NovelToon NovelToon

Bukan Benih Suami

Kesibukan Kerja

"Sayang, aku nanti pulang malam," bilang Meyra untuk minta ijin sang suami.

Suami yang merupakan guru sekolah menengah, saat ini masih berada di bawah selimut.

Musim liburan sekolah dan kebetulan hari ini tak kejadwal piket, membuat Reynand masih bermalas-malasan di bawah selimut.

"Biasanya kamu selalu pulang malam," jawab Reynand masih dengan mata terpejam.

"Hari ini lain sayang, aku musti menghadiri acara ulang tahun perusahaan, aku juga ditunjuk jadi ketua panitia. Makanya aku sibuk banget hari ini" lanjut Meyra menjelaskan.

"Iya...dijemput jam berapa?" kata Reynand menimpali.

Meyra bersyukur, sang suami memberi kepercayaan dan kesempatan padanya untuk terus bekerja mengejar karir.

"Makasih sayang, ntar aku kabarin dech," Meyra yang sudah berpenampilan cantik dan wangi mengecup bibir sang suami.

"Percuma aku libur, istriku malah sibuk melulu," gerutu Reynand dari balik selimut.

"Ini juga demi kesejahteraan bersama loh sayang," tukas Meyra terbahak.

"Itu sih cuman alesan kamu aja," balas Reynand dengan muka sewot membuat Meyra semakin terbahak.

"Makanan sudah lengkap di meja makan, kulkas juga terisi penuh. Selamat liburan sayang," Meyra keluar kamar.

Reynand menanggapi penuh omelan buat sang istri.

Sementara Meyra sudah tak mendengar kata-kata pidato sang suami.

Meyra tersenyum kala masuk mobil.

Pernikahan yang hampir empat tahun, masih berbalut bahagia. Kebahagiaan yang selalu menghiasi keseharian mereka.

Meski sampai saat ini belum dikaruniai seorang anak.

Tingkah suami yang kadang kekanakan seakan membuat Meyra merasa sudah menjadi ibu seorang anak.

Meyra dan Reynand telah sepakat, akan menunggu kehadiran anak dengan proses alami saja.

Meski telah menikah hampir empat tahun, tak pernah sekalipun mereka konsultasi ke dokter untuk program kehamilan.

Kedua orang tua dan mertuanya pun sudah heboh dan sering meminta hadiah cucu. Tapi Reynand dan Meyra hanya menanggapi dengan senyuman.

Bahkan setiap pertemuan keluarga besar, pertanyaan kapan punya anak selalu terdengar di telinga Meyra dan Reynand. Telinga keduanya sudah kebal dengan pertanyaan itu.

Meyra melajukan mobil perlahan keluar dari garasi rumah.

Cibiran beberapa tetangga selalu didapat Meyra. Wanita paling cantik nan anggun di kompleks itu. Apalagi kesibukan yang membuatnya tak pernah aktif di kegiatan lingkungan.

"Tuh, wanita genitnya sudah keluar," kata salah satunya, dan masih tertangkap oleh telinga Meyra.

"Mari bu ibu," sapa Meyra ke beberapa tetangga yang sedang berbelanja seolah tak terjadi apa-apa.

Padahal Meyra selalu menjadi topik pembicaraan di antara tetangga itu.

Mobil melaju ke arah perusahaan besar tempat di mana Meyra bekerja.

Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang properti dan jasa pengiriman barang. Perusahaan milik keluarga Armando, crazy rich yang terkenal dengan harta triliunan dan memiliki banyak perusahaan besar.

"Selamat pagi bu Meyra," sapa beberapa karyawan yang telah datang mendahului Meyra.

Menjadi manager di bagian keuangan tak membuat Meyra Melati menjadi sosok sombong. Dia tetap ramah dengan semua karyawan termasuk bawahannya.

Ruangan kerja Meyra masih sepi saat dia datang.

"Maaf nyonya, aku terlambat lagi," itu pesan Dona, sekretarisnya pagi tadi.

Meyra berberes terlebih dahulu sebelum pergi rapat untuk persiapan akhir menjelang acara ulang tahun perusahaan nanti malam.

"Ibu Meyra, anda ditunggu tuan Leo di ruangannya. Segera ya bu," beritahu salah satu asisten sang CEO.

"Aku?" Meyra menunjuk dirinya sendiri.

Tumben sang CEO memanggilnya secara pribadi ke ruangannya. Apalagi ini masih pagi banget.

"Iya, anda nyonya," lanjut asisten itu sembari berlalu menjauh dari ruangan Meyra.

Meyra melangkah tergesa menuju lantai teratas perusahaan.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk!" suruh tuan Leo dari dalam.

"Selamat pagi Meyra," sapa Leo dengan tatapan tajam ke arah Meyra.

"Pagi tuan. Ada apa memanggil pagi-pagi?" tanya Meyra.

"Kudengar kamu ketua panitia acara malam nanti? Gimana persiapannya?" seru CEO muda itu dengan nada tajam.

"Hampir sembilan puluh lima persen tuan. Artis yang kita undang untuk sesi hiburan pun sudah fix. Hari ini aula hotel 'A' pun mulai kita dekor sedemikian rupa untuk acara nanti. EO yang kita kontrak pun EO yang terpercaya," jelas Meyra.

"Tamu-tamu VIP? Jangan sampai mereka kecewa dengan sambutan kita," pesan tuan Leo tegas.

"Baik tuan," Meyra mengangguk hormat di hadapan sang CEO.

Meyra keluar ruangan dingin itu dengan perasaan lega.

Meyra menghela nafas panjang, seolah beban berat di dada terlepas begitu saja.

"Cie... Cie... Bu ketua panitia habis laporan ya," olok Dirga, manager pemasaran.

"Harusnya lo ikut Dirga, lo kan wakil gue," tanggap Meyra sewot.

"Meyra sini bentar," kata Dirga dengan berbisik.

"Apa?" Meyra mengikuti langkah Dirga ke sisi kiri gedung itu.

"Apaan sih?" seru Meyra karena Dirga tak kunjung mengatakannya.

"Hati-hati sama tuan Leo," bisik Dirga perlahan.

Meyra menautkan alisnya.

"Apa maksud lo? Tuan Leo baik, meski kadang ketus sih nada suaranya," Meyra langsung saja membungkam mulutnya, takut salah bicara dan berakhir dipecat.

"Sepertinya dia ada hati sama lo," bisik Dirga melanjutkan infonya.

"Apaan sih? Jangan aneh-aneh dech. Mana ada tuan tampan seperti itu ada hati sama gue. Yang terang-terangan punya status menikah," jelas Meyra.

"Ya udah kalau nggak percaya. Satu pesan gue, jaga perasaan Reynand," tandas Dirga.

"Siap bosque," imbuh Meyra.

"Dirga aneh dech," gumam Meyra setelah Dirga pergi.

Sambil geleng kepala Meyra pergi dari tempat itu. Tak tahu jika ada yang memperhatikan dirinya dari balik kaca.

Meyra pergi ke tempat acara bersama dengan Dirga sebagai wakilnya.

"Dirga, sampai sana lo pastiin lagi artis pengisi acara. Gue nggak mau ada gangguan saat acara. Lo tahu sendiri bos kan mister perfect," kata Meyra.

"Lo yang jadi miss perfectnya Mey," tukas Dirga terbahak.

"Sialan lo. Gue tak mau dipecat gara-gara tak sukses jadi panitia acara nanti malam," jawab Meyra.

"Apaan sih yang lo cari Mey? Laki lo baik, kerja mapan, rumah dan kendaraan sudah ada," kata Dirga.

"Ini passion gue Dirga," jelas Meyra.

"Bener, tapi jangan sampai melupakan kodrat lo sebagai wanita," nasehat Dirga.

"Hhhmmmm, aku berusaha menjalankan tugas gue sebagai seorang istri sebaik-baiknya kok," jelas Meyra.

"Baguslah kalau begitu," Dirga yang juga sahabat Reynand di sekolah sampai kuliah itu tentu juga mengenal dekat siapa Meyra.

"Oh ya, kapan rencana kalian punya anak?" sela Dirga di tengah pembahasan kepanitiaan.

"Sedikasihnya aja Dirga," jawab Meyra lugas.

"Nggak konsultasi ke ahlinya?" ucap Dirga.

"Belum sih. Kita sudah saling sepakat untuk proses alami saja," kata Meyra.

"Owh begitu," Dirga tak melanjutkan kata. Takut menyinggung perasaan Meyra.

Kini mereka berdua telah berada di aula hotel dengan segala persiapannya.

Semua yang tergabung di kepanitiaan dikumpulkan dan diajak rapat bersama di pojok ruangan acara.

Semua tugas telah dibagi Meyra dan Dirga dengan jelas.

Masing-masing bagian melaporkan detail hasil kerjaan mereka.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Tragedi Semalam

Saat acara pun, Meyra tetap sibuk wira wiri. Mengecek semua agar berjalan seperti yang direncanakan.

Para tamu VIP juga mulai berdatangan. Tamu yang terdiri dari para crazy rich, undangan khusus dari si empunya yang punya gawe.

Meyra masuk ke area tamu VIP, untuk memastikan hidangan telah disiapkan dan terhidang sempurna.

Bahkan di sana juga disediakan minuman-minuman dari harga termahal sampai harga yang biasa.

Semua permintaan khusus dari sang bos tak ada yang Meyra lewatkan.

Ada seorang tuan muda yang sepertinya sengaja menyenggol Meyra.

"Hai cantik," sapa orang itu dan hendak menyentuh dagu Meyra.

"Jangan buat ulah di pestaku. Dia karyawanku, sudah punya suami pula. Jadi jangan coba-coba dekatin dia," tangan tuan Leo menahan tangan yang hampir saja menyentuh Meyra.

"Makasih tuan," Meyra mengangguk hormat dan menjauh dari tempat itu.

Tahap demi tahap acara telah terlewatin. Dan sekarang telah masuk ke sesi hiburan.

Artis yang diundang untuk mengisi acara mulai naik panggung dan menyanyikan lagu andalan masing-masing.

Meyra pun menikmati alunan suara yang juga artis idolanya itu.

"Mey, mau pulang jam berapa? Sudah lo kabarin Reynand?" Dirga menghampiri Meyra yang tengah asyik menikmati musik.

"Eh lo Dirga. Untung lo ingetin, sampai lupa mau ngabarin suami," Meyra terkekeh dan berlalu mencari ponsel yang tersimpan di tas.

Meyra menyambar sebuah gelas minuman yang dibawa oleh pramusaji.

Meski pramusaji berusaha menahan, tapi Meyra terlanjur menghabiskan minuman yang diambilnya barusan.

"Makasih kak," Meyra melangkah ke meja dimana tasnya dia tinggal.

Meyra duduk dan mencari ponsel, belum juga mendapatkannya rasa pusing dan berat di kepala mengalahkan segalanya. Meyra pingsan.

Situasi meja yang sedikit mojok dan kurang terang hingga tak ada yang tahu kondisi Meyra.

.

Meyra terbangun dengan rasa berat di kepalanya.

"Urrgghhhh, kenapa kepalaku?" Meyra memegang kepalanya yang terasa sangat pening.

Pandangannya juga masih kabur dan belum jelas.

Beberapa kali Meyra mengucek mata agar bisa melihat sekeliling.

"Loh, di mana ini?" Meyra masih mengalami disorientasi sesaat.

"Apa ini sebuah kamar hotel? Aneh? Kenapa aku ada di sini?" Meyra masih melihat sekeliling.

Meyra terlonjak saat melihat ada kepala seorang pria dengan badan terbungkus selimut yang sama dengan dirinya.

Pria dengan posisi tengkurap, sehingga Meyra tak tahu siapa dia.

Di bahunya terlihat beberapa bekas ciuman di sana.

Meyra menutup bibirnya, "Apa itu ulahku?" Meyra menggeleng sedetik kemudian.

"Tak mungkin," terjadi penolakan pada diri Meyra.

Meyra menelisik tubuhnya sendiri yang juga dalam keadaan polos.

"Apa yang terjadi? Apa aku mengkhianati suamiku?" derai tangis meluncur turun di pipi Meyra. Meyra segera mengusapnya.

Pria itu menggeliat dan membalikkan badannya. Melanjutkan tidur yang berasa nyaman.

"Hah? Tuan Leo?" Meyra kaget bukan kepalang.

Pria yang tidur bersamanya adalah bosnya sendiri.

Meyra beranjak dan hendak memungut bajunya yang berserakan di lantai. Dan hendak melangkah pelan menuju kamar mandi.

"Tunggu!" suara tuan Leo menggelegar.

Ternyata pria itu sudah bangun.

Meyra membalikkan badannya yang masih tertutup selimut sebagian.

"Meyra," tuan Leo terkejut.

"Bagaimana bisa kamu di sini?" lanjutnya.

"Kenapa tuan juga di sini?" Meyra juga heran.

"Lantas apa yang kita lakukan?" ujar tuan Leo.

"Kalau laki-laki sama wanita di ranjang yang sama dengan keadaan begini, kira-kira apa yang terjadi tuan?" jawab Meyra.

"Tapi kenapa kamu mau? Bukannya kamu sudah punya suami?" seru tuan Leo.

"Apa tuan mengira aku sengaja melakukan ini?" tegas Meyra dengan suara mulai emosi.

"Sorry tuan, aku bukan wanita seperti yang tuan pikir. Wanita nakal yang doyan dicelap celup sama sembarang laki-laki. Aku semalam pingsan. Tahu-tahu sudah berada di ranjang yang sama dengan anda," kata Meyra.

"Aku sendiri juga tak tahu, yang aku ingat semalam aku sedikit mabuk. Itu saja!" ucap Leo.

"Tapi apa benar kita melakukannya?" ucap Leo seperti orang bloon.

Leo bukanlah orang yang gampang mabuk hanya karena beberapa gelas minuman beralkohol. Seingat Leo dia baru minum gelas ketiga, dan sudah tak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya.

Meyra hanya bisa menepuk jidat, bagaimana tuan muda yang satu ini bego banget masalah ginian.

Meyra beranjak dengan membawa selimut.

"Stop!" tegas Leo.

"Apalagi tuan? Aku mau ke kamar mandi," kata Meyra hendak bergegas.

"Kalau selimut kamu bawa, aku pakai apa?"

Meyra melempar baju Leo yang berserakan di bawah.

"Cepat pakai!" tak ada lagi rasa sungkan, meski Leo adalah bos besar perusahaan tempat dia bekerja. Meski selama di kantor, Leo adalah sosok yang berwibawa dan disegani.

Leo pun menurut saja.

Meyra kini telah rapi dan telah berbusana lengkap.

"Tuan, aku tak mau kejadian ini menyebar. Anggap saja tak terjadi apa-apa," kata Meyra.

"Kamu mengancamku?" Leo juga sudah rapi dan lengkap pakaiannya.

"Bukannya kita berdua juga tak menyadari apa yang telah kita lakukan? Anggap saja semua tak ada," sambung Meyra.

"Cih, sepertinya kamu menolak atas kenyataan yang terjadi Meyra. Melihat bekas di tubuh kamu dan juga tubuhku, tak mungkin kalau tak terjadi apa-apa semalam," seru Leo.

"Lantas? Apa yang akan tuan lakukan? Mau membuat keluarga yang aku bina hancur begitu saja? Enak saja," emosi Meyra meledak.

Leo diam. Apa yang Meyra ucapkan memang benar adanya. Tapi dirinya juga merasa bersalah, telah melakukan dengan istri orang. Bagaimanapun Leo merasa telah melanggar prinsipnya sendiri, tak akan melakukan hubungan terlarang dengan istri orang.

"Jika anda merasa bersalah, maka cukup diam saja. Aku sendiri yang akan urus jika terjadi masalah dengan suamiku," kata Meyra lantang.

Meyra keluar kamar hotel tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.

Meyra pergi dengan tergesa, karena saat itu sudah menjelang pagi.

Meyra menangis saat mengendarai mobilnya.

"Apa yang telah aku lakukan Tuhan? Bagaimana aku menebus dosa ini? Bagaimana ini bisa terjadi?" air mata kembali luruh.

"Mungkin dengan bersikap seolah tak terjadi apa-apa adalah hal yang tepat untuk saat ini," hanya ini yang terpikirkan oleh Meyra.

Meyra berharap tak terjadi masalah dalam pernikahannya dengan Reynand.

Meyra membuka pintu depan dengan hati-hati.

Sisa air mata telah Meyra bersihkan, agar sang suami tak curiga.

"Baru datang?" suara Reynand mengagetkan Meyra.

"Iya sayang, aku harus memastikan semuanya beres setelah acara selesai. Maaf ya, membuat kamu menunggu," kata Meyra.

'Maafkan aku sayang, aku harus bohong padamu,' batin Meyra.

"Ya sudah, istirahat sana! Kamu pasti capek sekali," tukas Reynand.

"Kamu mau kemana?" tanya Meyra karena Reynand hendak keluar rumah.

"Bentar aja kok," jawab Reynand tanpa menjelaskan mau pergi ke mana.

Tanpa bertanya lagi mereka berjalan dengan arah yang bertolak belakang. Meyra ke kamar sementara Reynand keluar rumah.

Karena rasa capek yang mendera, Meyra terlelap begitu saja saat kepala telah bertemu bantal.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Garis Dua

Tiga bulan pasca kejadian semalam itu Meyra tetap bekerja sebagai manager di perusahaan Leo.

Seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya.

Meyra tetap mengikuti kegiatan rapat dan juga bekerja sesuai jabatannya di bagian keuangan.

Frekuensi bertemu dengan sang bos juga sama seperti sebelum kejadian.

"Kak, siang ini habis makan siang ada rapat mendadak dengan direksi," beritahu Dona.

"Emang ada yang urgen? Baru kemarin pagi ada rapat direksi," tanggap Meyra.

Dona mengedikkan bahu tanda tak tahu.

"Info juga barusan aku dapat kak, dari sekretaris direksi," kata Dona.

"Baiklah. Kalau begitu kita makan aja dulu," ajak Meyra.

"Kakak bawa bekal?" tanya Dona.

Meyra yang memang rajin memasak, rajin sekali membawa bekal dari rumah.

Sekalian memasak pagi buat dirinya dan juga bekal sang suami.

Lebih hygienis menurut Meyra.

Tapi beberapa hari ini rasa malas selalu melanda, terutama di pagi hari.

Meyra menggeleng untuk menjawab Dona.

"Tumben kakak nggak bawa bekal, kak Rey bisa repot tuh," olok Dona bercanda.

"Nggak tahu nih, hari-hari terakhir nih bawaannya males banget," keluh Meyra.

"Ke kantin aja yuk kak," ajak Dona.

"Baiklah," meski membawa bekal pun semua karyawan memang wajib makan di kantin dan tidak diperbolehkan makan di ruangan kerja.

Meyra dan Dona turun di lantai dasar untuk makan siang.

"Mey, pucat amat lo? Lagi sakitkah?" Dirga menghampiri keberadaan mereka berdua.

"Enggak kok, hanya malas saja," jawab singkat Meyra.

"Apa kabar Reynand?" tanya Dirga.

"Huh, pake nanya segala. Bukannya lo udah japrian sendiri sama dia," tukas Meyra membuat Dirga terbahak.

"Mau pesan apa lo? Sekalian," bilang Dirga sembari berdiri untuk memesan menu makan siang.

"Aku sekalian dong tuan," sela Dona.

"Issshhh ogah gue. Jatah sepuluh orang cuman bisa buat lo doang," olok Dirga. Dona yang memang punya badan tambun hanya mencibirkan bibirnya.

"Dirga pesenin es buah ya, banyakin alpukat sama apel. Terus makannya aku rujak buah aja dech," kata Meyra.

"Hah? Lo diet? Muka lo pucet, nggak usah diet-dietan napa?" tolak Dirga.

"Aku kepingin itu Dirga. Bukan diet," bilang Meyra.

"Oke, aku pesenin. Kalau ada apa-apa dengan perut lo jangan ngeluh ke gue," tandas Dirga dan pergi memesan makanan.

"Siap bosssss," Meyra tersenyum senang.

"Kak," panggil Dona berbisik.

Meyra mendekatkan telinganya ke dekat bibir Dona.

"Apa?"

"Kakak hamil kah?" suara Dona masih terdengar pelan.

Deg.

Selama ini belum terlintas sedikitpun kalau dirinya hamil.

Telat datang bulan adalah hal yang biasa bagi Meyra. Tapi saat cuman ada garis merah satu setelah beberapa kali mencoba tes kencing, membuat datang rasa kecewa. Meyra ahirnya malas beli alat itu, meski dirinya telat datang bulan.

"Kak, kok melamun sih? Kakak telat datang bulan nggak?" seru Dona.

"Iya sih Don, tiga bulan ini aku nggak kedatangan tamu rutin," beritahu Meyra.

"Jangan-jangan kakak beneran hamil tuh," Dona antusias menyambut.

"Kamu kan tahu sendiri kalau siklus aku memang tak teratur," kata Meyra.

"Tapi dicoba aja kak, aku yakin kali ini akan ada garis dua dech," balas Dona.

"Tapi....," Meyra sepertinya ragu.

"Tapi apa kak? Takut kecewa? Kalau masih garis satu, coba lagi kak. Umur kak Mey masih muda juga," Dona memberi semangat.

Tiba-tiba Meyra teringat tragedi semalam yang coba dihapus dari memorinya.

"Kak Mey..., kok melamun lagi sih?" kata Dona.

"He...he... Doakan kakak ya," pinta Meyra.

"So pasti," tegas Dona.

Dirga membawa apa yang dipesan oleh Meyra.

"Punyaku mana?" kata Dona.

"Ambil sendiri lah," jawab Dirga.

"Tuan Dirga pilih kasih dech," Dona pun sewot.

"Jalan sana, biar lemak tubuh kamu kebakar," kata Dirga.

Sepeninggal Dona.

"Mey, apa lo ada masalah sama Reynand?" tanya Dirga dengan mimik muka serius.

"Enggak, emang kenapa?" seru Meyra.

Memang sejak kejadian pesta ulang tahun perusahaan itu, Meyra merasa sikap sang suami sedikit tertutup.

Sering pulang kerja larut. Bilangnya sih memberi les tambahan untuk persiapan ujian akhir kelas dua belas. Dan Meyra percaya itu semua.

"Beberapa kali aku lihat Reynand di tempat karaoke. Tapi mungkin dia sedang butuh hiburan kali ya? Habis kamu sibuk banget," timpal Dirga.

"Kalau sibuk terus, kapan kalian mau punya momongan?" lanjut Dirga.

"Bener juga sih, tapi kalau harus mengalah salah satu untuk di rumah kayaknya aku belum bisa Dirga," balas Meyra.

"Oh ya, bentar lagi ada rapat direksi. Ayo makan!" seru Meyra mengalihkan topik pembicaraan.

Rapat dimulai tepat setelah makan siang.

Tuan Leo bersama sang asisten juga telah duduk di singgasana.

Meyra duduk di dekat Dirga.

Asisten tuan Leo telah memulai sesi rapat, yang akan membahas hal urgen.

Terjadi kebocoran dana proyek di perusahaan anak cabang kota Z, sehingga mengurangi kepercayaan terhadap perusahaan.

Tuan Leo mulai memimpin. Bagian keuangan diminta untuk memberikan semua laporan perusahaan anak cabang itu.

Meyra pun berdiri dan berjalan ke arah tuan Leo yang juga menatapnya dengan tajam.

Entah apa yang dirasakan oleh Meyra.

Sampai di dekat tuan Leo, perutnya berasa diaduk dan rasa mual mendera.

Tak sengaja, Meyra memuntahkan semua isi perut ke arah sang bos.

Membuat semua yang hadir mendelik tak percaya.

Manager bagian keuangan memuntahkan semua isi perutnya ke CEO.

Meyra yang merasa lemas, tiba-tiba terkulai dan jatuh pingsan.

Leo dengan sigap menangkap tubuh Meyra hingga tak sampai terjatuh.

Tak dinyana, Leo malah menggendong tubuh sintal Meyra ke klinik perusahaan yang ada di lantai terbawah.

Semua sampai tercengang melihat adegan itu.

"Dok, tolong periksa dia," kata Leo.

Rapat penting perusahaan ditinggalkan begitu saja.

"Baik tuan, bisa anda tunggu di ruang sebelah," sapa sang dokter.

Dokter telah duduk di ruangan tempat Leo berada.

"Bagaimana keadaan Meyra dok?" telisik Leo.

"Sebenarnya kondisi nyonya Meyra tidak apa-apa tuan. Wajar seorang ibu hamil mengalami mual muntah," bilang dokter klinik itu.

"Hamil?" tukas Leo.

Bayangan dirinya tidur seranjang dengan Meyra kembali terlintas.

"Iya tuan. Pasti nyonya Meyra merasa senang. Penantiannya selama hampir lima tahun terjawab sudah," dokter yang menjadi teman sharing Meyra itu mengatakan kepada Leo.

Leo menaikkan ujung bibirnya sedikit.

"Sudah berapa bulan?" tanya Leo kepo.

"Aku belum bisa memastikan, nunggu nyonya Meyra sadar dulu baru aku bisa tahu," jelas dokter itu.

"Baiklah, aku pergi dulu. Tangani yang sekiranya bisa ditangani di sini. Kalau tak bisa, kirim saja Meyra ke rumah sakit. Berikan layanan terbaik untuknya" kata Leo bagai perintah bagi dokter itu.

"Tentu tuan," jawab lugas sang dokter.

Leo pergi dengan rasa penasaran membuncah.

Apa janin yang dikandung Meyra adalah hasil perbuatan dirinya atau perbuatan suami Meyra?

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!