NovelToon NovelToon

Setegar Riri

Episode 1 : Kisah Riri kecil

Aku dilahirkan, disebuah desa kecil di lereng gunung pada malam 1 Suro. Malam yang keramat itu ibuku berjuang bertaruh nyawa untuk melahirkan aku. Aku diberikan nama Angelia Riri Agustini. Aku biasa dipanggil Riri.

Aku adalah anak ke lima dari 6 bersaudara, dari seorang ayah PNS dan ibu penjahit di pasar. Gaji PNS waktu itu sangat sedikit dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Orang kampung pada waktu itu jika di jodohkan PNS tidak mau dan lebih memilih jodoh seorang petani.

Aku melihat setiap bulan ayahku menaruh slip gajinya di paku yang di pasang dikamar beliau. Ibuku sehari-harinya ke pasar untuk menawarkan jasa menjahit baju dan membuka satu lapak untuk usahanya.

Saat aku masih bayi sampai kanak kanak, aku dibawa ibu ke pasar sambil menjahit. Di samping lapak ibu menjahit, ada sepasang suami istri yang menjual kelontong. Suaminya sering menggendongku dan sangat sayang padaku.

Suatu saat ibu tidak ke pasar karena ada urusan, bpk Samijo ibuku menyebut, sampai datang ke desaku untuk menanyakan keadaan aku. Bpk Samijo mengira aku sakit sehingga tidak datang ke pasar . Sejak kecil aku sudah banyak orang menyayangi aku.

Saat aku kecil juga banyak mendatangkan rejeki, hingga saat itu orang tuaku mampu membangun rumah yang kami tempati sampai saat ini.

Aku diperlakukan berbeda dengan kakak- kakakku. Kakak - Kakakku di sekolahkan di sekolah swasta Katolik, sedangkan aku sejak TK sampai sampai SMP sekolah negri.

pertimbangan kedua orang tuaku supaya tidak jauh dari rumah, hanya jarak satu desa dari rumah, sementara kakak kakakku sekolah cukup jauh berjarak 3 desa dari rumah.

Saat aku SD berprestasi dan selalu juara kelas, bahkan di saat kelas 5 mendapatkan sertifikat bintang kelas, karena nilaiku tertinggi dari paralel 5 kelas. Riri saat SD anak yang ceria, nakal tapi berprestasi.

Hari - hari sepulang sekolah bermain terus karena masih kecil. Teras rumah kami menjadi tempat berkumpulnya teman teman . Kami duduk melingkar sambil bermain bekel, Seru sekali ada tawa dan canda kami bebas tanpa beban.

Malam hari kami biasa berkumpul di meja makan yang besar dan panjang memuat kami berdelapan. Selesai kami makan malam, meja di lap dan dibersihkan dan kami gunakan untuk belajar bersama. ayahku biasa menunggu kami sambil membaca koran.

Masih kuingat saat masih belajar di SD ,aku tidak pernah diberikan tugas pekerjaan rumah oleh orang tua. Hari - hariku diisi dengan bermain bersama teman temanku.

Saat musim lompat karet, kami juga bersama - sama bermain. Kadang kami main gobak sodor, bentik, ular naga. Main rumah- rumahan menjadi kegemaran anak perempuan, kita mendirikan rumah - rumahan dari batang ketela pohon, dindingnya mencari kain panjang ibu, dan atapnya dari daun pisang.

Dalam rumah - rumahan , kami memasak yang bahannya dari daun - daun yang kami iris- iris. Ini menjadi kenangan yang sangat menyenangkan dan terkesan untuk kami.

Saat malam hari teman teman yang sekelas denganku, berkumpul di rumah dan belajar. Kami punya teras dengan tempat lebar terbuat dari bambu yang di anyam, kami menyebut, " Amben".

Saat itu kami menjelang ujian, dan belajar HPS dan HPA. Ada satu orang yang membaca soal dan kami menjawab, begitu kami lakukan bergantian membacanya.

Sore hari selesai mandi, aku menunggu ibu pulang dari pasar, karena setiap hari ada saja kemauan aku untuk dibelikan macam - macam makanan. Ibu tidak selalu membelikan apa yang aku mau. Saat mungkin jahitan tidak banyak, ibuku memberikan alasan untuk ku tidak membeli yang dipesankan.

Ibu mengatakan,

" Riri, ibu takut mau beli makanan dan buru -buru pulang karena, tukang tempe di bungkus, Tukang sate di tusuk, tukang Kelapa di pecah".

Biasanya aku percaya saja dan saat itu, dan aku mengatakan

," Begitu ya bu, ibu takut ya"

Suatu kali saat beristirahat sekolah, aku bersama teman teman main ke rumah yang mempunyai kolam ikan. Kami mencari daun talas, lalu merobek kecil- kecil dan di lempar kolam. Ikan akan bergerombol menyerbu daun talas dan berebutan. Saat itu kalau sudah ada HP mungkin kami akan abadikan lewat foto ataupun video.

Saat kelulusan tiba, dan ada test masuk SMPN negeri, maka aku segera mendaftarkan diri. Aku mendaftar di SMPN 1 di kecamatan tempat kami tinggal dan SMPN 8 di kota tempat kami tinggal. Aku dinyatakan lulus keduanya. Dan aku ebih memilih SMPN 8 di kota , walaupun jauh dan harus naik angkot.

Ayah menghampiri aku dan berkata,

" Riri, kamu mendaftar 2 sekolah dan diterima dua duanya. Yang SMPN 1 diberikan anak teman ayah ya, kasihan"

Aku menjawab dan mengiyakan saja kemauan ayahku. Kasihan juga temanku Atun belum dapat sekolah.

Setiap pagi aku bersama mbak Tri kakakku yang sekolah di SPG di kota, menembus kabut dinginnya pagi berangkat je sekolah, berjalan kaki sampai di pinggir jalan besar untuk bisa naik angkot je sekolah kami.

Sejak aku masuk SMPN 8 di kota aku berubah menjadi remaja pendiam, orang menyebutku,

" Kalem",

aku sendiri tidak punya teman dari SD atau dari kampungku. Tapi saat di SMPN ini aku makin berprestasi, aku selalu menjadi juara umum dari paralel 8 kelas.

Saat pagi hari teman temanku duduk di taman pintu masuk, Saat aku lewat mereka mengatakan,

" Ini yang namanya Riri".

Mereka penasaran denganku, karena setiap ulangan PKN, ataupun sejarah yang gurunya sama, selalu diperiksa antar kelas, dan mereka tahu nilaiku selalu tinggi bahkan sering benar semua, karena bentuknya pilihan ganda ataupun isian singkat.

Sepulang sekolah aku makan dan istirahat sebentar. Setelah istirahat aku biasa mencuci piring, Demikian kakak- kakakku melaksanakan apa yang menjadi tugasnya. Saat ibu pulang dari pasar semuanya sudah beres.

Keluarga kami sering menjadi contoh tetangga. Mereka mengatakan kepada anak mereka,

" Contoh itu anak anaknya bu Rahman, rajin dan pinter sekolahnya ".

Hari - hari kami jarang main, waktu kami di gunakan untuk sekolah, membantu pekerjaan orang tua, dan sudah menjelang malam . Kami makan bersama dan belajar. Begitu hari- hari kami setiap harinya.

Saat kakakku sulung belajar di Sekolah pertanian menengah atas ( SAMA) di jogja dan dilanjutkan kuliah di UGM. Mbak Maria masuk sekolah perawat di Rumah sakit St. Elizabeth di Bantul. Saat itu aku sudah masuk SMP dan mulai remaja. Maka ibu membagi tugas pekerjaan rumah, Mbak Tri yang sekolah di SPG bertugas mencuci dan setrika baju. Mbak Vero yang nomer 4 bertugas memasak, Dan aku pun bertugas mencuci piring.

Ibu mengatakan,

" Perempuan walaupun sekolah tinggi tetap harus pandai mengurus rumah tangga, jangan sampai dibodohi oleh pembantu. Dan saat berkeluarga ibu tidak malu dengan besan.

Maka tugas mengurus rumah tangga kadang di rolling bergantian kami kakak dan adik, agar pintar mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Episode 2 : Semua guru sayang Riri.

Masa sekolah menengah pertama di kotaku itu, yang menempa aku menjadi remaja yang bertanggung jawab, kalem tetapi pintar. Semua guruku sayang kepadaku, tidak ada kenangan dimarahi guru. Baik Bpk ataupun ibu guru semua mengenalku. Riri seorang remaja cantik berambut panjang yang pintar.

Setiap kegiatan upacara, aku pasti diminta menjadi dirigen. Saat itu jika bertugas upacara melakukan kesalahan harus diulang minggu berikutnya sampai benar. Siswa yang terlambat upacara dilarang masuk, dan ada guru penjaga di pintu masuk gerbang. Sungguh sangat ketat disiplin di sekolahku. Siswa yang tidak lengkap atribut seragam tidak boleh masuk sekolah dan pulang, itu sudah menjadi peraturan di sekolahku.

Sekolahku indah tamannya, dan gedungnya baru dibangun, dan tentu saja terlihat megah. Banyak kenangan indah yang aku alami sekolah di SMP 8.

Ada satu guru Seni musik, orangnya lembut, cantik dan masih gadis. Beliau sangat sayang padaku, setiap upacara beliaulah yang selalu minta aku jadi dirigen. Nilai seni musik aku selalu tertinggi.

Guru Bahasa Inggris namanya pak Samsul, beliau selalu minta aku memberi contoh kalimat dalam bahasa Inggris. Jika ada siswa diberikan pertanyaan tidak tahu, pastilah dilempar ke aku. Pernah saya membuat kalimat, " I want to catch butterfly ".Lalu pak guru bertanya ke temanku apa artinya, temanku menjawab,

" Saya ingin menangkap mesin jahit " ,

hal ini membuat satu kelas tertawa terbahak - bahak. Mungkin temanku sering melihat mesin jahit bermerk, " Butterfly ".

Aku pernah sakit typus 1 minggu, dan pada saat masuk aku ditanyakan rumus segitiga oleh guru matematika namanya pak Gunadi. Kita semua tahu jika tidak bisa menjawab pertanyaan , guru akan memukul pantat dengan penggaris. Syukurlah saat aku ditanya bisa menjawab, jika tidak aku dipukul pantatnya. Bpk Gunadi mendidik kami dengan keras, hasilnya saat itu Nilai Ebtanas Murni tertinggi diantara pelajaran lain.

Guru sejarah kami, jika ulangan harian tidak pernah diberi tahu, maka kami selalu siap - siap belajar. Kalau masuk kelas, tiba- tiba mengatakan,

" Keluarkan kertas kita akan ulangan".

Ulangannya selalu didikte maka harus konsentrasi benar dan belajar berpikir cepat. Guru kami bernama pak Gimin, orangnya tinggi dan ramah.

Satu guru cantik yang juga harus kuceritakan, namanya ibu Christine. Orangnya cantik tapi sangat tegas, keras dan menurut kami galak. Jika kami tidak bisa menjelaskan nilai - nilai P4 singkatan pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila yaitu panduan pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa orde baru, kami akan dipukul tangannya dengan penghapus. Kami juga takut, saat pelajaran PPKn kami pasti belajar baik ulangan ataupun tidak ulangan.

Kenangan indah bukan hanya sampai disini saja, saat perayaan hari Kartini, kita siswi perempuan pasti selalu memakai baju kebaya. Saat itu diadakan lomba berpidato dengan tema " Hari Kartini". Saat itu aku mengikuti lomba, dan aku ingat sekali aku masih kelas 1 dan melawan kelas 2 dan 3. Dari lomba itu ternyata aku Juara 1, sungguh tidak menyangka, modalku lomba hanya hafal tanpa teks, tenang dan menguasai audiens.

Aku juga tidak tahu saat SMP kenapa aku jadi gadis pendiam, kutu buku dan boleh dibilang kuper alias kurang pergaulan. Sangat berbeda sekali dengan saat aku masih SD, nakal, cerewet, main terus jarang belajar tapi selalu juara.

Saking cerewetnya di kelas, pernah tempat dudukku dipindah dengan murid yang bernama Bambang dan maaf, mulutnya dower banget. Aku berdiri terus tidak mau duduk, hingga bu guru berkata,

" Riri, kamu tidak duduk pantatmu bisulan ya".

Karena malu aku buru- buru duduk dan aku sebel sekali dengan samping dudukku. Ternyata trik bu guru ini sangat jitu, aku jadi tidak rame di kelas.

Setiap perayaan kemerdekaan, dari beberapa siswa akan dikirim upacara di kantor walikota. Saat itu kami mengikuti upacara penurunan bendera, dan tentu saja selesainya sudah sore. Saat kami pulang, aku naik angkot. Saat itu bu guru kami namanya bu Widi, menitipkan aku pada seorang siswi perempuan dan itu ternyata kakakku,

" Mbak titip adik ini ya".

Sebegitu perhatiannya bu guru sama aku. Dan sering aku naik satu angkot dengan bu Widi. Saat menyeberangi jalan selalu digandeng.

Jika ingat kebaikan guru-guruku sering aku merasa kangen dengan mereka semua. Tapi sampai saat ini tidak pernah aku mencoba main ke sekolahku.

Suatu kali aku harusnya mendapat bea siswa dari sekolah tetapi guruku mengatakan,

" Riri, bea siswanya untuk Lilik saja ya, kamu tidur masih di kasur dan sekolah diantar motor ".

Aku sebagai anak remaja mengiyakan saja kemauan guruku. Dan mungkin orang tuaku dianggap lebih mampu di banding kan orang tua Lilik.

Namanya anak remaja baru gede, sering kali di kelas pada kata- kataan. Aku kan sangat pendiam tidak pernah kata - kataan apalagi ribut di kelas. Tapi ada satu teman yang selalu mengangguku. Saat itu mungkin di bilang cowok itu naksir denganku. Cowok itu bernama Troy, anehnya aku menjadi sangat benci dengan Troy atas kelakuannya.

Pernah aku juga mengidolakan guruku matematika, yang tinggi, ganteng, dan pintar. Tapi kekaguman aku hanya sebatas dalam pikiranku saja. Sering aku salah tingkah, dan aku merasa guruku juga suka curi pandang denganku, mungkin aku yang terlalu gede rasa, padahal guruku mungkin memandang ke siswa dan siswinya biasa saja untuk mengawasi. Aku malu sendiri jika ingat masa - masa itu he.. he... he.

Saat ujian nasional, Nem yaitu nilai ebtanas murni aku paling tinggi. Pada saat upacara bendera aku dipanggil namanya dan diberikan hadiah. Hadiah itu cuma buku - buku tapi rasanya aku senang dan sangat bangga. Aku cukup terkenal saat di SMP, bahkan saat di jalan pun teman yang bukan satu kelas akan menyapa aku, " Riri " , dan bahkan aku pun tidak kenal.

Aku saat itu sungguh sangat kecewa, nilai nem tinggi tapi saat mendaftar di SMA negeri aku tidak di terima. Saat itu untuk masuk SMA negeri melalui test tertulis bukan dengan hasil NEM. Sekolah negeri hanya satu di kotaku tapi yang test dari beberapa sekolah swasta dan tentu ribuan jumlahnya.

Sebenarnya aku malu dengan teman- temanku, juara kelas dengan NEM tertinggi ternyata tidak lulus masuk SMAN. Aku mendaftar di sekolah Katholik satu - satunya di kotaku. Jarak sekolah ini lebih jauh dari saat belajar SMP, jaraknya dua kali lipat.

Sekolah itu terkenal mahal, dan hanya anak - anak orang kaya yang sekolah di Sekolah Katolik tersebut. Saat aku masuk SMA itu, kakakku yang nomer 4 juga sekolah dan sudah kelas 2. Luar biasa orang tuaku saat itu, bisa menyekolahkan kami yang 6 bersaudara. Tapi istilah orang Jawa, Kaki untuk kepala dan kepala untuk kaki.

Ibuku hari- hari dengan kerja, saat aku SMP ibuku bukan lagi menjahit di pasar tetapi sudah usaha berdagang di rumah dan juga mengambil beras di kantor kantor, selanjutnya beras jatah mereka di jual di pasar. Pulang dari pasar ibuku sudah membaws beras yang bagus, untuk di drop di warung warung dan juga untuk di jual di rumah.

Saat aku SMP, kakakku yang nomer 1 dan nomer 2 sudah bekerja di Jakarta. Dan Kakak kakakku ini sudah berkeluarga. Kakak yang nomer 3 mengajar di Jakarta dan sambil kuliah. Jadi yang di rumah tinggal anaknya kami bertiga.

Episode 3: Masa SMA

Aku dengan hasil NEM tertinggi di sekolah tapi test masuk SMAN di kotaku tidak diterima. Aku akhirnya sekolah di Swasta Katolik dan saat itu termasuk sekolah elite di kotaku dan satu-satunya.

Pagi hari, ibuku sudah menyiapkan sarapan untuk anak - anaknya yang mau sekolah. Ibu menyiapkan nasi di nampan supaya cepat dingin ditambah telur dadar atau lauk yang lain. Kami langsung pakai sendok dan kadang hanya beberapa suap karena takut terlambat.Kadang ibu marah kalau kami hanya sedikit makannya.

Pagi buta kami menembus kabut , berjalan menuju pinggir jalan untuk naik angkot ke kota. Aku satu SMA dengan mbak Vero, aku kelas 1 , mbak Vero kelas 3. Adik bungsuku masih sekolah di SMP Katolik yang jaraknya 3 desa dari rumah, adikku pergi mengayuh sepeda ke sekolah.

Ketika kelas 1 SMA, 88aku kena musibah di sekolah tersebut. Aku terjatuh saat lari, sepatuku tergelincir kerikil , waktu itu sedang loncat jangkit. Hari itu juga aku diantar pulang oleh guruku. Guruku mengatakan hanya keseleo saja, maka ibuku panggil tukang urut ke rumah. Saat diurut terasa sakit sekali, setelahnya kaki menjadi bengkak.,

Ayahku pulang dari kantor, beliau terkaget melihat aku yang tertidur di kamar. Beliau melihat kakiku dan ternyata bengkak. Saat itu juga aku dibawa periksa ke rumah sakit. Aku dibawa ke bagian Rontgen, saat itu juga aku dilakukan tindakan.

Kita menunggu hasil Rontgen, dan ternyata bagian dengkul mengalami retak sekitar 1, 5 cm. Dan tanpa menunggu waktu, kakiku langsung di gips. Dokter yang menangani ku berpesan,

" Riri, tetap sekolah ya, dulu dokter pernah patah tangannya tetap sekolah ".

Sore itu aku pulang dalam keadaan kaki sudah di gips. dan hari - hari aku tetap berangkat

ke sekolah seperti pesan dokter, aku diantar oleh ayahku. Teman teman di sekolah sungguh baik. Saat aku datang membawa kruk, mereka langsung mengambil tas untuk dibawakan. Saat istirahat, teman teman menawari mau titip jajan apa ke mereka.

Saat berangkat dan pergi aku diantar ayah, kadang ayahku menjemput kelamaan, aku jadi gak sabaran, aku jalan pakai kruk ke jalan raya, lalu turun pinggir jalan yang ada delman , dan diantar sampai rumah. Berani juga aku ya... padahal rumahku jauh dari sekolah. Saat itu belum ada HP sehingga tidak ada yang memberitahu kenapa terlambat menjemput. Di sekolah semua temanku sudah pulang , aku beranikan saja pulang .

Saat itu aku masih kelas 1, kaki di gips sebulan tetap sekolah. Bahkan aku masih juara 1 di kelas. Setelah sebulan kaki di gips, saat di buka diharuskan memakai kruk sebulan lagi. Ibu lalu memanggil dukun patah tulang ke rumah. Kakiku di pencet di pergelangan kaki. Pagi harinya, aku bisa jalan tanpa memakai kruk. Dukun patah tulang mengatakan,

" Mbak, pagi kakinya diusap - usap dengan embun pagi yang ada di rumput ya".

Senangnya hatiku, bisa berjalan lagi tanpa menggunakan kruk.

Saat kelas satu , aku merengek - rengek ke ibu minta di kawat giginya. Ada 2 gigi gingsul, dan terlihat berantakan. Ibu menuruti keinginan aku padahal mungkin lebih banyak kebutuhan yang lebih penting. Di bawalah aku ke rumah sakit dekat rumah. Dokter Gigi mencabut Gigi gingsul satu dan di kawat supaya rapi.

Setiap bulan aku kontrol ke dokter gigi, diantar oleh kakak sulungku yang tetap tinggal di kotaku dan serumah dengan kami. Setahun sudah aku menjalani perawatan gigi, dan seperti yang aku ceritakan orang tuaku selalu menuruti keinginan aku.Tapi sebagai anak, aku tidak minta yang berlebihan dan masih dibatas kewajaran.

Di saat kelas 2, aku masuk ke jurusan biologi. Dan aku tetap bersama sahabat aku bernama Nia. Dan lucunya, dudukku selalu bersama Nia sejak kelas 1. Aku sering tidak keluar kelas saat istirahat, dan sering titip teman kalau jajan. Aku masih ingat jajan kesukaan aku,

" Bakpia Coklat".

Aku mungkin dikatakan gadis kuper, jarang bergaul, dan kalau sudah pulang sekolah ya tidak pernah keluar rumah.

Aku kelas 2 tidak juara kelas lagi, sebab juara - juara tiap kelas di kumpulkan menjadi satu kelas. Jadi persaingan sudah berat, tapi aku punya teman cowok yang perhatian denganku. Sebut saja temanku ini bernama Galih.

Galih sangat pintar, dan saat mengerjakan soal yang diberikan guru, kadang dia sudah selesai duluan dan diberikan padaku untuk maju kerjakan di papan tulis. Dia ingin menampilkan aku supaya pintar.

Galih seiman denganku, dan pelajaran agama di sekolah ku hanya agama Katolik. Saat ada tebak tepat Alkitab antar siswa siswa SMA di kotaku, yang di ajukan Galih dan dua temannya. Galih tidak mau kalau bukan aku yang diikutsertakan lomba. Dari kejadian itu sebenarnya sudah kelihatan perhatian Galih kepadaku.

Akhirnya guru agama menunjuk Galih, aku dan salah satu teman untuk mengikuti tebak tepat tersebut. Semangat aku mengikuti lomba tersebut, belajar ya pasti sudah. Dalam pertarungan kami, dalam babak penyisihan itu kami kalah, kami merasa grogi saat lomba. Dan sebenarnya aku grogi juga duduk berdekatan dengan Galih.

Di sekolah, tempat duduk kami bebas,Galih duduk di belakangku. Galih sering menggangguku, dengan meledek - ledek aku. Saat itu aku bercita- cita ingin menjadi suster biara. Saat aku menggunakan anting - anting Galih mengatakan, " Riri, kamu kalau jadi suster nanti tidak boleh memakai anting anting". Selain ledekan itu, Galih mempunyai bahan ledekan yang tak pernah habis tiap harinya.

Saat SMA aku tidak ada rasa tertarik dengan lawan jenis, semua terasa biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Galih selalu mendekatiku, aku biasa saja tanpa ada rasa sedikitpun. Hari - hariku hanya sekolah, membantu pekerjaan ibu dan belajar saja.

Aku tumbuh menjadi gadis berambut panjang yang kalem, cantik dan manis. Setiap hari aku naik angkot, sering ketemu pemuda yang ganteng dan kulihat kalem juga bisa dilihat dari gerak gerik dan ucapannya.

Dari pertemuan yang hampir setiap hari itu, pemuda itu naksir aku. Pemuda itu mengatakan padaku,

" Rumahnya dimana, aku ingin main ke rumah ".

Takutnya aku kepada ibu , Ibu membuat peraturan kepada kami anak anaknya,

" Kalau ingin sekolah, tidak boleh ada yang pacaran dulu" ,

Saat itu kami anak anaknya sangat patuh, tidak ada yang berani berpacaran saat masih sekolah .

Ingat perkataan ibu, aku tidak berani memberikan alamat yang sebenarnya, bisa di marahi ibu.

Aku menjawab dengan alamat palsu dengan pemuda itu, yang bernama Marjoko.

Aku bertemu kembali dengan Marjoko, atau memang dia selalu menunggu aku. Marjoko mengatakan, " Aku kemarin mencari alamat yang kamu berikan, tapi tidak ketemu, aku kehujanan dan sampai sakit. Dalam hati aku ingin tertawa, sampai kapanpun, tidak akan ketemu karena alamatnya palsu.

Saat itu Marjoko berkata lagi,

" Riri, kalau begitu aku jemput kamu di sekolah ya, lalu kita pulang bersama "

Ya ampun aku tambah takut lagi. Marjoko bertanya lagi,

" Kamu mau kuliah atau tidak? ". Dan aku menjawab,

" Aku mau kuliah".

Setiap istirahat, aku melihat luar gerbang, takut Marjoko datang ke, sekolah. Aku takut ibuku marah dan aku tidak boleh kuliah kalau ketahuan pacaran.

bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!