Matahari mulai terbit. Suasana pagi yang begitu cerah. Terlihat hamparan sawah-sawah dan gunung menjulang tinggi. Terdengar suara burung bersahutan.
Keadaan desa yang masih sangat Ashri. Tidak, tersentuh oleh polusi, dan limbah pabrik sedikitpun. Desa yang terletak di curah takir, kabupaten jember itu, mempunyai daya tarik pemandangan alam yang sangat indah. Hutan yang masih segar, dan gunung yang menjulang tinggi.
Aulya, gadis cantik berusia 20 tahun. Setelah tamat SMA, Dia, tidak melanjutkan kuliah. Karena, bagi ayahnya, Bapak ahmad, kuliah itu tidak harus. Yang lebih penting baginya, menuruti permintaan saudara kandung Ibunya, yang ingin menjodohkan dengan anaknya.
Aulya gadis penurut. Dia, selalu menuruti apa kata Pak Ahmad. Sifatnya yang baik hati, tidak banyak tingkah, sopan santun, dan lemah lembut. membuat banyak anak pemuda yang ingin menjadikan istri. Tapi, Ayahnya, Bapak Ahmad, hanya ingin menjodohkan anaknya dengan putra kakak kandung almarhum istrinya, Bapak fakhri.
Bapak Fakhri dan ibu irma mempunyai satu orang anak laki-laki saja, yang bernama Muhammad Zaen, yang akrab disapa Zaen. Dan istrinya bernama Ibu Irma. Zaen yang saat ini bekerja sebagai seorang manager di sebuah hotel ternama yang bertugas di Bali.
Perjodohan itu terjadi karena keinginan sang Ibunya. Saat Aulya masih umur 2 tahun, sebelum wafat.
Zaen, anak yang penurut, rajin beribadah, dan selalu patuh dengan apa yang Ibu Irma inginkan. Meskipun keluarganya kaya raya, Bapak Fakhri tidak pernah membatasi keinginan anaknya menjadi Manager, bekerja di tempat lain akan membuat Zaen lebih dewasa dan tidak tergantung pada orang tuanya. Membiarkan cita-cita sang anak tercapai, kecuali soal jodoh, Ibu Irma dan Bapak Fakhri yang akan menentukannya. Bagi mereka Zaen adalah anak satu-satunya yang harus benar-benar di perhatikan soal pasangannya. Dan yang bisa di ajak tinggal bersamanya setelah menikah. Meski sebenarnya Bapak Fakhri punya putri dari wanita lain, yang saat ini putrinya berada di luar negeri, Autralia. Ibu Irma juga sudah mengetahui itu, dan memaafkan suaminya, dengan syarat anak dari wanita lain itu harus jauh darinya.
pagi itu, di kediaman Aulya. Bapak Ahmad menghampiri putrinya, yang sedang sibuk mengurus bunga di taman depan rumahnya.
"Nak, besok bapak mau ke kesurabaya, kamu harus siapkan beberapa baju, karena kita akan bermalam disana." Ujar sang ayah.
"Ada acara apa Yah, bukankah paman Fakhri tidak punya hajatan. Lagian ayah sudah sakit-sakitan, Aulya tidak mau ayah kenapa-napa kalau sering melakukan perjalanan jauh." Jawab Aulya, yang sangat khawatir terhadap kesehatan ayahnya.
"Pamanmu mengundang kita, untuk membicarakan rencana pernikahan kamu dan Nak Zaen. Apalagi ayah juga khawatir, kesehatan ayah sudah tidak seperti dulu lagi. jadi, ayah ingin cepat-cepat kamu menikah." Jelas sang Ayah
"Yah. Apakah, tidak terlalu cepat? Aulya belum pernah bertemu dengan Kak Zaen, hanya bertemu sewaktu kecil dulu, kurang lebih 10 tahun yang lalu. Aulya rasa, perlu di tanyakan lagi ke Kak Zaen. Apakah setuju, atau tidak." Ujar Aulya dengan wajah kecewa. Bukan menolak, tapi takut ada hal kurang baik yang akan membuat kecewa kedua belah pihak.
"Nak, ini keinginan Ibumu, dan pamanmu, jadi Ayah hanya menurut keinginan almarhum ibumu saja, apapun demi ketenangan ibumu di alam sana, ayah akan lakukan. Apalagi itu pesan terakhir yang selalu di sebut-sebut oleh ibumu.”
"Ayah pernah bertemu Kak Zaen kan?"
"Iya, Pernah. waktu ada acara syukuran kelulusan Zaen. Mereka sudah membahas ini sebelumnya. Meski ayah belum tahu pasti Zaen mau atau tidak. Yang pasti mereka hanya mau kamu yang menjadikan menantunya." Jelas sang ayah detail
"Yo wes, Aulya manut ayah." Jawabnya pasrah
"Maafkan ayah ya Nak, semua keingan kamu untuk bekerja dan memilih kehidupan sendiri, akhirnya kandas. Karena perjodohan ini, kamu harus ikhlas dan harus memilih manut ayah." seru dalam hati Pak Ahmad.
Aulya segera masuk kedalam kamarnya, setelah membereskan coro dan gunting yang berseretakan di halaman.
"Ya Allah, mudahkanlah jalan yang akan kami tempuh. Jika memang ini yang terbaik, jadikanlah semua baik-baii saja. Iklaskan hamba Ya Allah, dalam menjalani perjodohan ini, karena hamba yakin, Kak Zaen akan menolaknya." Seru dalam hati Aulya, masih merasa bimbang dan takut ada hal buruk terjadi. Apalagi saat ini Aulya tidak ingin meninggalkan ayahnya. Tapi melihat keinginan dan pesan terakhir Ibu Nafisah, ibu Aulya, membuat Aulya sedih dan tidak ingin mengecewakan atau menyakiti ayahnya.
Disisi lain, Zaen baru saja selesai sholat isyak. Zaen memang anak tunggal, tapi kepribadiannya tidak mempunyai sifat manja, dan sombong. Ibadahnya tidak pernah dia tinggal kan, meski hidupnya dikelilingi orang-orang yang suka foya-foya dan terbiasa dengan kehidupan malam, seperti ke Bar atau tempat-tempat hiburan. Tiba-tiba saja Handponenya berdering.
"Assalamualaikum Ma," sapa Zaen lembut.
"Waalaikumsalam, Nak. Kamu sudah sholat?"
"Sudah Ma. Kabar Mama, sama Papa gimana?"
"Alhamdulillah sehat, Zaen kapan pulang?" Tanya Ibu Irma, kepada putra kesayangannya.
"Belum tahu Ma," jawab zaen.
"Tapi, Mama mau kamu besok pulang. Ada hal penting yang ingin Papa sampaikan." Ujar ibu Irma.
"Zaen coba lihat jadwal besok ya Ma, kalau bisa di tinggal, Zaen pasti pulang." Jawab Zaen.
"Iya sayang, Mama tunggu kabar baiknya." Ibu Irma sepertinya menginginkan Zaen benar-benar datang, dan ada saat Aulya datang.
Ada wajah sedih di raut wajah Zaen. Dia seperti lesu tidak punya gairah sama sekali. Sepertinya ada yang sedang dia pikirkan. di sentuh lagi layar handponenya, setelah mengirim panggilan untuk seseorang, tak lama terdengar sapaan dari sebrang sana.
"Tolong lihat jadwalku besok, kalau bisa kamu tangani, aku tinggal pulang ke surabaya." Ujar Zaen.
"Baik pak. Tapi sepertinya besok tidak ada jadwal meting atau tamu penting untuk anda." Ujar sekertaris Zaen dari sebrang sana.
"Oke, terimaksih Fadli, tapi kamu harus cek lagi, karena aku tidak mau ada jadwal pertemuan yang terlewatkan." Ujar Zaen.
"Pak Zaen, tenang saja. Saya akan atur semua jika memang ada." Jawab Fadli, sekertaris Zaen.
Setelah selesai menelpon, Zaen langsung membereskan meja kerjanya, lalu mengambil beberapa baju untuk di bawa pulang ke surabaya.
Bunyi pesan whatshap terdengar nyaring, segera Zaen buka dan membacanya. Ada wajah tegang saat membaca pesan tersebut. Segera Zaen bangkit dari duduknya, mengambil kunci mobilnya lalu pergi. Sepertinya ada hal penting yang harus dia kerjakan. Atau ada seseorang yang sedang menunggunya. Sehingga raut wajah Zaen terlihat cemas.
Membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Tanpa menoleh takut ada hal buruk terjadi, dan terlihat serius sekali dalam mengemudi.
Tak lama kemudian, mobil Zaen berhenti di depan sebuah kos elit. Dia segera turun dan masuk ke dalam kamar kos yang ada di lantai 2 itu.
Seorang wanita cantik, dengan rambut terurai, membuat Zaen tidak bisa berkutik.
"Sayang,"
Sera, bersemangat melihat kehadiran Zaen. Dia langsung menghampiri Zaen. Ternyata Sera sudah sejak pagi menunggu Zaen.
"Sayang, apakah besok tetap mau pulang?"
"Iya. Karena, Mama, dan Papa menungguku."
Jawab Zaen, sambil memeluk Sera dari belakang. Mencium aroma wangi rambut Sera, dan merasakan sensasi yang menggairahkan.
"Lalu. Aku akan di tinggal sendirian?."
"Kamu boleh ikut." Jawab Zaen pelan.
Tapi, itu tidak mungkin. Karena Sera tidak mau orang tua Zaen tahu. Dan, akhirnya harus berhenti kerja. Karena di tempatnya dia bekerja, di sebuah restauran ternama itu melarang karyawannya menikah. Jika ingin menikah harus berhenti terlebih dahulu. Sedangkan pekerjaannya itu sudah di tekuni selama kurang lebih 2 tahun.
"Aku akan menunggu kamu. Berjanjilah, untuk cepat kembali."
Ujar Sera manja.
"Insyaallah. Secepatnya aku akan kembali."
Sera memeluk Zaen berbalik arah, merasa takut kehilangan. Tapi, itu kesalahan Sera sendiri, hanya bisa berharap. Orang tuanya, kelak akan menerima Sera.
Sera adalah wanita pertama yang membuat Zaen jatuh cinta. Cantik, pintar, dan mampu menaklukkan hati Zaen. Kali ini akan ada orang yang menentang perjodohan Zaen dan Aulya, dia adalah Sera.
Jam menunjukkan pukul 10.00, Zaen sudah sampai di Surabaya bandara Juanda. Memesan taxi Online, tanpa menunggu lama taxi sudah datang. Setelah sampai, Zaen buru-buru masuk kedalam, pintu terbuka, tanpa mengetuknya, Zaen langsung masuk.
Bruuk....
"Auuuw. " Aulya mengadu kesakitan, karena terbentur pintu.
"Eh, maaf-maaf, Kamu tidak apa-apa?" Ucap seorang laki-laki, yang tak lain adalah Zaen.
"Tidak apa-apa." Jawab Aulya sambil mengelus lengannya. Dan sedikit meringis kesakitan.
"Benar kamu tidak apa-apa? Aku lihat kamu kesakitan." Pertanyaan Zaen, membuat Aulya menatap Zaen.
"Saya tidak apa-apa, hanya ngilu saja. Nanti juga baik-baik saja." Ujar Aulya lirih, dan belum tahu siapa laki-laki yang sudah menabraknya.
"Kamu siapa," tanya laki-laki tampan yang berdiri tegap, gagah, di hadapan Aulya.
"Aulya," jawab Aulya pelan.
"Putrinya paman ahmad, Nak." Jawab Ibu Irma. Yang tiba-tiba datang menghampiri Aulya dan Zaen." Kalian kayak bukan saudara aja." Ujar ibu Irma lagi.
"Mama, Assalamualaikum." Zaen langsung bersalaman dengan Ibu irma. Mencium pipi Ibunya.
"Waalaikumsalam."
"Ada paman disini Ma? Saya sampai lupa, karena dulu masih kecil yang sering ketemu Aulya."
"Sudah ayo masuk dulu, kita bicarakan di dalam. Oh iya, Aulya, buatkan kopi, dan siap kan makan malam ya Nak."
"Iya, Tante." Aulya langsung pamit pergi.
Zaen, dan Ibu Irma, langsung menuju ruang keluarga, Zaen tersenyum melihat papanya, menghampiri dan langsung memeluknya. Kemudian menyalami Bapak Ahmad.
"Paman, kapan datang?"
"Tadi pagi. Bagaimana, kabar kamu Nak?"
"Alhamdulillah sehat Paman?"
Aulya datang membawa kopi untuk Zaen.
"Terimakasih." Ucap Zaen
"Iya Mas." Jawab Aulya.
"Sudah ingat sama Aulya?" Tanya Ibu Irma.
"Iya Ma. Dulu masih sangat kecil." Ujar Zaen, yang sudah lupa.
"Nak, Aulya. Kamu siapkan makan dulu. Kita akan makan bersama nanti.
Aulya hanya mengangguk, dan tersenyum ramah. Setelah itu kembali ke dapur. Semua sudah di siapkan oleh Aulya dan Bik Siti,
Diruang keluarga Zaen dan yang lain berbincang-bincang asyik. Bicara banyak, tapi bukan masalah perjodohan itu.
Semua sudah ditata rapi di meja. Kemudian Aulya memanggil Ibu irma dan yang lain. akhirnya mereka langsung makan bersama.
Zaen makan dengan lahap sekali, membuat ibu Irma tersenyum melihat putranya. Karena tidak biasanya makan sampai-sampai nambah nasi.
"Mmmm, masakannya bik Siti enak ya Ma.?" Puji Zaen.
"Itu masakan Aulya, Nak."
jawab Ibu Irma.
"Wah masakannya enak, kayak cheff ternama saja. Kamu patuh di ajungin jempol." Ucap Zaen, yang membuat hati Aulya berbunga-bunga.
"Terimakasih Mas, syukurlah kalau Mas Zaen suka."
Entah kapan Aulya mulai kagun dengan Zaen, Mungkinkah sejak dulu. Atau, beberapa menit yang lalu. Karena, Aulya tidak pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya.
Setelah makan, mereka duduk kembali. Dan, bercerita banyak hal, karena sudah malam akhirnya mereka semua masuk kekamar masing masing.
Handpone Zaen berbunyi. Ada panggilan Video Call, dari Sela, dengan senang hati Zaen menerimanya.
"Assalamualaikum Sayang." Sapa Zaen
"Waalaikumsalam, kok belum tidur?"
"Rindu sama kamu" Jawab Sela manja.
"Baru tadi pagi aku tinggal pulang, sudah bilang rindu." Ledek Zaen dengan suara lembutnya.
"Apakah kamu, tidak merindukan aku?" Tanya Sela.
"Pastinya aku merindukan kamu sayang." Jawab Zaen.
"Cepat kembali ya, jangan buat aku menunggumu sendirian."
"Secepatnya aku kembali."
Disisi lain, Aulya tidak dapat tertidur pulas, wajah Zaen sudah membuat Aulya, terus memikirkannya.
Aulya berdiri di balkon kamarnya, menatap purnama yang bersinar terang. Tersenyum. Bersyukur, karena bertemu laki-laki yang mampu membuat hatinya jatuh cinta. Meski sebenarnya Aulya tahu, Zaen belum tentu mencintainya.
Hembusan angin sangat kencang. Tanpa sengaja, mata Aulya tertuju pada sosok, laki-laki yang sudah mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Yang saat itu, Zaen juga berdiri di balkon kamarnya. Yang bersebelahan dengan kamar Aulya
"Ya Allah. jika dia jodohku, maka mudahkan lah, jika bukan jodohku maka jauhkan lah."Guman Aulya
yang kemudian masuk kedalam kamarnya.
Merebahkan tubuhnya. Berharap pertemuan besok akan berjalan lancar dan menyetujui perjodohan itu.
Keesokan harinya. Selesai sholat Shubuh. Aulya langsung membantu Bik Siti menyiapkan sarapan pagi. Dengan cekatan, Aulya mengerjakan semua itu. Bik Siti kagum dengan Aulya yang pintar masak.
Setelah selesai memasak, dan menyipakan semuanya. Aulya memanggil, Ibu Irma dan Bapak Fakhri yang sudah duduk diteras samping bersama Bapak Ahmad
"Tante. Sarapan sudah siap."
"Kamu memang calon menantu idaman. Jam segini semua sudah selesai. Tolong bangunin Mas Zaen nya. Biasanya setelah sholat Shubuh dia tidur lagi."
"Baik Tante."
Aulya segera menuju kekamar Zean. Sesampainya di depan kamar Zaen, Aulya mengetuk pintunya.
Tok tok tok tok tok
Pintu terbuka, Zaen tersenyum dengan senyuman terindahnya, membuat jantung Arumi berdetak kencang.
"Ada apa?"
"Di panggil Tante. Mereka sudah menunggu Mas Zaen di ruang makan." Jawab Aulya sopan.
"Saya kesana." Jawab Zaen singkat.
Aulya pergi terlebih dahulu, disusul Zaen. Semua sudah berkumpul di ruang makan, kemudia mereka sarapan pagi bersama.
"Bubur ayamnya Bik Siti mantap. Dibali sering beli tapi tidak se enak ini." Ujar Zaen sambil mengunyah makanannya.
"Aulya yang buat sayang." Ujar Ibu Irma tersenyum.
"Kamu sekolah jurusan tata boga, karena semua masakan kamu enak. Pasti suaminya nanti senang, punya istri pintar memasak." Ujar Zaen yang membuat Aulya tersenyum senang.
"Terimakasih Mas."
"Selesai makan. Papa, tunggu kamu di ruang keluarga. Ada yang ingin Mama, dan Papa bicarakan."
"Iya Pa, tar lagi Zaen kesana."
Bapak Fakhri terlebih dulu ke ruang keluarga bersama Bapak Ahmad. Setelah itu Ibu Irma dan Zean menuju ruang keluarga.
sedangkan Aulya membersihkan meja makan di bantu bik Siti. Aulya sengaja tidak ikut ke ruang keluarga karena merasa malu dengan Zaen.
"Nak. Ada yang mau Papa sampaikan."
"Perihal apa Pa?" Tanya Zaen sopan, Ibu Irma tetap diam, karena yang punya kekuasaan untuk berbicara adalah Bapak Fakhri, sebagai kepala keluarga.
"Papa. mau menjodohkan kamu dengan Aulya, sesuai keinginan Papa dan Almarhum ibu Aulya, bibikmu sendiri."
Bagai disiang bolong, terasa di sambar petir, Zaen mengatur nafasnya, yang seperti orang sesak saja.
"Tapi Pa?" Belum selesai Zaen bicara, Bapak Fakhri sudah memotong pembicaraan Zaen.
"Tidak ada tapi-tapian, Papa sudah memutuskan. Papa, ingin secepatnya. Karena bulan agustus ini Papa banyak sekali urusan di luar negeri. Jadi, Papa mau di bulan juli ini semua sudah selesai."
Bapak Fakhri tidak lagi menghiraukan apa yang akan di bicarakan Zaen. Bapak Fakhri langsung menentukan semuanya.
Zaen diam seperti patung, seakan tidak ada pembelaan lagi.
"Mas Fakhri, Apa tidak sebaiknya memberi pilihan dulu kepada Nak Zaen. Setuju tidak, menikahi Aulya. Mereka harus sama-sama kenal satu sama lain dulu." Ujar Bapak Ahmad yang merasa kasihan melihat Zaen yang tampak murung.
"Zaen harus tahu. Papa dan Mamanya juga di jodohkan, tapi coba lihat. Kita bahagia."
"Sudahlah jangan khawatir, Zaen setuju kok. Lagian tidak ada orang tua yang mau menjerumuskan anaknya." Ujar Ibu Irma, sambil mengelus pundak Zaen.
"Ma, Pa, oke, Zaen setuju. Tapi, tidak perlu rame-rame dan jangan sampai teman-temanku tahu. Cukup, keluarga dan teman-teman Mama saja." Jawab Zaen, sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Nah gitu, Papa sama Mama sayang sama kamu, apa yang direncanakan semua demi masa depanmu. 30 hari semua akan berlangsung meriah." Ujar Bapak Fakhri tersenyum bahagian.
Zaen tidak banyak bicara. Karena, tanpa di sadari Zaen sudah menghianati kekasihnya, Sela.
"Besok kita ke butik, teman Mama, kita fiting baju disana." ujar ibu Irma bersemangat.
"Iya Ma, kalau begitu Zaen permisi dulu."
Zaen pergi meninggalkan ruang tamu, menuju lantai kekamarnya, di lantai dua. Zaen merebahkan tubuhnya, memikirkan semua pembicaraan kedua orang tuanya dan perjodohan itu. Zaen bingung, dia ingin menolak. Tapi, kondisi kesehatan Ibu Irma sedang tidak baik-baik saja.
Tiba-tiba handponenya berdering. Ternyata Sela sedang melakukan video call. Zaen bingung yang ingin memulai berbicara. Tetapi kesalahan terbesar Zaen tidak terus terang hubungannya dengan Sela.
"Hallo sayang," Sapa Zaen mencoba tenang.
"Aku kangen, membuat aku tidak sabar menyapa kamu."
"Udah makan?"
"Sudah sayang." Jawab sela
"Mungkin besok seharian aku gak bisa di hubungi. Aku diajak Mama ke rumah saudara." ujar Zaen berbohong.
"Kenapa kamu takut banget sama Mamamu?" Ujar Sela cemberut dan kesal.
"Dia adalah Ibu yang melahirkanku. Yang membesarkan aku, dengan kasih sayang dan perhatiannya. Jadi tidak ada yang bisa menghalangi aku untuk tidak patuh kepadanya."
"Oke-oke. Aku paham, aku akan merindukan kamu sayang."
"Aku juga." Sambungan terputus.
Sepertinya Sela kesal.
Tiba- tiba ada suara ketukan pintu, Zaen segera membukanya.
"Ada apa Pa?"
"Boleh Papa masuk?"
Zaen mengangguk, Bapak Fakhri pun masuk. Dan, duduk dikursi yang tersedia di kamar Zaen
"Nak. Maafkan Papa, sama mama. Sudah memaksa kamu, jika kamu tidak setuju, kamu boleh bilang sama Papa. Tapi, kamu harus tahu. Papa, memilih Aulya jadi istri kamu, karena kita tahu siapa Aulya dan keluarganya. Mungkin awal pernikahan, kalian akan terasa kurang nyaman. Tapi, Papa yakin kalian bisa melewati nantinya. Lagian penyakit Mamamu semakin parah. Aku takut terjadi sesuatu, karena memikirkanmu."
"Pa. apapun pilihan keluarga ini, Zaen menerimanya. Dan, akan berusaha mencintainya. Tapi, nanti setelah menikah Zaen mau Aulya ikut ke Bali. Karena Zaen masih belum siap berhenti kerja disana."
"Kamu bilang setelah menikah akan mengurus bisnis perusahaan sendiri. Terus, kapan yang mau mengurus bisnis Papa?"
"Kalau sudah siap."
"Aulya boleh ikut, tapi jangan tinggal di kontraan, tinggal dirumah yang pernah papa belikan untukmu. Anggap saja itu hadiah untuk kalian. Terutama untuk Aulya."
"Terimakasih Pa" Jawab Zaen yang tidak bisa menolak keinginan kedua orangtuanya
Keesokan harinya, Zaen sudah menunggu Aulya dan Ibu Irma. Aulya terlihat cantik dengan balutan busana Muslimnya, yang serba warna Navi. membuat Arumi sangat cantik. Tapi, kecantikan Aulya belum bisa membuka hati Zaen dan menaklukkannya untuk mencintai Aulya
Aulya duduk di samping Zaen. Sedangkan Ibu Elma duduk di belakang sendirian.
"Aulya, mulai sekarang jangan panggil Tante ya Nak. Panggil Mama, ke Om Fakhri juga, jangan panggil Om. panggil Papa, karena kamu, akan jadi anak kita."
"Iya Tante eh Mama." Jawab Aulya gugup, meski keluarga sendiri, Aulya masih sungkan.
"Untuk dekorasinya kalian nanti mau minta nuansa apa?." Tanya Ibu Irma. Tapi Aulya dan Zaen sama-sama diam.
"Kenapa tidak menjawab?" Ibu Irma memanggilnya lagi.
"Terserah Mama saja." Jawab Zaen pelan.
Aulya merasakan ada sedikit perubahan pada Zaen, terlihat jelas Zean banyak diam. Aulya sadar, jika dirinya hanya gadis biasa, meski saudara tapi Aulya tidak sepadan dengan keluarga Zaen. apalagi Zean adalah seorang yang berpendidikan, sedangkan Aulya tidak punya pendidikan tinggi, hanya tamatan SMA saja, dan lebih mendalami ilmu agama.
Setelah sampai, mereka langsung memilih baju yang akan di pakai untuk pernikahan mereka. Karena, semua yang menentukan adalah Ibu Irma, jadi Aulya dan Zaen setuju saja. Tidak banyak bicara karena takut salah bicara. Setelah fiting baju selesai, mereka pulang. Setibanya di rumah, Ibu Irma turun terlebih dahulu, dan langsung masuk, sedangkan Aulya sengaja memperlambat jalannya, karena ingin berbicara dengan Zaen.
"Mas tunggu!"
Panggil Aulya pelan. Zaen menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Aulya.
"Boleh saya bicara sama, mas?"
"Boleh." Jawab Zaen pelan.
Aulya duduk kursi rotan, yang tersedia di teras depan rumah mewah itu.
"Ada apa?" Wajah Zaen datar.
"Sebelum melangkah lebih jauh. Kalau merasa ini semua paksaan. Lebih baik, katakan kepada kedua orang tua Mas, agar perjodohan ini di batalkan."
"Bukankah ini kemauanmu juga, kita jalani saja, Semoga saya mampu. saya juga tidak mau Mama, dan Papa kecewa."
"Demi Allah mas, saya tidak pernah menginginkan ini. karena semua keinginan kedua orang tua kita. Saya juga..."
Belum selesai Aulya bicara handpone Zaen berdering. Aulya melihat dengan jelas, yang tertulis dilayar handponenya, nama My love. Terlihat ada gambar perempuan cantik.
Aulya diam, dan memilih pergi meninggalkan Zaen, karena tidak ingin mengganggu. Meski ada cemburu datang di hatinya. Tapi, Aulya sadar diri, jika dirinya tidak ada hak untuk melarangnya.
Perbincangan yang sangat akrab, bahkan terlihat jelas jika keduanya sedang bercanda dan berbicara romantis.
"Ada yang perlu ditata, bukan barang atau kata-kata. Tapi, hati yang saat ini berantakan. Ada yang perlu di pahami, bukan masalah pekerjaan, tapi masalah hati yang saat ini sedang tidak baik-baik saja. Aku saat ini sedang bingung, karena ada orang lain dihatiku." ujar Zaen dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!