NovelToon NovelToon

Kalista : Mengejar Cinta Pak CEO

1. Pagi, Pak

Ini adalah sekuel dari cerita Kalista-Rahadyan (My Daddy Is My Sugar Daddy). Semoga karya ini diterima dengan baik dan mohon dukungannya dari semua pembaca.

***

"Papa, aku mau nikah," kata gadis itu blingsatan. "Kak Julio tuh enggak boleh disia-siain, Papa!"

"KAMU JUGA NGOMONG GITU KE SERGIO SAMA AGAS DULU!" jerit Rahadyan depresi. "Habis kamu nikah, apa hah?! Kamu ketemu cowok baru mau cerai?!"

"Masalahnya Kak Julio ganteng banget, Papa!" Kalista menoleh pada Latifah. "Kamu juga liat kan, Latifah? Kak Julio ganteng banget, kan?! Ngeliat dia tuh kayak ngeliat jodoh!"

Latifah meringis. "Non Kalista jelalatan banget."

"Nah, bener!" teriak Sergio yang sejak tadi menahan emosi. "EMANG TUH DIA JELALATAN!"

"Tapi Kak Julio tuh gemesin banget, ya Tuhaaaaaaan!!!!!!" Kalista berguling-guling di lantai sampai-sampai Sergio mau menerjangnya buat mencekik dia. "Aku maunya temenan sama Kak Julio aja! Gantiin Sergio sama dia! Aku maunya Kak Julioooooo!"

Sejak saat itu anak gadis bernama Kalista tersebut berusaha mengejar cinta jodoh masa depannya, tidak peduli rintangan menghadang.

***

Kalista berpose kanan kiri di depan cermin untuk memastikan penampilannya.

Bulu mata lentik tapi tak lebay, check.

Warna bibir ombre tapi gak ngejreng, check.

Rambut badai dan tertata, check.

Senyum percaya diri dan tentu saja keyakinan bahwa ia adalah gadis paling cantik di dunia, check.

"Oke, sip!" Kalista berkacak pinggang, berpose bak model di depan cerminnya yang mungkin jika bisa berpikir, maka dia menganggap Kalista gila.

"Baby!" teriak suara lelaki dari luar sana. "Sweetie, it's time!"

Kalista mencium bayangannya sendiri sebelum buru-buru keluar, lengkap dengan heels yang akan ia pakai keluar.

Hari ini adalah hari magang Kalista sebagai sekretaris di perusahaan keluarga dari papanya, Rahadyan. Karena Kalista merasa ia tak butuh kuliah jadi Kalista menggunakan kekuatan orang dalam alias kekuatan ikatan keluarga untuk dirinya bisa langsung magang sebagai sekretaris.

Tapi ... tentu saja itu cuma alibi. Kalista hari ini mau memikat jodohnya.

"Papa, aku gimana?" tanya Kalista semangat memperlihatkan penampilan super duper cantik, manis dan mempesona pada Rahadyan.

Rahadyan yang baru saja akan memasang dasi langsung melongo.

"Baby," katanya lembut. "Kamu kenapa pake rok spam?"

Ekspresi Kalista langsung bete. "Dari semua hal, Pa, kenapa Papa ngomentarin rok aku?"

"Because Papa ngerasa kamu bukan mau jadi sekretaris tapi mau godain bos kamu."

"Yap! That is exactly what I'm going to do!" Kalista malah langsung menjawab semangat. "Guess what, Papa? Aku bakal jadi sekretaris seksinya Kak Julio!"

Rahadyan melotot horor. "Papa kira kamu mau magang sama Kakaknya Sergio!"

"Kak Julio ya Kakaknya Sergio, kan?"

"Maksud Papa yang cewek!"

Kalista lupa kalau seharusnya ia tak memberitahu Rahadyan sekarang bahwa ia maunya Kak Julio. Tapi karena sudah ia beritahu, Kalista memutuskan buat kabur atau Rahadyan bakal mengikat kakinya dan melarang Kalista berjuang untuk jodohnya.

"Bye, Papa! I love you but I love Kak Julio more and more and so much more! Muach!"

"Kalista! Come back!" teriak Rahadyan tapi Kalista ngacir, menenteng heels di tangannya.

Gadis itu menekan lift dan bergegas masuk, takut jika Rahadyan mengejarnya untuk mencegah hari bahagia ini. Untung saja tidak karena Kalista berhasil sampai di bawah dengan selamat.

Rambut sepunggungnya bergerak-gerak ceria mengikut langkah kaki Kalista yang juga ceria. Kalista membawa lamborghini papanya pergi, walau sebenarnya kantor yang ia tuju berjarak lima menit dari apartemen.

Di lobi kantor, kehadiran Kalista sudah mengundang perhatian. Entah soal tasnya yang terlihat lebih mahal dari gaji pegawai tetap, juga soal caranya berjalan yang lebih seperti model papan atas.

Tapi Kalista masa bodo dan fokus pada tujuan.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis ramah.

"Halo." Kalista tersenyum semringah. "Saya sekretaris magangnya Kak Ju—maksudnya Pak Julio."

Resepsionis menatapnya seolah dia tidak percaya gadis yang nampaknya lebih cocok jadi artis hilang ini malah berkata dia anak magang. Anak magang mana yang ke kantor pake jam tangan Tiffany & Co? Tas LV, heels Prada, dan entah merek apa baju sama roknya yang secara keseluruhan kayaknya lebih mahal dari gaji pegawai senior.

Tapi resepsionis tidak sempat mempertanyakan apakah dia salah dengar atau anak ini salah tempat, karena Kalista sudah menoleh ke arah pintu utama. Julio terlihat masuk sendirian, earphone di telinga kirinya.

"Ya, Om, ini aku baru sampe—" Lalu dia berhenti karena melihat Kalista. "Well, kebetulan dia di depan aku."

Kalista langsung datang padanya. "Pagi, Kak Julio."

"Pagi, Kalista." Julio menatap gadis itu dari atas ke bawah. Julio ingat bahwa gadis di depannya pernah punya pengawal bergaji satu M per bulan jadi sebenarnya tidak boleh heran dia memakai pakaian apa.

Tidak boleh heran.

"Aku kira Kakak udah dateng. Maaf yah aku telat."

"Enggak. Belum jam delapan jadi enggak telat sama sekali." Julio memasukkan tangan ke sakunya, berusaha keras tidak berkomentar soal betapa mahal dan sangat mewah anak magang baru ini. "Anyway, Om Rahadyan barusan nelfon—"

Bilang kalau Kalista dipecat kecuali dia pindah ke kantor saudarinya perempuan Julio. Ya, Julio mau menyampaikan itu tapi mata Kalista tampak sangat-sangat-sangat berharap bahwa dia diberi kesempatan. Gadis di depannya adalah anak paling tersayang dari Rahadyan, sepupu dari Papi yang berarti dia sepupu Julio.

"—bilang kamu boleh coba kerja," ucap Julio, diluar perkataan Rahadyan. "Tapi ... enggak pake tas LV, jam tangan juga ... kalo bisa yang biasa aja dulu, please."

"Oke!" Kalista dengan senang hati membuat tasnya asal bisa terus melihat Julio.

*

2. Taruhan Masa Lalu

Kalista mengikuti langkah kaki Julio sampai mereka tiba di kantai dua puluh, ruangan pria itu berada. Bahkan dari belakang Kalista melihatnya pun sudah sangat terpesona.

Demi Tuhan, Kalista menunggu waktu sangat lama untuk bisa melakukan ini. Ia sudah memendam—oke, baiklah, tidak mememdam juga karena sepertinya seluruh orang tahu perasaannya pada Julio, sejak dia hadir di ulang tahun ketujuh belas Kalista, tiga tahun yang lalu.

Sejak saat itu, Kalista tidak pernah lagi menyukai siapa pun melebihi Julio. Bahkan walaupun Papa berkata bahwa Kalista tidak boleh menikah karena jika Kalista menikah maka dalam setahun ia bisa bercerai dua puluh kali gara-gara pindah hati, tapi nyatanya Kalista setia menyukai Julio tiga tahun.

"Oke, Kalista." Julio duduk di kursinya, menatap Kalista yang senyam-senyum. "Jadi kamu mutusin buat langsung magang jadi sekretaris. Kenapa enggak kuliah?"

"Niatnya mau langsung nikah, Kak," jawab Kalista polos tapi juga super genit. "Kalo Kak Julio mau, aku siap kok taun ini."

Julio tersenyum menahan tawanya yang justru membuat dia sangat manis. "Pinter ngelawak, oke. Tapi ngomong-ngomong kamu sanggup kerja jadi sekretaris? Enggak gampang loh ngelakuinnya."

Buat kamu apa sih yang enggak, adalah apa yang mau Kalista langsung katakan tapi ia menahan diri. "Hehe, iya, Kak. Buat Kakak."

Setidaknya tidak norak, kan?

Julio yang melihat gadis itu tidak sedikitpun menyembunyikan rasa sukanya justru ingin tertawa. Baru saja Julio mau melayangkan pertanyaan lain, pintu ruangannya diketuk disusul kaca itu terdorong.

Sesosok pria muda muncul yang seketika melotot melihat Kalista.

"Lo!"

Kalista terkejut. "Sori, siapa yah?"

"Enggak usah pura-pura lupa!" Sergio berjalan marah mendekati Kalista. "Lo ngapain di sini, anjir?! Lo gila beneran, hah?!"

"Bacot!" Kalista balas melotot sebelum dia menoleh dan tersenyum-senyum pada Julio. "Kak Julio, boleh aku nanya kok ada kutu sawah di sini?"

Julio mengangkat bahu. "Sergio juga magang di sini, Sayang. Kuliahnya kebetulan udah selesai. Tapi ngomong-ngomong kalian baru ketemu lagi, kan? Enggak pelukan dulu?"

Sergio menoleh pada Kalista dan tersenyum pongah. "Hah, liat gue sekarang. Calon CEO. Kalo sekarang lo ngaku gue lebih ganteng, gue maafin lo karena buta kemarin-kemarin."

Gadis itu menatap Sergio sekilas lalu pada Julio. "Enggak seganteng Kak Julio," gumam dia jelas.

"Apa?!"

"Terima kenyataan, oke?! Besides, lo itu udah punya tunangan jadi fokus sama tunganan lo sendiri and back off on my way because gue juga sibuk sama urusan cinta gue sendiri!" balas Kalista sebelum dia berlari ke belakang kursi Julio.

Julio tergelak keras melihat wajah merah Sergio yang murka. Julio tahu betul bahwa Sergio, adiknya, kemarin sengaja pergi ke Singapura, menghilang dari hidup Kalista cuma agar Kalista sejenak lupa padanya lalu terpesona lagi.

Katanya Kalista itu suka tiba-tiba pindah hati kalau melihat cowok ganteng fresh. Namun melihat dari reaksi Kalista, kayaknya usaha Sergio sia-sia. Di mata Kalista, dia tetap Sergio.

"Kak Julio, kita kan harusnya interview sekarang. Suruh dulu hamanya pergi," rengek gadis itu.

Sejujurnya Julio menyukai bagaimana dua orang ini berinteraksi tapi memang ini bukan tempat yang tepat.

"Oke, stop dulu di sini." Julio menggeser kursinya untuk menarik Kalista berhenti sembunyi. "Nah, Kalista, berhubung kamu anak magang baru dan Sergio anak magang lama, kamu belajarnya dari Sergio aja. Ceritanya dia bos, kamu sekretaris."

"APA?!" teriak mereka bersamaan dan sangat kompak menganga.

Julio mengibas-ngibaskan tangan, mengusir keduanya. Ia tak punya waktu mengurus gadis manja yang bekerja cuma untuk mengejar cinta sepihak, jadi lebih baik itu urusan Sergio yang kebetulan jatuh cinta sepihak pada gadis manja itu.

Sementara itu, Kalista yang gagal berada di samping Julio lebih lama tentu saja mengamuk pada Sergio.

"Semuanya salah lo!" tuding gadis itu murka. "Harusnya lo tuh muncul nanti aja, pas gue nikah sama Kak Julio!"

Sergio menggigit tangan Kalista yang menunjuknya.

"AKH!"

"You stupid little idiot!" balas Sergio. "Lo kira bisa nikah sama kakak gue sementara Mami gue aja enggak ngerestuin elo sama gue?!"

"Elo ya elo, Kak Julio ya Kak Julio!"

Sergio menggertak giginya kesal. Tapi Kalista juga tak kalah kesal. Mereka saling memandang dan melampiaskan kekesalan itu lewat mata, sampai akhirnya Sergio menyerah.

"Oh come on!" Sergio mengacak rambutnya frustasi. "Don't you see me now? Liat kan gue udah berubah? You suppose to be in love with me now!"

"Iyuh." Kalista mundur dengan wajah jijik. "Denger yah, Sergio, I see you on your instagram like ... I don't know a thousand times? You know? A thousand. Lo kira gue baru ngeliat lo sekarang?!"

"Foto sama aslinya beda!"

"Sama!" Kalista melipat tangan. "Huh, dasar narsis. Pokoknya gue enggak peduli yah. Gue ke sini mau pacaran sama Kak Julio!"

"Kayak dia suka lo aja."

"Lo mesti bantuin gue soalnya itu taruhan kita dulu!"

Mereka dulu bertaruh jika dalam tiga tahun Kalista tidak bucin pada Sergio, maka Sergio harus membantu Kalista menikahi Julio sekalipun itu menjebak Julio menghamili Kalista.

Tapi Sergio menolak kalah.

"Enggak, karena gue belum buktiin lo enggak bucin ke gue," kata pemuda itu egois.

"WHAT?!"

"Satu bulan." Sergio menekan hidung Kalista dengan telunjuknya. "Satu bulan gue bikin lo bucin ke gue."

*

Walaupun Kalista mau protes tentang keputusan Julio menyuruhnya jadi asisten Sergio, tapi Kalista tidak melakukannya. Ia adalah gadis yang agresif dan maju ke garis depan peperangan, tapi ia bukan gadis yang membuat orang lain harus terus kerepotan.

Bos berkata A, anak buah melakukan A. Karena bawahan patuh adalah kesayangan bos.

Walau itu membuatnya dan Sergio harus bersabar dalam satu ruangan yang sama.

"Gue kira lo betah di Singapur," kata Kalista yang mengamati Sergio dengan lembaran berkas entah apa. "And I think you have found someone else to in love with. And how about Astrid?"

"Ini bukan jaman baheula di mana gue mesti nikah beneran karena dijodohin," balas Sergio ketus.

"Okay, cool, man. Santuy dong." Kalista mendengkus. "Kalo gue sih mau yah kalo dijodohin sama Kak Julio."

Sergio membanting kertas di mejanya sebal. "Harus banget lo nyebut-nyebut Julio mulu? Jelas-jelas dia cuma nganggep lo adeknya. Oke, salah. Pacar adeknya which is me."

Kalista mengorek telinganya dengan wajah sangat tidak peduli pada kemarahan Sergio. "Kalo lo seobsesi itu jadi pacar gue, oke kita pacaran. Sekarang gue minta putus, done."

"Siapa juga yang terobsesi sama lo?! Gue cuma mau buktiin kalo gue lebih ganteng!"

"Ya ya, lo ganteng, puas sekarang? Now leave me alone."

*

3. Melamar Bu Direktur

Kayaknya itu akan menjadi perdebatan super panjang tapi sangat tidak penting jika seseorang tidak berdehem. Keduanya menoleh dan kompak wajah mereka berubah, satunya kecut sementara satunya semringah.

"Kak Julio!" Kalista buru-buru beranjak, mendekati pria yang tengah melipat tangan di pintu itu.

Cara dia bersandar pada pintu, cara dia memamerkan lengannya yang berurat, kokoh dan nampak sangat pelukable itu membuat Kalista panas dingin dan semakin jatuh cinta padanya.

"Seenggaknya kalian langsung akrab," kata dia, menyinggung pertengkaran tadi. "Anyway udah jam makan siang. Kalian berdua enggak mau makan bareng? Aku traktir."

"No!" tolak Sergio.

Tapi Kalista juga memekik, "YES!"

Julio yang melihat bagaimana Kalista seperti menahan diri jingkrak-jingkrak sementara adiknya malah menahan diri tidak menelan batu hanya bisa tergelak.

Tangannya mengusap puncak kepala Kalista lembut.

"Kamu keluar dulu, tunggu di bawah."

"Oke, Ka—ups, maksudnya Pak Julio."

Gadis itu ngacir pergi sementara Julio mendekati meja adiknya. "Come on, enggak usah bete gitu. I'll help you."

"Help me what? Jelas-jelas Kalista terobsesi sama kamu."

"Oke, Sergio, pertama kamu tau aku enggak tertarik sama anak kecil yang baru lulus SMA dan kedua," Julio merangkul bahu anak itu, "kamu tau makin dalem friendzone-nya justru makin besar kemungkinan jodohnya? Come on."

Sergio berdecak tapi akhirnya luluh juga. Lagipula benar bahwa Julio tidak menyukai anak kecil seperti Kalista dan penolakan Kalista itu cuma karena dia mendadak buta kalau melihat Sergio.

Dia tidak melihat bahwa ada permata yang seharusnya dia sadari.

Di sisi lain, Kalista yang menunggu di luar langsung sebal melihat Sergio bersama Julio. Harusnya dia menolak saja biar Kalista bisa berduaan dengan Kak Julio!

Tapi Kalista harus jadi cewek penurut jadi ketika Julio datang, Kalista senyam-senyum.

"Kalian mau makan apa?" tanya Julio sembari membuka pintu mobil.

Secara bersamaan keduanya menjawab hal berbeda.

"Steak," jawab Sergio.

"Sandwich," jawab Kalista.

Lalu keduanya saling melotot.

"Orang bodoh mana yang makan sandwich siang-siang? Itu sarapan!"

"Gue makan sandwich mau subuh kek, tengah malem kek, suka-suka gue!"

Julio hanya bisa menyuruh dirinya bersabar pada dua remaja ini.

*

Sergio dan Kalista berdebat panjang mengenai steak dan sandwich, tapi saat tiba di restoran sebenarnya dua menu itu bebas di pesan dan pemilik restoran tidak akan marah sama sekali.

Julio memilih menu makan siang salad, membuat Kalista langsung tertarik untuk bertanya bahkan kalau alasannya sudah bisa diperkirakan sendiri.

"Aku vegetarian kalau hari kerja," jawab Julio tentang menu makanannya.

"Hehe, gitu yah, Kak? Pantesan kulitnya bagus." Kalista cengangas-cengenges menikmati wajah tampan Julio sambil menggigit sandwich-nya. "Kak Julio perawatan juga enggak? Spa gitu, misal? Facial?"

"Lo kira dia cewek nanya-nanya facial spa?" timpal Sergio keki.

"Zip it!" Kalista mendelik sebelum kembali tersenyum pada Julio. "Kak Julio ganteng banget, sih. Mata aku mau buta tau enggak ngeliat Kakak."

Julio menutup wajahnya dan tertawa sangat manis, setidaknya di mata Kalista. Tapi sebenarnya pria itu sedang menertawakan 'pacar' adiknya yang benar-benar sangat jujur dalam berperasaan.

Sergio bercerita kalau sejak dulu Kalista memang begini. Bahkan katanya dulu dia pernah minta menikah dengan pengawalnya sendiri gara-gara pengawalnya itu ganteng.

"Emang Sergio enggak ganteng?" balas Julio, sadar bahwa adiknya melotot. "Okay, look at him. Aku aja kaget waktu dia pulang bulan kemarin, loh. Kamu enggak kaget?"

Tatapan Kalista sangat amat fokus pada senyum Julio. "No," jawab dia tanpa ragu dan malah semakin memuja. "Sergio ya Sergio. Lagian, Kak, kita tuh cuma temenan aja. Iya kan, Sergio?"

"Gue enggak tertarik temenan sama cewek kurang waras," balas Sergio jengkel. Tapi hanya sesaat setelah itu, Sergio tiba-tiba terpaku ke satu arah. "Kalista, look at that."

Kalista dan Julio menoleh ke arah yang Sergio katakan, menemukan Rahadyan, ayahnya Kalista, datang bersama seorang wanita yang dikenali setidaknya oleh Sergio dan Kalista.

"O my God!" Kalista memekik tertahan. "Gue lupa Papa mau ngelamar Bu Direktur!"

"WHAT?!" Sergio bereaksi sangat keras sedangkan Julio hanya menatap mereka bingung.

"Bu Direktur siapa?" tanya pria itu penasaran, karena nampaknya perdebatan Sergio dan Kalista langsung selesai begitu namanya disebut.

"Bu Direktur sekolah gue dulu," jawab Sergio sebelum dia beranjak, ikut mengintip ke belakang Kalista.

Julio juga beranjak karena dia dibuat kepo oleh reaksi kedua orang itu. Disamping Julio dengar bahwa Rahadyan sedikitpun tidak pernah dekat dengan wanita selama ini.

"Gila, Om Rahadyan ternyata makin enggak waras," cetus Sergio. "Kalo gue jadi dia, mendingan gur ngejomblo seumur hidup daripada ngelamar Bu Direktur."

"Emang se-creepy itu?" Julio mengangkat alis.

"Se-creepy itu, Kak." Kalista menjawab sambil tangannya memegangi ponsel, merekam papanya dan Bu Direktur di sana. "Mereka tuh udah deket dari aku baru masuk ke Asgard, tau. Tapi biarpun Papa sering banget caper, Bu Direktur tuh kayak 'ugh, I don't fvcking care about you, man'. Yang bikin Papa sering jadiin aku alesan buat ngomong sama Bu Direktur."

Kalista sangat bersemangat karena sejujurnya sudah lama Kalista berharap mereka berdua jadian. Papanya, Rahadyan, terlalu ragu melangkah sebab dia merasa Bu Direktur tidak ingin menikah.

Walau Kalista dekat dengan Bu Direktur juga, ia bahkan tak tahu apakah Bu Direktur suka pada papanya atau tidak.

"Taruhan, Om Rahadyan ditolak," kata Sergio yakin.

"Taruhan, Papa pasti diterima," balas Kalista, tidak terima kalah dari Sergio.

Julio mengerutkan bibir dan menatap ke arah dua manusia yang duduk berhadapan di meja itu.

"Kalo gitu," Julio memegang dua kepala anak kecil di depannya, "taruhan, Om Rahadyan enggak jadi ngelamar."

Eh?

*

"Enggak biasanya kamu ngajak saya ketemu jam segini." Bu Direktur yang aslinya bernama Bu Winnie—harus dibaca Wi-ne—berkata demikian sesaat setelah mereka duduk.

Wanita itu mengambil buku menu dan menyebutkan pesanannya pada waitress sementara Rahadyan sedang berusaha keras menahan gugup.

Melamar wanita bukanlah keahlian Rahadyan. Punya anak tanpa pernah menikah seumur hidup adalah bukti bahwa pria itu sebenarnya payah dalam hal berurusan secara serius dengan wanita.

Namun Rahadyan sudah meyakinkan diri. Kali ini, hari ini, ia akan berhenti menjadikan konsultasi anaknya sebagai alasan berbicara dan bersungguh-sungguh mengatakan bahwa ia menyukai Bu Direktur sejak tiga tahun terakhir.

"Kamu enggak pesen?" tanya Bu Direktur karena Rahadyan malah sibuk bengong.

"Air putih." Rahadyan terlalu gugup buat melihat buku menu. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu merasa mulas jika sekarang harus memikirkan soal hal lain.

Bu Direktur yang mendengarnya langsung memandang Rahadyan aneh, tapi wanita itu putuskan tidak berkomentar. Anggap saja seorang pria datang ke restoran cuma untuk minum air putih itu adalah hal wajar.

"Terus, kamu mau ngomong apa?" Bu Direktur langsung pada tujuan.

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!