Azriel melajukan motornya dengan kencang sekencang-kencangnya demi menghindar dari kejaran polisi. Dia dan beberapa teman geng motornya sedang balapan liar di jalanan sepi di mana sering sekali terjadi balapan liar.
Beberapa temannya melajukan motornya ke arah berbeda, Azriel bingung kemana dia harus pergi. Dan akhirnya dia pergi menuju jalan kampung yang sepi, sialnya dia masih saja di kejar oleh polisi yang mengendarai motor dan membunyikan sirine untuk menghentikan motor Azriel.
"Sial! Kenapa itu polisi masih aja ngejar gue sih?" ucap Azriel terus melajukan motornya menuju jalan kampung entah kemana dia menuju.
Dia membelokkan motornya di gang, bersembunyi di sana dengan rasa was-was karena takut di ketahui oleh polisi. Dia bersembunyi di balik rumah yang gelap, motornya dia sandarkan di tembok agar tidak terlihat oleh polisi yang mengejarnya.
Sesekali dia melongok ke arah jalan, di mana jalanan itu sepi. Tapi kemudian dia bersembunyi lagi karena suara deru motor berhenti tepat di depan rumah di mana dia bersembunyi.
"Kemana itu motor larinya? Padahal tadi aku melihat motor anak geng motor itu lari kesini." ucap polisi yang mengejar Azriel.
Polisi itu menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat tempat gelap. Mengambil senter dan menyoroti tempat gelap itu dengan senternya. Walky talkynya berbunyi, polisi itu mendengarkan suara temannya bicara di hand walky talky.
"Apa target sudah di temukan?" tanya seorang polisi di seberang walky talkynya.
"Belum komandan, tapi saya mengejar sampai kampung. Saya lihat dia lari ke arah kampung dan sedang mencarinya." jawab polisi.
"Hemm, sepertinya salah satu geng motor itu tidak ikut-ikutan transaksi narkoba. Satu orang target kita tidak ada, tapi kamu cari saja teman-temannya dan interogasi mereka jika tertangkap. Jangan sampai lepas." kata komandan di seberang sana.
"Baik komandan!"
"Saya akan menghubungi yang lainnya, mereka bersembunyi secara menyebar. Karena sering mengikuti balap liar, jadinya anggota lainnya kewalahan mengejar mereka."
"Siap komnandan!"
Azriel mendengar percakapan polisi dengan komandannya. Dahinya mengerut ketika komandan menyebut narkoba. Pikirannya mengacu pada salah satu teman geng motornya, meski dia tidak yakin kalau salah satu temannya adalah pengedar narkoba. Tapi Azriel tahu pengejaran polisi itu karena salah sasatan, yaitu mengejar pengedar narkoba.
"Gue ngga yakin kalau di geng motor Dodit ada pengedar narkoba. Tapi sangat memungkinkan kalau ada anggota geng ikutan mengedar narkoba." gumam Azriel.
Dia menempelkan tubuhbya di tembok agar tidak mengenai lampu senter polisi yang mengarah di tempatnya. Polisi itu tampak curiga dengan tempat gelap itu, mendekat secara perlahan. Menyiapkan senjata apinya di todongkan ke arah depan.
Napas Azriel tertahan ketika lampu senter itu semakin dekat, dia terus menempelkan tubuhnya agar tidak di pergoki sambil berdoa agar polisi itu segera pergi.
"Ya Tuhan, semoga polisi segera pergi." ucap Azriel dalam hati.
Dia melihat ke kanan dan ke kiri, apakah ada jalan lain untuk kabur dari kejaran polisi itu. Dan benar saja, Azriel beringsut dari tempat persembunyiannya untuk kabur sebelum polisi yang mengejarnya itu tahu dia bersembunyi dan kabur.
"Hei! Jangan lari!"
Dor! Dor!
Dua kali tembakan mengarah ke tanah, di mana Azriel kabur dari kejaran polisi. Dia sengaja meninggalkan motornya dan terus berlari mencari tempat aman dari kejaran polisi.
Azriel terus berlari, tidak peduli dengan suara tembakan itu. Mencari tempat aman lagi agar polisi tidak menangkapnya, sesuatu yang mengerikan jika harus mendekam di penjara meski hanya satu malam saja.
Hos! Hos! Hos!
Suara napas Azriel dalam pelarian itu membuatnya mudah lelah. Dia melihat sebuah rumah yang sepi, langkahnya di percepat karena lampu senter milik polisi itu kembali mengejarnya. Dia masuk sebuah rumah, bersembunyi di belakang sebuah gerobak kecil.
Napasnya terengah-engah karena berlari terus untuk menghindar dari polisi. Beberapa menit, Azriel menunggu polisi lewat di depan rumah di mana dia bersembunyi, matanya masih mengawasi jalanan apakah polisi masih mengejarnya atau sudah pergi.
"Huh, gue kok kayak ******* sh di kejar-kejar polisi. Lagian siapa sih yang jual narkoba, bikin orang susah aja." ucap Azriel masih mengawasi jalanan sepi.
Setelah satu jam berlalu tidak ada polisi lewat, dia akhirnya keluar dari persembunyiannya. Menoleh ke kanan dan ke kiri apakah memang tidak ada polisi. Tapi hanya ada orang lewat saja, Azriel berjalan tenang agar tidak di curigai oleh warga kampung itu.
"Dia siapa sih? Kok kayaknya bukan anak muda di kampung kita ya?" salah satu dua orang yang lewat melihat Azriel.
"Mungkin dia lagi cari angin." jawab temannya.
"Ish, aku tanya apa kamu jawab apa. Ngga nyambung." ucap satu temannya.
Azriel berjalan cepat, dia akan mengambil motornya yang dia sembunyikan di belakang rumah kosong. Jalan cepat agar motornya memang benar-benar masih ada di tempatnya.
"Syukur deh, motor gue masih ada. Apa polisi ngga lihat motor gue ya? Kok masih aja di sini." ucap Azriel.
Dia segera mengambil motornya, menaikinya dan melajukan motor dengan cepat. Ingin sekali dia pulang ke rumah, tapi di jalan ponselnya berbunyi. Azriel mengambil ponselnya, tampak dia melihat nama mamanya di layar benda pipih itu.
"Ck, mau apa coba telepon gue malam-malam?" ucap Azriel mencoba mengabaikan sambungan teleponnya.
Dia terus melajukan motornya, niatnya mau pulang tapi kini malas untuk pulang. Dia akan pergi ke rumah Tomi, karena laki-laki itu pasti pulang ke rumah setelah tadi di kejar-kejar juga oleh polisi. Azriel menghentikan motornya, dia mencoba menghubungi Tomi lebih dulu agar sampai di rumah teman yang suka sekali meledeknya itu memang ada di rumahnya.
Tuuut.
"Halo, lo selamat Ziel?" tanya Tomi di seberang sana.
"Iya, gue selamat. Lo ada di mana?" tanya Azriel.
"Di rumah, gue langsung pulang. Si Dodit juga pergi tuh entah kemana, yang lainnya juga kayaknya pada pulang. Untuk sementara waktu ngga ngadain balap liar malam-malam, sekarang polisi lagi gencar razia geng motor." kata Tomi.
"Iya, gue tahu. Di geng motor kita adakah yang jadi pengedar narkoba? Soalnya mereka cari pengedar narkoba." kata Azriel.
"Gue ngga tahu, kalaupun ada pasti mereka beroperasi juga waktu kita kumpul."
"Udah pastilah, tapi belum tahu siapa orangnya."
"Kalau di geng motor kelompok Andi, hampir sebagian mereka pemakai. Lha, kita mah suka-suka aja mabuk ya kan? Hahah!" ucap Tomi lagi dengan tawa senangnya.
"Gue nginep ya di rumah lo." kata Azriel.
"Kenapa lo ngga pulang aja?" tanya Tomi.
"Dapat tausiah gue dari nyokap, lagi malas dengerin tausiah nyokap gue." kata Azriel.
"Ya udah, kesini aja lo. Gue tunggu, tapi lo kalau mau mabuk gue sedia minumannya." ucap Tomi lagi.
"Ogah!"
Klik!
_
_
*******
Satu minggu setelah kejadian pengejaran dan razia polisi. Geng motor Dodit kembali mengadakan balap liar lagi, tapi kali ini di lapangan kampung yang tidak di ketahui polisi menurut mereka.
"Dodit mana? Kok belum datang?" tanya Azriel sudah siap mengikuti balap liar lagi.
"Katanya lagi di jalan. Sabar kenapa Ziel." kata Tomi.
"Huh, kemarin malam dia juga kabur sendiri. Gue di kejar-kejar polisi sampai kampung, untung gue sembunyi di sebuah rumah sepi." kata Azriel lagi.
"Iya nih, akhir-akhir ini polisi sering banget deh razia terus. Gue ngga tahu apakah emang benar geng motor kita ada yang jadi pengedar narkoba?" tanya Tomi.
"Ya mungkin aja. Geng motor itu identik dengan narkoba juga, mabuk dan pesta ****." katq Azriel.
"Lo sendiri, kenapa masuk ke geng motor?"
"Gue suka balapannya aja, ngga suka pesta-pesta begitu." kata Azriel lagi.
"Huh, sok suci lo!"
"Biarin!"
Mereka masih menunggu Dodit datang, semua juga menunggu. Tomi gelisah, begitu juga dengan Azriel. Rencana balapan jadi molor beberapa menit.
"Lo telepon si Dodit dong, Ziel." kata Tomi.
"Ck, dia ketua geng tapi kenapa jadi ngga tanggung jawab sih. Semua udah nungguin itu."
"Ya makanya di telepon dong si Dodit."
"Ck, iya."
Azriel mengambil ponselnya, mencari nomor kontak Dodit laly menghubunginya. Masuk.
"Dit, lo kemana aja sih? Udah pada nungguin nih." kata Azriel.
"Gawat Ziel. Lo sama Tomi cepat lari dan sembunyi!" ucap Dodit di seberang sana.
"Kenapa? Apa ada razia lagi?"
"Iya, cepat lo pergi dan sembunyi!"
"Aah, sialan lo! Kenapa ngga dari tadi sih lo kasih tahu gue!"
Klik!
Azriel mematikan ponselnya, dia takut polisi akan datang sesuai yang di katakan Dodit. Tomi memperhatikan apa yang di lakukan Azriel, menjalankan mesin motornya dan melaju.
"Azriel, kenapa pergi?!" tanya Tomi.
"Cepat lo lari dan sembunyi! Polisi lagi kesini mau razia!" jawab Azriel langsung ngacir pergi.
"Aaargh, sialan! Lo main pergi aja Azriel!"
Tomi langsung melajukan motornya pergi dari lapangan itu. Saat Azriel keluar dari lapangan, ternyata mobil polisi sudah datang. Dia pun berbalik melajukan motornya menuju ke arah lain entah kemana. Yang jelas dia harus menghindar dari kejaran polisi yang akan menangkapnya.
Ngeeeng!
Azriel melajukan kencang ke arah jalan kebun kampung. Dia harus lari dan bersembunyi, menoleh ke belakang ada satu motor polisi mengejarnya.
"Sial! Polisi mengejar gue lagi. Kemana tuh tadi teman-teman larinya?" ucap Azriel terus melajukan motornya.
Hingga dia sampai di belokan jalan menuju kampung, dia langsung melaju kencang. Tapi motor polisi masih mengejarnya, dan Azriel terus mencari jalan gang kampung agar bisa bersembunyi dari kejaran polisi.
Ngeeeng!
Suara deru motor Azriel menggema jalanan gang, dengan liukan motornya membuat orang-orang yang lewat mengumpat padanya karena mengendarai motor seenaknya.
"Woi! Sialan! Jangan kencang-kencang kalau naik motor! Emangnya ini jalan punya nenek moyang lo!" teriak salah satu pejalan kaki yang hampir di serempet Azriel.
"Sori, gue buru-buru bang!" sahut Azriel dengan menoleh ke arah orang yang mengumpatnya.
Hingga dia tidak sadar sampai di belokan dan motor melaju kencang itu menabrak gerobak cilok milik seorang gadis.
Gubrak!
"Adaauw!"
"Daganganku! Gerobakku!"
Teriakaan Azriel dan seorang gadis pemilik gerobak cilok berbarengan. Mereka jatuh, Azriel terjatuh karena menabrak gerobak penjual cilok. Sedangkan gadis yang gerobaknya di tabrak itu hampir saja keserempet motor Azriel jika gerobaknya dia pegang. Untungnya tangan gadis itu lepas, dan Azriel berada di atas gerobak cilok seorang gadis.
Tangannya tergores karena menahan tumpuan tubuhnya. Tapi celananya itu terkena tumpahan cilok panas, sehingga dia pun akhirnya jatuh juga karena tidak tahan panas dari ciloknya.
Gadis penjual cilok itu diam, dia masih mengamati laki-laki yang menabrak gerobak ciloknya. Tapi wajah kesalnya benar-benar dia tampilkan dan berkacak pinggang menatap Azriel.
"Kalau jalan tuh lihat-lihat! Mata ke depan, naik motor itu harus hati-hati. Lihatkan jadinya kamu menabrak gerobak cilokku dan rusak semuanya, rugi daganganku!" kata gadis itu.
Azriel berusaha bangkit dari jatuhnya itu dengan pelan. Gadis di depannya yang sedang marah tidak mencoba membantunya bangkit.
"Iya maaf, gue lagi di kejar-kejar polisi." jawab Azriel.
"Anak bandel sih, jadinya di kejar polisi." ucap gadis itu.
Azriel menatap wajah gadis di depannya, memegangi lengan tangannya yang sakit. Wajahnya meringis, di lihatnya gerobak ciloknya memang semua dagangan cilok gadis itu tumpah. Azriel menunduk, berusaha bertanggung jawab memberesi panci berisi cilok, botol berisi kuah kacang dan beberapa plastiknya dia bereskan semuanya.
Menegakkan gerobak ciloknya yang hampir terlepas rodanya karena di hantam roda motornya. Dia menatap pada gadis itu, lalu tersenyum manis. Gadis itu masih menatap tajam pada Azriel.
"Gue udah bantuin lo, jangan marah ya." kata Azriel.
"Jelaslah aku marah, kamu membuat daganganku rugi!" ucap gadis itu.
"Heheh, aku ganti deh. Berapa semuanya?" tanya Azriel mengeluarkan dompetnya.
"Mentang-mentang punya duit, gampang banget mau ganti rugi." ucapnya lagi.
"Ya kan gue punyanya duit, kalau ngga ada duit ya ngga bisa bayar kerugian lo." kata Azriel.
Gadis itu diam, dia mendengus kesal karena semuanya rusak dan ciloknya terbuang percuma. Di dorongnga gerobak yang rodanya sedikit miring, perlahan tapi tertahan karena jika di paksa dorong akan jatuh lagi gerobaknya.
Azriel membantu mendorong gerobak itu, membawanya sesuai arah kemana gadis itu membawanya pergi. Keduanya saling diam, Azriel tidak enak sendiri karena hampir menghancurkan gerobak gadis penjual cilok itu.
"Lo mau pulang ya?" tanya Azriel.
"Iyalah, ngapain jalan terus. Gerobaknya aja rusak, ciloknya juga kotor." jawab gadis itu ketus.
Azriel diam lagi, melirik pada gadis itu yang masih kesal padanya.
"Maaf ya, gue ngga sengaja." jawab Azriel.
"Kalau sengaja, udah gue teriak-teriak sejak tadi. Biar warga datang dan mukul kamu." kata gadis itu lagi.
Tangan gadis itu dan Azriel terus mendorong gerobak yang rusak, sampai di rumah sederhana dengan halaman lumayan lebar dan ada sebuah gudang untuk menyimpan gerobak rusak itu.
Muncul dari pintu rumah itu seorang perempuan paruh baya heran dengan anaknya yang pulang lebih cepat dari biasanya.
"Qilla, kenapa cepat banget pulangnya?" tanya ibunya.
"Iya bu, dapat musibah nih. Gerobaknya di tabrak sama dia." jawab gadis bernama Qilla menunjuk Azriel.
"Lho, kok di tabrak? Gimana ceritanya?" tanya ibunya lagi.
"Ya biasa, dia mengendarai motor ugal-ugalan di jalan gang itu. Jadinya nabrak gerobak cilokku bu." jawab Qilla lagi.
"Ya sudah, di simpan aja di samping. Nanti di betulkan minta tolong sama mang Sapri." kata ibunya.
"Iya bu."
Qilla pergi dari hadapan Azriel yang sejak tadi diam saja. Dia merasa bersalah dengan kejadian tadi.
"Emm, nanti aku yang bayar deh buat pembetulan gerobak lo." kata Azriel.
"Harus!"
"Sebentar ya, gue ambil motor gue yang tadi di tinggal di sana." kata Azriel.
Qilla diam saja, dia langsung masuk ke dalam rumah tanpa berkata apa pun pada Azriel. Azriel sendiri pun segera ke tempat tabrakan tadi untuk mengambil motornya, karena di tinggal begitu saja. Begitu sampai, dia melihat motor polisi yang mengejarnya itu datang.
"Waah, itu polisi lagi, gue harus sembunyi ini." ucapnya.
Dengan cepat dia ambil motornya dan melajukan kencang menuju rumah Qilla yang tak jauh dari tempat itu dan ikut bersembunyi sementara waktu.
Ngeeeng!
"Woi! Jangan lari!"
_
_
*********
Azriel melajukan motornya muter-muter lebih dulu untuk mengecoh polisi yang mengejarnya. Setelah tak terlihat, dia pun pergi ke rumah Qilla. Motornya terus melaju kencang meliuk menembus gang kampung tersebut, hingga dia pun sampai di depan rumah Qilla.
Matanya mengarah ke arah jalan, takut ada polisi tadi yang mengikutinya. Dan benar saja, motor polisi sedang melaju menuju arah jalan rumah Qilla.
"Haish, polisi itu ngga juga nyerah ya. Gue di kejar-kejar terus." ucap Azriel.
Dia masukkan motor ke halaman rumah Qilla, menengok ke kanan dan ke kiri mencari tempat untuk bersembunyi. Dia melihat tempat gerobak Qilla di sana ada tempat kosong dan terhalang kayu-kayu. Tanpa pikir panjang, Azriel membawa motornya ke sana untuk di sembunyikan.
Apa yang di lakukannya itu mendapat perhatian dari mata gadis di dalam rumah yang melihatnya menyembunyikan motornya. Qilla, gadis itu keluar dari rumah dan mendekat pada Azriel. Melihat apa yang di lakukan laki-laki itu menyembunyikan motornya tanpa izin lebih dulu padanya.
"Kamu lagi ngapain?" tanya Qilla menatap tajam pada Azriel.
"Gue minta tolong, sembunyiin motor gue di sini. Gue di kejar-kejar polisi." jawab Azriel masih terus menghalangi motornya dengan tumpukan kayu.
Qilla mengambil kayu-kayu yang tadi di tata Azriel, dia kesal sekali pada laki-laki itu. Azriel melebarkan matanya, menatap pada Qilla yang sedang kesal dan memindahkan kayu-kayu ke bawah.
"Eh, lo ngga mau bantu gue?" tanya Azriel.
"Ngga!"
"Please dong, tolongin gue. Gue ngga mau di tangkap polisi." kata Azriel mencoba merayu Qilla.
Qilla mendengus, menatap tajam pada laki-laki yang sedang memohon padanya. Dia curiga apakah Azriel adalah buronan polisi?
"Kamu buronan ya?" tanya Qilla.
"Enak aja! Kagaklah, gue cuma salah sasaran. Mereka salah mau tangkap gue." jawab Azriel tidak terima di sangka buronan.
"Lha, terus kenapa polisi mengejar kamu? Kamu pasti punya salah, dan kamu pasti buronan kan?!"
"Bukan yaelah. Tolong gue, sembunyiin gue dari kejaran polisi. Gue di sangka pengedar narkoba, makanya gue lari." kata Azriel lagi.
"Nah kan, kamu buronan pengedar narkoba. Kalau polisi kesini, aku laporkan kamu sembunyi di rumahku!"
"Eh, kagak ya. Gue bersumpah bukan pengedar narkoba, cowok baik-baik kayak gue mana ada tampang pengedar narkoba. Noh, banyak mafia-mafia di setiap penjara ada pengedar narkoba. Buat apaan gue jual barang haram itu!" ucap Azriel kesal di tuduh terus sebagai pengedar narkoba.
Qilla diam, dia menatap Azriel yang marah karena menuduhnya sebagai pengedar narkoba
.
"Terus kenapa kamu sembunyi? Kalau ngga salah harusnya bilang dong sama polisinya. Jujur kenapa sih, bukannya sembunyi." kata Qilla.
"Kagak, pasti gue harus nginap di prodeo meski pun cuma sehari. Banyak nyamuk di sana, jorok. Udah, gue sembunyi aja di sini sebentar doang. Nanti kalau polisinya udah ngga ada gue pergi." kata Azriel lagi.
Qilla pun kembali diam, dia melihat motor Azriel sudah terhalang kayu-kayu. Menatap Azriel lagi apakah laki-laki itu berbohong atau tidak, tapi sepertinya memang dia bukan pengedar narkoba.
Ciiit.
Suara motor di depan halaman rumah Qilla itu membuat kaget Azriel dan Qilla. Azriel tahu itu motor polisi yang mengejarnya, dia memberi isyarat pada Qilla agar diam dan tidak memberitahumya kalau dirinya bersembunyi di rumahnya. Apa lagi di tempatnya sekarang.
Mau tidak mau, Qilla pun harus menyembunyikan Azriel di belakang gerobak rusaknya itu. Azriel juga bersembunyi di sana, Qilla keluar dari tempat itu. Melihat polisi yang sedang bicara pada tetangganya, menanyakan sesuatu. Dan tentunya itu menanyakan kemana Azriel bersembunyi.
Polisi itu menoleh pada Qilla, gadis itu terlihat gugup. Menoleh ke arah di mana Azriel bersembunyi.
"Mbak, apa tadi lihat ada laki-laki mengendarai motor lewat atau sembunyi di sekitar sini?" tanya polisi menghampiri Qilla.
"Motor apa pak? Dari tadi ngga ada motor lewat, paling ada tukang dagang aja yang lewat depan rumah." jawab Qilla terpaksa berbohong.
"Masa sih? Saya tadi lihat motor itu lewat sini lho, apa benar mbaknya ngga lihat?" tanya polisi lagi.
"Tadi saya ada di dalam rumah, kalau tadi lewat sewaktu saya di dalam rumah sih ngga tahu tuh pak. Mungkin sudah lewat barangkali dan saya ngga tahu." jawab Qilla.
Polisi itu diam, tapi ragu. Dia mengingat Azriel sempat parkir di depan rumah Qilla itu. Mata polisi pun mengarah ke dalam rumah Qilla, melongok ke dalam untuk memastikan memang laki-laki yang dia kejar tadi tidak ada. Dia takutnya gadis di depannya menyembunyikan orang yang dia cari.
"Apa mbak ngga bohong? Barangkali dia sembunyi di dalam rumah." kata polisi.
"Ya ngga pak polisi, kalau ngga percaya silakan saja bapak periksa ke dalam rumah." kata Qilla yakin.
Karena memang dia tidak menyembunyikan Azriel di dalam rumah, tapi di belakang gerobak ciloknya.
"Begini mbak, kalau mbak berbohong dan ternyata mbaknya menyembunyikan orang itu. Mbak juga bisa di penjara lho, karena menyembunyikan buronan." kata polisi menakuti Qilla.
"Lha, emang laki-laki yang bapak cari itu buronan?"
"Iya, dia di duga anak geng motor yang melakukan pengedaran narkoba di setiap gengnya dan ke anak sekolah." jawab polisi lagi.
"Waah, ngeri juga ya. Tapi bapak yakin dia pengedar narkoba?" tanya Qilla memastikan.
"Ya, baru terduga sih. Tapi kalau dia tertangkap kan bisa di mintai keterangan apa benar dia terlibat atau tidak dalam pengedaran narkoba itu." ucap polisi mencoba meyakinkan Qilla agar mau menunjukkan di mana Azriel yang dia kejar berada.
Tapi gadis itu diam saja, dia ragu untuk memberitahu keberadaan Azriel. Jika dia menunjukkan di mana Azriel bersembunyi, maka lepas dia dari sangkaan menyembunyikan buronan. Tapi kalau di sembunyikan, bagaimana nantinya? Dia takut apa yang di katakan polisi itu benar kalau laki-laki yang sedang bersembunyi di belakang gerobak ciloknya adalah buronan.
"Qilla, sedang apa kamu?"
Lamunan Qilla buyar ketika ibunya keluar dan melihatnya bicara dengan seorang laki-laki. Ibunya mendekat, heran siapa laki-laki di depan anaknya Qilla.
"Bapak siapa?" tanya ibu Qilla.
"Dia polisi bu, cari buronan." jawab Qilla.
"Buronan?! Buronan apa? Di sini tidak ada buronan pak, duh amit-amit saya menyembunyikan buronan." kata ibu Qilla merasa takut dan panik dengan ucapan anaknya.
"Maaf bu, saya hanya mencari saja. Barangkali di dalam rumah ibu menyembunyikan buronan saya itu. Saya mau menjemputnya." kata polisi memberikan penjelasan agar ibunya Qilla itu tidak panik.
"Ya, tapi saya di dalam rumah terus pak. Kalau ada yang masuk pasti saya tahu, mungkin dia lari ke sana. Biasanya ada rumah kosong itu tempat bersembunyi anak-anak." kata ibu Qilla menunjuk ke arah rumah di ujung jalan.
"Saya sudah ke sana, tapi tidak ada orang. Ya sudah, maaf kalau saya membuat ibu dan mbaknya khawatir." kata polisi itu.
Dia masih curiga dengan rumah Qilla itu, tapi akhirnya dia pun menaiki motornya dan meninggalkan Qilla dan ibunya.
"Ada-ada saja polisi itu, kenapa cari buronan kesini? Memang kita menyembunyikan buronan itu?" kata ibu Qilla.
"Qilla yang sembunyikan buronan itu bu." ucap Qilla sambil berlalu meninggalkan ibunya.
"Apa?!"
_
_
**********
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!