menginap di rumah ayah ??." Rahma yang tidak ingin ayahnya berpikiran jelek terhadap suaminya pun mengumpulkan keberanian untuk meminta pada Riko, bahkan wanita itu terlihat sedikit memelas berharap Riko bisa berubah pikiran.
"Maaf, sepertinya aku tidak bisa banyak yang harus aku kerjakan malam ini."
Rahma yang mengetahui jika saat ini suaminya sedang berdusta itu pun hanya bisa tersenyum getir.
"Mas, apa kamu tidak lelah terus terusan bersikap dingin seperti ini padaku???."
Riko yang mendengarnya spontan menoleh ke arah Rahma dengan tatapan datarnya.
"Tidak bisakah kamu memperlakukan aku dengan selayaknya, mas??." dengan wajah yang berubah sendu Rahma mengungkapkan isi hatinya pada saat pandangan keduanya bertemu, sebelum Riko kembali menatap jalanan karena kini ia tengah menyetir.
Dengan memberanikan diri Rahma menggenggam tangan Riko yang lepas sehingga membuat Riko kembali menatap padanya. Meski tak mengiyakan namun Riko juga tak menolak saat Rahma mulai menggenggam tangannya untuk beberapa saat.
"Setidaknya sampai dengan waktu perpisahan kita tiba, biarkan aku menjalani kewajibanku sebagai seorang istri untukmu mas." meskipun Rahma menampilkan senyum setelah mengucapkan kalimat tersebut, namun Riko bisa melihat kesedihan di mata wanita itu.
Jujur saat ini perasaan Riko jadi tak karuan mendengarnya.
Menyadari Riko tidak merespon ucapannya, Rahma sontak melepaskan genggamannya pada Riko.
"Maaf jika permintaanku terlalu berlebihan mas." ucap Rahma. mengingat sebelum mereka menikah dirinya pun telah menyetujui syarat yang di berikan Riko padanya tanpa berpikir panjang jika sesakit ini rasanya menjadi istri tak di anggap.
Akhirnya mobil Riko tiba di kediaman orang tua Rahma. Kedua orang tua Rahma sepertinya sejak tadi menunggu kedatangan anak dan menantunya.
Rahma segera turun dari mobil kemudian menyalami kedua orang tuanya yang sudah berdiri di depan pintu utama menyambut kedatangan mereka.
"Ayah ...bunda...."
"Putri cantik mama akhirnya datang juga."
Rahma memeluk ibunya barang sejenak untuk melepas rindu karena sudah hampir sebulan Rahma tak datang mengunjungi kediaman orang tuanya karena kesibukannya sebagai seorang dokter di salah satu PKM yang letaknya di pinggiran ibu kota.
Jarak yang lumayan jauh membuat waktu Rahma banyak terkuras sehingga jarang berkunjung ke kediaman orang tuanya.
"Selamat malam ayah." setelah menyalami ibu mertuanya, kini Giliran ayah mertuanya yang di Salami Riko.
"Selamat malam nak Riko, tidak terasa sudah sebulan kalian tidak main ke sini."
"Maafkan Riko ayah karena jarang mengajak Rahma main ke sini." ucap Riko merasa tak enak pada ayah Roland.
Ayah Roland menepuk pelan punggung Riko.
"Tidak masalah nak, lagi pula ayah mengerti dengan kesibukan kamu. sebagai seorang direktur perusahaan pasti tanggung jawab kamu juga besar dan waktu kamu pun banyak tersita untuk pekerjaan."
Sosok ayah Roland memang Spek mertua idaman yang begitu mengerti akan kesibukan menantunya.
Riko hanya senyum saja mendengarnya tanpa merasa berbangga diri Saat mendapat pujian dari ayah mertuanya.
Karena sejak tadi makanan di meja sudah seperti memanggil manggil ingin segera di santap maka bunda Ening pun segera mengajak Rahma dan Riko serta suaminya menuju meja makan.
Sebelumnya Riko nyaris tak punya waktu untuk sekedar makan bersamanya sehingga malam ini Rahma menggunakan kesempatan sebaik mungkin untuk melayani sang suami di meja makan.
Selain saat ini mereka berada di rumah orang tuanya, Rahma juga tidak ingin sampai suaminya itu sampai salah makan dan berakibat fatal untuk kesehatannya.
Rahma mengisi piring Riko dengan nasi dan beberapa lauk yang di ketahui sebagai makanan kesukaan sang suami.
"Nak Riko mau ini?? Ini enak Lo...bunda masakin spesial buat menantu bunda."
"Jangan Bun..." teguran Rahma membuat pergerakan bunda Ening terhenti.
"Bun, maaf ya bukannya mas Riko enggak suka dengan masakan bunda yang itu, tapi mas Riko nggak bisa makan pedas Bun nanti asam lambung mas Riko bisa naik.."
Sebisa mungkin Rahma berucap lembut agar tidak sampai membuat bundanya sampai tersinggung dan bunda Ening nampaknya paham dengan maksud putrinya.
Bunda Ening mengembangkan senyumnya.
"Sepertinya putrinya bunda sudah sangat mengerti dengan suaminya nih." kata Bunda Ening dengan niat menggoda putrinya sebelum kembali menduduki kursinya.
"Bunda bisa aja." jawab Rahma biasa saja tak nampak rona malu di wajahnya. Bagi Rahma tak ada gunanya malu apalagi sampai baper karena sudah pasti Riko tak akan pernah peduli sama sekali dengan sesuatu yang ada hubungannya dengan dirinya.
Tidak seperti pikiran Rahma, Riko yang melihat sikap pedulinya justru di buat terpaku untuk sesaat, sehingga tatapan pria itu beberapa saat terfokus pada sang istri.
"Bagaimana dia bisa tahu jika aku tidak bisa makan makanan pedas, sedangkan aku sendiri jarang menyempatkan waktu untuk makan bersama dengannya." batin Riko sembari menatap Rahma dengan tatapan sulit di artikan.
Beberapa saat kemudian makan malam pun usai dan Ayah Roland kemudian mengajak mereka untuk berkumpul sekedar bersantai usai makan malam di ruang tengah sambil menikmati teh hangat.
Sepertinya Riko telah terhanyut di tengah obrolan santai bersama ayah mertuanya sehingga tidak menyadari jika saat ini waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam dan ia pun harus segera pamit.
"Terima kasih sudah bersikap baik padaku di hadapan kedua orang tuaku."
Dengan senyum tipis di bibir mungilnya Rahma berucap kala mengantarkan Riko ke mobil.
Riko di buat terperanjat saat Rahma meraih tangannya kemudian mencium punggung tangannya kemudian tersenyum.
Selamat menikmati kelanjutan kisah Rahma dan Riko, maaf jika kisahnya sedikit menguras emosi dan perasaan 🙏🙏🙏🙏. jangan lupa dukungannya ya ,,,,dengan like, koment, vote and give.....😘😘😘😘🥰🥰🥰🥰🥰🙏🙏🙏🙏🙏
Setelah mobil Riko berlalu dan tak terlihat lagi oleh pandangannya barulah Rahma masuk ke dalam rumah.
*
Di kamar yang hampir beberapa bulan tidak lagi ditempatinya setelah tinggal di apartemen bersama Riko, Rahma merebahkan tubuhnya terlentang seraya menatap langit langit kamarnya yang masih sama seperti dulu tak ada yang berubah sedikitpun karena sang bunda sengaja membiarkan suasana kamar tersebut sama seperti putrinya belum menikah.
Hanya sesekali ART akan membersihkannya agar pada saat Rahma bersama sang suami akan menginap selalu bersih dan Rapi. Namun sayangnya sampai dengan saat ini belum sekalipun Riko kembali menginap di rumah itu setelah memutuskan pindah ke apartemennya.
"Kenapa aku tidak bisa tidur??." Rahma membolak-balik tubuhnya ke kiri dan ke kanan berharap dapat segera memejamkan matanya dan terlelap dalam tidurnya. namun sampai dengan pukul dua dini hari, ia tak kunjung dapat memejamkan matanya.
"Ada apa denganku?? Tidak mungkin aku merindukannya."
Rahma yang merasa ada yang aneh dengan dirinya memilih memainkannya ponselnya mungkin dengan begitu ia akan mulai merasakan kantuk.
Tanpa sengaja Rahma menekan aplikasi hijau miliknya dan kini layar ponselnya menampilkan gambar Riko yang tengah memimpin meeting di kantor. sebuah gambar yang pernah di kirimkan oleh ayah mertuanya ketika pria paru baya tersebut datang mengunjungi perusahaan beberapa bulan lalu, saat Rahma dan Riko baru seminggu menikah.
Bagi Rahma, malam ini merupakan malam terpanjang dalam sejarah hidupnya karena baru malam ini sangat sulit rasanya memejamkan mata padahal saat ini waktu telah menunjukkan pukul empat dini hari.
Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda.
Tak jauh berbeda dengan Rahma, Riko pun masih nampak duduk di balkon dengan di temani sebatang rokok di tangannya. aktivitas yang tak lagi di lakukan Riko sejak tiga tahun terakhir, bahkan saat mantan kekasih ketahuan selingkuh tak sampai membuat Riko kembali melakukan kebiasaan buruknya itu.
Tetapi entah mengapa malam ini Riko kembali melakukan kebiasaan buruknya itu ketika teringat akan kejadian di mana ia memergoki calon istrinya berada di kamar hotel bersama seorang pria yang tak lain adalah adik sepupunya sendiri.
"Kenapa kau tega Rahma, belum juga memulainya kau sudah menorehkan luka di hatiku."
Tanpa sadar Riko meremat tangannya yang masih memegang sebatang rokok yang masih tersulut api. entah seberapa perih harinya saat ini sehingga tangannya yang terbakar api rokok pun tak terasa olehnya.
***
Keesokan harinya saat waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi, Rahma meminta izin pada bundanya untuk segera kembali ke apartemen.
Awalnya bunda Ening memintanya untuk menginap lagi semalam namun karena Rahma kekeh ingin segera kembali ke apartemen maka bundanya tak ingin lagi menghalangi nya.
Rahma kembali ke apartemen dengan di antarkan oleh sopir pribadi keluarganya.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu akhirnya kini mobil yang mengantar Rahma tiba di apartemen.
Setibanya di depan apartemen Rahma segera turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih pada pak Iko. Meskipun hanya seorang driver Namun Rahma Sangat menghargai semuanya termasuk pak Iko yang sudah mengabdi selama dua puluh tahun pada keluarganya. Saat pertama kali pak Iko bekerja pada keluarga tuan Roland bahkan Rahma masih duduk di sekolah PAUD.
*
Ketika baru saja membuka pintu apartemen Pandangan Rahma langsung tertuju pada deretan sepatu pantofel milk suaminya yang masih berjejer lengkap tanpa kurang satu pun pada rak sepatu, dari situ Rahma bisa menebak jika saat ini suaminya masih berada di apartemen.
"Apa mas Riko tidak bekerja???" Gumam Rahma.
Meski tak sepenuhnya yakin jika suaminya tak berangkat kerja sebab selama mereka menikah tak sekalipun Riko absen ke kantor, bahkan saat weekend sekali pun Riko sering kali berangkat ke perusahaan dengan berbagai macam alasan.
Penasaran dengan keberadaan Riko, tanpa berpikir panjang Rahma memutar handle pintu kamar Riko dan menampilkan sosok pria tampan yang tengah bertelanjang dada hanya sebuah handuk yang melilit pada pinggangnya.
Terkejut mendengar suara pintu kamar yang terbuka Riko spontan menoleh ke arah pintu.
"Maaf" dengan menundukkan pandangannya Rahma berucap.
"Tanganmu masih berfungsi kan?? Bisakah kau mengetuk pintu dulu sebelum masuk.".
Risih Rahma memergokinya dalam kondisi seperti itu tanpa sadar suara Riko terdengar meninggi.
"Maafkan aku mas, aku hanya ingin memastikan jika mas baik baik saja, karena tidak biasanya jam segini mas belum berangkat."
Usai berucap Rahma hendak meninggalkan kamar Riko namun saat mengangkat pandangannya, tak sengaja pandangannya tertuju pada telapak tangan Riko yang nampak di lilit oleh sebuah handuk kecil berwarna putih.
"Tangan kamu kenapa mas??." tanya Rahma dengan kening berkerut.
Karena Riko tak kunjung menjawabnya Rahma pun berinisiatif untuk melihatnya sendiri.
"Arrrggghhh."
Semalam saat meremat rokok yang masih tersulut api seakan tak sedikitpun rasa sakit menghinggapinya, namun baru saja jemari lentik sang istri sedikit menyentuh tangannya Riko sudah terdengar meringis.
"Ya ampun mas, kenapa tangan kamu bisa sampai melepuh seperti ini??."
"Lepaskan!." dengan nadanya yang kembali dinginnya Riko hendak menarik tangannya dari pegangan tangan Rahma namun sepertinya usaha Riko sia sia karena Rahma tak melepasnya begitu saja.
"Aku bilang lepaskan!!." semakin dingin tatapan Riko saat Rahma tak juga melepaskan pegangan tangannya.
"Mas boleh marah bahkan memaki aku sepuasnya tapi sekarang biarkan aku mengobati luka di tangan kamu mas."
Rahma tak lagi peduli dengan tatapan dingin Riko padanya yang terpenting baginya saat ini hanyalah ingin segera mengobati tangan suaminya yang tengah melepuh agar tidak sampai infeksi.
Rahma pamit sebentar untuk mengambil perlengkapan P3k di kamarnya sedangkan Riko terus menatap istrinya tersebut dengan tatapan sulit di artikan.
Tak sampai sepuluh menit Rahma kembali ke kamar Riko dengan membawa kotak P3K.
Sebagai seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang dokter tentunya tak sulit bagi Rahma untuk membersihkan serta mengobati tangan suaminya.
"Baru juga sehari aku menginap di rumah ayah, kamu sudah mencoba melukai diri kamu sendiri karena merindukanku, mas." kelakar Rahma sengaja mencairkan suasana.
Menyadari tatapan tak biasa dari suaminya Rahma tersenyum saja. "Aku hanya bercanda jangan terlalu serius, mas." ucapnya.
" Sudah selesai...."
Akhirnya selesai juga Rahma mengobati luka di tangan suaminya dan kini telapak tangan Riko telah terpasang plester luka.
"Terima kasih."
"Tidak perlu berterima kasih karena ini sudah menjadi tugas aku sebagai seorang istri, jika mas menginginkan yang lainnya juga boleh." ucap Rahma dengan senyum di wajahnya.
"Eeeheeeem." Riko hanya berdehem ria saat mendengar ucapan Rahma yang penuh makna.
"Keluarlah !!! Aku mau mengenakan pakaian." bukannya tersinggung apalagi marah, Rahma justru menampilkan senyum cantiknya saat Riko memintanya untuk keluar, sehingga Riko yang menyadarinya terlihat menyatukan alisnya bingung.
"Apa dia sedang sakit??." gumam Riko melihat perubahan sikap Rahma yang begitu signifikan setelah kembali dari kediaman orang tuanya.
"Sepertinya tidak ada salahnya mengikuti saran dari Anis, lagi pula aku ini adalah istri sahnya mas Riko."
Rahma yang baru saja kembali ke kamarnya usai mengobati luka di tangan Riko nampak bergumam.
Semalam saat tak kunjung dapat memejamkan mata Rahma memilih menghubungi Anis pada pukul tiga dini hari.
Meski sedikit kesal karena sahabatnya itu mengganggu tidurnya namun Anis tetap meladeni Rahma. Keduanya bahkan mengobrol melalui sambungan video call hingga pukul empat dini hari.
Mungkin sedikit saran dari Anis lah yang membuat Rahma ingin segera kembali ke apartemen padahal rencananya ia akan menginap selama dua hari di rumah orang tuanya.
Karena hari ini Rahma tidak masuk kerja, ia menggunakan waktunya untuk memasak untuk suaminya. Walau seringkali Riko menolak memakan masakannya namun Rahma tak bosan bosannya untuk tetap menyiapkan makanan sampai suaminya itu bersedia mencicipi masakan buatannya.
Hari ini untuk pertama kalinya setelah menikah Riko memutuskan untuk bekerja dari rumah.
Riko yang tengah sibuk berkutat dengan laptopnya menoleh ke arah pintu saat mendengar Rahma mengetuk pintu kamarnya.
"Masuk!."
Pintu terbuka dan memperlihatkan Rahma yang kini tengah berdiri di ambang pintu dengan sebuah nampan berisi secangkir teh serta sepiring cake di tangannya.
Rahma menghela napas dalam seolah saat ini paru parunya membutuhkan oksigen lebih sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
"Di minum dulu tehnya mas mumpung masih hangat!!." ucap Rahma setelah menyajikan secangkir teh di meja.
"Bukankah sudah aku katakan tidak perlu repot-repot melayani ku karena aku bisa melakukannya sendiri."
Masih dengan posisi menatap layar laptopnya Riko berucap saat Rahma masih berdiri di hadapannya.
"Aku sama sekali tidak merasa direpotkan, mas." jawab Rahma seadanya sebelum wanita itu mulai melangkah meninggalkan kamar suaminya.
"Jangan lupa, kebersamaan kita hanya akan bertahan sampai dengan setahun usia pernikahan kita."
Ucapan Riko sontak membuat langkah Rahma yang telah berada di ambang pintu terhenti.
"Aku tidak akan melupakannya. tetapi sampai dengan saat itu tiba aku akan tetap melakukan tugasku sebagai seorang istri." Tanpa menoleh Rahma berkata demikian sebelum kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan kamar Riko.
Setelah mendengar suara pintu kembali ditutup pertanda Rahma tak lagi berada di sana, Riko menoleh ke arah pintu di mana tubuh Rahma baru saja menghilang di baliknya. Dengan kasar Riko mengusap wajahnya.
"Seandainya kejadian malam itu tidak pernah terjadi mungkin pernikahan kita tidak akan berakhir dalam setahun." dalam hati Riko.
Sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya pandangan Riko jatuh pada secangkir teh serta sepiring cake di hadapannya.
"Enak." tanpa sadar Riko memuji cake buatan sang istri.
Waktu terus berjalan hingga waktu makan siang tiba, Riko yang merasa perutnya ingin segera di isi memilih meninggalkan pekerjaannya sejenak untuk memesan makanan Via aplikasi online di ponselnya.
Namun sebelum memesan Riko lebih dulu mencari keberadaan Rahma, walau bagaimana pun kondisi pernikahan mereka saat ini Riko tetap berkewajiban memberi makan istrinya.
Baru saja membuka pintu kamarnya indera penciuman Riko sudah di suguhkan dengan aroma masakan yang menggugah selera. Riko terus melangkah mengikuti aroma yang ternyata berasal dari dapur.
Setibanya di dapur Riko di suguhkan pemandangan seorang wanita yang tengah sibuk berkutat dengan spatula di tangannya. Melihat penampilan Rahma membuat Riko sampai lupa dengan tujuannya mencari keberadaan Rahma.
Tidak ingin rambut panjangnya membuatnya gerah saat memasak maka Rahma memilih mengikat rambutnya ke atas secara asal.
"Mas Riko??." sapa Rahma dengan seulas senyum di wajahnya saat menyadari keberadaan Riko yang kini berdiri dengan bersandar pada tembok.
"Maaf." ucap Rahma saat Riko terus memperhatikan penampilannya yang menurutnya sedikit berantakan, dengan rambut di Cepol asal apalagi karena hawa kompor yang cukup panas membuatnya sedikit berkeringat karena gerah.
Berbeda dengan dugaannya, ternyata saat ini Riko justru merasa terpanah melihatnya. Di mata Riko saat ini penampilannya terlihat seksi, apalagi outvit yang kini di kenakan Rahma adalah sebuah kaos over size berwarna putih yang di padukan dengan hot pant berwarna biru langit terkesan semakin seksi di mata pria itu.
Riko menggelengkan kepalanya seolah ingin menghilangkan sesuatu yang kini terlintas dipikirannya.
Berpikiran jika saat ini Riko menggelengkan kepalanya karena merasa jijik melihatnya sedikit berantakan menurutnya, Rahma pun memilih kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya.
"Mau kemana??." pertanyaan Riko membuat Rahma menghentikan pergerakannya kemudian kembali menoleh pada suaminya itu.
"Tidak akan lama, aku hanya ingin mengganti pakaianku yang sedikit berantakan akibat memasak tadi."
"Tidak perlu perutku sudah sangat lapar, lagi pula pakaian apa saja yang kau kenakan sama saja di mataku. sama sama tidak berpengaruh bagiku." ucapan Riko yang terdengar kontras dengan kata hatinya saat ini sehingga membuat Rahma mengurungkan niatnya untuk mengganti pakaiannya.
"Baiklah kalau begitu." jawabnya dengan seulas senyum di wajah cantiknya, seolah ucapan pedas Riko tak berarti apa apa baginya.
Rahma mengajak Riko untuk menikmati masakannya dan untuk pertama kalinya Riko tidak menolaknya, mungkin karena merasa benar benar lapar atau karena apa hanya Riko yang tahu.
Keduanya menikmati makan siang dengan hening sampai dengan dua puluh menit kemudian makan siang keduanya usai. baik Rahma maupun Riko memilih kembali ke kamar masing-masing setelah mengisi perut.
Di kamarnya, Rahma tersenyum saat melihat sedikit perubahan sikap Riko yang tak menolak memakan masakannya.
"Sepertinya sedikit demi sedikit aku bisa meluluhkan hati mas Riko, semangat... semangat Ra....kamu pasti bisa meluluhkan hati suami kamu !!!!" Rahma bersorak seraya melayangkan tinjunya ke udara seolah sedang memberi semangat pada dirinya.
Awalnya Rahma merasa kecewa karena Riko tidak percaya dan tidak memberikan kesempatan kepada dirinya untuk membuktikan jika ia tidak seperti yang dilihatnya, namun setelah menimbang nimbang kejadian yang ada, wajar jika suaminya bersikap demikian. Seandainya dirinya yang berada di posisi Riko malam itu mungkin ia akan berpikiran yang sama dengan Riko.
Maka dari itu Rahma bertekad untuk meluluhkan hati suaminya sampai dengan batas kemampuannya kelak, tetapi jika memang perpisahan tetap harus terjadi setidaknya ia telah berusaha sekuat tenaga.
***
Di perusahaan Abraham Group.
Tuan Abraham sengaja datang menghampiri putranya namun ternyata Riko tidak datang hari ini. Pria baru baya tersebut mengetahuinya dari sekretarisnya Riko.
Sekertaris Riko yang bernama Kumala tersebut mengatakan bahwa Riko tidak datang karena sedang sakit.
Semakin tak menentu perasaan tuan Abraham saat mendengar jika Putra sulungnya ternyata sedang sakit dan tidak mengabari dirinya.
"Kita harus segera ke apartemen bang Riko, Ta!!" begitulah panggilan akrab tuan Abraham kepada keponakannya, Dr Atala. Dan Atala pun mengiyakannya meski dalam benak pria itu tak yakin yang akan di kunjungi bersedia menerima kedatangannya, mengingat hubungan keduanya akhir akhir ini tak sehangat dulu.
Dan tentunya hal itu tidak di ketahui oleh tuan Abraham.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!