NovelToon NovelToon

Last Star

Bab 1 - Last Star

Cerita ini hanya imajinasi author belaka, bila ada kesalahan nama tempat Author harap teman-teman bisa memakluminya karena Author hanya pernah singgah beberapa saat saja saat di negeri sakura 🙏

Novel Ringan pendek pertama author, selamat membaca ~

Dunia mulai terasa gelap, matahari terbenam dan seorang pemuda melangkahkan kakinya masuk dengan kesal ke dalam sebuah apartemen kecil miliknya yang berada di lantai paling atas.

Pemuda itu menutup pintunya dengan kasar, dia menjatuhkan dirinya sendiri dengan lututnya yang terhentak keras ke lantai hingga ngilu pasti dia rasakan.

Meskipun begitu, pemuda itu tidak merasakan kesakitan sama sekali. Dia melihat jauh ke dalam ingatannya saat dimana kejadian sebelumnya yang dia bayangkan.

Bayangan dari seorang gadis terlihat sedang menumpahkan segalas anggur merah dengan seorang pria yang tiba-tiba saja merangkul gadis tersebut yang menatap jijik ke arah pemuda ini.

"Memangnya, orang seperti mu pantas bersamaku?" ketus gadis itu dengan tersenyum jijik melihat ke arah pemuda tersebut.

Pemuda itu hanya diam di tempat, keadaan pakaiannya kini telah basah. Dia hanya seorang pria pengantar paket yang kebetulan melihat kekasihnya yang tengah berada di sebuah bar.

"Rupanya, selama ini Kau berselingkuh!" gumamnya dengan amarah.

"Hah? Kau b o d o h ya? Dia tidak pernah berselingkuh dan dia tidak pernah mencintai mu sama sekali!" ketus seorang pria yang kini merangkul gadis tersebut.

Seketika, pandangan ingatannya mulai jelas menampakkan sosok seorang gadis yang terlihat tidak tahu malu.

"Aku tidak pernah mau berhubungan dengan orang seperti mu!" ucap gadis itu yang membuat pemuda ini membulatkan matanya dengan tidak percaya.

Dia menelan ludahnya secara paksa, dia mengepalkan tangannya dan melemparkan sebuah serangan yang ditujukan kepada pria yang sedang merangkul gadis tersebut.

Namun, pukulannya tidak benar-benar mendarat tepat dari apa yang dia inginkan karena sebuah tangan telah menahan serangan dari pemuda itu, pria besar dengan jas hitam yang gagah berani langsung menarik lengan pemuda itu dan melemparnya jatuh ke lantai.

Pria itu melemparkan gelas yang masih berisi sebuah bir dengan berkata, "Ini ambil saja! Aku yang traktir!" ucap pria itu dengan senyuman menyeringainya.

Merasa tidak terima, pemuda ini bangkit kembali dan dengan cepat menendang pria itu dengan kasar tepat di antara pahanya, lebih tepatnya tendangannya itu mengenai inti kehidupan dari semua pria.

Setelah menendangnya, dia pun dilempar kembali oleh seorang pria besar yang mengenakan sebuah jas hitam yang merupakan seorang bodyguard pria sebelumnya yang kini telah menahan rasa sakitnya.

"S i a l a n! Buat dia menderita!" teriaknya dengan kesal dan pergi begitu saja bersamaan dengan gadis sebelumnya.

Dengan begitu, pemuda itu pun akhirnya dilempar ke tempat sampah yang berada di belakang bar dengan kondisi yang babak belur.

Hingga sampai dia mengingat kejadian itu terus-menerus, dia benar-benar merasa sangat kecewa. Tangisannya terus berlangsung hanya karena seorang gadis yang telah dia cintai.

Satu minggu telah berlalu, pria itu masih merasa kebingungan sama sekali. Dia tidak pernah pergi bekerja semenjak hari dimana dirinya babak belur, dia sudah izin kepada atasannya untuk tidak masuk kerja karena alasan tidak sehat.

Dalam heningnya suasana, ketukan pintu terdengar dan menyadarkan lamunannya meskipun responnya sedikit lambat.

Dia membuka pintu tersebut dengan penasaran, "Memangnya siapa orang yang mau mengunjungi ku selain pengantar paket?" batin pemuda itu kebingungan.

Saat pintu terbuka, seorang wanita cantik yang dia kenali berada tepat di depan matanya.

"Manajer, ada perlu apa kemari? Seharusnya, kamu tidak perlu repot-repot datang kemari untuk menjenguk ku!" ujar pemuda itu dengan gugup.

Wanita itu tidak mengatakan sepatah kata pun, dia hanya memberikan sebuah berkas kepada pria itu dengan dirinya yang langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Hm? Memang aneh dia!" gumam pemuda itu dan membawa berkas di tangannya masuk ke dalam dengan jalannya yang tertatih-tatih.

Saat dirinya duduk di sebuah kursi, dia pun dengan perlahan membuka berkas yang telah diberikan oleh atasannya. Saat membukanya, pemuda itu melihat sebuah judul berkas yang membuatnya patah semangat.

"Surat pemecatan, ya?" gumam pemuda itu dan langsung tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha?. Akhirnya aku dipecat juga!"

Pemuda itu merasa bersedih, meskipun begitu dia tidak mampu untuk meneteskan air mata sama sekali karena kesedihannya.

Dia terus menerus tertawa karena bingung dengan apa yang harus dia lakukan di kemudian hari. Tidak memiliki keluarga, tidak memiliki kenalan, hanya seorang pemuda dengan ijasah SMA. Tidak ada harapan lagi untuknya.

Dia langsung merobek-robek berkas yang ada di depan matanya dengan sangat kesal. Dia melupakan semua lebam di sekujur bagian tubuhnya, dia melempar banyak sekali barang yang berada di depan matanya.

Sebuah suara pun membuatnya diam untuk seketika itu juga, "Sudah berapa lama aku tidak makan, ya?" batinnya memikirkan tentang dirinya yang sudah benar-benar merasa kelaparan.

Pemuda itu langsung terpikirkan sebuah ide brilian, dia beranjak pergi ke dapurnya dan mengambil beberapa bawang yang dia simpan. Setelah dibawanya bawang yang dia perlukan. Dia langsung memotong bawang tersebut begitu saja hingga aroma bawang dia hirup dengan rasa haus.

Aroma bawang telah dihirupnya hingga saat ini dia merasakan perih yang benar-benar perih di dalam matanya. Dia tidak mampu untuk menahan rasa perih itu yang membuat air matanya mulai membanjiri matanya.

Dia pun akhirnya mengedipkan matanya hingga air mata miliknya mulai terjatuh dan membasahi pipinya.

Dia kembali menangis sekencang-kencangnya di dalam hatinya. Dia tidak berani berteriak, dia melangkah keluar tanpa menyelesaikan pekerjaannya sama sekali.

Selera makannya pun telah hilang untuk saat ini, "Sudah cukup! Aku sudah lelah hidup di dunia ini!" batin pemuda itu dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari apartemen miliknya yang berada tepat di lantai tujuh.

Tinggi bangunan itu membuat pemuda ku menatap ke bawah dengan rasa.penasaran.

Dia mulai menaiki pagar pembatas dan berdiam diri di pagar tersebut hanya untuk beberapa saat.

Malam hari, penuh bintang di langit gelap dengan seorang pemuda berada di atas pagar yang saat ini berniat menjatuhkan dirinya untuk melakukan aksi bunuh diri.

"Aku sudah muak! Selamat tinggal duni—" ucap pemuda itu tidak lengkap dikarenakan saat akan mengucapkan kata-kata terakhirnya, dia terpeleset dan jatuh dari atas pagar itu.

Karena panik, dia benar-benar tidak berani untuk bunuh diri untuk saat ini. Dia mencoba menyelamatkan dirinya menggunakan satu kakinya yang lain yang tepat berada di sisi bangunan dan satunya lagi tepat di posisi yang akan jatuh hingga saat dirinya terjatuh, sebuah rasa sakit di bagian miliknya terbanting dan dirinya tidak bisa mengendalikan dirinya hingga saat ini dirinya benar-benar jatuh ke bawah dari atas bangunan tinggi tersebut.

Dia memejamkan matanya karena takut, hanya saja. Terpaan angin terasa menyejukkan dan membuat dirinya kebingungan karena hingga saat ini dia tidak merasa kesakitan sama sekali.

"Aneh? Mungkinkah aku sudah mati dan masuk ke surga? Sejuk sekali rasanya!" batin pemuda itu dan mulai membuka matanya.

Saat dirinya membuka mata, dia benar-benar terkejut karena saat ini dirinya bukan berada di surga melainkan dirinya kini berada jauh di atas langit perkotaan Tokyo yang baru saja menembus awan dan segera jatuh ke kota tersebut.

Bab 2 - Last Star

Dia terkejut karena saat ini berada di atas langit tepat di bawahnya adalah sebuah kota besar, Tokyo.

"Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Bukankah aku jatuh dari atas apartemen ku?" batin pemuda itu yang mulai kebingungan.

Dia benar-benar ketakutan untuk saat ini, jika dirinya jatuh dari ketinggian terbangnya sebuah pesawat, itu benar-benar pasti akan menghancurkan dirinya saat jatuh ke bawah sana.

Dia menampar pipinya berulang kali menggunakan kedua tangannya untuk menyadarkan dirinya dari lamunannya. Namun, apa yang dia lakukan untuk saat ini hanya sia-sia karena saat ini dirinya sedang tidak berimajinasi. Ini adalah kenyataannya, dia melayang di atas langit dengan perlahan mulai terjatuh ke kota besar yang masih beroperasi.

Pemuda itu melesat dengan cepat dan hanya berjarak beberapa meter lagi, dirinya akan hancur seperti apa yang dia bayangkan. Dia menutup matanya karena ketakutan.

Setelah beberapa detik berlalu, dirinya tidak merasa kesakitan sama sekali. Dia membuka matanya dengan harapan, "Aku tidak mau berada di atas langit itu! Itu benar-benar menyeramkan, Tuhan!"

Dia tidak berada di atas langit, melainkan di tengah sebuah taman di malam hari yang hanya diterangi beberapa lampu taman saja dengan dirinya yang saat ini berbaring di atas rumput hijau yang dingin.

"Ah! Sebenarnya apa yang baru saja terjadi? Sepertinya tadi aku sempat melihat Menara Tokyo? Apa itu hanya halusinasi ku saja?" batin pemuda itu mulai bangkit dari tidurnya.

Dia berdiri dan menepuk pakaian lusuhnya dan menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya sendiri.

"Eh? Kenapa rasanya aku sudah sembuh, ya?" batin pemuda itu dan mulai menggerakkan tubuhnya serta mengusap wajahnya secara perlahan karena sebelumnya memar di wajahnya masih membekas.

"Sebenarnya apa yang baru saja terjadi?" batin pemuda itu kebingungan.

Sebuah sorotan senter terasa menyilaukan mata pemuda itu, dua petugas keamanan atau polisi datang menghampirinya dengan bingung.

"Nak, apa yang sedang Kamu lakukan disini?" tanya polisi yang terlihat seperti pria paruh baya itu dengan penasaran.

"Ah! Aku hanya berjalan-jalan saja, Paman!" ucap pemuda itu dengan sedikit kebingungan.

"Oh! Jika seperti itu, sebaiknya Kamu segera pulang!" seru polisi itu dengan tegas.

"Ehm, apa boleh aku bertanya kemana arah menuju Satsumasendai?" tanya pemuda itu dengan penasaran.

"Satsumasendai? Dimana itu? Aku tidak mengetahuinya!" jawab polisi itu dengan kebingungan.

"Satsumasendai! Kenapa Anda tidak mengenal nama sebuah kota kecil di Kagoshima?" kata pemuda itu dengan bingung.

"Hei! Kau sedang bercanda denganku ya? Kita sedang berada di Tokyo!" ketus polisi itu dan langsung meninggalkan pemuda itu seorang diri.

"Tokyo?" batin pemuda itu kebingungan.

Dia menepuk semua bagian pakaiannya untuk mencari benda yang sangat penting dalam kehidupan di dunia modern. Namun, ponsel yang dia cari tidak ada sama sekali dan dirinya hanya dapat mengeluarkan sebuah dompet yang berisikan sebuah kartu tanda pengenal dan uang beberapa lembar saja di dalamnya.

"Gawat! Apa yang harus ku lakukan?" gumam pemuda itu dengan kebingungan. Dia berlari mengejar polisi yang sebelumnya sempat bercakap-cakap dengannya.

Namun, karena dirinya terlambat. Polisi tersebut telah pergi kembali berpatroli dengan sepeda miliknya hingga saat pemuda itu akan mengejar polisi tersebut, dia menabrak sesosok berpakaian putih dengan rambut panjang dan mata merah yang bersinar.

Pemuda itu berteriak ketakutan karena terkejut. Namun, sesosok berpakaian putih itu mengulurkan tangannya untuk membantu pemuda itu berdiri.

Saat pemuda itu hendak menggapai tangan dari gadis itu, gadis itu terlalu lemah untuk menarik pemuda itu hingga membuat gadis itu terjatuh ke atas tubuh dari pemuda itu.

Keduanya saling bertatapan, pemuda itu baru saja menyadari bahwa sosok di depannya benar-benar bukan seorang hantu. Karena di depan matanya adalah sosok seorang gadis cantik dengan kulit putih dan mata merah yang bersinar juga dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam terurai rapih menyempurnakan sosok seorang gadis cantik.

Gadis itu terus menatap pemuda itu dengan tatapannya yang datar hingga membuat pemuda itu sedikit kebingungan.

"Hei! Bisakah kamu menyingkir dari atas tubuhku?" tanya pemuda itu dengan datar.

"Oh, aku bingung!" ucap gadis itu sekenanya dan berusaha untuk berdiri dari tubuh pemuda itu meskipun tangan kirinya bertumpu di tempat yang benar.

"Sialan! Dia menyentuh milikku!" batin pemuda itu dengan gugup dan merasa malu.

Hanya beberapa saat gadis itu masih bertumpu di atas miliknya, benda milik pemuda itu mulai mengeras dan membuat gadis itu kebingungan.

"Eh? Ada benda apa di bawah sini?" tanya gadis itu dan langsung menyentuh milik pemuda itu dengan beranggapan bahwa apa yang dia pegang adalah benda yang bentuknya mirip dengan sebuah tongkat.

"Eh! Dia memegang —" batin pemuda itu dan langsung berdiri dengan memegang dua ketiak gadis itu untuk mengangkatnya agar dia bisa menutupi rasa malunya karena benda miliknya yang mulai mengeras.

"Ah, terimakasih telah membantuku berdiri!" ucap gadis itu dengan membungkukkan sedikit tubuhnya kepada pemuda tersebut.

Gadis itu pun akhirnya berlalu pergi dengan rasa kebingungan. Melihat sosok gadis di depannya terlihat kebingungan, pemuda itu menjadi penasaran dan bertanya, "Hei, apa yang sedang kamu lakukan di malam hari begini?"

Gadis itu kembali membalikkan tubuhnya, dia menoleh ke belakang dan menjawab, "Uhm, aku tidak tahu!"

"Lalu, kemana Kamu akan pergi?" tanya pemuda itu yang berlanjut karena rasa penasaran.

"Aku tidak yakin!" jawab gadis itu dengan datar.

Pemuda itu menghela nafasnya panjang, dia menarik nafas kembali secara perlahan untuk menstabilkan kondisi emosionalnya untuk sesaat.

Dia pun kembali bertanya kepada gadis yang terlihat polos di depan matanya itu, "Lalu, siapa namamu?"

"Namaku? Siapa namaku?" ucap gadis itu yang juga bertanya tentang siapa nama dirinya sendiri.

Gadis itu tiba-tiba saja berubah menjadi panik saat setelah mendengar pertanyaan dari pemuda itu.

"Jangan-jangan dia melupakan namanya sendiri?" batin pemuda itu yang juga ikut penasaran.

"Memangnya namamu siapa?" tanya gadis itu yang menjurus membuat pemuda itu langsung merasa diremehkan.

"Dasar tidak jelas! Tentu saja namaku adalah —" batin pemuda itu dan juga mulai kebingungan.

"Tunggu dulu? Siapa sebenarnya namaku? Kenapa aku tidak mengingatnya sama sekali! Hei, kenapa bisa seperti ini?" batin pemuda itu yang mulai merasa panik.

Dia pun akhirnya mengingat bahwa di dalam dompetnya ada sebuah kartu tanda pengenal dan beberapa lembar uang.

Dia pun membukanya untuk memastikan tentang siapa sebenarnya nama yang dia miliki.

Saat dia membuka dompet dan melihat nama yang tertera di kartu tanda pengenalnya. Dia benar-benar semakin terkejut karena dia tidak merasa bahwa di dalam kartu tanda pengenal itu bukanlah dirinya sendiri.

"Siapa dia?" batin pemuda itu dengan bingung.

Bab 3 - Last Star

"Siapa dia?"

Pemuda itu kebingungan setelah membaca nama yang asing yang bahkan tidak diketahui olehnya sama sekali.

"Nakamura Shota, itu artinya umurnya masih sama persis sepertiku!" gumam Shota.

*𝑀𝑢𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖, 𝑛𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑎𝑔𝑜𝑛𝑖𝑠 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑆ℎ𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑁𝑎𝑘𝑎𝑚𝑢𝑟𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑛𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑆ℎ𝑜𝑡𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎.

Tokyo, 20 Februari 2020.

Mereka berdua pun pergi meninggalkan taman tersebut karena gadis itu yang telah mengajak Shota untuk ikut bersamanya.

Tentu saja Shota akan ikut karena dia benar-benar merasa bingung dengan apa yang telah terjadi padanya.

✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨

"Menanggapi dengan adanya kasus pembunuhan di kota Tokyo, kami menghimbau agar penduduk untuk tidak keluar di malam hari guna untuk menghindari aksi pembunuhan tersebut!"

Sebuah siaran berita televisi baru saja didengar oleh Shota saat dirinya melewati sebuah toko kecil bersama dengan gadis bermata merah.

"Namaku Hoshiko Ito!" ucap gadis itu dengan datar dan suara yang agak berbisik.

"Ito Hoshiko ya? Eh, Ito?" batin Shota menanggapi perkataan gadis tersebut yang langsung mengakui bahwa dia bermarga 'Ito' yang tentunya membuat Shota terkejut.

"Bukankah artinya kamu berasal dari keluarga besar?" tanya Shota penasaran.

"Ya, aku adalah seorang nona muda dari keluarga Ito di keluarga besar!" jawab Hoshiko dengan santai.

Shota menelan ludahnya kebingungan, "Hei! Bukankah berbahaya jika kamu berkeliaran di malam hari!" bisik Shota meskipun tidak terlalu dekat dengan telinga Hoshiko.

"Ini sudah larut! Sebaiknya kita istirahat!" ucap Hoshiko dan masuk ke dalam sebuah hotel dengan gaya depan hotel tersebut begitu gemerlap dengan cahaya yang bersinar terang dan penuh warna itu.

"Hei! Apa maksudnya itu? Dia mau berisitirahat di '𝘓𝘰𝘷𝘦 𝘏𝘰𝘵𝘦𝘭' bersamaku? Tidak mungkin! Dia pasti bercanda atau mungkin dia tidak akan membawaku? Yah, itu sudah jelas lagi pula siapa aku?" batin Shota yang bermonolog seorang diri.

Shota melangkah maju menghindari Love Hotel untuk pergi dari sana. Namun, dirinya tiba-tiba saja ditarik kembali oleh Hoshiko dengan paksa.

"Sebelumnya dia tidak kuat saat menarik ku untuk berdiri? Kenapa sekarang dia kuat?" batin Shota kebingungan.

"Ah, untuk apa Kamu menarik ku masuk?" tanya Shota penasaran.

"Kita tidak bisa memesan kamar jika datang seorang diri ke hotel ini, b o d o h! Mungkinkah kamu seorang perjaka?" tanya Hoshiko yang mulai menertawakan Shota.

Pemesanan kamar pun telah selesai dilakukan, mereka berdua telah mendapatkan kamar yang terletak di lantai teratas dan kamar yang letaknya di ujung koridor.

Mereka berdua masuk ke dalam kamar tersebut dengan Shota yang merasa gugup.

"Sebenarnya apa yang saat ini sedang terjadi? Ah Iya! Aku harus melihatnya!" gumam Shota dan langsung berlari ke walk-in-closet dan melihat sebuah cermin besar disana.

Dia mengusap wajahnya berulang kali karena merasa takjub akan dirinya yang benar-benar tidak mengenali sosok yang dia lihat untuk saat ini.

"G i l a! Ganteng sekali diriku!" batinnya dan mulai merasa bangga akan dirinya sendiri. Shota pun bergaya macho di depan cermin dan ditertawakan oleh Hoshiko yang melihatnya.

"Haha! Dasar narsis!" ujar Hoshiko yang saat ini sedang melepas pakaiannya.

"Hei! Apa yang sedang kau lakukan?" teriak Shota yang menutup matanya dengan kedua tangannya. Meski begitu, di sela-sela jarinya masih terbuka karena dia tidak bisa melihat tubuh mulus dari seorang gadis yang sangat cantik.

Hanya tersisa pakaian dalam yang belum dia lepaskan, Hoshiko pun mulai menggoda Shota dengan mengusap paha mulusnya dan satu tangannya m e r e m a s salah satu gunung kembar miliknya.

Shota menelan ludahnya karena penasaran, "Ini adalah kesempatan yang bagus untuk mu! Akhirnya setelah lamanya aku menjadi seorang yang tidak dianggap kehadirannya kini bisa mendapatkan kesempatan bersama seorang gadis yang sangat cantik!" batin Shota sangat senang.

Namun, saat Shota akan menuju ke arah Hoshiko. Tiba-tiba saja dia mendengar sebuah suara. Suara yang tidak asing dari telinganya baru-baru ini.

"Heh! Setelah kau sampai di dekatku, aku akan membunuhmu!"

"He? Sepertinya aku mendengar dia berbicara? Tapi, kenapa mulutnya diam saja ya?" batin Shota merasa kebingungan.

"Sebentar! Aku mau pipis dulu!" ucap Shota yang memang benar dirinya berniat untuk buang air kecil.

"Ah! Kamu bisa pipis di dalamku!" seru Hoshiko yang tidak sabaran.

"Huh! Ayolah cepat! Aku benar-benar kelaparan!" seru Hoshiko di dalam batinnya.

"Sepertinya aku mendengar suaranya? Apakah mungkin aku bisa mendengar pikiran seseorang?" pikir Shota yang merasa bahwa dirinya benar-benar keren karena memiliki sebuah kemampuan yang luar biasa.

Namun, setelah dia merasa dia memiliki kemampuan yang hebat. Shota sendiri terkejut karena Hoshiko berniat membunuhnya.

Dia kembali mengingat tentang sebuah berita yang sebelumnya didengar olehnya di sebuah toko kecil yang dia lewati.

"Apakah mungkin dia adalah pembunuh itu?" batin Shota terkejut.

Shota masuk ke dalam kamar mandi dan langsung menghidupkan air panas. Dia diam sesaat di dalam kamar mandi dengan pintu kamar mandi yang dikunci olehnya.

Shota melepaskan pakaiannya, dia merasa kebingungan dan hanya berdiam diri dalam kamar mandi hingga membuat Hoshiko merasa kesal.

Hoshiko beranjak berdiri dari kasurnya dengan perlahan menuju kamar mandi tersebut.

"Kenapa dia lama sekali di dalam kamar mandi itu! Aku belum sempat membunuh seseorang karena situasi yang tidak tepat!" batin Hoshiko yang tentunya terdengar oleh Shota.

"Dia benar-benar berniat untuk membunuhku? Lalu, apa yang harus ku lakukan? Aku tidak mungkin menyerang gadis cantik yang pertama kali aku temui bukan?" batin Shota mulai memikirkan sebuah rencana.

"Memangnya, dia membawa senjata? Sepertinya aku tidak melihatnya sama sekali! Itu artinya hanya ada satu kemungkinan! Senjata yang dia gunakan pasti berukuran kecil dan tajam, mungkin jarum atau silet? Mungkin juga pisau kecil atau cutter?" batin Shota mulai memikirkan tentang senjata yang digunakan oleh Hoshiko.

"Hei! Bisakah Kamu membawakan ku benda tajam! Aku perlu benda tajam untuk merobek pakaian ku sedikit!" teriak Shota.

"Huh! Untuk apa pakaian dirobek! Aneh-aneh saja, lagi pula aku tidak memiliki benda tajam! Hanya ada jarum di tanganku. Aku harus mencari benda tajam kemana? Ah sudahlah! Lagi pula dia akan mati, bukan?" batin Hoshiko yang terus bermonolog.

"Dia hanya membawa jarum? Oke, sepertinya aku bisa melawannya!" gumam Shota dan dirinya mengendap-endap untuk ke sisi pintu.

"Aku sudah membawanya! Jadi, bukalah pintu nya!" teriak Hoshiko dan dengan perlahan pintu pun mulai terbuka.

Hoshiko dengan mata merahnya yang memegang sebuah jarum tersenyum menyeringai dan bergumam, "Matilah Kamu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!