NovelToon NovelToon

Asmara Pernikahan Tak Terduga

Episode 01

Suasana pagi yang tenang di kediaman Mahendra seketika di hebohkan oleh teriakan seorang gadis yang menggema di seluruh ruangan.

“Bik !” teriak seorang gadis yang bernama Sabrina dari dalam kamarnya.

Mendengar teriakan tersebut bik Ina yang tengah sibuk di dapur segera berlari kearah sumber suara.

“Ia Non sebentar !” ucap bik Ina sambil bergegas berlari kearah kamar putri majikannya tersebut.

 “Iya non ada apa ?” tanya bik Ina kepada Sabrina saat sampai di kamar tersebut.

 “Bibik taruh di mana baju yang aku suruh setrika kemarin ?” tanya Sabrina kepada wanita paruh baya tersebut.

“Kemarin bibi sudah taruh di lemari non di tempat biasa.” Jawab bik Ina pasti.

Karena dia benar-benar sudah memasukkan baju tersebut kedalam lemari pakaian Sabrina.

“Tidak ada ! dimana ?” tanya Sabrina sedikit kesal.

Karena saat ini dia hendak memakai baju tersebut.

Kemudian bik Ina dengan sigap memeriksa baju tersebut di dalam lemari, satu persatu bik Ina memperhatikan baju baju yang ada di dalam lemari untuk mencari baju yang dimaksud oleh majikannya tersebut.

 “Tidak ketemu non !” ucap bik Ina sambil menundukkan kepalanya.

“Tapi kemarin bibi yakin sudah menaruh nya di lemari !” ucap bik Ina sambil melihat kearah lemari.

“Mana ? jika benar pasti ada di dalam sana ! bibi sudah bosan ya kerja di sini ?” ucap Sabrina mulai emosi.

“Bibi minta maaf non tapi bibi benar-benar sudah menaruhnya di lemari.” Ucap bik Ina sedikit takut.

 "Aku tidak mau tahu… cari sampai ketemu kalau tidak mau gajinya di potong !” ucap Sabrina masih kesal.

 Tanpa sengaja dia melihat Renata lewat di depan kamarnya.

 “Tunggu !” ucap Sabrina dengan suara lantang.

 Renata yang tadi lewat pun berjalan mundur hingga sampai tepat di depan pintu kamar Sabrina.

“Itu baju gue ?” tanya Sabrina sambil menunjuk baju yang sedang di kenakan oleh Renata.

“Iya kenapa emangnya ?” jawab Renata tanpa merasa bersalah.

 “Buka nggak !” ucap Sabrina sambil berjalan kearah Renata.

 “Nggak mau gue !” ucap Renata menolak.

 “Gue bilang buka ya buka !” ucap Sabrina berusaha melepaskan baju yang dikenakan oleh Renata.

 “Lo apa an sih ! gue nggak mau !” ucap Renata kekeh menolak mengembalikan baju milik Sabrina yang dipakainya tanpa meminta izin terlebih dahulu.

 “Buka gue bilang !” ucap Sabrina sedikit memaksa.

 “Nggak gue nggak mau !” ucap Renata kekeh tidak mau melepaskan baju tersebut.

 Karena Renata bersikeras tidak ingin mengembalikan baju milik Sabrina terjadilah keributan antara Sabrina dan juga Renata.

 Hal tersebut membuat nyonya rumah datang menghampiri.

 “Ada apa ini ribut-ribut ?” tanya sang nyonya kepada kedua gadis tersebut.

 “Kembalikan baju gue ?” ucap Sabrina mengabaikan pertanyaan sang nyonya.

 “Kalau gue nggak mau kenapa emangnya !” ucap Renata kekeh tidak ingin mengembalikan baju milik Sabrina.

 “Baju apa sih ? ini ada apa ?” tanya sang nyonya lagi.

 “Ini lo mi… masak aku pinjam baju nggak di bolehin.” Ucap Renata mengadu kepada sang mami.

 “Lo nggak ada bilang ya ! lo maling baju gue.” Ucap Sabrina lagi tidak terima.

 “Udah-udah nggak usah di perpanjang,lagian kamu kenapa sih pelit amat sama Renata ! dipinjami kenapa ? Apa susah nya sih !” Ucap sang nyonya lagi.

 “Lo bilang apa ha ? gue pelit ? dasar anak lo aja suka maling ! oh tapi gue nggak heran sih anak lo bisa jadi maling begini karena memang sudah jadi penyakit keturunan ya.” Ucap Sabrina menyindir.

 “Mi… ?” ucap Renata seperti tidak terima.

“Kamu !” ucap sang nyonya hendak mengangkat tangannya ingin membungkam mulut kotor Sabrina namun hal tersebut dia urungkan.

“Apa ha ! tersinggung ? mau tampar gue ? ni tampar !” ucap Sabrina mendekatkan wajahnya.

 “Sabrina !” ucap seorang pria.

 Sabrina pun melihat kearah sumber suara.

 “Papa ?” ucap Sabrina pelan.

“Jangan kurang ajar sama mama kamu ?” ucap pria yang di panggil papa oleh Sabrina.

Pria tersebut bernama Yuda Mahendra yang merupakan ayah kandung Sabrina.

"Mama ? dia bukan mamaku !” ucap Sabrina santai menanggapi ucapan sang ayah.

“Semakin hari kamu bertingkah seenaknya ya makin kurang ajar sama orang tua !” ucap sang ayah.

“Minta maaf sama mama mu !” perintah sang ayah lagi.

“Jangan mimpi ! sampai matipun aku tidak akan minta maaf sama dia !” ucap Sabrina lagi.

“Kamu !” ucap sang Ayah semakin emosi dia pun mengangkat tangannya hendak menampar Sabrina.

“Mas jangan mas !” ucap sang istri berusaha menghentikan sang suami.

“Apa pa ? papa mau tampar putri papa demi mereka ? silahkan pa !” ucap Sabrina emosi.

Tanpa terasa air mata Sabrina mengalir membasahi pipinya, dia merasa sangat kecewa terhadap sang ayah yang memarahinya tanpa bertanya lebih dulu apa yang terjadi sebenarnya.

“Papa rasa papa terlalu memanjakan mu  hingga kamu sanggup bertingkah kurang ajar begini ! papa sudah tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi mu semakin hari kamu menjadi di luar kendali.” Ucap sang Ayah.

 Di sisi lain Renata tersenyum miring melihat ayah dan anak tersebut.

“Aku seperti ini juga karena papa ! karena papa lebih memilih wanita ular ini dan meninggalkan mama !” ucap Sabrina menggebu mengeluarkan unek-uneknya.

 Sementara itu wajah nyonya Rosita menghitam menahan amarahnya mendengar ucapan Sabrina, namun dia tidak melakukan apapun dan membiarkan Sabrina berbicara buruk tentangnya.

“Sabrina ?” ucap sang ayah semakin marah.

 “Iya wanita ular !” ucap Sabrina lagi menegaskan ucapannya.

 Plakkk…. Tanpa Sabrina duga sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, hal tersebut membuat nyonya Rosita dan juga Renata tersenyum puas.

“Papa tampar aku ?” ucap Sabrina memegangi pipinya yang terasa perih.

“Apa yang aku lakukan ?” ucap sang ayah menatap tangan yang dia jadikan untuk menampar sang putri.

 Tubuh papa Yuda tampak melemas tangannya bergetar setelah menampar sang putri untuk pertama kalinya.

“Papa…” ucap sang ayah berjalan mendekat kearah Sabrina.

Namun Sabrina yang menyadari hal tersebut seketika berjalan mundur, dia merasa sangat kecewa dengan sang ayah.

“Maafin papa….” Ucap sang ayah yang melihat Sabrina menjauhinya.

Sabrina pun berlari masuk ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu tersebut.

Di dalam kamar air mata Sabrina semakin deras mengalir di pipinya, dia tidak menyangka jika sang ayah akan menamparnya demi membela istrinya.

“Papa jahat !” ucap Sabrina sambil menjatuhkan semua barang yang ada di dalam kamarnya.

“Sasa ! buka pintunya nak.” Ucap sang ayah mengetuk pintu kamar sang putri.

Brakkkk Sabrina melemparkan gelas kearah pintu kamar tersebut.

 “Pergi pa ! pergi ! aku benci papa !” ucap Sabrina sambil menangis.

Sementara itu Renata tersenyum puas sambil melihat kearah Rosita sang ibu, begitu pun sang ibu tampak tersenyum kearah sang putri seakan hanya dengan tersenyum mereka bisa berkomunikasi dan saling mengerti.

Tampak papa Yuda merasa sangat bersalah menatap pintu kamar sang putri.

“Gue harus pergi ! ya benar gue harus pergi.” Ucap Sabrina mengambil tas pakaiannya.

Sabrina pun memasukkan beberapa helai pakaiannya dan barang pribadinya yang lain serta selembar photo masa kecilnya bersama sang mama yang sudah tampak usang.

Bersambung…

Episode 02

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi itu berarti sang ayah sudah berangkat ke kantor, untuk memastikan hal tersebut Sabrina berjalan kearah jendela kamarnya agar bisa melihat mobil sang ayah apakah masih ada di dalam garasi.

“Sudah pergi.” Ucap Sabrina merasa lega saat melihat mobil milik sang ayah sudah tidak ada di garasi.

Tanpa ragu Sabrina pun melangkahkan kakinya berjalan keluar kamar sambil menyeret koper miliknya dengan buru-buru agar tidak ada satu pun yang mengetahui jika dia pergi meninggalkan rumah.

Sesampainya di garasi mobil dia segera memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi lalu mengemudikan mobil tersebut menjauhi kediaman Mahendra.

Sabrina menyusuri jalan raya tidak tahu arah tujuan.

“Apa aku coba cari mama ?” ucap Sabrina berbicara sendiri.

“Iya lebih baik aku coba cari mama ?” ucap Sabrina membulatkan tekad.

Kemudian Sabrina pun menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu mencari potongan kertas yang dia simpan di dalam dompetnya.

“Ketemu !” ucap Sabrina tersenyum sumringah menatap potongan kertas tersebut.

“Mama Sasa rindu !” ucap Sabrina membuang napas panjang.

Kemudian Sabrina kembali mengemudikan mobilnya menuju alamat yang tertera di potongan kertas tersebut.

Beberapa jam sudah Sabrina mengemudikan mobilnya hingga pada akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Sabrina berhenti karena di hadang oleh segerombolan preman.

“Aduh bagaimana ini ?” ucap Sabrina panik.

“Keluar…!” ucap salah seorang preman tersebut sambil mengetuk kaca mobil.

Sabrina yang berada di dalam mobil semakin takut.

“Keluar…!” ucap pria itu lagi sambil mengetuk kaca mobil semakin kasar.

Sabrina yang semakin panik seketika patuh membuka pintu mobil tersebut.

“Ada apa ini ?” tanya Sabrina semakin takut.

“Serahkan barang berharga lo !” perintah preman tersebut kepada Sabrina.

“Cepat !” ucap preman tersebut sambil menodongkan senjata tajam kearah Sabrina.

“Iya iya !” ucap Sabrina semakin takut sambil berusaha mencari uang yang ada di dalam tasnya.

Tanpa di duga tas tersebut di ambil paksa oleh salah satu pria tersebut.

“Jangan bang !” ucap Sabrina khawatir.

 

Tiba-tiba pria yang mengambil tas miliknya tersebut di hantam oleh seseorang dan tersungkur seketika.

“Brengsek !” teriak preman yang lain saat melihat salah satu temannya tumbang.

Kemudian dengan cepat dia menyerang pria yang menghantam temannya tersebut, Sabrina menggigil takut melihat perkelahian tersebut apalagi para preman menggunakan senjata tajam.

“Aaaaaa.” Teriak Sabrina saat preman tersebut berhasil melukai pria yang baru saja datang tersebut.

Walaupun terluka pria itu masih berusaha untuk melawan para preman tersebut hingga para preman tersebut tumbang.

Setelah melihat preman tersebut terkapar pria itu mengambil kembali tas milik Sabrina lalu menyerahkannya kembali kepada Sabrina.

“Milikmu ?” ucap pria itu kepada Sabrina.

“Iya.” Ucap Sabrina mengangguk.

Wajah Sabrina tampak pucat menyaksikan perkelahian tersebut, tiba-tiba pria itu menyuruh Sabrina berpindah duduk di samping kursi kemudi.

“Jangan sakiti aku ! aku mohon.” Ucap Sabrina semakin takut saat pria tersebut mengambil alih kemudi mobil.

Namun pria tersebut mengabaikan ucapan Sabrina dan tetap fokus mengemudikan mobil.

“Aku mohon ambil saja semua nya tapi jangan sakiti aku, aku mohon biarkan aku turun dan ambil saja semuanya!” ucap Sabrina semakin takut.

“Dan kamu lebih memilih menyerahkan diri kepada mereka !” ucap pria itu kepada Sabrina.

“Apa ?” tanya Sabrina bingung lalu Sabrina pun menoleh ke belakang.

Deg jantungnya semakin berdetak cepat dan sekujur tubuhnya menggigil ketakutan melihat beberapa motor mengikuti mereka.

“Pegangan !” perintah pria tersebut kepada Sabrina sambil menambah kecepatan mobilnya.

Sabrina pun mematuhi perintah pria tersebut, kecepatan mobil semakin laju meninggalkan segerombolan para preman tersebut hingga pada akhirnya mobil berhenti di pinggiran desa.

Sabrina tampak syok dan ketakutan, akibat kejadian tersebut wajahnya tampak pucat dan keringat dingin.

“Kita sudah aman.” Ucap pria itu kemudian mematikan mesin mobil tersebut sambil melihat Sabrina yang diam duduk di kursi samping.

Namun Sabrina tidak bereaksi sama sekali.

“Hei !” panggil pria itu sambil menepuk bahu Sabrina.

“Hah ! tolong jangan sakiti aku !” ucap Sabrina ketakutan.

“Hei kamu sudah aman sekarang !” ucap pria itu mengingatkan Sabrina lagi.

“Jangan sakiti aku, aku mohon !” ucap Sabrina masih syok.

“Tenang oke, aku sama sekali tidak akan menyakitimu ! tenang ya .” ucap pria itu sambil memegang kedua bahu Sabrina lalu menghadapkan ke arahnya.

“Aku sangat takut, aku ingin pulang.” Ucap Sabrina mulai menangis.

Bagaimana tidak seumur umur baru kali ini dia mengalami hal yang sangat mengerikan seperti ini.

“Tenang ya kamu aman sekarang.” Ucap pria itu lagi.

Tanpa di duga Sabrina seketika memeluk pria tersebut seolah meminta perlindungan.

Pria tersebut tampak kaget melihat reaksi Sabrina yang tiba-tiba memeluknya, namun dia sendiri memahami bagaimana rasa ketakutan yang menghantui Sabrina saat ini dan membiarkan Sabrina untuk memeluknya.

“Aww.” Ucap pria tersebut saat Sabrina mengenai lengannya yang terluka.

Mendengar hal itu sontak Sabrina melepaskan pelukannya.

“Maaf karena aku kamu jadi terluka.” Ucap Sabrina khawatir melihat luka di lengan pria tersebut.

“Tidak masalah hanya luka kecil.” Ucap pria itu sambil tersenyum.

Tampak Sabrina berusaha mencari sesuatu di dalam mobilnya.

“Ini dia.” Ucap Sabrina menemukan kotak P3K.

“Boleh aku lihat ?” tanya Sabrina melihat kearah lengan pria tersebut.

“Iya.” Jawab pria tersebut menganggukkan kepalanya.

Dengan hati-hati Sabrina pun mengobati luka yang ada di lengan pria tersebut.

“Tahan sebentar ya kemungkinan agak sedikit sakit.” Ucap Sabrina kepada pria tersebut.

Pria tersebut hanya menganggukkan kepalanya menanggapi ucapan Sabrina.

Beberapa menit kemudian Sabrina selesai mengobati luka pria tersebut.

“Selesai.” Ucap Sabrina sambil merapikan kembali kotak P3K miliknya.

“Hujan ?” ucap Sabrina saat hujan lebat tiba-tiba saja turun.

“Iya.” Ucap pria tersebut sambil mengangguk.

“Terima kasih.” Ucap Sabrina kepada pria tersebut.

“Sama-sama aku juga mau bilang makasih karena kamu sudah mengobati luka ku.” Jawab pria  tersebut.

“Aku Ardi.” Ucap pria tersebut memperkenalkan dirinya.

“Sabrina !” ucap Sabrina menyambut uluran tangan Ardi.

Kemudian Sabrina bersandar di sandaran kursi mobil sambil memegangi kedua lengannya.

“Kamu baik-baik saja ?” tanya Ardi kepada Sabrina.

“Kamu tampak sangat pucat !” ucap Ardi lagi.

Namun Sabrina hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Ardi.

“Maaf “ ucap Ardi meminta ijin meraba kening Sabrina.

“Astaga kamu demam ?” ucap Ardi sedikit panik.

Tanpa aba-aba Ardi menghidupkan mesin mobil lalu mengemudikan mobil tersebut menuju ke perkampungan, tidak butuh waktu lama Ardi pun menghentikan mobil tersebut di depan sebuah rumah panggung yang cukup sederhana.

Hujan tak kunjung berhenti tanpa pikir panjang Ardi segera keluar dari dalam mobil lalu membuka pintu sebelah agar bisa membawa Sabrina keluar dari dalam mobil.

Ardi menggendong Sabrina yang tampak lemah tak berdaya masuk ke dalam rumah walaupun sedikit kesusahan karena salah satu lengannya juga sedang terluka.

“Sari !” teriak Ardi saat sampai di dalam rumah.

Sari yang saat itu hendak menutup jendela pun bergegas datang menghampiri.

“Iya mas ?” ucap Sari.

“Bantu aku sepertinya dia demam.” ucap Ardi kepada Sari.

“Sebentar mas Sari ambilkan obat dulu.” Ucap Sari lalu bergegas menuju ke dapur untuk membuatkan obat.

Sementara Ardi menggendong Sabrina ke dalam kamar lalu meletakkannya di atas ranjang dan menyelimutinya dengan selimut.

Diluar hujan masih sangat deras, membuat suhu di sana semakin dingin dan sejuk.

Bersambung…

Episode 03

Ardi menatap Sabrina yang sedang terbaring lemah di atas ranjang.

“Tunggu sebentar obatnya akan segera datang.” Ucap Ardi kepada Sabrina.

“Aku ada dimana ?” tanya Sabrina dengan suara lemah.

“Kamu tenang ya kamu aman, saat ini kamu ada di rumahku.” Ucap Ardi berusaha menenangkan Sabrina.

“Mas ini obatnya.” Ucap Sari sambil menyerahkan obat untuk Sabrina kepada Ardi.

“Ini diminum dulu agar kamu bisa pulih.” Ucap Ardi sambil berusaha membantu Sabrina duduk agar lebih leluasa untuk meminum obatnya.

Sabrina pun menurut dia segera meminum obat yang di berikan oleh Ardi, usai meminum obatnya Sabrina pun membaringkan kembali tubuhnya di ranjang.

“Kamu istirahat dulu ya, panggil aku kalau kamu butuh sesuatu.” Ucap Ardi kepada Sabrina kemudian pergi melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut sembari di ikuti oleh Sari yang mempunyai banyak pertanyaan di benaknya.

“Ayah ibu belum pulang ?” tanya Ardi kepada Sari.

“Belum mas.” Jawab Sari.

“Mas wanitaitu siapa ? pacar mas Ardi ?” tanya Sari tiba-tiba karena dia merasa penasaran.

“Bukan !” ucap Ardi singkat.

“Alah Sari tidak percaya !" ucap Sari mengibaskan tangannya.

"Sari yakin dia pasti pacar mas Ardikan ?” tanya Sari lagi sedikit memaksa agar Ardi memberikan jawaban yang membuat penasarannya hilang.

Namun Ardi memilih diam daripada memberikan jawaban yang Sari inginkan.

“Loh itu tangan mas kenapa ?” tanya Sari lagi saat melihat lengan Ardi yang di plester.

“Oh ini bukan apa-apa !” jawab Ardi menatap lengannya yang di perban.

“Tapi itu…?” tanya Sari lagi merasa khawatir dia yakin ada sesuatu yang telah terjadi pada Ardi.

“Udah ah nggak usah bawel mas mau bersih-bersih dulu.” Ucap Ardi lagi sambil

meninggalkan Sari dengan seribu tanda tanya di kepalanya.

….

Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, orang tua Ardi belum kunjung pulang sedangkan Sari sudah kembali kerumahnya yang berada tepat di sebelah rumah Ardi.

Ardi melangkahkan kakinya pelan menuju kearah kamar dimana Sabrina berada, perlahan Ardi membuka pintu kamar tersebut dan melangkahkan kakinya menuju kearah ranjang.

Pelan-pelan Ardi duduk di pinggir ranjang lalu meraba kening Sabrina untuk memeriksa

demamnya apakah sudah turun.

“Syukurlah panasnya sudah turun.” Ucap Ardi menarik kembali tangannya.

Kemudian Ardi berniat hendak keluar dari kamar agar Sabrina bisa beristirahat.

“Mama jangan pergi ma, tidak... tidak... jangan pergi ma…” ucap Sabrina menggigau.

Ardi yang merasa tidak tega melihat hal tersebut membangunkan Sabrina dengan cara menepuk pelan bahu Sabrina.

Tiba-tiba saja Sabrina memegang erat tangan Ardi.

“Jangan pergi ma.” Ucap Sabrina masih menggigau memegang erat tangan Ardi.

Ardi pun tampak kaget melihat hal tersebut, namun dia tidak tega untuk melepaskan

tangannya yang di pegang erat oleh Sabrina, karena setelah Sabrina memegangi

tangannya dia pun terlihat tenang dan berhenti menggigau.

Semakin larut Ardi merasakan kantuk yang sangat dalam namun Sabrina masih dengan erat memegang tangannya, tanpa di sadari Ardi pun merebahkan tubuhnya di samping

Sabrina lalu terlelap menuju ke alam mimpi.

….

Tepat pukul setengah enam pagi sebuah mobil pick up berhenti di depan rumah.

“Mobil siapa yah ?” tanya wanita paruh baya kepada sang suami.

“Mana ayah tau bu.” Jawab sang suami.

Kemudian sang istri buru-buru berjalan menaiki anak tangga rumah tersebut, sesampainya di dalam rumah sang istri buru-buru masuk ke dalam kamar Ardi untuk memeriksa apakah sang anak ada di sana.

Namun yang di cari tidak ada di kamarnya, kemudian wanita tersebut berjalan kearah kamar tamu kamar yang biasanya di tempati oleh kerabat yang datang untuk menginap

karena dia merasa penasaran kenapa ada mobil yang parkir di depan rumah.

Duarrr… seketika wanita tersebut syok melihat sang anak tengah tidur dengan seorang gadis yang tidak di kenal.

“Ardi !” teriak wanita tersebut sambil menarik selimut yang menutupi tubuh mereka.

Keduanya pun menggeliatkan tubuhnya karena merasa ada yang menarik selimutnya.

“Apa-apaan ini ?” tanya wanita paruh baya tersebut marah.

“Ibu ?” ucap Ardi mengucek matanya agar bisa terbuka.

Sabrina yang tidur di samping pun ikut terbangun karena teriakan wanita paruh baya

tersebut.

Keduanya tampak kaget saat menyadari jika mereka tidur dalam satu ranjang.

“Ibu ini sama sekali tidak seperti yang ibu pikirkan.” Ucap Ardi buru-buru menjelaskan.

Sabrina yang berada di samping tampak ketakutan.

“Ada apa ini teriak-teriak ?” tanya sang suami yang baru saja masuk ke dalam kamar

tersebut.

“Ini kamu lihat kelakuan anakmu !” ucap sang istri semakin emosi.

Pria paruh baya tersebut melongo tidak percaya melihat sang anak satu ranjang dengan seorang gadis yang tidak di kenal.

Ya sepasang suami istri tersebut merupakan orang tua kandung Ardi yang bernama pak Agus dan bu Siti.

“Ayah aku bisa jelaskan !” ucap Ardi kepada sang ayah.

“Menjelaskan apa ha ?” tanya sang ibu lagi.

“Mas Ardi ?” ucap Sari yang baru saja muncul di depan pintu.

Di depan pintu kamar tersebut juga muncul mbok Ya dan juga bibi farida ibu kandung Sari

yaitu bibi dari Ardi.

Sari, bibi Farida serta mbok Ya melongo melihat keadaan tersebut.

“Bu sudah bu kita bisa bicarakan baik-baik, tidak enak di dengar tetangga.” Ucap pak Agus kepada sang istri.

“Ardi Ayah tunggu di luar.” Ucap sang Ayah sambil berusaha mengajak sang istri keluar dari kamar.

“Kamu juga keluar.” Ucap pak Agus kepada Sari.

“Iya paman.” Ucap Sari patuh.

Sari dan bibi Farida serta mbok Ya pun ikut pergi dari sana meninggalkan Ardi dan juga

Sabrina di sana.

Sepeninggal semua orang Sabrina meminta penjelasan kepada Ardi.

“Kamu ?” ucap Sabrina berusaha menahan amarahnya.

“Tidak ada yang terjadi di antara kita.” Ucap Ardi buru-buru menjelaskan agar Sabrina tidak salah paham.

“Tidak ada apanya ? jelas-jelas kamu ada di sini, dasar jahat cabul.” Ucap Sabrina marah

kemudian air mata nya jatuh membasahi pipinya.

“Aku tidak melakukan apapun padamu.” Ucap Ardi lagi.

Sabrina masih menangis sesegukan meratapi nasibnya.

“Ardi !” panggil sang ayah dari luar.

Kemudian Ardi mengajak Sabrina keluar dari kamar untuk menemui kedua orang tuanya.

“Duduk !” perintah sang ayah kepada keduanya.

Ardi dan Sabrina pun duduk di depan pak Agus dan bu Siti.

“Apa kalian tidak berpikir lebih dulu sebelum berbuat ha ?” tanya pak Agus kepada mereka

berdua.

“Ayah kami tidak melakukan apapun !” ucap Ardi berusaha menjelaskan.

“Ayah tidak mau tahu kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang kamu perbuat !” ucap sang ayah tegas.

“Tapi yah !” ucap Ardi lagi.

“Kalian harus menikah ! ayah tidak mau orang-orang bergosip tentang keluarga kita

nantinya !” ucap sang Ayah lagi.

“Kamu tidak harus menikahi ku.” Ucap Sabrina kepada Ardi.

“Om kita berdua tidak harus menikah ! itu tidak perlu .” ucap Sabrina kepada pak Agus

dengan wajah yang sangat cemas.

“Iya yah ! kita tidak harus menikah.” Ucap Ardi lagi berharap sang Ayah mengerti jika tidak ada yang terjadi di antara mereka.

“Ayah sudah mengambil keputusan kalian harus menikah! Ayah tidak mau nama baik keluarga ini tercoreng kembali karena kejadian ini !” ucap Pak Agus lagi.

 

“Ibu tidak setuju !” ucap bu Siti yang tiba-tiba saja ikut buka suara karena sedari tadi dia hanya diam mendengarkan.

“Ibu tidak setuju jika mereka harus menikah ! ibu tidak ingin Ardi menikah dengan wanita

yang tidak jelas dan ibu ingin Ardi menikah dengan wanita baik-baik.” Ucap bu Siti lagi.

Sabrina menatap tajam kearah bu Siti karena dia merasa sangat di rendahkan oleh ucapan bu Siti yang membuat hatinya sakit.

“Apa ?” ucap bu Siti menantang tatapan Sabrina.

“Tidak terima ! cih wanita mana yang mau tidur dengan pria sebelum menikah jika bukan wanita tidak baik.” Ucap bu Siti lagi.

Dia merasa tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh sang suami.

“Bu !” ucap pak Agus menghentikan ucapan sang istri.

Bu siti pun diam namun dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa dia masih kesal dan tidak terima dengan keputusan sang suami.

Bersambung….

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!