NovelToon NovelToon

Pernikahan Gaib

1. Melabrak

"Ros?"

"Iya ka?"

"Hapus semua foto kaka di hp kamu ataupun di sosmed,"

"Kenapa?"

"Maaf?"

"Kenapa kak?, apa Ros ada salah?, kaka marah?" aku penasaran dan ingin segera tahu jawabannya kenapa ka Rizal ingin aku menghapus foto-fotonya di ponsel maupun di sosmed kaya artis saja, kalau lagi marahan sama pasangannya, benar-benar mencurigakan, aku takut dia marah padaku.

"Aku akan menikah minggu ini," kata-kata itu seketika membuat tubuhku lemas seperti kehilangan separuh jiwaku, dadaku sesak karena aku seperti kehabisan oksigen.

Mungkin ini yang nama patah hati, dicampakkan, ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.

"Kena,_" belum selesai aku bicara ka Rizal sudah mematikan ponselnya membuatku semakin sakit, rasanya hatiku seperti disayat-sayat. Perih rasanya ingin teriak dan melepaskan semua sesak yang menyeruak di dada.

Kujatuhkan tubuhku diatas kasur dan menangis sejadi-jadinya. Aku sengaja menutup wajahku dengan bantal agar suara tangisku tidak terdengar oleh ibuku atau ayah. Seharian aku mengurung diri di kamar hingga membuat ibu khawatir dan berkali-kali mengetuk pintu kamarku sengaja untuk mengingatkan waktu makan ataupun cuma ingin tahu apa yang sedang aku lakukan sehingga seharian tidak keluar kamar.

"Kamu kenapa sih Ros, kok seharian gak keluar kamar?" tanya Ibu

"Gak papa bu, cuma lagi pengin sendiri aja," jawabku mencoba tegar dan menyembunyikan kesedihanku

"Jangan bilang gak papa, ibu tahu kamu pasti ada masalah kalau udah gak mau makan seharian kaya gini, mana matamu sampai bengkak gitu, kamu abis nangis ya?" tanya Ibu lagi

Aku cuma mengangguk, " Iya bu, ka Rizal mutusin aku, hiks...hiks ...." tiba-tiba tangisku pecah lagi

"Walah gitu toh, jangan-jangan dia lagi ngeprank kamu nduk, kaya waktu ulang tahun kamu tempo hari. Apalagi besok hari Minggu kan si Rizal mau ngelamar kamu kan?" sontak pertanyaan ibu mbuatku sedikit tegar

"Iya... kenapa aku jadi cengeng gini ya bu, hadeeh gara-gara kebanyakan nonton drakor jadi melow gini," aku langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh wajahku.

Kalau tadi sama sekali tidak terasa lapar kini tiba-tiba saja cacing diperutku mulai berdemo setelah hampir delapan jam tidak terisi nasi. Setelah selesai merapikan penampilanku aku langsung menuju ruang makan. Dua piring nasi berhasil membuat cacing diperutku terdiam karena kekenyangan.

Selesai makan aku langsung menyalakan sepeda motorku, aku berniat menyambangi kediaman ka Rizal untuk memberikan surprise.

Sebelum sampai ke rumah ka Rizal aku sempatkan mampir ke toko buah membeli buah-buahan untuk calon mertua. Tentu saja walaupun aku ini orang yang tidak kaya tapi paling pantang jika berkunjung ke rumah orang tanpa membawa buah tangan.

Dua kilo jeruk Medan langsung aku masukan ke dalam bagasi, kulajukan kembali motor maticku menuju ke rumah ka Rizal.

Dua puluh menit perjalanan akhirnya tiba juga di rumah khas orang Jawa yang sangat bersih dan asri, aku sedikit kaget karena suasana rumah Umi Salamah begitu aku menmanggil calon mertua ku ini, yang biasanya sepi tiba-tiba ramai. Beneran orang terlihat sedang memasang janur kuning dan memasang tenda seperti orang akan mengadakan hajatan.

"Maaf bu numpang tanya, memangnya mau ada acara apa ya, kok sampai pasang tenda segala?" tanyaku penasaran

"Mas Rizal mau nikah hari Minggu, makanya sekarang lagi masang tenda sama pernak-perniknya," jawab seorang rewang yang sedang membuat hiasan janur kuning

Deg, rasanya jantungku seperti akan meloncat keluar mendengar penuturan laki-laki itu. Netraku menatap sesosok muda-mudi yang sedang duduk mesra dibawah pohon jambu saling menyuapi makanan satu sama lain

"Ka Rizal!!" teriakku

Ku percepat langkah kakiku, mendekati dua sejoli yang sedang memadu kasih dengan gemuruh kesal didada yang sudah siap aku tumpahkan.

**Plaaak!!

Kulayangkan sekencang-kencangnya telapak tanganku ke wajah j*lang yang sudah membuat Ka Rizal berpaling dariku.

**Sekali lagi ki lesatkan tamparanku, kali ini sasarannya adalah ka Rizal, iya...lelaki yang sudah menghancurkan perasaanku, dan sudah membuat aku berharap dengan janji manisnya yang akan melamarku hari minggu esok, akan tetapi itu cuma php saja. Karena kenyataannya minggu besok ia bukannya datang ke rumah aku untuk melamarku, tetapi akan menikahi j* lang yang tidak lain adalah sahabat karibku Hesti.

Hesti memang lebih cantik dariku, belum lagi ia adalah anak seorang juragan sapi yang cukup kaya di desa kami, tidak salah jika Ka Rizal lebih memilih j*lang ini daripada aku anak seorang buruh tani.

"Apa-apaan sih kamu!, datang-datang main tampar sembarangan!, bukannya aku sudah bilang ke kamu aku mau nikah, apa belum cukup membuatmu sadar diri, kalau kamu tidak pantas bersanding denganku!!" kata-kata yang keluar dari mulut Rizal sangat menyakitkan hatiku, kenapa ia tega-teganya berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang ia sayang dan cintai dalam waktu lima tahun kebelakang. Apa dia lupa ketika aku selalu memotivasinya dan juga memberikan dukungan moril dan spiritual saat ia jatuh bangun membangun bisnisnya.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi, langsung ku lepas sendal selop kayu dari kakiku dan ku pulkan ke kepala Rizal yang sudah menghinaku, rasanya belum puas kalau hanya memukulnya menggunakan sendal saja, aku melirik sebuah pisau yang tergeletak di meja.

Segera kusambar pisau itu, aku berniat membunuh lelaki itu, rasanya belum puas jika ia tidak merasakan sakit yang aku rasakan. Rizal beringsut mundur mencoba menjauh sedangkan Hesti yang mencoba melerai kami aku jambak dan kemudian aku dorong hingga tubuhnya jatuh terjungkal ke tanah. Ia mengerang kesakitan namun aku tidak peduli, sepertinya setan sudah merasukiku dan berbisik agar aku segera menghabisi lelaki yang sudah menghianatiku ini.

"Tolong!!, ada orang gila!!" teriak Rizal meminta pertolongan membuatku semakin muak dan ingin sekali menghajar mulut berbisanya.

Beberapa orang rewang yang sedang memasang tenda tiba-tiba mendekatiku dan langsung menyergapku.

Seorang laki-laki paruh baya segera mengambil pisau dari tanganku.

"Nyebut nduk, sabar!" bisiknya ditelingaku sembari membacakan ayat kursi ditelingaku, mungkin dia mengira aku ini kesurupan kali makannya ia berkali-kali membacakannya ke telingaku.

Aku terus memberontak, namun tenaga dua orang lelaki yang menyergapku sangat kuat sehingga aku hanya diam, karena melawanpun percuma.

Seseorang lelaki tua yang lebih mirip seorang dukun datang mendekatiku sambil membawa segelas air putih dan mulutnya komat-kamit membaca mantera.

"Ndi toh bocahe sing kesurupan," tanyanya kepada Rizal

"Itu mbah yang lagi dipegangi Pak Lik Karto sama Pak Lik Ngadimin," jawab Rizal sambil menunjuk kearah ku

Sial!!, dasar J*ncuk!, bisa-bisanya dia bilang ke semua orang aku ini kesurupan, aku gila, dasar b*jingan!

Segera kugigit lengan dua rewang yang menyergapku dan aku langsung kabur sebelum dukun itu menyemburkan air putih yang sudah bercampur ludahnya ke wajahku.

TO BE CONTINUED....

Jangan Lupa Kasih Like, komen, Love dan Vote ya....

Happy reading 😘😘😘

2. Mencoba Tegar

"Ndi toh bocahe sing kesurupan," tanyanya kepada Rizal

"Itu mbah yang lagi dipegangi Pak Lik Karto sama Pak Lik Ngadimin," jawab Rizal sambil menunjuk kearah ku

Sial!!, dasar J*ncuk!, bisa-bisanya dia bilang ke semua orang aku ini kesurupan, aku gila, dasar b*jingan!

Segera kugigit lengan dua rewang yang menyergapku dan aku langsung kabur sebelum dukun itu menyemburkan air putih yang sudah bercampur ludahnya ke wajahku.

**Arrghhh!!!

"As* ajag, setan alas!" gerutu seorang rewang mengataiku

Aku langsung berlari menghindari kejaran mereka dan segera melesatkan motorku dengan kecepatan tinggi.

**Wuushhh, ngueeeng!!

Setibanya di rumah aku langsung membanting pintu kamar dan menangis sejadi-jadinya, rasanya ingin mati saja saat itu karena percuma aku hidup kalau disakiti seperti ini. Belum lagi besok pasti orang-orang mencibirku karena gagal lamaran, padahal ibu sudah mengundang beberapa orang kerabat untuk membantu memasak ataupun menemaninya ketika menerima pinangan dari keluarga si Rizal sialan itu.

Sudah pasti aku akan jadi buah bibir para tetangga yang semuanya sudah mendengar kabar tentang Rizal yang akan melamarku.

"Duh, aku harus gimana, haruskah bajing*n itu aku santet agar mati saat hari pernikahannya, atau aku guna-guna supaya dia balik lagi sama aku," pikiranku sangat kalut saat itu

Kepalaku yang biasanya selalu berpikir positif dan selalu menjadi motivator teman-temanku saat mereka sedang down, tiba-tiba dipenuhi oleh aura negatif. Dan setan-setan tidak henti-hentinya membisiki ku untuk segera membalas dendam kepada Rizal dan juga Hesti.

"Kamu kenapa lagi nduk?, kok nangis lagi?," tanya ibu mengusap lembut rambutku

"Ka Rizal beneran mau nikah bu, huaaa...." aku langsung memeluk ibuku berharap wanita itu akan mencurahkan kasih sayangnya untuk menghiburku yang sedang galau tingkat Dewa.

"Sabar nduk, kalau kalian belum jodoh berarti Mas Rizal bukan yang terbaik buat kamu, dan Allah menyiapkan yang lebih baik buat kamu," ucapnya seperti ucapanku ketika menasihati teman-temanku yang galau saat putus atau diselingkuhi pacarnya

Aku hanya mengangguk pelan dan mengusap air mataku.

"Besok gimana bu?" tanyaku parau

"Yaudah nanti kue-kue yang terlanjur sudah dibuat, kita bagikan tetangga saja, jangankan mau lamaran nduk, besok mau akad aja masih ada kok yang batal, makanya bersyukur karena kalian baru tahap mau melamar, coba kalau kamu diselingkuhi pas udah nikah pasti lebih sakit, sakitnya tuh disini nduk?" ucap ibu sambil menepuk dadanya membuatku tersenyum menertawakan ulah konyolnya

"Tenang aja, kamu tuh cantik, masih banyak cowok-cowok ganteng diluar sana yang mengantri cinta kamu, jadi santuy aja, no men no cry!" ucapnya lagi seperti anak-anak jaman now,

Memang ibuku itu walaupun sudah tua tapi tetap gaul karena ia memiliki sebuah warung mini tempat anak-anak abg nongkrong, jadi tidak salah kalau ibu suka menirukan gaya bicara mereka yang alay bin lebay.

Kuseka air mataku, benar juga kata ibu, aku ini cantik ngapain juga aku nangisin si Rizal bajing*n itu. Ku buka jilbabku dan kusisir rapi rambutku yang sudah panjang, kutatap wajahku lekat-lekat di cermin meja riasku.

Aku memang cantik, walaupun aku tidak pernah memakai make up, toh tidak mengurangi kecantikanku. Bukannya sombong, waktu SMA aku sering ikut lomba peragaan busana walaupun cuma lomba Kartinian, tapi aku selalu juara.

Banyak yang bilang aku tuh manis, tubuhku yang mungil semakin menambah aura kecantikanku yang semakin bersinar, mata belo, hidung mancung namun sedikit galak. mungkin itu yang membuatku tidak pernah mendapatkan seorang pacar, karena setiap yang mendekati aku selalu takut dengan tampang jutekku.

Tapi walaupun aku jutek sebenarnya aku tuh baik loh, sumpah. Buktinya banyak teman-teman aku yang selalu curhat masalah pribadinya kepadaku, karena mereka percaya kalau aku tuh bukan tipe cewek ember yang suka menyebar aib temannya sendiri kepada orang lain.

Cuma Rizal satu-satunya pacar aku dari SMA sampai sekarang, dan itulah kenapa aku begitu terpukul ketika ia menghianatiku dan memilih menikah dengan Hesti sahabat dekatku. Karena cuma dia satu-satunya cowok yang ngertiin aku, dan mau menerimaku apa adanya.

Kenapa air mataku lagi-lagi menetes ketika mengingat lelaki bajing*n itu, rasanya aku tidak rela melihat dia bahagia diatas penderitaan aku.

Aku sempat berpikir untuk datang ke pernikahannya dan mengacaukannya. Sepertinya seru, kenapa otakku ini tidak henti-hentinya berpikiran jahat dan ingin melampiaskan kemarahanku pada Rizal dan juga Hesti.

Hari ini aku pergi ke kampus untuk mengambil legalisir ijazah.

"Kamu rencananya mau kerja dimana Ros?" tanya Aida

"Aku mau cari kerja di Jakarta saja, kayaknya disana lebih menjanjikan daripada di kampung," sahutku

"Aku juga mau kalau Si Mbok mengijinkan aku pergi, tapi kayaknya gak mungkin," keluh Aida

"Yaudah kamu ngabdi disini saja, mudah-mudahan nanti kamu akan diangkat jadi PNS, masa semua sarjana di kampung ini mau ke Jakarta semua, harus ada satu dong yang menetap disini dan membangun kampung kita," jawabku memotivasi Aida

"Iya doakan aku ya, agar bisa diangkat jadi PNS, atau setidaknya bisa jadi perangkat Desa," ujar Aida penuh harap

"Aamiin," jawabku singkat

"Kamu diundang ke nikahannya ka Rizal?" tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari mulut Aida, membuatku kaget darimana dia tahu kalau Rizal mau nikah.

"Kamu tahu darimana Rizal mau nikah?" tanyaku pura-pura tidak tahu

"Nih, di group WhatsApp," jawabnya sembari menunjukkan pesan singkat dari Rizal yang mengirimkan undangan pernikahannya di group WhatsApp kampus

Sial, bagaimana dia bisa tega-teganya menyebarkan undangan disana, pasti kini semua mahasiswa satu angkatan akan menertawakan aku, status motivator dan pasangan terharmonis akan segera melayang, duh!!, mau ditaruh dimana mukaku ini ya Rob,

"Aku tidak diundang, mana mungkin dia ngundang mantannya, bisa-bisa hancur pestanya," jawabku ketus

"Jadi lamaran besok gagal dong?" tanya Aida hati-hati

"Ya begitulah, lebih baik ketahuan sekarang Da, daripada selingkuh setelah kami menikah, malah lebih parah," jawabku berusaha kelihatan tegar, secara aku kan motivator. Masa iya seorang motivator cengeng, inilah resiko mau tidak mau ya aku harus bersandiwara menjadi Maria Teguh.

"Keren kamu Ros masih bisa tegar, kalau aku jadi kamu mungkin udah bunuh diri kali," jawab Aida membuatku terkekeh sekaligus sedih

"Sebenarnya aku juga pengin bunuh diri Aida, tapi tengsin, kasian ibu sama ayah aku. Secara aku ini anak perempuan satu-satunya, jadi mana tega aku ninggalin mereka."

Setibanya di rumah aku langsung merebahkan tubuhku ke Sofa.

Tok.. tok.. tok!!

"Assalamualaikum!" terdengar suara orang bertamu didepan rumah, kubuka daun pintu rumahku perlahan dan melihat siapa yang datang.

*Juegeerrr!!!

Bagaikan petir disiang hari kedua manusia laknat yang sudah membuat hidupku hancur datang ke rumahku dengan tanpa dosa memberikan undangan pernikahan kepadaku membuatku rasanya ingin menghajar keduanya hingga mamp*s.

Dengan senyum manis yang membuatku ingin muntah Hesti memberikan undangan itu padaku dengan nada mengejek dan sukses membuatku serasa jadi pecundang yang kalah perang.

Dengan penuh emosi dan amarah yang sudah di ubun-ubun, ku robek undangan itu dihadapan mereka dan menghamburkannya ke udara, membuat keduanya marah dan langsung angkat kaki dari rumahku.

3. Menghadiri Nikahan Mantan

Rasanya aku sangat puas melihat dua manusia laknat itu pergi dari rumahku dengan kesal.

*Dreet, dreet, dreet!!

"Halo Sel, ada apa?"

"Kamu udah lulus kuliah kan Ros?"

"Sudah, memangnya kenapa?"

"Disekolah ku sedang mebutuhkan guru IPA, kamu mau gak ngajar disini?" tanya Sela

"Ok, aku mau, tapi besok aku baru bisa berangkat ke Jakarta, bagaimana?" jawabku

"Iya gak papa, kan senin baru ngajarnya," jawab Sela membuatku senang, setidaknya aku bakal punya kegiatan yang akan membuatku melupakan ka Rizal

Sedikit bebanku mulai berkurang, setidaknya besok aku akan punya kesibukan dan bisa melupakan kesedihanku.

Minggu paginya aku sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Jakarta, sebelum Sunny datang ke rumahku.

Sunny cowok terkeren di kampus, tapi sayangnya playboy makanya walaupun rumahku berdampingan tapi kami tidak begitu dekat.

"Kamu gak kondangan dulu ke mantan kamu itu Ros?" tanya Sunny sedikit menggodaku

"Males ah, takut hilaf aku," jawabku acuh

"Hilaf kenapa?" tanyanya penasaran

"Hilaf pengin nyekik mempelainya," jawabku langsung disambut kekehan Sunny

"Kayaknya kamu masih belum bisa move on dari si Rizal ya?" tanya Sunny hati-hati

"Bukan belum bisa move on Sunny tapi masih shock aja, soalnya kan harusnya hari ini dia melamar aku, eeh malah nikah sama orang lain," jawabku menahan air mata yang sudah hampir jatuh

"Kamu mau balas dendam ga?" tanya Sunny

"Balas dendam gimana, kemarin aku labrak dia kerumahnya malah dia bilang aku gila, gak tahu deh kalau aku datang ke nikahannya, dia mau bilang apa lagi?" jawabku kesal

"Kamu datang kesana sama aku, dan pura-pura jadi pacar aku gimana, secara aku juga lagi jomblo, tengsinlah kalau cowok sekeren gue datang ke pesta pernikahan sendirian, apa kata dunia?" ucapnya sombong

Gila nih playboy, bisa-bisanya nawarin ide konyol seperti itu padaku, dasar gila. Tapi ada benarnya juga secara dia itukan cowok famous di kampus dan banyak yang tergila-gila sama dia, akhirnya akupun setuju datang ke nikahan Rizal bersama Sunny sebelum aku pergi ke Jakarta. Sekalian aku mau nunjukin ke mereka bahwa aku tetap bisa survive tanpa dia, dan sudah bisa move on walaupun bohong.

"Yaudah tunggu bentar, gue ganti baju dulu," aku segera berbalik ke arah kamarku namun Sunny dengan sigap menarik lenganku dan memberikan sebuah paper bag padaku.

"Pakai baju itu!" perintahnya memaksa

Aku mengangguk dan segera masuk kedalam kamarku. Selesai berdandan aku segera keluar untuk menunggu Sunny yang juga sedang berdandan di rumahnya.

"Anj*r !, lo cantik banget Ros, gak sia-sia gue berikan baju itu buat lo, kenapa gue baru sadar ada bidadari cantik disamping rumah gue," Sunny menatapku takjub dan memujiku habis-habisan, tapi bukan Rosmayanti namanya kalau cepat tergoda oleh rayuan gombalnya.

Kata orang gue itu susah ditaklukkan makanya cowok-cowok yang deketin gue pada mundur, kecuali Rizal yang dengan gigihnya memperjuangkan cintanya, hingga akhirnya membuat aku jatuh cinta. Itulah yang membuat aku cinta mati sama dia hingga aku jadi galon (gagal move on) kalau ingat dia.

"Udah gombalnya?" jawabku ketus

"Iisshh!!, jangan galak-galak gitu dong Ros, nanti luntur loh cantiknya," ledek Sunny

"Bodo amat!!" hardikku melangkahkan kakiku keluar ruamah, ia menyusulku dengan motor sport miliknya.

"Kita kondangan pakai motor ini?" aku sedikit melotot kesal melihat motor Sunny, bagaimana mungkin aku yang memakai kebaya harus duduk ngangkang diatas motor ini.

" Dasar stress, susah aku duduknya kalau pakai motor gini, udah!, mending bawa motor aku aja deh," usulku padanya

"Gak mau, pokoknya naik motor ini, kamu kan bisa angkat rok kamu, anggap aja sedekah," ucapnya sambil tertawa

"Ogah!!" sahutku berjalan meninggalkan pria

"Baik sayang, kita pakai motor kamu," jawabnya mesra

Aku langsung duduk dibelakangnya dan iapun melesatkan motornya.

Setibanya di tempat resepsi, Sunny menggandeng mesra lenganku membuat semua mata tertuju pada kami. Begitu juga dengan Rizal yang terus menatapku tanpa berkedip. Aku tahu ia sedikit cemburu melihatku terlihat mesra bersama Sunny. Dia benar-benar seperti artis sinetron, sangat pandai berakting didepan Rizal ia bahkan sengaja membisikan sesuatu padaku sangat dekat hingga mungkin orang melihatnya ia sedang menciumku, membuat Rizal mengepalkan tangannya. Rasanya ada kepuasan tersendiri melihat Rizal cemburu, apalagi ketika Hesti mencubit pinggang Rizal, karena matanya terus mengikuti ku kemanapun aku pergi.

Rasanya ingin tertawa sambil menjulurkan lidahku pada mereka, sebagai bukti aku bisa mempecundangi kedua manusia laknat itu.

Belum lagi tingkah manja Sunny yang menyuapiku saat acara sedang menikmati hidangan yang disediakan semakin membuat Rizal makin geram, yes aku menang!, sorakku dalam hati.

Rizal seakan tahu isi hatiku, ia bahkan tidak pernah melepaskan genggaman tangannya sampai kami memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.

"Selamat ya, semoga menjadi keluarga yang Samara," ucapku ketika menjabat tangan Rizal

Aku lihat seperti ada sesuatu yang ingin ia sampaikan padaku, tapi aku sudah tahan karena air mataku tiba-tiba saja akan turun membasahi pipiku, dan aku tidak mau Rizal melihatku bersedih. Aku segera mengayuhkan langkahku meninggal pelaminan menuju ke parkiran, sedangkan Sunny segera berlari menyusulku.

"Kok buru-buru banget sih?" tanya Sunny sedikit kecewa

"Maaf ya Sun, gara-gara aku kamu tidak bisa menikmati pestanya, aku sudah di tunggu Sela, makanya harus buru-buru berangkat ke Jakarta," jawabku sengaja mengarang cerita agar Sunny percaya.

"Iya, aku ngerti kok, udah naik," jawabnya singkat

Tumben dia tidak protes ataupun kesal padaku, mungkin dia tahu yang aku rasakan sehingga dia tidak banyak bicara.

Sepanjang jalan air mataku mulai membasahi wajahku, rasanya lebih sakit ketika melihat kedua penghianat itu tertawa bahagia di pelaminan, tanpa memikirkan bagaimana perasaan aku. Begini rasanya patah hati, benar-benar ambyar seperti lagunya almarhum Didi Kempot.

Aku terus menyeka air mataku yang terus-menerus turun tanpa henti, sedangkan Sunny memandangku dari kaca spion.

"Kenapa tadi kamu gak cekik mereka?" tiba-tiba Sunny bersuara seakan-akan tahu apa yang aku pikirkan

"Gak ah, takut dipenjara, nanti aku gak bisa ngerasain nikmatnya kawin," jawabku membuat Sunny terkekeh

"Dasar cabul, udah patah hati juga bisa-bisanya mikirin kawin, pasti kamu dau kebelet pengin kawin ya?" tanyanya membuat aku malu

"Sotoy!!" nyinyirku membuatnya kembali tertawa

"Yuadah sekarang, mana barang-barang kamu, biar aku antar ke terminal?" tumben nih anak kesambet setan apa kok bisa baik banget hari ini.

Aku segera mengeluarkan tas ranselku dan sebuah kardus yang berisi sedikit oleh-oleh buat Sela. Yups ciri khas orang kampung yang pergi ke kota selalu membawa kardus, dan aku juga sama guys.

Setelah berpamitan dengan ayah dan ibu aku langsung duduk di belakang Sunny dan bersiap pergi.

"Hati-hati nduk, jangan lupa sholat dan ngaji. Ingat kamu hidup di kampung orang jadi harus ramah dan berbaur dengan orang lain, agar mudah mendapatkan teman," pesan Ibuku

"Inggih bu, Ros pamit ngih, assalamualaikum," ucapku berpamitan

"Waalaikum salam," jawab ibu seraya melambaikan tangannya kearahku

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!